Você está na página 1de 15

ASPEK HUKUM BISNIS ONLINE

Perkembangan Ilmu teknologgi yang semakin canggih maka semakin


banyak hal – hal yang baru yang kita temui dalam kehidupan sehari – hari.
Diantaranya salah satu perkembangan TI, telekomunikasi dan komputer adalah
lahirnya model transaksi yang tidak perlu bertemu secara langsung atau face to face.
Transaksi cukup dilakukan dengan menggunakan media elektronik yaitu media
internet. Transaksi ini dikenal dengan nama elektronik commerce (e-commerce).
Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media
aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Di tengah
globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network).
Dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut
(shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas negara berikut
kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Komputer sebagai alat bantu manusia
dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke
dalam jaringan jaringan publik (public network) dalam melakukan pemindahan data
dan informasi.
E-
commerce adalah suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronik yang
memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan
internet (teknologi berbasis jaringan digital) sebagai medium pertukaran barang
atau jasa baik antara dua buah institusi (business to business) dan konsumen
langsung (business to consumer), melewati kendala ruang dan waktu yang selama
ini merupakan hal-hal yang dominan. Pada masa persaingan ketat di era globalisasi
saat ini, maka persaingan yang sebenarnya adalah terletak pada bagaimana sebuah
perusahaan dapat memanfaatkan e-
commerce untuk meningkatkan kinerja dan eksistensi dalam bisnis inti. Den
gan aplikasi e-commerce, seyogyanya hubungan antar perusahaan dengan entitas
eksternal lainnya (pemasok, distributor, rekanan, konsumen) dapat dilakukan secara
lebih cepat, lebih intensif, dan lebih murah daripada aplikasi prinsip manajemen
secara konvensional (door to door, one-to-one relationship). Maka e-commerce
bukanlah sekedar suatu mekanisme penjualan barang atau jasa melalui medium
internet, tetapi juga terhadap terjadinya sebuah transformasi bisnis yang mengubah
cara pandang perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya. Membangun dan
mengimplementasikan sebuah system e-
commerce bukanlah merupakan proses instant, namun merupakan transform
asi
strategi dan system bisnis yang terus berkembang sejalan dengan perkemban
gan perusahaan dan teknologi.
Menurut WTO (World Trade Organization), cakupan e-commerce meliputi
bidang produksi, distribusi, pemasaran, penjualan, dan pengiriman barang atau jasa
elektronik. Ada beberapa factor yang mempengaruhi system perdagangan beralih
ke media elektronik yaitu :e-commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau
lebih banyak pelanggan dan setiap saat informasinya dapat diakses secara up to date
dan terus-menerus
1. e-commerce dapat mendorong kreativitas dari pihak penjual secara cepat
dan tepat dalam pendistribusian informasi yang disampaikan secara periodik
2. e-commerce dapat menciptakan efisiensi waktu yang tinggi dan murah
serta informatif
3. e-commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan , dengan pelayanan
cepat, mudah, aman, dan akurat
4. e-commerce dapat dengan mudah masuk ke semua kalangan dari ana
remaja sampai orang tua.
5. e-commerce banyak memacu individu untuk terus ber inovatif dalam
menampilkan fitur – fitur yang lebih menarik dan membuat para individu untuk
segera mengaksessya.

BAB II
PEMBAHASAN TOPIK

2.1.DEFINISI E-COMMERCE

E-COMMERCE merupakan prosedur berdagang atau mekanisme jual-


beli di internet dimana pembeli dan penjual dipertemukan di dunia maya. E-
commerce juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang
secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana
terdapat website yang dapat menyediakan layanan “get and deliver“.
E-commerce akan merubah semua kegiatan marketing dan juga
sekaligus memangkas biaya-biaya operasional untuk kegiatan trading
(perdagangan).
Proses yang ada dalam E-commerce adalah sebagai berikut :
a. Presentasi electronis (Pembuatan Web site) untuk produk dan layanan.
b. Pemesanan secara langsung dan tersedianya tagihan.
c. Otomasi account Pelanggan secara aman (baik nomor rekening maupun
nomor Kartu Kredit).
d. Pembayaran yang dilakukan secara Langsung (online) dan penanganan
transaksi.

2.2.HUKUM E-COMMERCE
Hukum E-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak mencover aspek
transaksi yang dilakukan secara online (internet). Akan tetapi ada beberapa hukum
yang bisa menjadi pegangan untuk melakukan transaksi secara online atau kegiatan
E-Commerce. Yaitu :
2.2.1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (UU
Dokumen Perusahaan) telah menjangkau ke arah pembuktian data elektronik.
Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 2 tentang dokumen perusahaan yg
isinya
Dokumen perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan
atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik
tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun
yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Dan pada BAB III tentang Pengalihan Bentuk Dokumen dan Legalisasi Pasal 12
ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1 dan 2 yang isinya berturut-turut
Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya.
Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti yang sah.
Apabila dianggap perlu dalam hal tertentu dan untuk keperluan tertentu dapat
dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen perusahaan yang telah dimuat
dalam mikrofilm atau media lainnya.
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Undang-undang di atas berisi tentang
pernyataan bahwa Dokumen perusahaan (data/bukti transaksi jual beli) adalah sah
dengan syarat dapat dilihat, dibaca atau didengar dengan baik. Dan data dalam
bentuk media elektronik (dsebutkan mikrofilm atau media lain) seperti video,
dokumen elektronik, email dan lain sebgainya yang dapat dikatakan sebagai
Dokumen merupakan alat bukti yang sah.
2.2..2 Pasal 1233 KUHP, yang isinya sebagai berikut
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Berarti dengan pasal ini perjanjian dalam bentuk apapun dperbolehkan dalam
hukum perdata Indonesia. Dapat sering kita jumpai ketika kita menggunakan
fasilitas gratisan seperti email ada Term of Use-nya terus ada Privacy Policy-nya
dan lain sebagainya.
2.2.3 Pasal 1338 KUHP, yang isinya mengarah kepada hukum di Indonesia
menganut asas kebebasan berkontrak. Asas ini memberikan kebebasan kepada para
pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjuan untuk menentukan sendiri
bentuk serta isi suatu perjanjian. jadi pelaku kegiatan e-commerce dapat
menentukan sendiri hubungan hukum di antara mereka.
Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU-
ITE) yang berperan dalam e-commerce adalaha sebagai berikut :
2.3 . Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum
di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat
disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para
pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik
internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asa Hukum Perdata
Internasional.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin tmbul dari Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 20
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui
pihak yang dikuasakan olehnya , atau melalui Agen Elektronik.
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang berinteraksi , jika dilakukan
melalui pemberian kuasa, segala akibat dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik .
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 22
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen
Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik .
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 46
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 600.000.000,00( enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00( tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Selain mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet
& Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang
mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-
commerce, diantaranya adalah :

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
 Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan
Perseroan dibidang Perbankan.

2.4. Sistem E-commerce Indonesia


Lembaga E--commerce Indonesia
Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) didirikan di Jakarta.
Baru baru ini Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) didirikan di Jakarta, Kamis
(3/5/2012).
Indonesia memiliki 55 juta pengguna internet, dengan 57 persen memilih berbelanja
secara online. Namun, belum ada aturan hukum yang mengatur keamanan transaksi
online. Dengan adanya asosiasi e-commerce, diharapkan akan semakin banyak
perusahaan e-commerce yang bias bertanggung jawab secara hukum.
Hal ini disampaikan Daniel Tumiwa, Country Manager Multiply.com yang
dipercaya sebagai Ketua dewan pengurus Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA)
yang diresmikan hari ini, Kamis (3/5/2012) di Jakarta.
"Selama ini transaksi e-commerce mengacu kepada Undang-undang ITE.
Pemerintah sedang menggodok aturan baru yang mengatur pelaksanaan UU
tersebut. Gunanya asosiasi ini nantinya, untuk membantu pemerintah menganalisis
kebutuhan industri," jelas Daniel saat ditemui kompas.com usai jumpa pers.
Menurut Daniel, aturan hukum e-commerce di Indonesia belum jelas, karena e-
commerce memiliki bisnis model yang beragam. Masing-masing bisnis model
tersebut harus memiliki aturan hukum yang berbeda disesuaikan dengan
kebutuhannya.
Empat bisnis model yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
1.Marketplace
Yakni tempat berkumpulnya penjual dan pembeli dalam satu website. Di dalam
marketplace akan ditemukan integrasi pembayaran dan pengiriman. Contohnya
BliBli.com, Multiply.com, Plasa.com, dan Tokpedia.com.
2.ClassifiedAds
Yakni transaksi yang terjadi karena adanya iklan baris di website. Model bisnis
seperti ini yang paling sulit dilacak karena transaksinya yang kebanyakan terjadi
secara offline. Iklan baris secara online hanya berfungsi sebagai informasi, bukan
tempat transaksi. Contohnya Berniaga.com, Kaskus.us, dan Tokobagus.com.
3.DailyDeals
Model bisnis seperti ini menguntungkan pelanggan karena selalu ada diskon dan
penawaran menarik setiap hari. Semakin banyak calon pembeli, maka diskonnya
akan semakin besar. Contohnya DealGoing.com.
4.OnlineRetail
Yakni perusahaan retail yang sudah sukses melakukan transaksi bisnis di ranah
offline kemudian pindah ke ranah online untuk memperluas pasar. Contohnya
Bhinneka.com dan Gramedia.com.
Selain aturan yang belum jelas karena banyaknya bisnis model, kendala e-
commerce di Indonesia adalah kurangnya edukasi kepada masyarakat selaku
pelanggan. Untuk itulah asosiasi ini initnya berfungsi.
"Asosiasi ini akan menetapkan standar keanggotaan bagi perusahaan e-commerce.
Perusahaan yang ingin menjadi anggota misalnya harus berbadan hukum, harus
memiliki costumer service 24 jam, dan standar lainnya. Kami belum bisa
mempublikasikan standarnya seperti apa. Tapi harapan kami adalah, anggota
asosiasi akan menjadi perusahaan yang bisa dipercaya oleh pelanggan karena
memiliki standar-standar tersebut," tutup Daniel.
2.5 . Salah satu penghambat berkembangnya E-commerce adalah isu
keamanan.
Industri e-commerce semakin bergeliat di Indonesia. Minat masyarakat semakin
tinggi melakukan jual beli secara online. Berdasarkan data dari MasterCard
WorldWide, kira-kira 57 persen orang Indonesia sudah akrab dengan ide belanja
online. Jumlah bisnis yang didirikan secara online pun terus bertambah tiap hari.
Direktur Berniaga.com Jullian Gafar mengakui, disadari atau tidak, bisnis online
atau e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar yang besar. Hal ini karena
masyarakat sebagian besar telah dapat mengakses internet dengan mudah serta
siapa pun bisa menggunakan teknologi tersebut, kapan pun dan di mana pun.
“Alasan utama bisnis online di Indonesia bisa berkembang pesat, karena tidak
adanya regulasi, sehingga environment bisa bebas,” ujarnya, di Jakarta, akhir pekan
lalu.
Menurutnya, bisnis online bisa tumbuh dengan subur, lantaran tidak ada campur
tangan pemerintah. Tetapi, yang dikhawatirkan justru dari sisi perlindungan
terhadap konsumen.
Direktur e-Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kemenkominfo Azhar Hasyim
mengungkapkan, pada 2008 potensi bisnis e-commerce di Indonesia mencapai Rp
330 triliun. Pada 2012 transaksi yang terjadi sudah berkisar Rp 30 triliun.
Bahkan, lembaga riset Nielsen menyebutkan selama kuartal pertama 2012
kepercayaan konsumen online dari Indonesia tergolong tinggi. Indeks kepercayaan
dari konsumen online Indonesia sebesar 118 poin atau setara dengan Filipina.
Optimisme itu meningkat satu poin dibanding kuartal keempat 2011 yaitu 117 poin.
Survei yang dilakukan Nielsen selama 10-27 Februari 2012 mengambil objek
28.000 konsumen online di Asia-Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah,
Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini berarti konsumen Indonesia masuk dalam
jajaran tiga besar negara dengan optimisme keuangan di bawah India (123) dan
Arab Saudi (119).
Menurut Jullian, salah satu penghambat berkembangnya e-commerce adalah isu
keamanan. Karena itu disarankan, agar selamat dari penipuan, dalam bertransaksi
menggunakan metode Cash On Delivery (COD).
COD mengharuskan antara pembeli maupun penjual bertemu di salah satu tempat.
Kemudian, pihak pembeli bisa melakukan cek kondisi barang dan mengetahui
kualitas barang yang akan dibelinya. Setelah itu, barulah transaksi bisa
dilangsungkan. Bentuk transaksi tersebut bisa berupa pembayaran uang secara tunai
atau bisa juga transfer melalui ATM terdekat.
Kata dia, dengan metode tersebut, paling tidak bisa meminimalkan hal-hal yang
tidak diinginkan. Misalnya penipuan dan pemalsuan barang.
Beberapa pelaku industri e-commerce yang tergabung dalam idEA ini antara lain
Berniaga.com,
Blibli.com,Dealgoing.com,Gramedia.com,Kaskus.us,Multiply.com,Tokobagus.co
mdan Tokopedia.com.
“Harapan kami dengan forum ini, kami bisa berdiskusi dengan pemerintah untuk
mengembangkan industri e-commerce di Indonesia,” ujar Dewan pengurus idEA,
Daniel Tumiwa dari Multiply.com.
IdEA juga akan menjalin hubungan baik dengan instansi terkait, termasuk
pemerintah seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal HAKI serta YLKI (terkait
dengan perlindungan konsumen).
Wakil Ketua idEA Arnold Sebastian Egg menambahkan, dengan semakin
gencarnya industri e-commerce di Indonesia, semakin tinggi pula kepentingan
untuk menciptakan industri yang sehat. Selain itu, sebagai sarana komunikasi yang
terpadu antara para pelaku dengan mitra industri, termasuk pemerintah. idEA pun
ingin memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
aktivitas e-commerce yang dijalankan melalui platform setiap anggotanya.
Berkaitan dengan rencana jangka panjang, idEA ingin turut serta dalam menjadikan
Indonesia sebagai ekonomi berbasis digital terbesar di Asia Tenggara. Saat ini pun
sedang direncanakan untuk melakukan proses pengaturan berkaitan dengan regulasi
e-commerce tahun ini.
Regulasi sudah masuk dalam tahap legal drafting untuk masuk sebagai Undang-
Undang Perdagangan, bukan UU ITE. Kabarnya, kini UU Perdagangan telah masuk
ke DPR untuk drafting dan para konsultan sudah mulai merancang peraturan
pemerintah (PP) terkait yang akan mengatur perdagangan elektronik di Indonesia.
Tentu saja, dalam proses ini, juga terjalin kerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Dalam Negeri agar tidak tercipta
peraturan yang tumpang tindih.
Menurut data yang diinformasikan, pemerintah menargetkan trade volume sebesar
US$ 1,8 miliar pada 2015. Saat ini, besarnya masih US$ 230 juta. Bersamaan
dengan pengembangan regulasi, penting juga untuk memperhatikan perlindungan
IPR (Intellectual Property Rights) serta memperbesar usaha dalam mengurangi
barang-barang bajakan dalam industri e-commerce.
2.6 . Permasalahan Hukum E-Commerce
E-commerce merupakan model perjanjian jualbeli dengan karakteristik dan
aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi
dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Beberapa
permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-
commerce, antara lain:
1. otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;
2. saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
3. obyek transaksi yang diperjualbelikan;
4. mekanisme peralihan hak;
5. hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam
transaksi
6. legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;
7. mekanisme penyelesaian sengketa;
8. pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian
sengketa.
Permasalahan seperti diatas, ternyata telah diatur di Inggris yang didasarkan
pada putusan pengadilan dalam perkara In Re Charge Sevices Limited. Perkara
tersebut berisi suatu analisis yuridis mengenai hubungan-hubungan hukum yang
tercipta apabila suatu card digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam
putusan tersebut, yang merupakan leading case di Inggris, hakim Millet J
memutuskan pembayaran dengan charge card/credit card adalah pembayaran
mutlak, bukan pembayaran bersyarat kepada pihak merchant.
Selain itu Millet juga berpendapat, dalam penggunaan kartu, secara
serempak bekerja tiga perjanjian yang satu sama lain saling terpisah, yaitu:
1. Perjanjian penjualan barang dan/atau jasa antara pedagang.
2. Perjanjian antara pedagang dan perusahaan penerbit kartu yang berdasarkan
perjanjian itu pedagang yang bersangkutan setuju untuk menerima pembayaran
yang menggunakan kartu.
3. Perjanjian antara issuer dengan card holder.
Selama ini penggunaan charge card/credit card di internet, ataupun di
berbagai merchant secara offline, seperti di berbagai pusat perbelanjaan memang
rawan dari penyalahgunaan. Kerawanan ini terjadi sebab pihak merchant dapat
memperoleh nomor kartu kredit beserta masa berlakunya yang tentunya dapat
digunakan untuk melakukan transaksi e-commerce.
2.7.Perlindungan Kepentingan Konsumen
Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen, akibat tidak jelasnya
hubungan hukum dalam transaksi e-commerce :
1. mengenai penggunaan klausul baku, kebanyakan transaksi di cyberspace ini,
konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang
menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya,
tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
2. bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja berada
pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Untuk itu, diperlukan pula suatu
sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksitransaksi e-
commerce yang efektif dan murah.
3. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen. Hal
ini berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen.
Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam e-commerce masih
rentan. Undang-undang. Perlindungan konsumen yang berlaku sejak tahun 2000
memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun
kurang tepat untuk diterapkan dalam e-commerce. Untuk itu perlu dibuat peraturan
hukum mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang e-commerce agar hak-hak
konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan transaksi e-
commerce dapat terjamin.
E-Commerce telah memenuhi syarat syah perjanjian (1320 KUH Perdata),
namun masih ada celah hukum yakni pada syarat “kesepakatan” rentan adanya
unsur penipuan dan “kecakapan” ini sulit diketahui, dan untuk pembuktiannya
menggunakan alat bukti berupa “print out” dengan mendasarkan pada 1866 KUH
Perdata, 164 HIR jo pasal 15 UU N0. 8 / 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Sebelum Cyberlaw terwujud, maka peraturan perundangan lain yang terkait
dengan internet / e-commerce dapat digunakan untuk mengantisipasi persoalan-
persoalan hukum yang timbul. Ada beberapa peraturan perundangan yang terkait
antara lain: 1) UU larangan parktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
No.5/ 1999 UU, 2) Perlindungan Konsumen No. 8/ 1999, 3) UU Telekomunikasi
No. 36/ 1999, 4) UU Hak Cipta No.12/ 1997, 5) UU Merek No. 15/ 2001, 6) UU
Dokumen Perusahaan No. 8/ 1997 (pasal 15) jo Peraturan Pemerintah No.88/1999
tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan, SEMA No.39/TU/88/102/Pid,
dan 7) RUU Pemanfaatan Tehnologi Informasi (RUU PTI).

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
Kehadiran TI yang berupa internet membuat sector perdagangan di dalam
dan di luar negeri semakin maju pesat. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran
transaksi e-commmerce dan akan memperlancar system produktivitas dan
pendistribusian barang / jasa dalam memenuhi berbagai kebutuhan konsumen.
Dalam transaksi e-commerce ini banyak permasalahan hukum yang berkembang,
sehingga pengaturan hukum yang jelas dan tegas terhadap masalah transaksi e-
commerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi para pihak.
Harapan yang dikehendaki, dengan pengaturan hukum maka pemanfaatan TI akan
semakin optimal, terutama untuk kebutuhan transakasi e-commerce itu
sendiri.Oleh karena itu dengan adanya Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) ini
dharapkan dapat membantu semua pihak dalam pemecahan masalah yang ada
terkait dengan transaksi e-commerce itu sendiri.Lahirnya sebuah teknologi
diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih baik dalam dunia transaksi
.Pengawasan semua pihak tentunya juga diharapkan dapat membantu keamanan
transaksi e-commerce . Masyarakat awam yang kurang memahami akan bisnis e-
commerce dihapkan tidak menjadi korban penipuan oleh kalangan –
kalangan tertentu.
3.2 . SARAN
Pemerintah dalam hal ini diharapkan cepat tanggap dalam pengambilan
keputusan hukum mengenai transaksi e-commerce sehingga perkembangan TI
ini akan dapat memproduksi hasil – hasil yang optimal.Palaku – pelaku e-
commerce khususnya jangan merusak kepercayaan yang diberikan oleh
konsument

Você também pode gostar