Você está na página 1de 10

Duchenne muscular distrofi (DMD)

DEFINISI
Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30 penyakit genetik yang
ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada otot rangka yang mengendalikan gerakan.
Duchenne muscular distrofi (DMD) adalah bentuk progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama
pada anak laki-laki. Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked.

INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI


DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum ada penelitian lebih
lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata.

ETIOLOGI GENETIK
Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa
gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya
terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup
untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen
untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala,
bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit terkait
X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita(wedantho,2007) Suatu ciri khas dari pewarisan
terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar
dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu
salinan gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini.
Perempuan yang membawa satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala
terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan
gejala pada pria. Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh
mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme creatine
kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia(wedantho,2007). DMD adalah
bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-laki. Dikarenakan karena kurangnya
dystrophin, suatu protein yang mempertahankan integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5
tahun dan kelainan ini memburuk dengan cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan
kehilangan kmmampuan berjalan pada usia 12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator
untuk bernafas. Anak perempuan pada keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan
menurunkan gen yang rusak pada anak-anak mereka.

GEJALA
DMD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa jenis pertama kali pada
bayi atau anak-anak, yang lainnya mungki tidak akan muncul sampai usia pertengahan. Gejala yang
paling tersering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan berjalan, kelopak mata yang jartuh),
kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan neurologis seringkali menemukan hilangnya jaringan otot
(wasting), kontraktur otot, pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul
dengan tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan.

DIAGNOSIS
Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa kasus, suatu tes
darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu antara lain,
peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan electromyography, yang konsisten dengan
keterlibatan miogenik. Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam
menentukan jenis dari MD.
Tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut :
• Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot- otot di
ekstremitas bawah.
• Creatin Kinase ( CPK – MM ) , dimana kadar keratin kinase pada aliran darah tinggi.
• EMG ( electromyography ) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh kerusakan pada
jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya.
• Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21 .
• Biopsy otot ( imunohistokimia atau imunobloting ), atau bisa juga pemeriksaan genetic dengan
tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah baring atau bahkan
duduk dalam jangka waktu lama) dapat memeprberat penyakit. Fisioterapi dan instrumentasi
ortopedik (cth. Kursi roda) dapat membantu. Pembedahan ortopedi korektif mungkin diperlukan
untuk meningkatkan kualitas hidup dalam beberapa kasus. Masalah pada jantung yang ditemui pada
Emery-Dreifuss MD dan myotonic MD mungkin memerlukan alat pacu jantung. Myotonia yang
terjadi pada myotonic MD dapat diterapi dengan obat-obatan seperti phenytoin atau quinine
(wedantho,2007) Terapi fisik lebih ditujukkan agar penderita dapat memaksimalkan potensi fisik,
yaitu :
• Meminimalisir perkembangan kontraktur dan deformitas dengan mengembangkan program
stretching( peregangan) dan latihan yang diperlukan .
• Mencegah dan meminimalisir komplikasi sekunder lain dari kecacatannya .
• Memonitor fungsi pernafasan dengan menyarankan teknik yang dapat membantu untuk latihan
pernafasan dan metode pembersihan saluran nafas .
• Penjadwalan mulai dari seminggu sampai satu bulan untuk terapi pijat untuk mengurangi nyeri
yang timbul.

PROGNOSIS
Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas penyakitnya. Pada beberapa
kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, dengan kehidupan normal, sedangkan pada kasus
yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan
kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat pemburukan dan
defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD, kematian biuasanya terjadi pada usia belasan sampai
awal 20an .

Developmental Dislocation of The Hip

Definisi
DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Dislocation of The Hip. Dahulu lebih populer dengan
nama Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul kongenital adalah deformitas
ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari
pergeseran minimal ke lateral sampai dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum.

Epidemiologi
Ketidakstabilan panggul berkisar 5 – 20% dari 1.000 kelahiran hidup dan sebagian besar akan
menjadi stabil setelah 3 minggu dan hanya 1-2% yang tetap tidak stabil. Dislokasi panggul kongenital
tujuh kali lebih banyak pada perempuan daripada laki – laki, sendi panggul kiri lebih sering terkena
dan hanya 1- 5% yang bersifat bilateral. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada orang Amerika dan
Jepang serta jarang ditemukan pada orang Indonesia.

Etiologi dan Patogenesis


Ada beberapa faktor penyebab yang diduga berhubungan dengan terjadinya Congenital Dislocation
of the Hip (CDH), antara lain:
1. Faktor genetik
Faktor genetik pasti berperan pada etiologi, karena dislokasi kongenital cenderung berlangsung
dalam keluarga dan bahkan dalam seluruh populasi (misalnya orang Italia Utara). Wynne- Davies
(1970) menemukan dua ciri warisan yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan pinggul yakni sendi
yang longgar merata, suatu sifat yang dominan dan displasia acetabulum, suatu sifat poligenik yang
ditemukan pada kelompok yang lebih kecil (terutama gadis) yang menderita ketidakstabilan yang
menetap. Tetapi ini bukan keterangan satu- satunya karena pada 4 dari 5 kasus hanya 1 yang
mengalami dislokasi.

2. Faktor hormonal
Yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam beberapa minggu terakhir
kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan
langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur, yang lahir sebelum hormon- hormon mencapai
puncaknya.
Ditambahkan adalah pengamatan bahwa selama periode neonatal, bayi relatif membawa estrogen
dari ibunya. Hal ini menenangkan ligamen di dalam tubuh. Beberapa bayi sangat sensitif terhadap
estrogen, sehingga menyebabkan ligament panggul menjadi terlalu lemah, dan panggul tidak stabil.

3. Malposisi intrauterin
Terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat mempermudah terjadinya dislokasi, ini
berhubungan dengan lebih tingginya insidensi pada bayi yang merupakan anak sulung, dimana versi
spontan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi.Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi
pinggul kiri, ini sesuai dengan presentasi verteks biasa (occiput anterior kiri) dimana pinggul kiri agak
beradduksi.

4. Faktor pasca kelahiran


Dapat membantu menetapnya ketidakstabilan neonatal dan gangguan perkembangan acetabulum.
Dislokasi sering kali ditemukan pada orang Lapps dan orang Indian Amerika Utara yang membedong
bayinya dan menggendongnya dengan kaki merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi, dan
jarang pada orang Cina Selatan dan Negro Afrika yang membawa bayi pada punggungnya dengan
kedua kaki berabduksi lebar- lebar. Ada juga bukti dari percobaan bahwa ekstensi lutut dan pinggul
secara serentak mengakibatkan dislokasi panggul selama perkembangan awal.

Patologi
Saat kelahiran panggul, meskipun tak stabil mungkin bentuknya normal, tetapi capsul sering
merentang dan berlebih – lebihan. Selama masa kanak–kanak beberapa perubahan timbul, beberapa
di antaranya mungkin menunjukkan displasia primer pada acetabulum dan /atau femur proksimal,
tetapi kebanyakan di antaranya muncul karena adaptasi terhadap ketidakstabilan menetap dan
pembebanan sendi secara abnormal.
Caput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan ekstensi pinggul, caput itu
pertama – tama terletak posterolateral dan kemudian superolateral pada acetabulum. Soket tulang
rawan terletak dangkal dan anteversi. Caput femoris yang bertulang rawan ukurannya normal tetapi
inti tulangnya terlambat muncul dan osifikasinya tertunda selama masa bayi.
Caput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi. Di bagian superior, labrum
asetabulum dan tepi kapsulnya dapat didorong ke dalam soket oleh caput femoris yang berdislokasi;
libus fibrokartilaginosa ini dapat menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap caput femoris.
Setelah mulai menyangga badan perubahan – perubahan ini lebih hebat. Acetabulum dan colum
femur tetap anteversi dan tekanan dari caput femoris menyebabkan terbentuknya suatu soket palsu
di atas acetabulum dan m. psoas, menimbulkan suatu penampilan jam pasir (hourglass). Pada
saatnya otot di sekelilingnya menyesuaikan diri dengan memendek.

