Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Anatomi Hidung
Secara anatomi, hidung terbagi dua, external nose (hidung luar) dan internal nose
(hidung dalam). Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir
atas. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian , yang paling atas disebut
kubah tulang, yang tidak dapat digerakkan. Dibawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang
mudah digerakkan. Belahan bawah yaitu aperture piriformis hanya kerangka tulang
saja, memisahkan hidung luar dan hidung dalam. Pada bagian superior, struktur
tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang
hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian
sedikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling
berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi atas kartilago septum
inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh
mengendus dan bersin. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam dibatasi di
sebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial oleh
septum nasi, dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan
koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi
pada meatus inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media
merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris (Soepardi,
2007).
\
Vaskularisasi hidung
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,
a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut Pleksus
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung)
arteri. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
etmoid (menyilang etmoid plate) dari arteri ophtalmica dan arteri sphenopalatina,
kemudian berakhir di ujung terminal dari arteri maksilaris interna. Bagian septum
anterior dan superior serta dinding lateral hidung mendapat darah dari arteri
internal, cabang lain dari arteri karotid eksternal, melewati bagian lateral
sphenopalatina pada akhir posterior tengah turbinate.Di dalam hidung, arteri terbagi
menjadi cabang posterior lateral hidung dan posterior septal hidung yang beriringan
dengan divisi kedua dan ketiga dari saraf trigeminus. Terdapat anastomosis antara
arteri nasalis lateral dan arteri ethmoidalis, dengan demikian, perdarahan bisa timbul
dari keduanya. Cabang lain dari arteri sphenopalatina turun ke kanal palatina mayor,
memasuki rongga mulut dan menyebar di bawah permukaan palatum. Vena berjalan
ophtalmica dan sinus kavernosa. Sistem vena pada hidung tidak mempunyai katup,
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari
terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media Nervus
olfaktorius turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga
anterior yang merupakan percabangan dari nervus nasosiliaris yang berasal dari
septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maksilaris nervus
Histologi hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologi dan fungsional dibagi
atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada
sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian
yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi
metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah
dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam
rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret
terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia
dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan
sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan refleks
ke atas setinggi konka media kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga
aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk
melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi.
Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melalui nares
anterior dan sebagian lain akan kembali ke belakang membentuk pusaran dan
yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara
mengatur kelembapan udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Mengatur suhu
fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung
secara optimal. Dengan demikian, suhu udara kurang lebih 37 derajat celcius.
3. Sebagai penyaring dan pelindung berguna untuk membersihkan udara inspirasi
dari debu dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan
silia akan lengket pada palut lendir dan partikel besar dikeluarkan melalui refleks
bersin.
4. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel
bau bisa mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Mukosa hidung merupakan reseptor
Kompleks osteomeatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung, yaitu di meatus media, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM). KOM adalah
bagian dari sinus etmoid anterior. Pada potongan koronal sinus paranasal, gambaran
KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi
dari KOM terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus
unsinatus, sel agger nasi, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior
pinggir tulang lakrimal dan di posteroinferior pada ujung superior konka inferior.
yang terbesar dan terletak paling anterior. Bula etmoid dapat membengkak sangat
bula etmoid, dan pada bagian posteroinferolateralnya terdapat ostium alami sinus
maksila sedangkan proyeksi dari tepi terowongan yang membuka kearah kavum nasi
Karena letaknya sangat dekat dengan resesus frontal, sel ini merupakan patokan
anatomi untuk operasi sinus frontal. Dengan membuka sel ini akan memberi jalan
