Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
2.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk melakukan uji bioavailabilitas dan uji farmakokinetika dasar dari
sediaan Sulfadiazine dalam bentuk kapsul, tablet, SR, dan sediaan injeksi
intravena dengan menggunakan data konsentrasi obat di dalam darah yang
diukur dengan menggunakan spektrofotometer
2. Untuk melakukan uji bioavailabilitas dan uji farmakokinetika dasar dari
sediaan Furosemid dalam bentuk tablet generic, lassic, dan farsix dengan
menggunakan data konsentrasi obat di dalam darah yang diukur dengan
menggunakan spektrofotometer
3. Untuk mengetahui bioekivalensi antara sediaan dagang dengan sediaan
generik
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
H2N S NH
N
O
N
Sulfadiazin
GAMBAR 1. Struktur
(N-2-piridinil Bangun Sulfadiazin
sulfanilamida)
3
Sulfadiazin (Sulfapirimidin)/Triacef*/Temasud* adalah derivate pirimidin
(1947), bersama sulfametosazol dan sulfafurazol merupakan kelompok sulfa yang
paling kuat. Resorpsinya dari usus agak lambat, sehingga sebagian obat mencapai
usus besar. Oleh karena itu, sulfadiazin berkhasiat terhadap disentri basiler,
bahkan lebih efektif dibandingkan kloramfenikol dan tetrasiklin. PP – nya paling
rendah, rata – rata 40%, maka kadar obat dalam cairan tubuh paling tinggi dan
sering digunakan pada meningitis. Plasma t1/2- nya 10 jam. Sulfadiazin merupakan
obat pilihan kedua untuk infeksi saluran kemih (Tan,2008).
Sulfadiazin (2-sulfanilamidopyrimidine) telah diperkenalkan sebagai zat
kemoterapi pada 1940 ke bawah, dan sejak peraturan makanan dan obat baru
melarang secara tidak memilih-milih distribusi dan kegunaan,data klinik telah
mengakumulasi lebih banyak tentang obat ini yang salah satunya telah dibahas
pada bagian sebelumnya. Hasil percobaan pertama lebih dulu memberikan hasil
yang berlawanan,menunjukkan sulfadiazin sebagai pembentuk obat yang baik
pada infeksi tertentu,dan pastinya rendah toksik. Ini ditemukan sebagai bakterisid
yang bagus seperti bakteriostatik untuk sejumlah organisme,tapi hal itu tergantung
pada medium yang digunakan (Schnitker,1942).
2.1.2 Furosemida
4
Furosemida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C12H11ClN2O5S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.Pemerian.
Serbuk hablur, putih sampai hampir kuning; tidak berbau.Kelarutan. Praktis tidak
larut dalam air; mudah larut dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan dalam
larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam etanol;
sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform (Ditjen POM, 1995).
Furosemide (frusemide, lasix, impugan) turunan sulfonamide ini (1964)
berdaya diuretis kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle bagian menaik.
Sangat efektif pada keaadaan udema diotak dan paru – paru yang akut. Mula
kerjanya yang pesat, oral dalam 0,5 – 1 jam dan bertahan 4 – 6 jam, intravena
dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Resorpsinya dari usus hanya lebih
kurang 50%, PP-nya ca 97%, plasma t1/2- nya 30 – 60 menit, eksresinya melalui
saluran kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu. Efek sampingnya
berupa umum, pada injeksi intravena terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian
(reversibel) dan hipotensi. Hipokalemia reversibel dapat terjadi pula(Tan, 2008).
Dosis : pada udema : oral 40 – 80 mg pagi p.c., jika perlu atau pada
insufisiensi ginjal sampai 250-4.000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v.
(perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut hipertensi sampai 500 mg.
Penggunaan i.m. tidak dianjurkan (Tan,2008).
Furosemid adalah salah satu diuretik yang paling efektif yang tersedia. Pada
penambahan untuk pengobatan edema disebabkan oleh gagal jantung,gagal
ginjal,dan sirkosis pada hati,furosemid dapat digunakan untuk pengobatan
hipertensi,tunggal atau kombinasi dengan antihipertensi yang lain.Ini juga
digunakan dalam infus sodium klorida 0,9% untuk meningkatkan ekskresi
kalsium pada pasien dengan hiperkalsemia (Clayton,2007).
5
Lebih lanjut, obat-obat tertentu tidak sesuai untuk pemberian secara
intramuscular, disebabkan oleh pelepasan obat yang tidak menentu, rasa sakit,
atau iritasi lokal. Walaupun obat diinjeksikan ke dalam massa otot,obat harus
mencapai system sirkulasi atau cairan tubuh yang lain untuk dapat berada dalam
sistemik(Shargel, et all, 2005).
Intramuskuler(i.m)
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam
waktu 10-30 menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksud
memperpanjang kerja obat, sering kali digunakan larutan atau suspense
dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan hormone kelamin. Tempat
injeksi umumnya dipilih pada otot bokong yang tidak memiliki banyak
pembuluh dan saraf(Tan,2008).
Intravena (i.v)
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat
dalam waktu 18 detik,yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar
ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini
di gunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau
efek yang sangat cepat dan kuat(Tan,2008).
6
sebelum ke sirkulasi sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar
oleh hati atau oleh sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas sistemik
yang jelek jka diberikan secara oral. Metabolisme secara cepat dari obat-obat yang
diberikan secara oral sebelum mencapai sirkulasi umum disebut”first pass effect”
atau eliminasi presistemik(Shargel, et all, 2005).
Terjadinya “first pass effect” dapat diduga apabila terdapat berkurangnya
jumlah senyawa induk atau obat utuh dalam sirkulasi sistemik sesudah pemberian
oral. Dalam hal demikian AUC untuk obat-obat yang diberikan secara oral lebih
kecil dari AUC obat yang sama yang diberikan secara IV. Dari percobaan pada
binatang, “first-pass effect” dianggap terjadi jika obat utuh didapat dalam kanul
vena porta hepatic tetapi tidak didapat dalam sirkulasi umum(Shargel, et all,
2005).
Dengan menganggap obat stabil secara kimia dalam saluran cerna, dan
obat diberikan secara oral dalam bentuk larutan untuk memastikan absorpsi
campuran maka area dibawah kurva konsentrasi obat dalam plasma(AUC) harus
sama dengan AUC bila obat dengan dosis yang sama diberikan secara intravena.
Oleh karena dengan pengujian bioavaibilitas absolut, F, dapat menunjukkan
hilangnya obat oleh hati karena terjadinya “first-pass effect” (Shargel, et all,
2005).
F = [AUC]0∞ Oral
[AUC]0∞IV
Untuk obat-obat yang mengalami “first pass effect”, [AUC]0∞ Oral lebih
kecil dibandingkan [AUC]0∞IV dan F kurang dari 1. Obat seperti ini isoproterenol
atau nitrogloserin akan mempunyai nilai F kurang dari , oleh karena obat-obat ini
mengalami “first pass effect” yang bermakna(Shargel, et all, 2005).
BAB III
METODE PERCOBAAN
7
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah animal box, beaker
glass, labu tentukur, label nama, penyangga mulut kelinci, pisau cukur, pipet tetes,
sentrifuse, spektrofotometer UV(Shimadzu Mini 1240), spuit 3 ml, tabung
sentrifuse, vial, dan vortex .
8
sentrifuge pada 2000 rpm selama 1 menit. Ambil supernatan dan masukkan ke
dalam polytube (untuk selanjutnya disebut sebagai blanko). Berikan sediaan
secara intravena pada vena marginal. Ambil 1 ml cuplikan darah dari vena
marginal pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, dan 75 menit.
BAB IV
4.1. Hasil
Terlampir
9
4.2. Perhitungan
Terlampir
4.3. Grafik
Terlampir
4.4. Pembahasan
10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12
Schnitker, A.M. (1942). The Sulfonamide Compunds In The Treatment Of
Injections. New York : Oxford University Press. Page. 149
Shargel, L. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah:
Fasich dan Sjamsiah. Edisi Kedua. Surabaya: Universitas Airlangga.
Halaman 31,116,137,231,232,375
Tan,H.T. (2008). Obat-Obat Penting.Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas. Halaman 18,19,144,523
LAMPIRAN
7.1 Flowsheet
Kelinci
← Ditimbang
← Diberikan obat ( sulfadiazin dan furosemida )
dalam bentuk kapsul, tablet, sediaan lepas lambat
secara oral
← Diambil darah + 1 ml melalui vena marginal
telinga pada waktu 0 , 20, 45, 60, 90, 120, dan 180
menit setelah pemberian obat (sulfadiazin dan
13
furosemida)
← Diukur dengan metode Bratton Marshall
Hasil
Kelinci
← Ditimbang
← Diinjeksikan sulfadiazin dosis 40 mg melalui
vena marginal telinga kiri
← Diambil darah + 1 ml melalui vena marginal
telinga kanan pada waktu 0, 20, 45, 60, 90, 120,
dan 180 menit setelah pemberian sulfadiazin
← Diukur dengan metode Bratton Marshall
Hasil
14