Você está na página 1de 13

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Isalam)

Disusun oleh:

Anggi Julvian Rachma (201842570009)


Hilmi Hiban Nursalam (201842500019)
Salma Masturoh (201842500083)
Yeshi Destiana Ramdini (201842500064)

Dosen Pembimmbing
Mal Alfahnum, S.Pd.I., M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa berada dalam
lindungan Allah SWT. Atas ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam” yang merupakan salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Besar harapan penulis, isi dari makalah ini menjadi salah satu bahan untuk menambah
ilmu dan wawasan para pembaca terkait tentang konsep Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
dalam Islam. Namun, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, demi kesempurnaan penulisan selanjutnya, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga apa
yang telah dihasilkan dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
A. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
B. PENGERTIAN HAM DAN DEMOKRASI ..................................................................... 1
1. Pengertian HAM .......................................................................................................... 1
2. Pengertian Demokrasi .................................................................................................. 2
C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM ............................................................................. 3
D. HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM .................................................................. 5
1. HAM dalam Islam ....................................................................................................... 5
2. Demokrasi dalam Islam ............................................................................................... 7
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 9
HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN
Bicara masalah hak asasi manusia dan demokrasi, saat ini keduanya merupakan dua hal
yang saling terkait. Tidak ada demokrasi tanpa adanya hak asasi manusia, dan pada dasarnya
hak asasi manusia tak dapat eksis tanpa adanya demokrasi. Hal tersebut dikarenakan semua
agama, terlebih lagi yang berasal dari tradisi Ibrahim, muncul dan berkembang dengan misi
untuk melindungi dan menjunjung tinggi harkat manusia. Akulturasi dan nilai kemanusiaan
yang amat subtansial dan universal selalu mengasumsikan terwujudnya nilai keadilan dan
kemerdekaan yang diyakini sebagai hak-hak asasinya. Dalam kontek ini maka demokrasi dan
proses demokratisasi merupakan kondisi niscaya bagi terwujudnya keadilan dan hak
kemerdekaan seseorang.

B. PENGERTIAN HAM DAN DEMOKRASI


1. Pengertian HAM
Istilah hak asasi manusia yang dalam bahasa Arabnya adalah huquq Al-insan,
belakangan lazim digunakan dan beritanya selalu aktual dan menjadi topik pembicaraan
masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau
hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan. Hak-hak Asasi Manusia
adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan daripada
hakekatnya dan karena itu bersifat suci.
Sedangkan Ahmad Kosasih, mengutip apa yang dikutip oleh Jan Materson, seperti
yang dikutip Lopa mengartikan hak-hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada
manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia “human right are
inheren in our nature and without which we can not live as human being.” Tetapi Lopa
kemudian mengomentari bahwa kalimat “mustahil dapat hidup sebagai manusia hendaklah
diartikan manusia dapat hidup sebagai manusia di samping mempunyai hak juga harus
bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya.”
Prinsip-prinsip umum tentang hak asasi manusia yang dicanangkan Majelis Umum
Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember tahun 1948 dianggap sebagai
pedoman standar bagi pelaksanaan penegakkan HAM bagi bangsa-bangsa, terutama yang
tergabung dalam badan tertinggi dunia. Prinsip-prinsip umum tersebut dikenal dengan
Universal Declaration Of Human Rights (UDHR), yakni pernyataan semesta tentang Hak-hak
Asasi Manusia.
2. Pengertian Demokrasi
Demokrasi secara literal berarti kekuasaan oleh rakyat, yang berasal dari bahasa Yunani
Demos (rakyat) dan Cratos (kekuasaan). Namun dalam kehidupan sehari – hari masyarakat
memahami kata demokrasi dengan arti kebebasan, yang kemudian pemahaman tentang
kebebasan dimasukkan kedalam kategori demokrasi secara empiris. Dan pengertian demokrasi
secara empiris itu jika dikaji lebih dalam lagi merupakan sebuah konsep kesamaan; kesamaan
dalam kesempatan, artinya Negara memberikan jaminan di dalam kontribusi untuk memberikan
kesempatan warganya untuk mencapai yang diinginkan. Seperti seseorang menginginkan
menjadi presiden, pejabat, ketua partai atau mendirikan ormas-ormas lainnya. Dalam hal ini
Negara memberikan kesempatan untuk hal tersebut.
Selain pengertian dasar di atas istilah demokrasi mempunyai berbagai pengertian di
dalam penggunaan kontemporer termasuk dalam pandangan demokrasi liberal itu sendiri,
seperti berikut :
 Definisi yang diungkapkan oleh Joseph A. Schumpeter di dalam bukunya, Caftalism,
socialism and Democrary. Metode demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan dengan cara perjuangan kompetitip atas suara rakyat.
 Definisi Sidney Hook dalam Encyclopedia Americana, mendefiniskan: “Demokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang penting atau arah kebijakan dibalik keputusan ini secara
langsung maupun tak langsung, didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan
secara bebas dari rakyat dewasa.”
 Definisi Philipe C. SchmitterndajnTerry Lynn Karl dalam artikel mereka What Democrary
is ... And is not, mendefinisikan demokrasi politik sebagai “suatu sistem pemerintahan
dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah
publik oleh warga negara, yang bergerak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja
sama, dengan para wakil mereka yang telah terpilih.”

Ketiga definisi tersbut mengimplikasikan bahwa demokrasi mengandung unsur-unsur;


kekuasaan mayoritas, suara rakyat, pemilihan yang bebas dan bertanggung jawab. Hal ini
berarti bahwa dalam penggunaan dalam kontemporernya, demokrasi didefinisikan lebih
pragmatis ketimbang filosofis.

Pada zaman pencerahan, demokrasi pada mulanya didefinisikan dalam pengertian yang
lebih filosofis, yakni dengan ide kedaulatan rakyat sebagai lawan kedaulatan Tuhan (teokrasi),
dan sebagai lawan kedaulatan monarki. Selain itu juga ada konsep lain tentang demokrasi yang
diajukan oleh negara ketiga (Komunis/Muslim) yang mana konsep ini dimaksudkan selain
untuk membenarkan kebijakan pemerintah, juga untuk menyesuaikan konsep demokrasi
dengan nilai-nilai pribumi dan budaya bangsa tertentu.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM


Menurut penyelidikan ilmu pengetahuan, sejarah hak-hak asasi manusia itu barulah
muncul dan berkembang pada pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan
dan diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan dari
suatu masyarakat atau Negara (state). Pada hakikatnya persoalan antara manusia sebagai
individu dan masyarakat.
Sebab, manakala suatu Negara semakin kuat dan meluas, secara terpaksa ia akan
menintervensi lingkungan hak-hak pribadi itu semakin berkurang. Maka pada saat yang sama
terjadilah persengketaan antara individu dan kekuasaan Negara. Dalam pertarungan itu, pihak
individu (rakyat) selalu berada pada posisi yang terkalahkan. Pada saat itu pula perlindungan
terhadap hak-hak individu yang bersifat asasi itu sangat dibutuhkan.
Bila ditelusuri lebih jauh ke belakang mengenai sejarah lahirnya HAM, umumnya para
pakar Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak lahirnya
Magna Charta 1215 di kerajaan Inggris. Di dalam Magna Charta itu disebutkan antara lain
bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat dibatasi kekuasaannya dan dimintai
pertanggung jawabannya di muka hukum. Dari sini lahir doktrin “raja tidak kebal hukum” dan
harus bertanggung jawab kepada rakyat. Walaupun kekuasaan membuat undang-undang pada
masa itu lebih banyak berada di tangannya. Semangat Magna Charta inilah yang kemudian
melahirkan undang-undang dalam kerajaan Inggris tahun 1689 yang dikenal dengan undang-
undang hak (Bill of Right). Peristiwa ini dianggap sebuah keberhasilan rakyat Inggris melawan
kecongkakan raja John, sehingga timbul suatu adagium yang berintikan “manusia sama di
muka hukum (equality before the low)”. Adigum ini memperkuat dorongan timbulnya Negara
hukum dan demokrasi yang mengakui dan menjamin atas persamaan dan kebebasan sebagai
warga Negara.
Asas prsamaan ini pula yang nantinya, mendasari hak-hak lainnya seperti kebebasan,
keadilan dan perdamaian dunia, sebagaimana tercermin dalam konsiderans mukadimah
Deklarasi Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia 1948.
Untuk mewujudkan kedalam suatu tindakan konkrit dalam kehidupan kemasyarakatan
dan kenegaraan, pemikiran dua tokoh, Rousseau tentang kontrak sosialnya dan Montesquieu
dengan trias politika yang lahirnya didorong oleh sebuah keinginan untuk mencegah tirani, pada
intinya membuat pemisahan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sehingga
seorang raja tidak dapat bertindak secara semena – mena di luar ketentuan hukum yang berlaku.
Paham ini pula yang memberi semangat bagi munculnya deklarasi tentang kemerdekaan
“Declaration of Indefendence” di Amerika tahun 1776. Di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa
“manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia
harus dibelenggu”.
Kemudian pada tahun 1789, di Prancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan The
Rule of Law. Di dalamnnya dinyatakan tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang
semena-mena, termasuk ditangkap tanpa ada alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah
yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
Pernyataan ini selanjutnya, dipertegas pula dengan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat (Freedom of Expression), kebebasan menganut keyakinan/agama (Freedom of
Religion), perlindungan terhadap hak milik (The Freedom of Property) dan hak-hak dasar
lainnya. Dalam The French Declaration tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak
yang menjamin timbulnya demokrasi dan Negara hukum.
Deklarasi yang lahir sebagai bauh Revolusi Perancis itu telah berhasil meruntuhkan
susunan masyarakat feudal termasuk golongan pendeta agama dan susunan pemerintahan
Negara yang bersifat kerajaan dengan sistem monarki absolute. Disebabkan revolusi tersebut,
bertujuan untuk memperoleh jaminan hak-hak asasi manusia dalam perlindungan undang –
undang Negara, maka dirumuskan tiga prinsip yang disebut Trisloganda, yaitu (1) kemerdekaan
(liberate), (2) kesamarataan (equalite), (3) kerukunan dan persaudaraan (faternite). Ketiga
semboyan ini telah melahirkan kontitusi Perancis 1791.
Seiring dengan berjalannya waktu dan terjadinya perkembangan dalam kehidupan
kemasyarakatan konsepsi HAM terus mengalami perubahan. Isi dan ruang lingkup HAM masa
lampau itu ternyata tidak respinsif dan aspiratif lagi terhadap perkembangan situasi serta
tuntutan realitas sosial yang ada. Lagi pula hak-hak yang harus mendapat perlindungan tidak
hanya bersifat yuridis-politik, melainkan juga hak – hak dalam bidang kehidupan lainnya
seperti ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam rangka konseptualisasi dan reinterpretasi terhadap HAM yang mencakup bidang
yang lebih luas, maka pada permulaan abad ke-20, presiden Amerika Franklin D. Rosevelt
merumuskan empat macam hak-hak asasi yang dikenal “The Four Freedoms” yaitu, free asasi
yang dikenal dengan “The Four Freedoms”. Yaitu, freedom of speech (kemerdekaan/kebebasan
berbicara), freedom of religion (kemerdekaan/kebebasan dalam memilih agama), freedom from
fear (kebebasan dari rasa takut), dan freedom from want. Keempat macam hak-hak dasar ini
disandarkan kepada sebuah argumen bahwa untuk membahagiakan manusia tidak cukup hanya
dengan memberikan pengakuan hak-hak politik saja. Karena hanya dengan memberikan
pengakuan hak-hak politik dan yuridik tidak akan berarti apa-apa tanpa terpenuhinya kebutuhan
manusia yang paling mendasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Berdasarkan argumen ini pula maka perspektif HAM dalam perkembangan selanjutnya
mencakup bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Dimensi baru HAM yang dirumuskan D.
Rosevelt ini menjadi inspirasi dan bagian yang tak terpisahkan dari Declaration of Human
Rights 1948 yang menjadi pedoman pelaksanaan HAM hingga saat ini.

D. HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM


1. HAM dalam Islam
Berbicara tentang hak asasi manusia menurut islam, harus merujuk pada ajaran Allah
SWT dan apa yang diperbuat Nabi Muhammad SAW, jauh sebelum lahirnya piagam-piagam
hak asasi manusia di Barat, piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada
tahun 622 M, merupakan konstitusi yang menjunjung hak asasi manusia. Dimana di dalamnya
menjelaskan bahwa manusia merupakan puncak ciptaan Tuhan. Ia dikirim di bumi untuk
menjadi khalifah atau wakil-Nya.
Mengenai posisi manusia yang tinggi sebagai wakil Allah di bumi, Hasbi Ash-
Shiddieqy menyatakan “bahwa Allah memberkati manusia dengan kemuliaan-kemuliaan
tertentu”, sebagaimana dinyatakan dalam Al – Qur’an (17:70):
“dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak – anak Adam, Kami angkat mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik – baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Ada tiga karamah (kemuliaan) yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia terlepas dari
latar belakang etnik, agama, dan politik mereka:
a. Karamah Fardiyah (kemuliaan individu) yang berarti bahwa Islam melindungi aspek –
aspek kehidupan manusia baik aspek spiritual maupun aspek material.
b. Karamah Ijtimai’yyah (kemuliaan kolektif) yang berarti bahwa Islam menjamin
sepenuhnya persamaan di antara individu – individu.
c. Karamah Siyasiyyah (kemuliaan secara politis) yang berarti bahwa Islam memberi hak
politik pada individu – individu untuk memilih atau dipilih pada posisi politik, karena
mereka adalah wakil Allah.
Wahid menyebutkan 14 poin mengenai hak asasi manusia yang yang dinyatakan dalam
Al – Qur’an, yang seluruhnya mendukung tujuan pembangunan dan pembentukan
kesempurnaan moralitas manusia. Hak – hak asasi manusia itu adalah:
1. Hak untuk hidup
2. Hak untuk memperoleh keadilan
3. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
4. Kewajiban untuk menegakkan kebenaran dan hak untuk menolak sesuatu yang melanggar
hukum
5. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan negara
6. Hak untuk memperoleh kemerdekaan
7. Hak untuk memperoleh kebebasan dari ancaman dan penuntutan
8. Hak untuk berbicara
9. Hak atas perlindungan terhadap penuntutan
10. Hak untuk memperoleh ketenangan pribadi
11. Hak ekonomi, termasuk hak untuk bekerja dan mendapatkan upah yang layak
12. Hak untuk melindungi kehormatan dan nama baik
13. Hak atas harta benda
14. Hak untuk mendapat upah yang layak dan penggantian kerugian yang sepadan

Hak yang terakhir ini terutama ditujukan untuk melawan institusi pemerintah yang
membuat keputusan tanpa mempertimbangkan kerugian yang diakibatkannya bagi warga
negara. Disamping hak-hak itu, Wahid menyatakan kemungkinan mengembangkan lebih lanjut
hak-hak di atas untuk menciptakan hak asasi manusia, misalnya, hak untuk mendapatkan
perlindungan penganiyaan yang dilakukan oleh aparatur Negara.

Sementara Harun Nasution merumuskannya dengan merujuk pada semboyan Revolusi


Perancis (kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan). Menurutnya dasar filosofis hak asasi
manusia ada dalam doktrin tauhid. Tauhid yang dalam Islam dipegang secara sungguh-
sungguh, berarti bahwa hanya Allah yang menciptakan alam. Hal ini sungguh
mengimplikasikan gagasan tentang persamaan dan persaudaraan diantara sesama manusia, dan
bahkan persaudaraan diantara ciptaan yang lain. Islam tidak hanya mengajarkan kemanusiaan,
tetapi juga mengajarkan kebaikan dan perlindungan terhadap binatang dan lingkungan. Dari
prinsip – prinsip dasar persamaan, persaudaraan, dan kebebasan, kebebasan manusia
dikembangkan, seperti kebebasan dari perbudakan, kebebasan beragama, kebebsan berbicara,
kebebasan berkehendak, kebebasan dari ketakutan dan sebagainya. Hak asasi manusia itu
berasal dari kebebasan ini, seperti hak untuk hidup, hak untuk memperoleh kekayaan, hak untuk
mendapatkan pendidikan, hak berbicara, hak untuk bekerja, dan sebagainya.

Ada perbedaan yang prinsipil antara HAM menurut barat dengan HAM menurut islam.
HAM menurut barat bersifat anthroposentris, artinya berpusat pada manusia, sehingga ukuran-
ukuran kebenarannya adalah menurut manusia karena manusia menjadi tolak ukurnya. Dalam
hal ini HAM bertumpu pada individualisme-liberalisme, sehingga bersifat subjektifitas. Oleh
karena itu, sesuatu yang menjadi kemauan manusia, dibiarkan untuk dilaksanakan kendatipun
destruktif. Sementara HAM menurut islam bersifat theosentris, yaitu berpusat pada Allah SWT,
dalam pengertian ini bukan pada oknumnya, tetapi pada ajaranya, yaitu Al-Qur’an menurut
sunah rasul. Oleh karena itu, ukuran kebenaran yang harus diperbuat manusia adalah menurut
Allah SWT, seperti yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan direfleksikan oleh Rasul SAW.
Sehingga, hak asasi manusia dalam islam tidak semata-mata menekankan pada hak asasi
manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada
Allah SWT.

2. Demokrasi dalam Islam


Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi,
sedang demokrasi islam meyakini bahwa kedaulatan Allah SWT yang menjadi inti dari
demokrasi. Oleh karena itu, sejak Muhammad Rasulullah SAW memulai dakwahnya berupa
tauhid, maka implikasi sosioplogis dari ajaran tauhid ini adalah munculnya gerakan
egalitarianisme dalam masyarakat Arab yang feodalistik. Itulah salah satu sebabnya mengapa
Muhammad SAW selalu dimusuhi, bahkan disayembarakan untuk dibunuh, oleh penguasa
masyarakat yang telah mapan, yang merasa terancam oleh gerakan Muhammad yang
mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan hak.

Selain itu, Rais mengutarakan pendapatnya tentang demokrasi “Setidaknya makna


demokrasi dapat diterima berdasarkan tiga alasan utama, yaitu :
a. Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan musyawarah dalam
menyelesaikan masalah – masalah mereka.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang – orang yang bertawakal kepadanya.” (Al – Qur’an, 3 : 159).
b. Secara historis, Nabi menerapkan musyawarah ini dengan umat Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah mereka.
c. Secara rasional, dimana umat Islam diperintahkan untuk menyelesaikan dilema dan
masalah-masalah mereka, menunjukkan bahwa sistem yang demokratis adalah bentuk
tertinggi mengenai sistem politik dalam sejarah umat manusia.
KESIMPULAN

Demokrasi dan hak asasi manusia adalah dua hal yang saling terkait. Tidak ada
demokrasi tanpa adanya hak asasi manusia, dan pada umumnya hak asasi manusia tidak dapat
eksis tanpa adanya demokrasi. Karena semua agama, terlebih lagi yang berasal dari tradisi
Ibrahimi, muncul dan berkembang dengan misi untuk melindungi dan menjunjung tinggi harkat
manusia. Aktualisasi dari nilai kemanusiaan yang amat substansial dan universal selalu
mengasumsikan terwujudnya nilai keadilan dan kemerdekaan yang diyakini sebagai hak – hak
asasinya. Dalam kontek ini maka demokrasi dan prosesn demokratisasi merupakan kondisi
niscaya bagi terwujudnya keadilan dan hak kemerdekaan seseorang. Oleh karenanya, meskipun
agama tidak secara sistematis mengajarkan praktek demokrasi, namun agama memberikan etos,
spirit, dan muatan doktrinal yang mendorong bagi terwujudnya kehidupan demokratik.

Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan. Ia dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah atau
wakil – Nya. Oleh karena itu manusia merupakan subjek utama dalam roda kehidupan, dan
setiap perbuatan yang dilakukan fituntut untuk dapat membawa perbaikan manusia dengan
sesama manusia sendiri yakni mempunyai nilai kebaikan dan keluruhan. Dan itulah yang
menjadi fokus kajian HAM dan Demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Tim penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I.Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, 1982

Purbopranoto,Kuntjoro.1993. Hak – Hak Asasi Manusia dan Pancasila, Jakarta:Pradaya


Paramita

Kosasih Ahmad. HAM dalam Perspektif Islam; Menyikap Persamaan dan Perbedaan Antara
Islam dan Barat, Jakarta, Salemba Diniyah, 2003

Você também pode gostar