merupakan drainase dari sinus frontal, dapat langsung ke meatus media atau melalui
dalam tulang kepala yang terletak di sekitar hidung dan mempunyai hubungan
dengan rongga hidung melalui ostiumnya. Ada 3 pasang sinus yang besar yaitu sinus
maksila, sinus frontal dan sinus sfenoid kanan dan kiri, dan beberapa sel sel kecil
yang merupakan sinus etmoid anterior dan posterior. Sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior termasuk kelompok sinus anterior dan bermuara di meatus
media, sedangkan sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid merupakan kelompok
Perkembangan
Sinus maxillaris (Antrum of Highmore) adalah sinus yang pertama berkembang. Struktur
ini adalah pada umumnya berisi cairan pada kelahiran. Pertumbuhan dari sinus ini adalah
biphasic dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun. Sepanjang pneumatisasi
kemudian menyebar ke tempat yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil
tempat mereka. Pneumatisasi dapat sangat luas sampai akar gigi hanya suatu lapisan yang
Struktur
Sinus maxillaris orang dewasa adalah berbentuk piramida mempunyai volume kira-kira
15 ml ( 34 x 33 x 23mm ). Dasar dari piramida adalah dinding nasal dengan puncak yang
infraorbital berada pada bagian midsuperior dimana nervus infraorbital berjalan di atas
atap sinus dan keluar melalui foramen itu. Saraf ini dapat dehiscens (14%). Bagian yang
tertipis dari dinding anterior adalah sedikit di atas fossa canina. Atap dibentuk oleh dasar
orbital dan di transeksi oleh nervus infraorbital . Dinding posterior tidak bisa ditandai. Di
belakang dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan arteri maxillaris interna,
ganglion sphenopalatina dan saluran Vidian, nervus palatina mayor dan foramen
rotundum. Dasar dari sinus, seperti dibahas di atas, bervariasi tingkatannya. Sejak lahir
sampai umur 9 tahun dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun
dasar sinus secara umum sama dengan dasar nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi
peumatisasi sinus maxillaris. Oleh karena itu berhubungan erat dengan penyakit
pertumbuhan gigi yang dapat menyebabkan infeksi rahang dan pencabutan gigi dapat
Cabang dari arteri maxillaris internal mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbital ( yang
berjalan dengan nervus infraorbital ), cabang lateral dari sphenopalatine, palatina mayor,
vena axillaris dan vena jugularis sistem dural sinus. Sinus maxilla disarafi oleh cabang dari
V.2. yaitu nervus palatina mayor dan cabang dari nervus infraorbital. Ductus
nasolacrimalis mengalir ke kantung lacrimalis dan berjalan dari fossa lacrimalis di bawah
orbita sebelah posterior dari dinding penunjang rahang yang vertikal dan kosong di sebelah
depan dari meatus inferior. Saluran ini berada sangat dekat dengan ostium rmaxilla, rata-
rata berada pada 4 - 9mm di depan ostium (Guyton & Hall, 1997).
1. Ostium alami.
Ostium maxillaris terletak di bagian superior dari dinding medial sinus. Intranasal
1/3 bawah processus uncinatus. Tepi posterior dari ostium ini berlanjut dengan lamina
paprycea sekaligus ini menjadi tanda (landmark) untuk batas lateral dari diseksi
pembedahan. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm tetapi dapat bervariasi antara 1–17
mm. Ostium ini jauh lebih kecil dibanding defect pada tulang sebab mcosa mengisi area
ini dan menggambarkan tingkat dari pembukaan itu. 88% dari ostium maxilla
bersembunyi dibelakang processus uncinatus oleh karena itu tidak bisa dilihat secara
Dua tulang dehiscens dari dinding nasal / dinding medial sinus maxillaris kadang-kadang
ada satu dehiscence tulang yang besar, pada umumnya ditutup oleh mucosa. Beberapa
individu dimana fontanella anterior atau posterior mungkin tetap terbuka mengakibatkan
terdapat suatu ostium assesori. Ostium ini biasanya tidak berfungsi, mengalirkan sinus
jika ostium yang alami dihalangi dan adanya tekanan/gravitasi gerak intrasinus dari
ostium itu. Ostium asesorius pada umumnya ditemukan pada fontanella posterior (Yilmaz
SINUS ETHMOIDALIS
Perkembangan
Sinus ethmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan.
Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel
tumbuh secara berangsur-angsur sampai dewasa umur 12 tahun. Sel ini tidak dapat dilihat
dengan sinar x sampai umur 1 tahun. Septa yang secara berangsur-angsur tipis dan
pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel ethmoid bervariasi dan sering ditemukan di atas
orbita, sphenoid lateral, ke atap maxilla dan sebelah anterior diatas sinus frontal. Sel ini
disebut sel supraorbital dan ditemukan 15% dari pasien. Penyebaran sel ethmoid ke dasar
sinus frontal disebut frontal bulla. Penyebaran ke turbinate medial disebut concha bullosa.
Sel yang berada pada dasar sinus maxilla ( infraorbita ) disebut Haller”s sel dan dijumpai
pada 10% populasi. Sel-sel ini dapat menyumbat ostia maxilla dan membatasi
infundibulum mengakibatkan gangguan pada fungsi sinus. Sel yang meluas ke anterior
lateral sinus sphenoid disebut Onodi sel. Variasi dari sel ini penting pada saat preoperative
Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4
cm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat
yang tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting.
Sebelah anterior posterior agak miring (15 derajat). 2/3 anterior tebal dan kuat
dibentuk oleh os frontal dan faveola ethmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi
sebelah lateral dan sebelah medial agak miring kebawah kearah cribiform plate.
Perbandingan antara tulang tebal sebelah lateral dan plate adalah sepersepulah
kuat atap sebelah lateral. Perbedaan berat antara atap medial dan lateral
Vascularisasi
Sinus ethmoid mendapat aliran darah dari arteri carotis eksterna dan interna .
Inervasi
Disarafi oleh nervus V.1 dan V.2, nervus V.1 mensarafi bagian superior
Struktur ini dibentuk oleh pemisahan antara sel ethmoid anterior dan posterior
merupakan pemasangan dari turbinate medial dan berjalan pada tiga tempat yang
adalah vertikal dan menyisip di crista ethmoidalis dan dasar tengkorak. 1/3
tengah berjalan miring menyisip ke lamina papyracea. 1/3 akhir menyisip sejajar
medial menuju ethmoid anterior, sinus frontal, dan aliran sinus maxilla .
Kesalahan dalam operasi dapat merusak turbinate medial anterior dan posterior
dan dibagian anteriornya dapat merusak cribriform plate (Guyton & Hall, 1997).
melalui infundibulum ethmoid. Termasuk sel agger nasi, bulla ethmoid dan sel-
berbatasan dengan sinus sphenoid. Sel bagian posterior secara umum lebih
sedikit dalam jumlah dan lebih besar dari sel bagian anterior (Guyton & Hall,
1997).
merupakan sel yang pertama pneumatisasi pada bayi yang baru lahir sampai
masa anak-anak. Terdapat satu sampai tiga sel. Dinding sel posterior
membentuk dinding anterior dari recessus frontal. Atap sel agger nasi adalah
dasar dari sinus frontal, yang merupakan tanda penting untuk operasi sinus
4. Bulla ethmoid
Ini penting sebagai pertanda untuk kasus operasi. Terletak diatas infundibulum
terbesar. Arteri ethmoidalis anterior umumnya menyilang terhadap atap sel ini.
meluas ke dasar tengkorak. Recessus suprabullar adalah suatu celah antara atap
bulla ethmoid dan fovea. Ruang retrobullar dibentuk ketika ada celah antara
lamella basal dan bulla. Ruang retrobular ini dikenal sebagai hiatus semilunaris
5. Infundibulum ethmoid
dibentuk oleh processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea (Guyton &
Hall, 1997).
Arteri ini kemudian menyilang ke atap sinus ethmoid pada sebuah tulang tipis
( biasanya dehisens
), mendarahi cribiform plate dan septum anterior. Arteri ini biasanya besar dan
tunggal dan di bagian inferiornya menutupi sel sinus. Letaknya yang tertutup
dan melalui sel ethmoid posterior menuju septum. Mendarahi sinus ethmoid
posterior, turbinate superior dan medial dan sebagian kecil septum posterior.
Arteri ini kecil dan bercabang-cabang. Letaknya tertutup kebawah diantara sel-
sel sinus, bergabung dengan letak nervus opticus dekat vertex orbita. Sebab
SINUS FRONTALIS
Perkembangan
Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan keatas dari sebagian besar
saat kelahiran dan tulang mulai untuk mengeras sekitar usia 2 tahun. Secara
mulai uia 5 tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun (Guyton & Hall,
Volume sinus ini sekitar 6 - 7ml (28 x 24 x 20mm). Anatomi sinus frontalis
sangat variasi tetapi secara umum ada dua sinus yang berbentuk seperti corong
Kedua bentuk sinus frontal mempunyai ostia yang bergantung dari rongga itu
posterior (memisahkan sinus frontal dari fosa kranium anterior) lebih tipis.
Dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga mata (Guyton &
Vascularisasi
superior menuju sinus cavernosus dan melalui vena-vena kecil didalam dinding
posterior yang mengalir ke sinus dural (Guyton & Hall, 1997; Damayanti &
Endang 2002)..
Inervasi
Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang nervus V.1. Secara khusus, nervus-nervus
ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear (Guyton & Hall, 1997;
Struktur terkait (Guyton & Hall, 1997; Damayanti & Endang 2002):
Recessus frontal
Recessus frontal adalah ruang diantara sinus frontalis dan hiatus semilunaris
yang menuju ke aliran sinus. Bagian anterior dibatasi oleh sel agger nasi,
superior oleh sinus frontalis, medial oleh turbinate medial dan bagian lateral
oleh lamina papyracea. Rongga yang menyerupai suatu dambel seperti sinus
frontalis merupakan ostium atau saluran yang kemudian membuka lagi kedalam
menjadi bentuk pipa yang menghasilkan dambel yang lebih panjang. Struktur
dasar tengkorak) dan bula frontalis (bagian anterior ke receesus di dasar sinus
sinus.