Diagnosis
Diagnosis Congenital Dislocation of the Hip (CDH) berdasarkan atas manifestasi klinis dan
pemeriksaan radiologi.

Manifestasi Klinis
Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis setiap kasus pada saat kelahiran.
Karena alasan ini setiap bayi yang baru lahir harus diperiksa untuk mencari tanda- tanda
ketidakstabilan panggul. Bila terdapat riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai presentasi
bokong, kita harus sangat berhati – hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari sekali. Pada
nenonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan.2
Gambaran klinis dislokasi panggul kongenital adalah asimetri pada lipatan- lipatan kulit paha.
Pemeriksaaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul kongenital pada bayi baru lahir adalah:
1. Uji Ortolani
Dalam uji Ortolani, bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan jari – jari diletakkan pada
trokanter mayor; pinggul difleksikan sampai 90o dan diabduksi perlahan – lahan. Biasanya abduksi
berjalan lancar sampai hampir 90o. Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang, tetapi
kalau tekanan diberikan pada trokanter mayor akan terdapat suatu bunyi halus sementara dislokasi
tereduksi, dan kemudian panggul berabduksi sepenuhnya (sentakan ke dalam). Kalau abduksi
berhenti di tengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam, mungkin ada suatu dislokasi yang tak
dapat direduksi.

2. Uji Barlow
Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari pemeriksa di tempatkan pada
lipatan paha dan dengan memegang paha bagian atas, diusahakan mengungkit caput femoris ke
dalam dan keluar acetabulum selama abduksi dan adduksi. Kalau caput femoris normalnya berada
pada posisi reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, panggul itu digolongkan
sebagai dapat mengalami dislokasi (yaitu tak stabil)

3. Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam keadaan fleksi 900 serta
kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian belakang tungkai bawah
dengan ibu jari di depan. Dalam keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat
dislokasi panggul kongenital maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih
rendah dan disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.2
Setiap panggul yang memiliki tanda – tanda ketidakstabilan walaupun sedikit diperiksa dengan
ultrasonografi. Cara ini memperlihatkan bentuk acetabulum dan posisi caput femoris. Kalau terdapat
kelainan, bayi itu dibebat dengan panggul yang berfleksi dan berabduksi dan diperiksa kembali 6
minggu kemudian. Pada saat itu mungkin perlu dinilai apakah panggul berhasil direduksi dan stabil,
tereduksi tetapi tak stabil, mengalami subluksasi atau dislokasi. Di tangan ahli yang berpengalaman,
skrining pada neonatus sangat efektif untuk menurunkan insidensi dislokasi yang muncul
belakangan.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat osifikasi sendi baru tampak pada bayi umur 3
bulan atau lebih sehingga pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih. 2,4

Rontgen Pelvis
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis horizontal Hilgenreiner, garis
vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton.
Keterangan:
• Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang melintasi tulang rawan tri-radiatum.
• Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan melalui aspek lateral dari asetabulum. Tepi
asetabulum pada bayi masih merupakan tulang rawan sehingga tidak terlihat pada foto rontgen.
• Indeks Asetabular (Sudut Hilgenreiner) Dibentuk oleh perpotongan antara garis sepanjang
atap asetabulum dengan garis Hilgenreiner.
• Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus antara tepi atas foramen obturator dan
bagian medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila terdapat dislokasi panggul

Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan panggul dengan foto rontgen.
Pada bayi baru lahir, acetabulum dan caput femoris dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada
foto polos biasa tidak terlihat. Dengan pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3
bulan, hubungan antara caput femoris dan acetabulum dapat diamati.

