Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TUGAS : ...........................
DOSEN : ................................
DI SUSUN OLEH:
TINGKAT II D
KELOMPOK VI :
.....................
............................
............................................................................
...................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nyalah
sehingga tugas “ ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI “ ini dapat terselesaikan
dengan tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami
dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dari teman –
teman yang bersifat membangun.
Demikianlah penulisan makalah kami ini semoga bermanfaat bagi para
pembaca.
Palopo , April 2012
Kelompok VI
DAFTAR ISI
BAB I…………. 4
BAB II…… 5
2. PENGERTIAN.............................................................................................................................. 5
3. ETOLOGI. ................................................................................................................................. 6
4. PATOFISIOLOGI . ...................................................................................................................... 6
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK............................................................................................... 11
8. KOMPLIKASI .............................................................................................................................. 11
9. PENATALAKSANAAN. ............................................................................................................. 11
1. PENGKAJIAN .............................................................................................................................. 14
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN................................................................................................. 15
4. EVALUASI. ................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidak
seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat
adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan
yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa
rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan
penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah
epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan
bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk,
dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan
lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada
penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih
kompleks.
BAB II
KONSEP DASAR EPILEPSI
A. PENGERTIAN
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab
(Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Epilepsy adalah merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-ulang.
Diagnosa ditegakkan paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis,
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala
tetapi reversibel dengan berbagai etiologi.
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan
sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron.
Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari
semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini
kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah
disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang
otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam
sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah
lain. Disebut juga epilepsi Jackson
Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu.
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan
bunyi-bunyi tertentu
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
Visual : terlihat cahaya
Auditoris : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhidu sesuatu
Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo
2. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian
baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti
dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata
sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
3. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang
didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d) mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
F. KOMPLIKASI
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
G. PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :
Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
Melakukan terapi simtomatik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai,
yakni:
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah
akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini
biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada
empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinka
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas
paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunga
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi
dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.
H. PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
(konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh
proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang
digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan
yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan
epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus
di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
I. PENGOBATAN
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan
mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa
berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi ini pertama pengobatan adalah
karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine,
topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai
dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat
terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus
ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan
AED tingkat kedua.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering
tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
mendadak bila diajak bicara.
Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
Tumor Otak
Kelainan pembuluh darah
Demam.
Strok
gangguan tidur
penggunaan obat
hiperventilasi
stress emosional
Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan
penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8%
penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
Riwayat psikososial :
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita
Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan
penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi
dalam masyarakat
Observasi:
Letakkan pasien di tempat yang rendah Area yang rendah dan datar dapat
dan datar mencegah terjadinya cedera pada pasien
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah Lidah berpotensi tergigit saat kejang
terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi karena menjulur keluar
kejang
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal
tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum terjadinya kejang pada pasien
sebelum kejang
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice Mengurangi aktivitas kejang yang
dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu Sebagai informasi pada perawat untuk
jika merasa ada sesuatu yang tidak segera melakukan tindakan sebelum
nyaman, atau mengalami sesuatu yang terjadinya kejang berkelanjutan
tidak biasa sebagai permulaan terjadinya
kejang.
Berikan informasi pada keluarga tentang Melibatkan keluarga untuk mengurangi
tindakan yang harus dilakukan selama resiko cedera
pasien kejang
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea
Intervensi Rasional
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari menurunkan resiko aspirasi atau masuknya
benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang sesuatu benda asing ke faring.
lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa
ditandai gejala awal.
meningkatkan aliran (drainase) sekret,
Letakkan pasien dalam posisi miring, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
permukaan datar nafas
Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang Memberi informasi pada perawat tentang
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
pasien
Mandiri
Kolaborasi:
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok Memberikan kesempatan untuk mendapatkan
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi
sebagainya. masalah dari orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi
menular dapat menular).
3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi
dalam masyarakat
Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang Memberi informasi pada perawat tentang factor
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan motivasi Dukungan psikologis dan motivasi dapat
pada pasien membuat pasien lebih percaya diri
Kolaborasi:
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok Memberikan kesempatan untuk mendapatkan
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi
sebagainya. masalah dari orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat
kepada pasien mempunyai pengaruh besar dalam keadaan
psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat
menular menular)
4. EVALUASI
1. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri (minder)
4. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
5. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan aktifitas sehari- hari secara normal
6. Organ sensori dapat menerima stimulus dan menginterpretasikan dengan normal
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta
Engram, Barbara.1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Vol 2 EdisiVI, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak penderita epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Kata asing yang digunakan untuk
menyatakan tidak diketahui ialah idiopatik. Epilepsi yang tidak diketahui penyebabnya disebut
pula sebagi epilepsi idiopatik.