SINUS SPHENOIDALIS
Perkembangan
Sinus sphenoidalis adalah unik oleh karena tidak dibentuk dari kantong rongga
hidung. Sinus ini dibentuk didalam kapsul rongga hidung dari hidung janin.
mencapai sella turcica. Usia 18 tahun, sinus sudah mencapai ukuran penuh
(Spanner, 1994; Guyton & Hall, 1997; Damayanti & Endang 2002).
Struktur
Usia belasan tahun sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume
7,5ml (23 x 20 x 17mm). Pneumatisasai sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat
ala parva dan ala magna os sphenoid sampai ke foramen magnum. Dinding
sinus paling tipis (1 – 1,5mm). dinding yang lain lebih tebal, Bagian paling tipis
dari dinding anterior adalah 1 cm dari fovea ethmoidalis. Letak dari sinus oleh
bisa terletak jauh di anterior, di anterior atau dengan seketika di bawah sella
carotid, nervus opticus, nervus maxillaris cabang dari nervus trigeminal, nervus
vidian, pons, sella turcica dan sinus cavernosus. Struktur ini sering dikenali
seperti lekukan di atap dan dinding sinus. Dalam presentase kecil akan
mempunyai dehisens tulang di atas struktur yang penting seperti nervus opticus
sinus ini mungkin di dalam kesinambungan dengan carotid dan canalis opticus
dan letaknya sekitar 10 mm di atas dasar sinus. 30 derajat kebawah dari dasar
merupakan garis tengah persambungan antara 1/3 atas dan 2/3 bawah dari
dinding anterior sinus. Biasanya sebelah medial ke turbinate superior dan hanya
beberapa milimeter dari cribiform plate. Ostium ini, seperti sinus maxillaris,
mempunyai tulang dehisens yang lebih besar yang dibatasi oleh sebuah septum
membrane (Spanner, 1994; Guyton & Hall, 1997; Damayanti & Endang 2002).
Vascularisasi
Arteri ethmoid posterior mendarahi atap sinus sphenoidalis. Bagian lain dari
sinus mendapat aliran darah dari arteri sphenopalatina. Aliran vena melalui
vena maxillaris ke vena jugularis dan pleksus pterigoid (Guyton & Hall, 1997).
Inervasi
Sinus sphenoidalis disarafi oleh cabang nervus V.1 dan V.2. Nervus nasociliaris
(cabang nervus V.1) berjalan menuju nervus ethmoid posterior dan mensarafi
atap sinus. Cabang- cabang nervus sphenopalatina (V.2) mensarafi dasar sinus
Struktur terkait (Spanner, 1994; Guyton & Hall, 1997; Damayanti & Endang
2002):
1. Recessus sphenoethmoidalis
superior. Batasan-batasan dari rongga ini dibentuk oleh struktur yang kompleks.
hidung secara lebih rendah. Sel ethmoid posterior, seperti halnya sinus
2. Rostrum sphenoid
Struktur ini hanya proyeksi garis tengah dari dinding sinus sphenoid
3. Onodi sel
Telah dijelaskan diatas, sel ini adalah sel-sel ethmoid yang terletak anteolateral
menuju sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti areteri carotis dan nervus
opticus bisa melalui sel ini. Struktur ini sering dehisens. Perlu tindakan
pembedahan yang hati-hati di area ini dan pemeriksaan radiograpi yang baik
columnar, non ciliated columnar, sel basal dan sel goblet. Sel-sel ciliated
memiliki 50 – 200 silia per sel dengan struktur dari 9+2 mikrotubulus
dengan dynein lengan. Data penelitian menunjukkan sel ini berdetak 700-
800 kali per menit, pergerakan mucosa pada suatu tingkat 9 mm per menit.
Sel yang nonciliated ditandai oleh microvilli yang menutupi daerah apikal
Fungsi sel basal belum diketahui, sangat bervariasi baik dalam bentuk dan
sebagai suatu stem cell yang dapat membedakan jika dibutuhkan . Sel
elastisitas mukosa. Sel goblet ini disarafi oleh saraf simpati dan
encer. Lapisan epitel disokong oleh suatu basement membran yang tipis,
goblet yang paling tinggi. Ostia dari rahang, sphenoid dan sinus ethmoid
anterior meningkat dalam jumlah submucosal yang mengandung kelenjar
dari fungsi ada. Ini meliputi fungsi dari kelembaban udara inspirasi,
suatu alat pelembab udara yang mengagumkan dan lebih hangat dari
udara. Bahkan saat kecepatan aliran udara 7liter / menit, hidung belum
dapat meningkatkan kadar CO2 serum dan berperan untuk slep apnea.