Sindrom Marfan
Definisi
Sindrom Marfan adalah penyakit genetik autosomal dominant pada jaringan ikat yang ditandai
dengan adanya disproporsi tungkai, jari-jari tampak lebih panjang dan kurus, serta perawakan tubuh
yang tinggi.2 Penyakit ini merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelainan kardiovaskular,
terutama yang mempengaruhi katup jantung dan aorta.

Insiden
Sindrom marfan dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan presentase yang sama.Semua gen
yang diterima dari orang tua masing-masing satu dari ayah dan ibu hanya satu gen saja dari sepasang
gen itu yang terkena sindrom Marfan maka kemungkinannya 50% dari anak-anaknya akan terwarisi
sindrom yang sama. Kemungkinan ini dapat dijelaskan dari fakta bahwa gen dalam hal ini merupakan
faktor dominan. Sindrom Marfan cukup sering terjadi karena diidap satu di antara 5.000 populasi
sampai 1:10.000. Sedangkan di Indonesia belum diketahui berapa banyak penderita sindrom Marfan.
Tak ada kecenderungan sindrom Marfan diderita oleh satu suku atau gender tertentu, yang berarti
pula setiap orang di muka bumi ini berpeluang mengalaminya. Kendati penyakit tersebut bersifat
menurun, pengidap sindrom Marfan dapat berasal dari orang tua yang sehat dan normal. Hal itu
dapat terjadi karena terjadinya mutasi pada sperma maupun sel telur yang termanifestasi pada
anaknya. Kemungkinan terjadinya peristiwa seperti ini menurut hitungan statistik sebesar 15%.

Etiologi
Mutasi nonsense menghasilkan stop kodon dan terkadang menyebabkan pergeseran kerangka baca.
Sindrom Marfan terungkap setelah ditemukannya abnormalitas genetik pada penderita sindrom
Marfan, yaitu pada gene fibrillin satu (FBN1) yang teletak pada khromosom 151 pada lengan panjang
(q) 15q21.1 dan fibrillin dua (FBN2) yang berlokasi pada khromosom 5.Protein FBN1 yang dihasilkan
oleh penderita tidak normal atau kurang dari jumlah yang seharusnya berkaitan dengan kelainan
kardiovaskuler, sedangkan FBN2 menyangkut masalah arachnodactyly dan masalah lensa mata.
Fibrillin adalah salah satu elemen dari matriks ekstra-seluler dan ditemukan diberbagai jaringan
seperti: periosteum di tulang, stroma kornea mata, glomerulus di ginjal, bronchioli pada paru-paru,
ligamentum serta lapisan tunika media dari aorta.Lebih dari 500 mutasi gen fibrilin telah
teridentifikasi. Hampir semua dari mutasi gen ini sangat khas didapatkan pada individu atau keluarga
dengan sindrom marfan, namun sekitar 30%, merupakan mutasi genetic denovo.
Manifestasi Klinis
Meskipun manifestasi klinis pada sindrom marfan tidak terlalu khas, namun adanya disporporsional
pada tungkai, dislokasi pada lensa mata, dan dilatasi aorta cukup untuk menegakkan diagnosis
sindrom marfan.

1. Kelainan pembuluh darah dan jantung


Kelemahan pada dinding aorta bisa menyebabkan pelebaran sehingga terbentuk aneurisma. Darah
juga dapat menyusup diantara lapisan-lapisan dinding pembuluh darah (diseksi aorta) atau terjadi
robekan pada aneurisma.
Kelainan kardiovaskuler pada sindrom Marfan adalah yang terberat dan ditemukan pada 90%
penderita sindrom Marfan yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada usia rata-rata 32 tahun.
Kelainan jantung dapat berupa kelainan yang dibawa sejak lahir atau kongenital seperti : Tetralogy of
Fallot (TF), Atrial-septal defect (ASD), dan katup aorta yang berdaun dua alias bicuspid. Persentase
kelainan jantung bawaan pada penderita sindrom Marfan jauh lebih tinggi dibandingkan populasi
umum. Jantung pada penderita sindrom Marfan dapat terdesak sehingga terjadi kebocoran.
Gejalanya antara lain sering sesak, lelah, dan berdebar-debar. Jika pembuluh darah tersebut keluar
dari jantung dan pecah, maka kematian mendadak tak dapat dihindarkan.

2. Kelainan kerangka tubuh


Bentuk kaki yang panjang dan tangannya melebihi tinggi tubuhnya. Jari-jarinya sedemikian panjang
sehingga jika dilingkarkan pada pergelangan tangan jari-jarinya akan melebihi ibu jarinya. Jari-jemari
sangat panjang seperti jari laba-laba yang disebut ‘arachnodactyly’ dan disertai langit-langit didalam
rongga mulut yang melengkung tinggi. Wajah lonjong tetapi sempit, gigi bertumpuk-tumpuk, atap
rongga mulut melengkung dan tinggi, dan tulang dadanya menonjol. Selain itu kedua kakinya ceper,
lensa matanya anjlok, dan tulang punggungnya skoliosis atau bengkok.

Kelainan Mata
Lensa matanya terlepas karena urat mata terus memanjang (Dislokasi lensa mata), miopi, ablasio
retina.Selain dislokasi lensa, kelainan pada mata lainnya yang dapat terjadi pada sindrom marfan
adalah katarak, glaucoma, miopia, serta retinal detachment

Diagnosis
Seseorang dapat didiagnosa mengidap sindrom Marfan setelah melakukan beberapa tes, seperti
mengisi sejarah detail tentang riwayat kesehatan keluarga, menyelesaikan tes fisik, mengecek
jantung dengan elektrokardiogram dan tulang, melakukan slip-lamp eye examination.Diagnosis
mudah ditegakkan apabila pasien dan anggota keluarga lainnya mengalami dislokasi lensa, dilatasi
aorta, dan extremitas yang panjang dan tipis disertai kifoskoliosis atau deformitas dada lainnya.

Osteogenesis Imperfecta (OI)


-merupakan suatu kelainan pada tulang yang terbentuk secara tidak sempurna. Penderita OI
memiliki kesalahan (mutasi) pada perintah genetik bagaimana membuat tulang-tulang kuat . Sebagai
gambaran umum, penderita OI adalah seseorang yang sering mengalami patah tulang sepanjang
hidupnya.

PENYEBAB
Dibeberapa kasus secara genetik diturunkan dari orang tua kepada anaknya dengan tingkat
kemampuan yang berbeda. Tetapi ada juga anak yang tidak mendapatkan OI meskipun orang tuanya
OI, sebaliknya ada juga anak yang mendapatkan OI meskipun orang tuanya tidak OI. Penyebab kasus
ini, gen yang bermutasi secara resesif artinya orang tua tidak ada OI, tetapi keduanya pembawa sifat
mutasi gen sehingga anak-anak harus menerima salinan mutasi dari orang tuanya. Ultrasound juga
sering dideteksi sebagai penyebab OI selama kehamilan. Tes gen dapat mengidentifikasi adanya
mutasi, khususnya jika mutasi gen orang tua juga diketahui.

GEJALA/DIAGNOSA
Osteogenesis Imperfecta disebabkan oleh kerusakan genetik yang mempengaruhi kemampuan tubuh
untuk membuat tulang kuat. Yang dominan, OI adalah seseorang yang mempunyai produksi kolagen
tipe 1 yang sedikit atau kualitas jelek sehingga protein pada tulang berkurang. Berkurangnya produksi
kolagen tipe 1 atau kualitas jelek, dapat juga menyebabkan mutasi gen , Protein ini (kolagen tipe 1)
adalah komponen utama yang merekatkan jaringan-jaringan tulang. Pada bagian inilah kerangka
tulang dibentuk. Hasil dari semua kasus ini adalah tulang yang mudah patah. Kolagen tipe 1 juga
sangat penting untuk membentuk sendi-sendi, gigi dan sclera (warna putih pada mata).
Tanda-tanda orang menderita OI bervariasi tergantung pada jumlah dan gejalanya. Pada OI ada
beberapa tipe yang cenderung bertambah. Tanda fisik yang mudah tampak adalah : tulang mudah
patah, perawakan pendek, dada burung, wajah segitiga (triangular vace), bermasalah pada
pernafasan dan hilangnya pendengaran. Kegagalan saluran pernapasan dan trauma accidental
merupakan penyebab kematian terbanyak.

PENGOBATAN DAN PERAWATAN


Orang OI dianjurkan untuk melakukan latihan sebanyak mungkin untuk menguatkan otot dan tulang.
Berenang dan terapi air adalah latihan yang aman karena gerakan di air mengurangi resiko patah.
Bagi yang bisa berjalan (dengan atau tanpa alat) adalah latihan berjalan yang paling baik. Perawatan
berat badan , pemilihan gizi makanan dan menghindari aktifitas otot dan tulang, merupakan hal yang
harus dilakukan. Aktifitas berupa merokok, alkohol, kafein dan pengobatan streroid merupakan
larangan keras. Penderita OI harus selalu berkonsultasi dengan dokter atau terapis untuk
mendiskusikan latihan yang berkesinambungan.
Belum ada pengobatan nyata bagi.penderita OI. Pengobatan menambah material tulang melalui
infus dilakukan dengan harapan membantu penguatan tulang. Terapi ini dilakukan secara periodik.
Sebelum infus dilakukan, biasanya diawali dengan pemeriksaan :
1. Pengukuran Antropometri-dalam grafik, meliputi TB, BB, tinggi duduk, arm span, lingkar kepala,
panjang lengan kiri dan panjang kaki kiri.
2. Jumlah fraktur dan nyeri-dalam grafik setelah pemberian obat periode sebebumnya.
3. Pencitraan meliputi : BMD (Bone Mineral Density) setiap 6 bulan dan rongent tangan kiri setiap 12
bulan.
4. Kimia darah meliputi : kreatin, ureum, elektrolit, fosfat, alkali fosfatase, SGOT, SGPT, pada bulan ke
3, 6, 12, 18 dan 24. Juga kalsium pada periode sama.
5. Hematologi, meliputi DPL dan trombosit pada periode yang sama dengan kimia darah.
6. Pemeriksaan rehabilitasi medik dilakukan pada pemeriksaan awal dan kemudian tiap 6 bulan
dengan instruksi latihan/terapi otot dan tulang berkesinambungan.

Pengobatan non bedah dilakukan apabila terjadi fraktur. Bisphosphonates, intravenously dan
resorption dilakukan secara perlahan-lahan, sering mengurangi kepatahan dan sakit pada tulang.
Casting, bracing dan splinting tulang, diperlukan untuk membuat tulang tidak bergerak sehingga
penyembuhan relatif lebih cepat.
Pengobatan dengan operasi/pembedahan dilakukan apabila terjadi fraktur/patah berulangkali pada
tempat yang sama sehingga membuat tulang rusak. Pembedahan ini dinamakan rodding yang artinya
tongkat. Tongkat besi ini dimasukkan ke dalam tulang-tulang panjang untuk mencegah dan
memperkuat tulang, misalnya tulang kaki dan lengan. Pengobatan dan perawatan lain sedang dicari,
termasuk pengobatan oral, suntikan dan terapi gen.
Banyak anak-anak penderita OI, jumlah patah tulang menurun secara signifikan ketika mereka
dewasa. Akan tetapi OI bisa aktif kembali setelah menopause pada wanita atau setelah usia 60 pada
laki-laki. Meskipun jumlah patah, kebebasan beraktifitas dan perawakan yang pendek, penderita OI
cukup produktif dan hidup sukses. Mereka bersekolah, bersahabat, berhubungan, memiliki karir,
berkeluarga, berpartisipasi pada olah raga, atau aktifitas lain dan juga anggota aktif dalam
komunitasnya.

