Você está na página 1de 10

ALEXANDER HAMILTON

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : ETIKA DAN FILSAFAT ADMINISTRASI

Disusun Oleh :
DIRHAM
NIM. 218110012

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bab ini membahas tentang Pokok-pokok pikiran dan gagasan-gagasan serta yang dicetuskan
oleh Alexander Hamilton sebagai seorang pendiri Amerika Serikat, yang berjuang dalam
Perang Revolusi Amerika, membantu menyusun Konstitusi, dan melayani sebagai sekretaris
pertama dari perbendaharaan. Dia adalah pendiri dan arsitek utama sistem keuangan
Amerika.

Alexander Hamilton lahir pada 11 Januari tahun 1755 atau 1757 di Charlestown, di pulau
Nevis, Inggris.

Hamilton menghabiskan masa remajanya pada kepemilikan St. Croix Denmark. Penduduk
setempat mengakui kecerdasan Hamilton yang luar biasa setelah ia menerbitkan sebuah surat
yang mengesankan yang menggambarkan sebuah badai yang menghantam pulau itu, dan
mengumpulkan uang untuk mengirimnya ke sekolah di koloni Inggris Amerika Utara.

Hamilton tiba di koloni pada akhir 1772 dan awalnya diterapkan ke College of New Jersey,
tetapi malah menghadiri King's College di New York City. Sementara di New York,
Hamilton menjadi pendukung protes kolonial terhadap kebijakan imperial Inggris. Dia
menulis beberapa pamflet di 1774 dan 1775 menyerang pandangan setia Samuel Seabury
vokal. Pada 1775, Hamilton mengebor dengan perusahaan sukarelawan milisi, dan dijadikan
kapten dari sebuah perusahaan artileri pada Maret 1776. Dalam Perang Revolusi Amerika,
dia bertempur di pertempuran Kip's Bay, White Plains, Trenton, dan Princeton.

Kapten muda itu terkesan perwira senior di Angkatan Darat Kontinental, dan William
Alexander (Lord Stirling) bahkan meminta Hamilton untuk melayani sebagai ajudan
militernya. Pada tanggal 25 Januari 1777, Pennsylvania Evening Post memposting sebuah
iklan: "Kapten Alexander Hamilton, dari perusahaan artileri New-York, dengan menerapkan
pada printer dari makalah ini, mungkin mendengar sesuatu untuk keuntungannya." 1 Ini
merujuk Umum Keputusan George Washington untuk mengundang Hamilton ke staf
militernya, yang diterima Hamilton, membuatnya menjadi letnan kolonel. Selama empat
tahun berikutnya, Hamilton adalah salah satu anggota staf paling berharga di Washington,
dan memiliki berbagai tanggung jawab, termasuk menulis surat kepada Kongres, politisi
negara, dan perwira Angkatan Darat Kontinental lainny.
BAB II
PEMBAHASAN
2. RUMUSAN MASALAH

Apakah sajakah Pokok-pokok Pikiran dan Gagasan dari seorang Alexander Hamilton?

Adapun yang akan dibahas dalam Bab ini yaitu spesifik tentang Pokok-pokok Pikiran yang
pernah dicetuskan oleh Alexander Hamilton dalam Bukunya Federlist Paper diantaranya :

1. Pembagian Kekuasaan
2. Konstitusi
3. Pemerintah Federal
4. Judicial Review
5. Check and Balance
6. Bentuk Negara
7. Executive, Legislative dan Kehakiman
8. Kebijakan Politik dan Ekonomi
9. Supremasi Legislative

1. Pembagian Kekuasaan

Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa
sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat
yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu
banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar
tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif
Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-
kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Contoh negara yang menerapkan
pemisahan kekuasaan ini adalah Amerika Serikat

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi


lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di
lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Indonesia adalah negara hukum dimana memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan
negara hukum yang diterapkan di berbagai negara. Hanya saja, untuk prinsip umumnya,
seperti adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan masih tetap digunakan sebagai
dasar dalam mewujudkan Negara hukum di Indonesia.Penerapan pembagian kekuasaan
di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan
pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu
pembagian kekuasaan menurut fungsi lembagalembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan
yudikatif), sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian
kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan
pemerintahan.