Oleh karena produksi mukosa sinus yang berlimpah mereka berperan pada
dan mukosa sinus terdiri dari sel cilia yang berfungsi untuk menggerakkan
unsur yang kaya dengan sel imun, antibodi dan protein antibakteri.
Perbatasan lapisan sol yang lebih tipis dan berperan untuk menyediakan
suatu substrat di mana cilia bisa bergerak dan mendorong. Kecuali jika
gerakan lendir melalui rongga dan ke luar dari ostia ke arah choane
(Spanner, 1994; Guyton & Hall, 1997; Damayanti & Endang 2002)..
Penelitian yang paling terbaru pada fungsi sinus berfokus pada molekul
intranasal adalah secara primer pada sinus. Telah kita ketahui bahwasanya
Nitrous Oxide beracun ke bakteri, jamur dan virus pada tingkatan sama
rendah 100 ppb. Konsentrasi dari unsur ini dapat menjangkau 30.000 ppb
fungsi ini menjadi bagian dari suatu gambaran yang lebih luas (Yilmaz &
Naclerio, 2002).
Sistem Mukosiliar Hidung
Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir (mucous
propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan
pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat
kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung anterior konka dan septum
utama arus inspirasi epitel menjadi kolumnar, silia pendek dan agak
iregular. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus
mengandung epitel kuboidal dan silia yang sama panjang dan jaraknya
Lamina propria tipis pada daerah di mana aliran udara lambat atau lemah,
namun tebal di daerah aliran udara yang kuat. Jumlah kelenjar penghasil
sekret dan sel goblet, yaitu sumber dari lapisan mukus, sebanding dengan
ketebalan lamina propria. Lapisan mukus yag sangat kental dan lengket
menangkap debu, benda asing, dan bakteri yang terhirup, dan melalui
kali dalam satu jam. Silia, yaitu struktur kecil mirip rambut bergerak
kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700-
Silia Respiratorik
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya
panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia
dapat mencapai 200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan
diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral
masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang
disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal
yang letaknya tepat dibawah permukaan sel. Pada gambar 2.3 tampak di
dalam silia ada sehelai filamen yang disebut aksonema (Ballenger, 1991)
Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel
permukaan epitelium, dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi, atau
sekitar 250 per sel pada saluran pernapasan atas. Silia tampaknya bekerja
pecahan kecil tanpa menghentikan gerakan silia. Suatu silia tunggal akan
metakronis dengan silia disekitarnya. Bila gerakan silia diamati, maka silia
akan membengkok bersamaan dan berurutan. Gerakan tersebut tidak hanya
waves) pada satu area arahnya sama. Pada gambar 2.3 menyebabkan pola
gerak silia dengan frekwensi denyut (ciliary beat frequency) sebesar 1000
Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria. ATP berasal dari
pasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis
perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Semua epitel
kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada
permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel dan tiap sel
goblet, yang memiliki ketebalan 12-15 µm. Palut lendir berfungsi sebagai
per hari. Pada kondisi sehat, pH palut lendir sedikit asam. Palut lendir
disusun oleh glikoprotein (2.5-3%), garam (1-2%), dan air (9%). Mukus
penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada
dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini.
dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. Lapisan ini juga
Transpor Mukosiliar
Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung
bekerja sama satu dengan yang lainnya yang tergantung pada gerakan aktif
rendah yang menyelubungi silia (sol phase) dan lapisan yang lebih kental
(gel phase). Mukus berasal dari sel goblet, seros-mucus dan kelenjar
serous, eksudasi dari pembuluh darah dan air mata. Albumin dan
sama seperti ion-ion yang terdapat pada lapisan mukosa. Gerakan silia
depan. Partikel dan zat yang terperangkap atau terlarut di dalam mukus
Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat
yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif
saat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar
gerakan silia dan digantikan dengan mukus baru yang disekresikan oleh
kavum nasi dan mukosa sinus. Aktifitas silia dapat terganggu akibat
atau fisik, polusi udara dan rokok, kelainan kongenital, rinitis alergi,
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti dan Endang. 2002. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala
dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
Ballenger, J.J. 1991. The technical anatomy and physiology of the nose
and accessory sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head,
& Neck. Fourteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger.
Philadelphia, London
Soepardi E. A., et al. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung
tenggorok kepala& leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Effendi, H. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGCp.135-
142.
Lund, V.J. 1997. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson
(Ed). Scott-Browns’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth
p.1/5/1-30.
Yilmaz, A.S. & Naclerio, R.M. 2010. Anatomy and Physiology of the
Upper Airway. Available
at:http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html.