Skoliosis
Definisi
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti kondisi patologi.
Merupakan deformitas tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra ke arah lateral dan
rotasional. Skoliosis didefinisikan sebagai kelengkungan tulang belakang ke arah lateral yang memiliki
sudut Cobb lebih dari 10o.Kelengkungan yang abnormal tersebut bisa terjadi karena kelainan
kongenital, kelainan pembentukan tulang atau kelainan neurologis, tapi pada sebagian kasus bersifat
idiopatik.

Epidemiologi
Infantile idiopathic scoliosis atau idiopatik skoliosis pada bayi sering ditemukan pada umur 6 bulan
dan banyak terjadi pada laki-laki dan keturunan Eropa. Kelengkungannya sering terjadi pada tulang
belakang segmen thoraks dan melengkung ke arah kiri. Pada banyak kasus, kelengkungan tersebut
dapat diobati pada saat umur 3 tahun. Jumlah skoliosis pada bayi berjumlah hanya 0,5% dari seluruh
skoliosis yang idiopatik pada Amerika Serikat dan 4% hingga 5% pada negara Eropa.

Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggungyang disebut skoliosis ini berawal dari adanya
syaraf-syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang.Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal.Yang bentuknya seperti
penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal diantaranya kebiasaan duduk yang miring membuat
syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan maka syaraf itu bahkan
mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pad aruas tulang belakang. Oleh karena itu,
tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf S atau huruf C.

Manifestasi Klinis
Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan nyeri persendian didaerah tulang
belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk dada, hal tersebut mengakibatkan :
a. Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan, penurunan level oksigen akibat penekanan
rongga tulang rusuk pada sisi yang cekung.
b. Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke kiri, jantung akan bergeser kearah
bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal atau menimbulkan pembesaran
jantung kanan, sehingga fungsi jantung akan terganggu.

Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi :
· Efek Mild skoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan tindakan dan hanya
dilakukan monitoring)
· Efek Moderate skoliosis (antara 25 – 40o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu study terlihat tidak
ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan exercise.
· Efek Severe skoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru, pernafasan yang tertekan,
dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini
juga dapat terjadi gangguan terhadap fungsi jantung.
· Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi trauma pada pada paru dan
jantung, osteopenia and osteoporosis .
Spasmodik tortikolis
Spasmodik tortikolis adalah kekakuan dari pada otot-otot leher, yang disebabkan oleh kontraksi
klonik atau tonik dari otot-otot servikal pada leher dengan gejala terjadi kekakuan pada sistem saraf
dan terdapatnya hysteria.Juga merupakan bentuk dari distonia dengan karakteristik intermitten dan
gerakan involunter dari kepala yang rekuren bersamaan dengan terjadinya kontraksi dari otot leher.

Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi paling sering
ditemukan pada usia antara 30-60 tahun.

Etiologi dan patologi


Pada masa lalu terjadinya tortikolis adalah kegagalan pada otot leher dimana
timbul hysteria yang berlebihan. Dimana gejalanya sama dengan kelainan
yang disebabkan secara organik. Ketika tortikolis diketahui berhubungan
dengan efek voluter bentuk dari gejala yang ada adalah hysteria, dimana
bentuk awal dari gejala ini adalah tic. Bentuk hysteria berasal dari gejala yang
merupakan respon dari pengobatan dari terjadinya kelainan emosional yang
utama.

Spasme tortikolis ini disebabkan oleh keadaan keturunan dimana terjadinya


dari gen autosomal dominan atau autosomal resesif. Hal lain yang dapat
menyebabkan ialah kelainan kongenital dari m.sternocleidomastoideus,
kelainan dari servikal tulang belakang, hipoplasi dari tulang hemi atlas atau
atlas. Kelainan neurovaskuler yaitu kompresi dari N.XI (nervus aksesorius)
oleh arteri vertebrae. Atau arteri serebral posterior inferior, adanya lesi
unilateral pada mesencephalon atau diencephalon yang diakibatkan oleh encephalitis virus. Dan
ketidakseimbangan / gangguan keseimbangan
metabolik antara thalamus dan basal ganglia. Penyebab lain yang tersering
adalah kelainan fungsional dari mekanisme kontrol yang mengakibatkan
gangguan reflek secara bilateral yang terjadi pada basal ganglia atau
keseluruhan dari struktur yang meliputinya.

Beberapa keadaan berikut bisa menyebabkan terjadinya tortikolis:


- Hipertiroidisme
- Infeksi sistem saraf
- Diskinesia tardiv (gerakan wajah abnormal akibat obat anti-psikosa)
- Tumor leher.

Gejala klinis
Perkembangan terjadinya tortikolis biasanya secara perlahan tapi bisa saja
secara mendadak. Hal ini terjadi ketika terjadinya serangan hysteria.Spasmodik tortikolis dapat saja
terjadi pada remaja atau dewasa. Selalu didahului dengan adanya riwayat trauma pada leher. Onset
terjadinya spasmodik tortikolis ialah intermiten terjadi saat rotasi dan fleksi pada kepala pada satu
sisi. Pada kebanyakan kasus gerakan dari kepala terjadi secara intermiten dan berhubungan dengan
kontraksi dari otot leher yang terjadi secara periodik irregular.

Pemeriksaan diagnosis :
1. Elektromiografi (EMG) menunjukkan adanya kontraksi otot yang persisten pada
otot leher termasuk m.sternocleidomastoideus, m.splenius capitus dan
m.trapezius.
2. Pemeriksaan fungsi tiroid, hal ini harus dilakukan karena dapat saja terjadi
perubahan pada tiroid yaitu hipertiroidisme. Beberapa pasien dapat saja
memperlihatkan keadaan eutiroid.
3. Pemeriksaan MRI/CT-Scan pada servikal vertebrae harus dilakukan bila ada
nyeri pada leher.

Penatalaksanaan
Hysteria tortikolis harus diterapi secara psikoterapi atau abreasi bersamaan
dengan terjadinya gejala hysteria ( Peterson 1945) dan pasien harus
diberikan pelumpuh otot (muscle relaxan), sedatif dan obat-obat penenang
seperti klordiazepoxid (Librium) 10 mg 3-4 kali per hari atau diazepam
(valium) 2-5 mg 3 kali sehari dapat diberikan. Pemijatan dapat saja dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit yang ada.Tortikolis yang berasal dari organic tidak mempunyai respon terhadappengobatan
secara medis, meskipun telah didapatkan bukti dari pengobatandengan menggunakan amantadin
dan haloperidol ( Gilbert 1972 ).Tetrabenazine juga dapat digunakan dan dapat berhasil pada
tortikolisorganik tetapi jarang, disebabkan harga yang mahal dan dapat menyebabkan Parkinson.
Brudny dkk (1974) juga mengklaim terdapat manfaat dari mengajarkan pasien control secara
folitional dengan menggunakan peralatan dari elektromiogram.

Pada tortikolis kongenitalis dilakukan terapi fisik yang intensif untuk meregangkan otot yang rusak,
yang dimulai pada bulan-bulan pertama. Jika terapi fisik tidak berhasil dan dimulai terlalu lambat,
maka otot harus diperbaiki melalui pembedahan.

Prognosis
Tortikolis umumnya dapat diatasi tetapi dengan adanya kejadian hysteria
maka hal yang harus dilakukan ialah terapi kejiwaan (psikoterapi), abreasi
atau hypnosis. Operasi radikal dari radikulotomi dan neurektomi memberikan
hasil yang bagus pada beberapa kasus yang diduga penyebabnya adalah
organic, meskipun kekakuan dapat terjadi setelah dilakukan operasi.

Você também pode gostar