2. Konstitusi

Gagasan Plato semakin tegas ketika didukung oleh muridnya yang bernama Aristoteles
dalam bukunya Politicos. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang
diperintah dengan berkonstitusi dan berkedaulatan Hukum. Terdapat tiga unsur
pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu suatu pemerintahan yang dilaksanakan: 1. Untuk
kepentingan umum. 2. Menurut hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan
hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan
konstitusi. 3. Atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan yang
dilaksanakan oleh pemerintah despotik3 . Dalam kaitannya dengan konstitusi, Aristoteles
mengatakan bahwa konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara dan
menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap
masyarakat. Selain itu, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur
negara menurut aturan-aturan tersebut

3. Pemerintah Federal

Dalam pengertian modern, sebuah federasi adalah sebuah bentuk pemerintahan di mana
beberapa negara bagian bekerja sama dan membentuk kesatuan yangdisebut negara
federal.
Pemerintah federal Amerika Serikat adalah pemerintah pusat Amerika Serikat yang
didirikan berdasarkan Konstitusi Amerika Serikat. Pemerintah federal Amerika Serikat
memiliki tiga cabang yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Pemerintah federal Amerika Serikat didirikan pada tahun 1790 dan dianggap
sebagai federasi nasional modern pertama di dunia. Meskipun demikian, rincian
federalisme Amerika telah menjadi perdebatan sejak diundangkannya Konstitusi
Amerika Serikat, di mana beberapa pihak mengargumentasikan kekuasan nasional secara
luas, sedangkan pihak lain menafsirkan pasal-pasal Konstitusi tentang kekuasaan
pemerintah nasional secara harfiah.
Sejak Perang Saudara Amerika, kekuasaan Pemerintah Federal secara umum telah
berkembang dengan hebatnya, kendati terdapat beberapa periode ketika pendukung hak-
hak negara bagian telah berhasil membatasi kekuasaan federal melalui tindakan
legislatif, prerogatif eksekutif, atau melalui penafsiran konstitusional di mahkamah.[1][2]
Kedudukan pemerintah federal berada di Washington, D.C.. Kata "Washington" sering
dijadikan istilah pengganti bagi pemerintah federal Amerika Serikat.

4. Judicial Review

Judicial Review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih


rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh
lembaga peradilan. Dalam praktik, judicial review(pengujian) undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”).

Secara teori, lembaga peradilan – baik MK maupun MA - yang melakukan judicial


review hanya bertindak sebagai negative legislator. Artinya, lembaga peradilan hanya
bisa menyatakan isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-
undangan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah norma
baru ke dalam peraturan perundang-undangan yang di-judicial review.

Sementara, legislative review adalah upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang
memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu peraturan perundang-undangan.
Misalnya, pihak yang keberatan terhadap suatu undang-undang dapat meminta legislative
review ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) –dan tentunya pemerintah (dalam UUD
1945, pemerintah juga mempunyai kewenangan membuat UU)- untuk mengubah UU
tertentu.

Sedangkan, untuk peraturan perundang-undangan yang lain seperti Peraturan Pemerintah


(PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah, setiap warga negara tentu bisa
meminta kepada lembaga pembuatnya untuk melakukan legislative review atau
melakukan revisi

5. Check and Balances

Kekuasan Legislatif dilaksanakan oleh DPR, Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh


Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan
Mahkamah Konstitusi (MK)[6]. Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing
kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks
and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan)

Check and balances dikemukakan pertama kali oleh Baron de Montesquieu. Gagasan
ini lahir sebagai hasil dari ajaran klasik tentang pemisahan kekuasaan (separation of
power), dan pertama kali diadopsi ke dalam konstitusi negara oleh Amerika Serikat (US
Constitution 1789). Berdasarkan ide ini, suatu negara dikatakan memiliki sistem check
and balances yang efektif jika tidak ada satu pun cabang pemerintahan yang memiliki
kekuasaan dominan, serta dapat dipengaruhi oleh cabang lainnya. Secara tersirat dapat
dikatakan bahwa hakikat dari prinsip check and balances adalah menjamin adanya
kebebasan dari masing-masing cabang kekuasaan yang satu terhadap kekuasaan lainnya.
Di Indonesia, pelaksanaan prinsip check and balances kurang seimbang selama masa
Orde Lama dan Orde Baru. Itulah sebabnya amendemen UUD 1945 dilakukan untuk
menciptakan tata hubungan yang lebih harmonis dan fair.

6. Bentuk Negara

Dalam pokok-pokok pikiran Alexander Hamilton bahwa Negara Serikat


(Federasi) Negara serikat merupakan bentuk negara yang didalamnya terdapat
beberapa negara yang disebut negara bagian. Pemerintahan federal biasanya mengatur
urusan bersama dari semua anggota negara bagian seperti hubungan Internasional,
pertahanan, mata uang, dan komunikasi

7. Executive, Legislative dan Kehakiman

Dalam Pemikiran Hamilton ; bahwa kekuasaan Executive diperankan oleh Pemerintah,


Legislative diperankan oleh Council atau Dewan Perwakilan Rakyat serta Kekuasaan
Yudikative diperankan oleh Kehakiman sebagai Penyemimbang.
Hamilton berpendapat, kekuasaan lembaga perdilan yang merdeka sangat
esensial dalam kaitan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Konstitusi.

8. Kebijakan Politik dan Ekonomi

Hamilton merumuskan kebijakan ekonomi pemerintahan George Washington. Hamilton


memimpin program pembayaran utang negara bagian oleh pemerintah federal, pendirian
bank nasional, sistem tarif, dan hubungan dagang bersahabat dengan Britania Raya. Ia
mengetuai Partai Federalis yang dibentuk untuk mendukung pandangan-pandangan
Hamilton. Ia menentang Partai Demokrat-Republik pimpinan Thomas
Jefferson dan James Madison; keduanya membenci Britania dan khawatir kebijakan
pemerintahan pusat yang kuat di bawah Hamilton akan melemahkan
komitmen Republikanisme Amerika Serikat.
9. Supremasi Legislative

Kedaulatan parlemen (juga disebut supremasi parlemen atau supremasi legislatif) adalah
sebuah konsep dalam hukum konstitusi dari beberapa parlemen negara-negara
demokrasi. Hal ini menyatakan bahwa badan legislatif memiliki kedaulatan mutlak, dan
adalah yang tertinggi atas semua lembaga pemerintah lainnya,
termasuk eksekutif atau yudikatif. Hal ini juga menyatakan bahwa badan legislatif dapat
mengubah atau mencabut semua undang-undang sebelumnya, dan karena itu tidak terikat
oleh hukum tertulis (dalam beberapa kasus, bahkan konstitusi) atau preseden.
Kedaulatan parlemen mungkin kontras dengan pemisahan kekuasaan, yang membatasi
legislatif di lingkup pembuatan undang-undang, dan evaluasi yudisial, di mana undang-
undang yang disahkan oleh badan legislatif dapat dinyatakan tidak sah dalam keadaan
tertentu.
Banyak negara yang memiliki kedaulatan legislatif, misalnya Britania
Raya,[1] Finlandia,[2] Belanda, Selandia Baru, Swedia, Barbados, Jamaika, Papua
Nugini, dan Kepulauan Solomon.

Doktrin supremasi parlemen dapat diringkas dalam tiga poin:

1. Parlemen dapat membuat undang-undang mengenai apa saja.


2. Parlemen tidak dapat mengikat parlemen ke depan (di mana tidak dapat meloloskan
undang-undang yang diubah atau dikembalikan oleh parlemen ke depan).
3. Undang-Undang Parlemen tidak dapat dipertanyakan oleh pengadilan. Parlemen
adalah penyusun hukum tertinggi.
Beberapa sarjana dan hakim mempertanyakan pandangan tradisional bahwa Parlemen
tidak dapat mengikat dirinya sendiri, dengan alasan bahwa hal itu dapat memaksakan
prosedural (atau "cara dan bentuk") pembatasan pada dirinya sendiri, karena legislatif
harus dibentuk dan diatur oleh aturan hukum.[12]
Gagasan kedaulatan parlemen mulai ditantang dengan Undang - Undang Parlemen
1911 yang mengubah sifat dari apa yang dimaksudkan oleh parlemen, seperti Dicey
menyesalkan dalam Pengantar untuk edisi ke-8 nya Pengantar Studi Hukum
Konstitusi (1915), tetapi yang dala, kenyataannya sekarang Kabinet dan partai
politik yang berkuasa (pp lxxii–lxxiv), dalam undang-undang parlemen masih berdaulat
meskipun bahwa "berbagi kedaulatan" dari Commons memiliki peningkatan (p xlii).
Hukum Eropa tidak mengakui konsep supremasi parlemen Inggris.[13] pengadilan Inggris
saat ini mengakui supremasi hukum Uni eropa pada bidang di mana Uni Eropa dapat
membuat undang-undang.[14][15] Namun, konsep supremasi ini berasal dari Masyarakat
Eropa Act tahun 1972 dan penerusnya, yang secara teori dapat dicabut oleh parlemen
mendatang. Tidak ada negara berdaulat yang pernah menarik diri dari Uni Eropa (kecuali
untuk penarikan dari Départments Afrika Utara dari Perancis pada Kemerdekaan untuk
menjadi Aljazair, dan juga dari Greenland oleh Plebisit), tapi karena bagian
dari Perjanjian Lisboa pada tahun 2009, sekarang ada proses untuk menarik diri. 23 Juni
2016, mayoritas rakyat Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa.
BAB III
KESIMPULAN

The Federalist (kelak disebut The Federalist Papers) adalah kumpulan 85 artikel dan esai yang
ditulis (di bawah nama samaran Publius) oleh Alexander Hamilton, James Madison, dan John
Jay yang mendukung ratifikasi Konstitusi Amerika Serikat. 77 artikel diterbitkan secara
berseri di The Independent Journal dan The New York Packet antara Oktober 1787 dan
Agustus 1788. 77 artikel tersebut dan 8 artikel lainnya dengan judul The Federalist; or, The
New Constitution diterbitkan dalam dua volume pada tahun 1788 oleh J. dan A.
McLean.[1]Judul aslinya adalah The Federalist; judul The Federalist Papers baru muncul
pada abad ke-20.
Meski para penulis The Federalist Papers hendak memengaruhi pemegang hak suara agar
mendukung ratifikasi Konstitusi, mereka merumuskan perdebatannya secara luas dari sudut
pandang politik dalam Federalist No. 1:
It has been frequently remarked, that it seems to have been reserved to the people of this
country, by their conduct and example, to decide the important question, whether societies of
men are really capable or not, of establishing good government from reflection and choice, or
whether they are forever destined to depend, for their political constitutions, on accident and
force.[2]
Highlights abound in the essays of The Federalist. Dalam Federalist No. 10, Madison
membahas cara mencegah faksi mayoritas penguasadan mendukunng republik besar yang
komersial. Federalist No. 10 umumnya diakui sebagai artikel terpenting dari 85 artikel
Federalis dari sudut pandang filsafat. Artikel ini dilengkapi oleh Federalist No. 14; Madison
menggambarkan ukuran Amerika Serikat dan menganggapnya cocok untuk dijadikan
republik besar. Selain itu, Madison juga mempertahankan kreativitas konstitusi dan politik
Konvensi Federal.[3] Dalam Federalist No. 84, Hamilton menyatakan bahwa Konstitusi tidak
perlu diamendemen dengan menambahkan Deklarasi Hak dan bahwa berbagai pasal dalam
Konstitusi yang melindungi kebebasan sudah setara dengan "deklarasi hak". Federalist No.
78, juga ditulis oleh Hamilton, menjadi dasar doktrin peninjauan yudisial undang-undang
federal atau keputusan presiden oleh pengadilan federal. Federalist No. 70 menjelaskan
alasan Amerika Serikat perlu dipimpin seorang kepala eksekutif. Dalam Federalist No. 39,
Madison memaparkan penjelasannya tentang "Federalisme". Dalam Federalist No. 51,
Madison mengutarakan pemeriksaan dan penyeimbangan (checks and balances) lewat sebuah
esai yang sering dikutip karena menyebut pemerintah sebagai "cerminan terbaik sifat
manusia."
Menurut sejarawan Richard B. Morris, The Federalist Papers adalah "pembahasan Konstitusi
yang tiada bandingnya, sebuah karya klasik dalam ilmu politik yang tidak dapat ditandingi
kekayaan dan kedalamannya oleh penulis manapun di Amerika Serikat
Pokok-pokok Pikiran yang pernah dicetuskan oleh Alexander Hamilton dalam Bukunya
Federlist Paper diantaranya :

1. Pembagian Kekuasaan
2. Konstitusi
3. Pemerintah Federal
4. Judicial Review
5. Check and Balance
6. Bentuk Negara
7. Executive, Legislative dan Kehakiman
8. Kebijakan Politik dan Ekonomi
9. Supremasi Legislative
DAFTAR PUSTAKA

koleksi pertama The Federalist Papers (1788)

Dikutip dari berbagai sumber oleh

Você também pode gostar