Banyak pula penderita epilepsi yang penyebabnya merupakan akibat lanjut usia atau sisa dari
penyakit yang pernah dideritanya, misalnya: cedera otak, radang otak. Kita mengenal epilepsi
secara trauma otak, epilepsi pasca radang otak
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penyusunan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Arti Epilepsi
2.2 Faktor Presivitasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi Klinis
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Perencanaan Keperawatan
3.4 Evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Serangan adalah suatau gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
2.3 Etiologi
a. Idiopatik :sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor herediter :ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan
kejang seperti sklerosis liberosa, neurofikromatosis, angiomomatosis ensefarotrigeminal,
fenilketunoria, hipoparatiradisme, hipoglikeumia.
c. Faktor Genetik :pada kejang demam dan breath holding spell
d. Kelainan konginetal otak :atrofi, forensafali, agenesis korpus kolosum
e. Gangguan metabolik :hipoglikeumia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
f. Infeksi :radang yang disebabkan bakteri atau virus pada oto dan selaputnya, foksoplasmosis
g. Trauma :kontusioserebri, hemaloma subaraknoid, hemaloma subdural.
h. Neoplasma otak dan selaputnya
i. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
j. Keracunan :timbal (PB), kamper (kapur Barus) fenotiazin, air.
k. Lain-lain :penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon , degenerasi serebral dan lain-
lain
2.4 Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi arena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses
patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya
muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbunan acetilkolin setempat harus mencapai
konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik
dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklea
intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan
dengan kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input maka timbulah koma.
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik
dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan. Perangsanagn talamortikalyang berlebihan
ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara
kesadaran menerima imfulse aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang
2. Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima
panca indera dan bangkitan yang disertai vertigi
a. Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
b. Visual : terlihat cahaya
c. Diserti Vertigo
3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi efigastrium, pucat, berkeringat,
membera, piloereksi, dilatasi pupil)
4. Dengan gejala psikis
a. Disfasia : gangguan bicara misalnya mengulang
suku kata, kata atau bagian klimat.
b. Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah mengalkami, mendengar,
melihat atau sebaliknya tidak pernah mengalami
c. Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubnah
d. Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
e. Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar
f. Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu penomena tertentu dan lain-
lain
C. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik, tonik, klonik)
1. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum
2. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum
3. Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
4. Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)
B. Sawan Mioklonik
Terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot.
Otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumapai pada semua umur
C. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali
pada anak-anak
D. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, oto-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada
anak
F. Sawan Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh,
kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada
anak-anak
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan epilepsi, yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman : ketakutan sehubungan dengan kemungkinan yang terjadi setelah
kejang
2. Koping tidak efektif sehubungan dengan stres
3. Kurangnya pengetahuan tentang epilepsi
3. Perencanaan Keperawatan
• DX1 : gangguan rasa nyaman : ketakutan sehubungan dengan kemungkinan yang terjadi
setelah kejang
Tujuan : mengurangi rasa takut terhadap kejang
- Dorong klien untuk mematuhi terapi yang dijalani sehingga meningkatkan kesadaran klien
dalam menjalani terapi
- Kontril kejang dan kerja sama dengan klien dan keluarga untuk mengenali dan menghindari
faktor presifikasi
- Atur dan anjurkan gaya hidup teratur, reguler seperti diet, latihan, istirahat, aktifitas
- Hindari stimulasi fotik
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi perawatan, diantaranya :
1. Jalan nafas kembali efektif
2. Tidak terjadi cedera
3. Mempertahan kan kontrol kejang
a. Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat
b. Mengidentifikasi bahaya obat
c. Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulakn kejang
d. Mengikuti gaya hidup hemat
4. Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
5. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi
6. Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa dan Kuasa karena atas
segala rahmat, berkat, pertolongan, anugerah serta bimbingan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “EPILEPSI” ini dengan tepat waktu dan dengan sebaik-
baiknya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan arahan
dalam menunjang pembutan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
saudara-saudari dan teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada pihak-pihak yang
sumbernya berupa artikel dan tulisan yang telah penulis jadikan referensi dan bahan guna untuk
penyusunan makalah ini.
Penulis menyusun makalah ini guna untuk memberikan informasi tambahan kepada para
pembaca mengenai hal-hal- yang menyangkut dengan “PENYAKIT EPILEPSI”. Kita tahu
bersama bahwa penyakit Epilepsi atau sering kita sebutkan penyakit AYAN adalah salah satu
penyakit yang membahayakan bagi tubuh manusia. Di era yang sangat modern ini, banyak sekali
pengaruh-pengaruh atau penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Epilepsi
tersebut. Banyak masyarakat yang seolah-olah tidak peduli dengan kesehatan mereka.
Dalam makalah ini, kita akan mengetahui tentang penyakit Epilepsi mulai dari definisi
penyakit, penyebab penyakit, manifestasi klinik, patofisiologi atau dengan kata lain perjalanan
penyakit, penatalaksanaan, dan gejala-gejala penyakit serta mencegah timbulnya penyaki
Epilepsi.
Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Penulis menyadari, tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini
yang belum sempurna, masih perlu perbaikan, dan masih banyak kekurangan serta kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan agar dalam penyusunan makalah
berikutnya akan lebih baik dan dapat memenuhi keinginan para pembaca.
Semoga segala upaya berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini dapat
memajukan pendidikan kesehatan di negara kita, khususnya pendidikan kesehatan mengenai
“PENYAKIT EPILEPSI”.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang
bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat
episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita
epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan
peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure
walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru
lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3%
penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi
(1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani
pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta
penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
BAB II
PEMBAHASAN
MANIFESTASI KLINIK
a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan.
b. Kelainan gambaran EEG
c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge.
d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuru,
mengecap sesuatu, sakit kepala, dan sebagainya)
e. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.
f. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
g. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti : mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak normal seperti pada
keadaan normal.
h. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak
ingat kejadian tersebut setelah episode epilektikus tersebut lewat.
i. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba-tiba.
j. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-menendang.
k. Gigi geliginya terkancing.
l. Hitam bola matanya berputar-putar.
m. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan di ikuti dengan buang air kecil.
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
PENATALAKSANAAN
Medik :
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri,
hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM
Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat
dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama
pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala
intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang:
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.
Keperawatan :
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan
epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan gejala-kompleks dari banyak gangguan susunan saraf pusat (SSP)
yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan yaitu modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak
dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak yang bersifat spontan, singkron,
berirama dan berkala serta dikarakteristikkan oleh kejang berulang atau kehilangan kesadaran
dan gangguan perilaku.
• Penyebabnya cukup beragam yaitu : trauma kepala, alcohol, cedera otak, keracunan, stroke,
infeksi, infestasi parasit, tumor otak, masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolisme
dan nutrisi/ gizi dan intoksikasi obaobatan. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetic (meski
relative kecil antara 5-10 %), tapi epilepsy bukanlah penyakit keturunan.
• Epilepsy dapat dibagi antara lain : Epilepsi grand mal, Epilepis petit mal, Epilepsi fokal,
Epilepsi atonik, Epilepsi mioklonik
• Adapun faktor pencetus epilepsy :Tekanan, Kurang tidur/ rehat, Sensitive pada cahaya yang
terang (photo sensitive) dan Minum-minuman keras
• Pengobatan : obat pertama yang paing lazim dipergunakan : (sodium valporat, Phenobarbital
dan phenytoin), Obat kedua yang lazim digunakan : lamotrigin, tiagabin, gabapetin, Tindakan
bedah saraf.
• Diet ketogenik : alternative perawatan pasien epilepsy melalui pengaturanmakanan yang
ditujukan untuk memicu timbulnya ketosis dan mempertahankannya, agar otak menggunakan
keton untuk bahan baker energi.
B. SARAN
Bahwa setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat mengetahui dan menghindari hal-
hal apa yang dapat menyebabkan epilepsi dan bagaimana cara pencegahan dan perawatan bagi
penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzenne. C. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
www.wikipedia.org/wiki/
www.google.com
MAKALAH EPILEPSI
A. PENGERTIAN.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
B. ETIOLOGI.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.
C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel
neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron.
Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari
semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini
kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah
disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang
otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
Gejala :
1. Bangkitan umum :
- Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi
(aura).20 – 60 detik.
- Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi, hyperhidrosis,
hypersalivasi.40 detik.
- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam.
2. Jenis parsial :
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.
Ad :
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
- Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
- Hilang kesadaran.
- Epileptik cry.
- Tonus otot meningkatsikap fleksi / ekstensi.
- Sentakan, kejang klonik.
- Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.
- Pasien lupa, mengantuk dan bingung.
2. Petit mal :
- Hilang kesadaran sebentar.
- Klien tampak melongo.
- Apa yang dikerjakannya terhenti.
- Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.
3. Infantile Spasm :
- Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.
- Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
- Kejang hanya beberapa fetik berulang.
- Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.
4. Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.
5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus parietal.
6. Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus temporal.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah,
elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna,
kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan
lain atas indikasi.
Pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform
discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan
sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal,
kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 %
pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi
intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika
dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub
arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,
penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
F. KOMPLIKASI.
otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.Kerusakan
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
G. PENATALAKSANAAN.
Medik :
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri,
hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM
Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat
dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama
pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala
intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.
PEMBELAJARANPENYULUHAN /
Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk
alkohol).
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penanganannya.
TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Resiko bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektiftinggi terhadap berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.
Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol; stigma
berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang diri,
kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang
dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman awal
dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
- Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan
memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.
- Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai
selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari
kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima
penanganan terhadap penyakitnya.
- Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien / orang
terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan stigma
masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
- Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai
dengan usia.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan membandingkan
dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta