Você está na página 1de 24

LAPORAN PRAKTIKMANAJEMEN KEPERAWATAN

PENGOPTIMALAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


DI RUANG NAKULA RSJD Dr.ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Rindu Yulian Putra
070117B062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen keperawatan secara singkat diartikan sebagai proses
pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien
atau keluarga serta masyarakat(Agus Kuntoro, 2010)
Fokus utama manajemen keperawatan adalah pengelolaan tenaga
keperawatan agar dapat produktif sehingga misi dan tujuan organisasi dapat
tercapai. Perawat merupakan SDM kesehatan yang mempunyai kesempatan
paling banyak melakukan praktik profesionalnya pada sistem yang dirawat
dirumah sakit. Seorang perawat akan memberikan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang professional apabila perawat tersebut sejak awal diberikan
program pengembangan staf yang terstruktur. Metode dalam menyusun
tenaga keperawatan seharusnya teratur, sistematis, rasional yang digunakan
untuk menentukkan jumlah dan jenis tenaga keperawatan yang dibutuhkan
agar dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan
setting tertentu.
Upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
telah dilakukan oleh tenaga keperawatan, salah satunya dengan melakukan
kegitan terapi aktivitas kelompok (TAK) yang merupakan salah satu terapi
modalitas yang digunakan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan jiwa yang sama untuk memantau dan
meningkatkan pengaruh interpersonal antar anggota. Aktivitas digunakan
sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Didalam
kelompok terjadi dinamika interaksi saling bergantun, saling membutuhkan,
dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif
untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive (Keliat dan Akemat,
2014)
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dapat berupa orientasi realitas yang
bertujuan untuk memfasilitasi klien yang mengalami orientasi yang akurat
terhadap kondisi lingkungan sekitar, dirinya sendiri serta agar kemampuan
daya nilai realitasnya kembali realitas dan akurat sesuai dengan kondisi
obyektif. Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi merupakan upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan social, terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi yang
merupakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulus yang terkait dengan
pengalaman dan atau kehidupan untuki didiskusikan dalam kelompok, terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi sensori yang bertujuan untuk melatih
cara mengekspresikan perasaanya dalam bentuk kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan katim ruang Nakula RSJD Dr.
Arif Zainudin Surakarta, di ruang Nakula sendiri jarang dilakukan terapi
aktivitas kelompok dikarenakan menurut katim ruang Nakula beberapa pasien
biasanya sudah diberi tindakan rehabilitasi medik sehingga di ruang Nakula
sendiri jarang dilakukan TAK. Kemudian menurut hasil observasi dari tanggal
02 – 06 Juli 2018, di ruang Nakula tidak dilakukan terapi aktivitas kelompok
oleh perawat.Pasien di ruang Nakula hanya melakukan kegiatan seperti
tiduran, mandi, makan dan minum obat.Sebagian besar pasien di ruang
Nakula mengalami gangguan halusinasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purba, dkk (2013) di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau menunjukkan hasil adanya
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi terhadap penurunan tingkat
halusinasi dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan hasil uji t
dependent didapatkan p value = 0,000 < (0,05).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya Terapi Aktivitas Kelompok di ruang Nakula
RSJDDr.Arif Zainudin Surakarta

2. Tujuan Khusus
a. Adanya diskusi dengan karu dan perawat ruangan membahas tentang
hambatan-hambatan kenapa TAK tidak dilaksanakan di ruang Nakula
RSJD Dr.Arif Zainudin Surakarta
b. Adanya diskusi dengan karu dan perawat ruangan membahas tentang
pelaksanaan TAK di ruang Nakula RSJD Dr.Arif Zainudin Surakarta
c. Tersusunnya POA (Plan of Action) dalam pelaksanaan TAK di ruang
Nakula RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta

C. Manfaat
1. Rumah Sakit
a. Mengetahui masalah-masalah yang ada diruang perawatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan
b. Dapat menganalisis masalah yang ada dengan metode SWOT serta
menyusun strategi perencanaan yang akan dilakukan.
2. Perawat
a. Membantu perawat dalam mengetahui apa saja yang masih perlu
ditingkatkan dalam pemberian pelayanan kesehatan ke pasien.
b. Mempermudah perawat dalam meningkatkan kinerja kerjanya..
c. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
d. Terbinanya hubungan antar perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan yang lain, dan perawat dengan pasien serta
keluarga
3. Mahasiswa
Mengerti dan memahami proses manajemen keperawatan.
4. Pasien
Meningkatan kesembuhan pasien setelahdiberikan tindakan
keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk
memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 2006).
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk
identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang
maladaptive (Stuart & Sundeen, 2007). Terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan (Kelliat, 2007).

B. Tujuan terapi aktivitas kelompok (TAK)


Depkes RI (2006) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok
secara rinci sebagai berikut:
1. Tujuan umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu mrmperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan
memberikan tanggapan terhadap pandapat maupun perasaan ortang
lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri
dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri
dari rasa tidak enak karena merasa diri tidak berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti fungsi kognitif dan afektif.

2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai
identifikasi diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungan nya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat
dibutuhkan oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di
dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk menyalurkan
emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota kelompok
lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-
hari, terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling
berkominikasi yang memungkinkan peningkatan hubungan sosial
dalam kesehariannya.

C. Dampak Terapeutik dari Kelompok


Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat
memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat.Yalom
(2006) dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11
kasus yang terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-faktor
tersebut adalah :
1) Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang
mempunyai masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi
atau setidaknya dapat dimengerti oleh orang lain.
2) Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang
lain yang telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan
emosional yang diberikan oleh kelompok lainnya.
3) Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan
dukungan satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya
menerima ide dari yang lainnya.
4) Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk
kebanyakan klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota
lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat
dilakukan.
5) Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk
menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien
dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk
belajar dan melatih cara baru berinteraksi.
6) Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi
tentang ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang
perilaku orang dan pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
7) Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari
terapis atau anggota lainnya memberikan model peran yang baik.
8) Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam
kehidupan seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan
berkembangnya rasa kesatuan dan persatuan memberi pengaruh kuat
dan memberi perasaan memiliki dan menerima yang dapat menjadi
kekuatan dalam kehidupan seseorang.
9) Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan
antar pribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan
mempunyai pengalaman memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.
10) Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu
mengurangi ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan
kedekatan dalam kelompok.
11) Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui
keterbatasan seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap
diri seseorang.

D. Indikasi Dan Kontra Indikasi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes
RI (2006) adalah :
1) Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi
aktivitas kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu
diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2) Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi
aktivitas kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang
jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya
tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu
terapi aktifitas kelompok.
3) Untuk pelaksanaan terapi aktivitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam
tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat
kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin
pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

E. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2007) :
1) Struktur kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola
perilaku dan interaksi.Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya
pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama.
2) Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang.Jika angota kelompok terlalu
besar akibbatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya.Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Kelliat,
2007).
3) Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang
tinggi.Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu
kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan
kebutuhan (Kelliat, 2007).

F. Proses Terapi Aktivitas Kelompok


Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari
pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan
pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan
kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya
suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik
membuka diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme
pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu terapi aktivitas kelompok yang
baru merupakan saat yang kritis karena prosedurnya merupakan sesuatu
yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan mereka dihadapkan
dengan orang lain.
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai
dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-
terapis dan kemudian mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri
secara bergilir, bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis
memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud dan tujuan
serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan dibicarakan
dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul
klien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas
mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat
dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan
sementara.Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang
meningkatoleh karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar.Dari
keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa klien masih perlu
mengikuti terapi individual.Bisa juga terapis merangsang anggota yang
banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang banyak bicara.Dapat
juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya
kekacauan dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompok berjalan terus dengan
memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok.Setiap komentar
atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-
sungguh dan di tanggapi dengan sungguh-sungguh.Terapis bukanlah guru,
penasehat atau bukan pula wasit.Terapis lebih banyak pasif atau
katalisator.Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu
dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari
individu-individu.
Di akhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara
singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang
mungkin dilakukan.Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada
anggota untuk pertemuan berikutnya.(Kelliat, 2007).

G. Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh
dan kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat
fase (Kelliat, 2007) yaitu :
1) Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok
adalah tujuan dari kelompok.Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi
oleh perilaku pemimpin dan pelaksana kegiatan kelompok untuk
mencapai tujuan tersebut.Untuk itu perlu disusun panduan pelaksanaan
kegiatan kelompok.
2) Fase awal kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru.Dan
peran yang baru. Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2007) yaitu:
a) Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam
memberi pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan
anggota pada tugas utama
dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasian,
waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan komunikasi,
misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma
perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok
diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
b) Tahap konflik
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini,
sebagian ingin pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin
pemimpin lebih mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin
berperan sebagai pemimpin.Adapula anggota yang netral dan dapat
membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi.Perasaan
bermusuhan yang ditampilkan, baik antara kelompok maupun
anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini.Pemimpin
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negative dan membantu kelompok mengenali penyebab
konflik.Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti
menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
c) Tahap kohesif
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan
yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering
diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas
membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota
kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap
akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan
tidak perlu ditakutkan, mereka belajar persamaan dan perbedaan,
anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang
menjadi suatui realitas.
3) Fase kerja kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka
bekerja keras, tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin
kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama
pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap
menjaga kelompok kea rah pencapaian tujuan, serta mengurangi
dampak dari factor apa saja yang dapat mengurangi produktivitas
kelompok. Selain itu pemimpin juga bertindak sebagai konsultan.
Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict,
self-desclosure,dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi
sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada
lagi kerahasian karena keterbukaan sangat tinggi dan keengganan
berubah perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera
melakukan strukturisasi.Pada akhir fase ini, anggota kelompok
menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai
percaya diri dan kemandirian.Pada fase ini kelompok segera masuk ke
fase berikutnya yaitu perpisahan.
4) Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir.Terminasi dapat pula terjadi
karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari
kelompok.Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian, baik
kelompok maupun individu.Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan
instrument evaluasi kemampuan individual dari anggota
kelompok.Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa
sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu.
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
H. Jenis Terapi Kelompok
Kegiatan kelompok dibedakan berdasarkan kegiatan kelompok sebagai
tindakan keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Menurut kelliat,
2007 membagi kelompok menjadi tiga yaitu :
1) Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Focus terapi kelompok adalah membuat sadar diri,
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau
ketiganya.
2) Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit
fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian social, misalnya
kelompok ibu hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan,
dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik dikembangkan
menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai
berikut : mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan
potensi anggota kelompok, meningkatkan kualitas kelompok. antara
anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaiakan masalah.
3) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative
penyelesaian masalah.Tujuan umum terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.Sedangkan
tujuan khususnya adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang
dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah
yang timbul dari stimulus yang dialami. Aktivitas terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi dibagi dalam empat bagian yaitu :
1. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hariKlien yang
mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perubahan
perubahan persepsi sensori dan klien menarik diri yang telah
mengikuti terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Aktivitas dibagi
dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu aktivitas
menonton televisi, aktivitas membaca majalah/Koran/artikel dan
aktivitas melihat gambar.
2. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami
dalam kehidupan. Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini
adalah klien dengan perilaku kekerasan yang telah kooperatif.
Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu : aktivitas mengenal kekerasan yang biasa dilakukan, aktivitas
mencegah kekerasan melalui kegiatan fisik, aktivitas mencegah
perilaku kekerasan melalui interaksi social asertif, aktivitas
mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat,
aktivitas mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
3. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga
diri rendah.
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa
sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : aktivitas
mengidentifikasikan aspek yang membuat harga diri rendah dan
aspek positif kemempuan yang dimiliki selama hidup (di rumah
dan di rumah sakit), aktivitas melatih kemampuan yang dapat
digunakan di rumah sakit dan di rumah
4. Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang
dialami dalam kehidupan Klien yang mempunyai indikasi aktivitas
ini adalah klien yang mengalami perubahan persepsi sensori :
halusinasi. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu : aktivitas mengenal halusinasi, aktivitas
mengusir/menghardik halusinasi, aktivitas mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan, aktivitas mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap, aktivitas mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat.
Salah satu terapi untuk halusinasi adalah Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) khususnya Stimulasi Persepsi. Terapi Aktivitas
Kelompok: Stimulasi Persepsi adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2007).
Halawa (2014) Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi
bertujuan agar pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepadanya dengan tepat dan dapat menyelesaikan masalah yang timbul
dari stimulus yang dialami dan dapat membantu pasien mengenali dan
mengontrol gangguan halusinasi yang dialaminya.Penggunaan terapi
kelompok dalam praktek keperawatan jiwa akan memberikan dampak
positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan. Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi
ini sebagai upaya untuk memotivasi proses berpikir, mengenal
halusinasi, melatih pasien mengontrol halusinasi serta mengurangi
perilaku maladaptive. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak mampu mengontrol halusinasi sebelum
TAK sebanyak 6 orang (66.7%), sebagian besar responden mampu
mengontrol halusinasi setelah TAK sebanyak 8 orang (88.9%) dan ada
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi.
Hartono(2015) Terapi aktivitas kelompok efektif dilakukan untuk
pasien halusinasi karena terapi aktivitas kelompok didalamnya ada
interaksi antar anggota, yang di dalamnya mengajarkan cara untuk
mendengarkan informasi dengan baik dan tepat, cara untuk bertanya
dan menjawab sesuai dengan konteks, cara mengajukan suatu
permintaan pada orang lain, cara untuk mengungkapkan perasaan
menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan. Melalui terapi
aktivitas kelompok pasien halusinasi belajar untuk mengembangkan
keterampilan sosial dasarnya.Interaksi tersebut selanjutnya diterapkan
dalam lingkungan sekitarnya, misalnya saat berada di RS dapat
dipraktikkan dengan teman-temannya, dengan perawat maupun dengan
pegawai lainnya.Terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan
halusinasi diruang rawat inap, menunjukkan adanya penurunan gejala
negatif (perasaan disforia, aktivitas, dan keaktifan autis) secara
signifikan.Terapi aktivitas kelompok dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasi maupun keterampilan sosial dasar pada pasien dengan
halusinasi.
BAB III
ANALISA MASALAH

A. Hasil pengkajian
1. Wawancara : Katim mengatakan jarang dilakukan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK)di ruang Nakula karena beberapa pasien biasanya
sudah diberi tindakan rehabilitasi medik sehingga di ruang Nakula
sendiri jarang dilakukan TAK
2. Berdasarkanhasilobservasidaritanggal 02 – 06 Juli 2018 Terapi
Aktivitas Kelompok tidak dilakukan oleh perawat. Pasien diruang
Nakula hanya melakukan kegiatan seperti tidur, mandi, makan, dan
minum obat

Dari pengamatan diatas terdapat masalah, yaitu :


 Belum optimalnyapelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok diruang
Nakula RSJD Dr.Arif Zainudin Surakarta
B. ANALISA SWOT

Aspek yang Strength Weakness Opportunity Threat


dikaji (Kelebihan) (Kekurangan) (Peluang ) (Ancaman)
Pelaksanaan program Dari hasil observasi dan  Dari hasil observasi TAK  TAK (Terapi Aktivitas Belum
Terapi Aktivitas wawancara perawat diruang Nakula dari Kelompok) dapat optimalnyapelaksanaan
Kelompok (TAK) sudah memiliki tanggal 02-06Juli 2018 dilakukan pada saat Terapi Aktivitas Kelompok
pengetahuan dan skill tidak dilakukan pagi hari diruang Nakula
dalam melakukan TAK  Dari hasilwawancara  Perawat yang dinas
dengan katim memadai baik kualitas
ruangNakula,TAK tidak maupun kuantitas
dilakukan di ruang
Nakula

C. IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA


NO DATA FOKUS MASALAH
1 Wawancara :
 Berdasarkan hasil wawancara dengan katim ruang Nakula mengatakan jarang Belum optimalnya pelaksanaan
dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)di ruang Nakula karena beberapa Terapi Aktivitas Kelompok di ruang
pasien biasanya sudah diberi tindakan rehabilitasi medik sehingga di ruang Nakula Nakula
sendiri jarang dilakukan TAK
 Observasi :
 Hasil observasi dari tanggal 02-06Juli 2018TAK tidak dilakukan di ruang
Nakula
 Pasien hanya melakukan kegiatan seadanya seperti tidur, mandi, makan dan
minum obat

D. PRIORITAS MASALAH
Prioritas Masalah Jumlah

No Masalah Importancy T R Prioritas


IxTxR
P S RI PC DU Pc

1. Belum optimalnya pelaksanaan


Terapi Aktivitas Kelompok di
ruangNakula

Keterangan :
1. Importancy (I) atau pentingnya masalah
Prevalency (P) : Masalah lebih banyak serius
Secerity (S) : Akibat yang ditimbulkan apabila tidak ditangani.
Rate of Increase (RI) : Angaka kenaikan
Public concern (PC) : Perhatian masyarakat
Degree of Unmeetneeds(DU) : Tingkat keinginan yang tidak terpenuhi
Politic Climate (PC) : Politic Climate
2. Technology (T) : Tehnologi yang tersedia
3. Resource (R) : Sumber daya yang tersedia (manusia,dana,alat,dll
4. Skala Nilai : 1-5

E. DIAGRAM FISHBONE

Man: Material :

Belum terlaksananya TAK karena Sudah ada SOP untuk TAK namun

Katim menganggap pasien di ruang dalam pelaksanaan belum optimal

Nakula sebagian sudah menjalani


rehabiliasi medik
Belum optimalnyapelaksanaan
Terapi Aktivitas Kelompok
diruang Nakula

Metode :
TAK tidak biasa dilakukan di ruang
Nakula dan belum ada reward/punishment
dalam pelaksanaannya

F. ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH

No Penyebab Rencana Penyelesaian masalah


1
1. Diskusi dengan kepala ruang, katim, dan PA saat operan
1. Tidak dilakukan Terapi Aktivitas
terkait hambatan-hambatan kenapa Terapi Aktivitas
Kelompok diruang Nakula
Kelompok tidak dilakukan
2. Diskusi dengan kepala ruang, katim, dan PA saat operan
terkait pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok yang tidak
dilaksanakan
3. Pembuatan Plan of Action agar Terapi Aktivitas Kelompok
terlaksana

BAB IV
RENCANA PELAKSANAAN PEMECAHAN MASALAH (POA)

No Rencana Tindakan Metode Sasaran Bahan dan Alat Waktu Tempat Pelaksana

1. Diskusi dengan kepala Diskusi Kepala ruang, Alat tulis (buku, Nakula
ruang, katim, dan PA saat katim, dan PA di pulpen)
operan terkait Terapi Nakula
Aktivitas Kelompok yang
tidak dilakukan

2. Role play Terapi Aktifitas Diskusi dan Kepala ruang, Alat tulis (buku, Nakula
Kelompok diruangNakula Action katim, dan PA pulpen)
diruang Nakula
3. Perawat melaksanaan TAK Diskusi dan Kepala ruang, Alat tulis (buku, Nakula
A`ction katim, dan PA di pulpen)
Nakula
DAFTAR PUSTAKA

AgusKuntoro. 2010. Buku Ajar ManajemenKeperawatan. Yogyakarta: Nuhamedika


Azwar, Aznul. 2007. MenjagaMutuPelayananKesehatan. Jakarta: SinarHarapan
Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis
Rumah Sakit Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Halawa,Aristina. 2014 Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasienskizofrenia
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya. Surabaya
Harseydan Blanchard. 2007. Management Of Organizational Behavior :Human Resources,
Prentice Hall, New Jersey
Hartono. 2015 Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Peningkatan Ketrampilan
Sosial Dasar Pada Pasien Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm. Soedjarwadi Provinsi Jawa.
Yogyakarta
Keliat, Budi Ana. 2007. KeperawatanJiwa: TerapiAktivitasKelompok. Jakarta. EGC
Stuart D
an Sundeen. 2007. BukuSakuKeperawatanJiwa. Edisi 3.Jakarta :EGC

Você também pode gostar