Você está na página 1de 24

Analisis Proksimat

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi
seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau
pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan
pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Hal ini
dapat berdampak besar dalam suatu pertumbuhan ternak, sehingga dalam praktikum ini kita
akan melihat sejauh mana Meat and bone meal (MBM) bisa menjadi salah satu pakan yang
memiliki zat gisi yang tinggi.
Analisa Proksimat

1. Analisa Kadar Air


Air adalah zat makanan yang paling sederhana, namun adalah yang paling sukar penentuannya
dalam analisis proksimat. Penentuan kadar air dilakukan dengan pemanasan 105°C secara terus
menerus sampai sampel bahan beratnya tidak berubah lagi (konstan). Namun, untuk produk-
produk biologik, bila dipanaskan dengan temperature melebihi 70°C, akan kehilangan zat-zat
volatil (zat-zat yang mudah menguap). Sehingga, untuk penetuan kadar yang tepat, pemanasan
dengan temperature yang lebih rendah dan dengan menggunakan desikator yang dapat
divakumkan. Tetapi karena alat ini sangat terbatas kapasitasnya, sampel yang dapat dianalisa
juga terbatas. Untuk alasan ini laboratorium tetap menggunakan temperature tinggi.
Pentingnya air dalam menentukan nilai makanan adalah pengaruhnya terhadap komposisi
makanan karena sifat pengencer air tersebut.
Karena air sangat variable, maka harus diperhitungkan bila seseorang ingin membeli suatu
bahan makanan. Bahan makanan yang mengandung banyak air, bila harganya murah,
kelihatannya memberikan tawaran yang baik, namun kadar air harus diketahui, dan bila telah
didapat kadar airnya, kita dapat membandingkan nilai makanan bahan tersebut atas dasar
bahan kering, untuk mendapatkan nilai makanan yang sebenarnya
Patokan pemberian makanan tidak memperhitungkan kebutuhan air oleh ternak dan Tillman
(1989) berpendapat bahwa hal ini merupakan kekeliruan di Indonesia, terutama karena banyak
pengusaha ternak kelihatannya tidak cukup memberikan perhatian pentingnya air bagi ternak.
Kebutuhan air berhubungan erat dengan konsumsi kalori yang dapat diperhitungkan. Sehingga
air yang diberikan sebagai minuman harus dapat tersedia setiap waktu untuk mencukupi
kebutuhannya (Tillman, 1989).

2. Analisa Kadar Abu


Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah
abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN.
Kenyataannya, kombinasi unsure-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman
sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapt dipakai sebagai indeks untuk menentukan
jumlah unsure mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting ( Tillman, 1989).
Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks untuk kadar
kalsium dan fosfor. Dengan diketahuinya kadar abu, masih diperlukan analisis lebih lanjut untuk
memisahkan 17 unsur penting yang diperlukan ilmu makanan (Tillman, 1989).

3. Analisa Kadar Serat Kasar


Istilah serat makanan ( dietary fiber ) harus dibedakan dengan isitilah serat kasar ( crude fiber )
yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari
pakan yang tidak dapat dihidrolisi oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan
kadar serat kasar yaitu asam sulfat ( H2SO4 1,25% ) dan natrium hidroksida ( NaOH 1,25% ).
Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat di hidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan.
Menurut Piliang dan Djojosoebagio ( 2002 ), mengemukakan bahwa hasil yang dimaksudkan
dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan
asam kuat dan basa kuat 30 menit yang dilakukan dilaboratorium. Dengan proses seperti ini
dapat ini dapat merusak abeberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan
tidak dapat diketahui komposisi kimia. Tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh
karena itu serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat besar 80% untuk
hemiselulosa 50 – 90% atau lignin dan 20- 50% untuk selulosa.

4. Analisa Kadar Protein Kasar


Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif terdiri atas reaksi
xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi millon nitroprusida, dan reaksi sakaguchi. Secara
kuantitatif terdiri dari metode Khejedal, metode titrasi formol, metode lowry, metode
spekrofotometer visiable ( buret ), dan metode spetorofotometri.

5. Analisa Kadar Lemak Kasar


Klasifikasi lemak dan minyak
Menurut Rohman (2007), berdasarkan strukturnya lemak terdiri dari:
a. Lemak sederhana (simple lipids)
Ester lemak-alkohol
Contohnya : ester gliserida, lemak, dan malam.
b. Lemak komplek (composite lipids dan sphingolipids)
Ester lemak-non alcohol
Contohnya : fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein
c. Turunan lemak (derived lipids)
Contohnya : asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak, steroid, karotenoid,
aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon.
Berdasarkan kejenuhannya :
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai
hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zag yang dapat cocok satu sama lain,
sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat.
Contohnya ialah : asam butirat, asam palmitat, asam stearat.

2. Asam lemak tak jenuh


Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada
rantai hidrokarbonnya. Asam lemak dengan lebih dari satu ikatan, dua tidak lazim, terutama
terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda
(poli-unsaturat) cenderung berbentuk minyak. Contohnya ialah : asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat.

6. Analisa Kadar Fosfor


Kehadiran fosfat dalam air menimbulkan permasalahan terhadap kualitas air, misalnya
terjadinya eutrofikasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dengan mengurangi masukan
fosfat kedalam badan air, misalnya dengan mengurangi pemakaian bahan yang menghasilkan
limbah fosfat dan melakukan pengolahan limbah fosfat.
Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku ( apit ) atau sedimen dengan kandungan fosfor
ekonomis. Biasanya kandungan fosfor dinyatakan sebagai bobe phosphate of lime ( BPL ) atau
triphosphate of lime ( TPL ) atau berdasarkan P2O5.
Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air
sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat untuk pupuk tanaman pangan perlu
diolah menjadi pupuk buatan Anonim (2007).

7. Analisa Kadar Kalsium


Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Kira-kira 99%
kalsium terdapat didalam jaringan keras, yaitu pada tulang dan gigi. 1% kalsium terdapat pada
darah dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi
darah akan sulitmembeku, tranformasi darah terganggu ( Anonim, 2010 ).
Fungsi dari kalsium yaitu:
1. Membentuk serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat.
2. Mencegah osteoporis.
3. Membantu proses pembekuan proses pembekuan darah dan penyembuhan luka.
4. Mengatur kontraksi otot.
5. Menghantar sinyal ke dalm sel-sel syaraf.
6. Membantu transport ion melalui membrane
7. Sebagai komponen penting dalam produksi hormone dan enzim yang mengatur proses
pencernaan, energy dan metabolism lemak.
8. Mengatasi kram, sakit pinggang, wasir, dan reumatik.
9. Mengatasi keluhan saat haid dan menopause
10. Meminimalkan penyusunan tulang selam hamil dan menyusui.

F. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)


Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu,
protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan
serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan
polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang
tinggi.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah dicerna atau
golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat ditemukan di dalam sel
tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan karbohidrat
struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain dari karbohidrat seperti fruktan termasuk
ke dalam kelompok karbohidrat non-struktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi
perah yang berproduksi tinggi. Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi
dalam rumen nilainya bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan
bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam organik, pektin, hemiselulosa dan lignin
yang larut dalam alkali.
Skip to content

dedo ..

dessy dona dinata

kau pasti tahu Tuhan Maha Tahu

POSTED INAKADEMIK

Analisis Proksimat

Posted on May 20, 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dicerna sebagian atau seluruhnya
tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya. Pakan memiliki peranan penting bagi
ternak, baik untuk pertumbuhan maupun untuk mempertahankan hidupnya. Fungsi lain dari
pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan, agar ternak dapat tumbuh
sesuai dengan yang diharapkan. Pakan yang diberikan pada ternak harus mengandung nutrien
yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Analisis proksimat merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kandungan-kandungan nutrien yang ada di dalam bahan pakan. Analisis proksimat
digunakan untuk mengetahui kandungan air, abu, serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terkandung dalam bahan pakan.

Tujuan dari Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum adalah agar mahasiswa terampil
dalam melakukan analisis proksimat. Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat
melakukan analisis bahan pakan isi rumen kambing menggunakan metode analisis proksimat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci,
namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan
Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991).

Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein
total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien difokuskan pada
provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara
kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode
diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja
tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Winarno, 1997).

2.1.1. Air

Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan tersebut
dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan
persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi,
1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui
oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan
seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang
pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).

2.1.2. Abu
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau
membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari
sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan
sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga
mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang
mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama
pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik
pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).

2.1.3. Serat Kasar

Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan
fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber serta
kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang
tumbuh. Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida,
1998).

Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu


mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang
tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar
adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan
asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium
alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).

2.1.4. Lemak Kasar

Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses
ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari
analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter
juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter
untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan
lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning
menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

2.1.5. Protein Kasar

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas
ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan
kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa
protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu
sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen
bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan
kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen
dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat
meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang
dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam
rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan
protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.

2.1.6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu,
protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan
serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
(Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida,
disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya
cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994).

2.2. Isi Rumen Kambing


Pakan adalah campuran beberapa bahan pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang belum
lengkapi, yang disusun secara khusus untuk dapat dimanfaatkan oleh ternak (Soejono, 1994).
Bahan pakan merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik berupa bahan
organik maupun bahan anorganik yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa
mengganggu kesehatan ternak (Hartadi et al., 1997).

Isi rumen merupakan limbah pemotongan ternak ruminansia yang berasal dari pakan yang
dikonsumsi dan belum menjadi feses yang terdapat di dalam rumen (Murni et al., 2008). Nutrisi
yang terkandung dalam isi rumen antara lain serat kasar, karbohidrat, dan protein kasar yang
merupakan media bagi kehidupan mikroba. Pemanfaatan bolus yang merupakan limbah
sebagai bahan pakan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak
ruminansia. Isi rumen dapat meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan kadar serat
kasar produk pemeraman (Sutrisno et al., 1992).

Kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama
makanan dalam rumen. Bolus mengandung serat kasar yang tinggi, protein, mineral dan
vitamin. Kandungan nutriennya adalah 10,90% air, 25,07% abu (Sutrisno et al., 1992), 10–27,6%
bahan kering, 8,42–25% protein kasar, 18,26–38% serat kasar, 2–8,91% lemak kasar dan 30,2–
63,17% BETN (Yudijeliman, 2008).

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum dengan materi Analisis Proksimat Bahan Pakan
dengan sampel isi rumen kambing dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 November 2010 dari
pukul 05.30-21.00 WIB dan hari Selasa tanggal 29 November 2010 dari pukul 05.30-22.30 WIB
di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan adalah tepung isi rumen kambing, aquades, H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N,
aseton, air panas, n heksan, katalisator (selenium), H2SO4 pekat, H3BO4 4%, indikator (MR +
MB), NaOH 45%, HCl 0,1 N. Alat yang digunakan adalah botol timbang dan timbangan analitis
yang digunakan untuk menimbang sampel, oven untuk mensterilisasikan alat dan bahan,
eksikator untuk mensterilisasikan alat dan bahan, penjepit untuk membantu dalam mengambil
sampel, tanur listrik untuk analisis kadar abu, crusible porselin untuk tempat sampel, labu
erlenmeyer untuk menempatkan larutan, becker glass untuk menempatkan larutan, gelas ukur
sebagai pengukur larutan yang akan digunakan, corong buchner untuk alat bantu memasukkan
sampel cair, kertas saring bebas abu untuk menyaring sampel pada analisis kadar serat kasar,
tabung soxhlet untuk wadah sampel analisis kadar lemak kasar, pendingin tegak untuk analisis
lemak kasar, labu kjeldahl untuk analisis protein kasar, buret untuk alat titrasi, kompor listrik
untuk mendidihkan sampel pada analisis kadar lemak kasar, alat-alat destilasi sebagai
destilator, lemari asam untuk analisis protein kasar, serta kertas minyak untuk menempatkan
sampel.

3.2. Metode

3.2.1. Analisis Kadar Air

Langkah pertama adalah mencuci botol timbang, kemudian mengeringkan dalam oven pada
suhu 105oC sampai 110oC selama 1 jam, memasukkan dalam eksikator selama 15 menit,
kemudian menimbang botol timbang (x gram). Menimbang sejumlah sampel, misal beratnya y
gram. Memasukkan sampel ke dalam botol timbang mengovennya selama 4-6 jam dengan suhu
105oC-110oC, selanjutnya adalah memasukkan sampel kedalam eksikator selama 15 menit.
Setelah itu menimbang botol sampel, misal beratnya z gram. Mengulang pengeringan 3 kali
masing-masing 1 jam sampai berat sampel konstan (selisih maksimal 0,2 mg). Menghitung
kadar air dengan rumus :

Kadar air = x 100 %

Keterangan :

x = berat botol timbang

y = berat sampel

z = berat botol timbang dan sampel setelah dioven

Analisis Kadar Abu


Langkah pertama dalam analisis kadar abu ini adalah mencuci crusible porselin dengan air
sampai bersih, kemudian mengeringkannya dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam
dan mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian menimbangnya, misal beratnya
x gram. Menimbang sejumlah sampel, misal beratnya y gram, penimbangan dengan
menggunakan crusible porselin sebagai tempatnya. Setelah itu memijarkan sampel dan cawan
dalam tanur listrik pada suhu 400oC-600oC selama 4-6 jam, sampai menjadi abu putih semua.
Mengangkat crusible porselin dari tanur listrik dan mendinginkannya sampai suhu 120oC,
kemudian memasukkannya dalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu menimbang crusible
porselin, misal beratnya z gram, kemudian menghitung kadar abu dengan rumus :

Kadar abu = x 100 %

Keterangan:

z = berat crusible porselin dan sampel setelah ditanur

y = berat sampel

x = berat crusible porselin setelah dioven

Analisis Kadar Serat Kasar

Langkah dalam analisis kadar serat kasar adalah mempersiapkan semua alat-alat dan pereaksi
yang akan digunakan. Mencuci semua alat dan memasukkannya ke dalam oven dengan suhu
105oC–110oC selama 1 jam dan memasukkanya ke dalam eksikator selama 15 menit.
Menimbang sampel, misal beratnya x gram dan memasukkannya ke dalam becker glass.
Memasukkan H2SO4 0,3 N 50 ml dalam labu erlenmeyer yang berisi sampel tersebut dan
memasaknya hingga mendidih selama 30 menit. Mendinginkan sampel tersebut sebentar dan
menambahkan dengan NaOH 1,5 N 25 ml serta memasaknya sampai mendidih selama 30
menit.

Menimbang crusible porselin dan kertas saring, misal berat kertas saring a gram, memasukkan
ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105oC–110oC dan memasukkan di dalam eksikator
selama 15 menit. Cairan yang berisi sampel disaring dengan menggunakan crusible porselin dan
kertas saring yang dipasang corong bunchner. Mencuci sampel berturut-turut dengan 50 ml air
panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton. Memasukkan crusible porselin dan
kertas saring beserta isinya pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan memasukkan ke
eksikator selama 15 menit. Selanjutnya menimbang crusible porselin dan isinya, misal beratnya
y gram. Kemudian memijarkan crusible porselin dan isinya dalam tanur pada suhu 400oC-600oC
selama 4-6 jam sampai menjadi abu putih dan mendinginkannya dalam eksikator selama 15
menit. Setelah itu menimbangnya misal beratnya z gram. Penghitungan kadar serat kasar
dengan rumus :

Kadar serat kasar = “y – z – a” /”x” x 100 %

Keterangan :

a = kertas saring

x = berat sampel

y = berat sampel dan crusible porselin setelah dioven

z = berat sampel, crusible porselin dan kertas saring setelah ditanur

Analisis Kadar Lemak Kasar

Langkah pertama dalam analisis kadar lemak adalah mencuci dan memasukkan semua alat
dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam, kemudian memasukkannya ke dalam
eksikator selama 15 menit dan menimbang, misal beratnya a gram. Menimbang sampel dan
kertas, misal beratnya b gram. berat sampel adalah (b-a) = x gram.

Membungkus sampel dengan kertas saring dan memasukkan ke dalam oven selama 4-6 jam
pada suhu 105oC-110oC dan eksikator selama 15 menit, serta menimbang kertas saring misal
beratnya y gram. Memasukkan sampel dan kertas saring dalam alat soxhlet, kemudian
menambahkan n heksan serta memasang alat pendingin tegak yang dialiri air dingin.
Melakukan penyaringan sampai 8-10 kali sirkulasi, sampel dikeluarkan dan diangin-anginkan.
memasukkannya dalam oven dengan suhu 105oC -110oC selama 1 jam, memasukkan ke
eksikator selama 15 menit. Menimbang kertas saring yang berisi sampel tersebut dengan
menggunakan timbangan analitis, misal beratnya z gram. Perhitungan untuk analisis kadar
lemak adalah sebagai berikut:

Kadar lemak = “x – y” /”x – z” x 100 %

Keterangan :
x = berat kertas saring dan sampel sebelum diekstraksi

y = berat kertas saring dan sampel setelah diekstraksi

z = berat kertas saring

Analisis Kadar Protein Kasar

Metode yang digunakan dalam analisis kadar protein ada 3 yaitu proses destruksi yang
merupakan terjadinya proses oksidasi perubahan N atau protein menjadi (NH4)2 SO4, proses
destilasi yaitu pemecahan (NH4)2SO4 yang dilakukan oleh basa kuat, yaitu NaOH serta proses
titrasi, yaitu terjadinya reaksi asam basa.

Mencuci labu destruksi, kemudian memasukkannya dalam oven pada suhu 105oC-110oC
selama 1 jam dan memasukkan labu destruksi ke eksikator selama 15 menit. Menimbang
sampel, misal beratnya x gram, kemudian memasukannya ke dalam labu destruksi.
Menambahkan katalis yang terdiri dari selenium 0,3gr dan menambahkan H2SO4 pekat 25 ml.
Memanaskan semua bahan yang ada dalam labu destruksi tersebut secara perlahan-lahan
dalam lemari asam, dimana mula-mula dengan nyala kecil sama tidak berasap atau tidak
berbuih lagi, dengan nyala diperbesar. Melakukan pendidihan (destruksi) bahan dalam labu
destruksi sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau jernih atau kuning jernih.
Perubahan warna yang terjadi secara bertahap adalah hitam, merah, hijau keruh dan kemudian
hijau jernih.

Proses selanjutnya adalah proses destilasi yaitu mendinginkan labu destruksi tersebut lalu
sampel dimasukkan labu destilasi yang telah dipasang pada rangkaian alat destilasi. Menggojog
labu tersebut membentuk angka delapan dengan menambahkan 50 ml aquades dan 40 ml
NaOH 45%. Menampung hasil sulingan dalam erlemeyer yang telah berisi asam borat (H3BO4)
sebanyak 20 ml dan menambahkan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes sampai warna berubah
dari ungu menjadi hijau jernih. Selanjutnya melakukan titrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N,
hingga membentuk warna ungu.

Membuat larutan blangko yaitu memasukkan aquades 50 ml dan 40 ml NaOH 45% kedalam
labu destilasi. Melakukan destilasi dan menangkapnya dengan campuran H3BO4 sebanyak 20
ml dan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes sampai penangkap tersebut berubah warna dari
ungu menjadi hijau. Mentitrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai membentuk warna
unggu kembali, kemudian menghitung protein kasar dengan rumus :
Kadar protein = (“titran sampel – blangko” )” x N HCl x 0,014 x 6,25″ /”sampel” x 100%

Keterangan :

0,014 = 1 ml alkali ekuivalen dengan 1 ml larutan N yang mengandung 0,014 g N

6,25 = Protein mengandung 16 % N

N HCl = Normalitas HCl (1 N)

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Menghitung kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dengan rumus :

BETN = [100 – (kadar abu + kadar SK + kadar LK + kadar PK)] %

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil praktikum analisis proksimat dengan sampel tepung isi rumen kambing, data
tersebut dapat di lihat pada tabel 1 :

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Isi Rumen Kambing

Pengamatan Bahan kering (%)a Literatur (%)

Air 40,14 10,90c


Abu 25,94 25,07c

Serat kasar 30,72 18,26-38 b

Lemak kasar 6,61 2-8,91 b

Protein kasar 13,59 8,42-25 b

BETN 23,14 30,2-63,17 b

Sumber : a = Data Primer Praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum, 2011.

b = Yudijeliman (2008).

c = Sutrisno et al. (1992).

Pembahasan

Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis, kadar air tepung isi rumen kambing adalah 40,14 %. Hasil analisis ini
tidak sesuai dengan pendapat Sutrisno et al., (1992) yaitu isi rumen kambing mengandung
10,90% air. Hasil analisis yang lebih tinggi dikarenakan kandungan nutrien tepung isi rumen
kambing dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat
Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh
macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen.

Kadar Abu

Kadar abu tepung isi rumen kambing adalah 25,94%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Sutrisno et al., (1992) yaitu isi rumen kambing mengandung 25,07% abu.
Hasil analisis yang lebih tinggi dari standar dikarenakan kandungan nutrien tepung isi rumen
kambing dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat
Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh
macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen. Sehingga kadar abu yang
merupakan senyawa-senyawa anorganik dan mineral dalam tepung isi rumen kambing tinggi.

Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis, kadar serat kasar isi rumen kambing tinggi yaitu 30,72%. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing
mengandung 18,26-38% serat kasar. Tingginya kadar serat kasar pada isi rumen kambing
dikarenakan isi rumen kambing mengkonsumsi pakan berupa hijauan. Ternak ruminansia dapat
mengonsumsi pakan dengan kadar serat tinggi dikarenakan dalam rumen terdapat
mikroorganisme pencerna serat kasar. Menurut Tillman et al. (1991) menambahkan bahwa
cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu
mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang
tinggi.

Kadar Lemak Kasar

Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak kasar isi rumen kambing adalah 6,61%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing mengandung
2-8,91% lemak kasar. Kadar lemak kasar yang cukup tinggi dikarenakan hasil yang diperoleh
bukanlah kadar lemak sesungguhnya melainkan campuran dari berbagai zat, sehingga disebut
lemak kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) yaitu selain mengandung lemak
sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen,
oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar. Penetapan
kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mahmudi (1997) yaitu fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau
untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih.

Kadar Protein Kasar


Berdasarkan hasil analisis, kadar protein kasar tepung isi rumen kambing termasuk dalam
standar rendah yaitu 13,59 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang
menyatakan bahwa tepung isi rumen kambing mengandung 8,42-25% protein kasar. Kadar
protein kasar pada tepung isi rumen kambing ynag cukup ini dikarenakan nutrisi bahan pakan
yang dikonsumsi ternak cukup dan mikrobia dalam rumen dapat mengubah senyawa non
protein nitrogen (NPN) menjadi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1994) yang
menyatakan bahwa senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh
mikrobia. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak.

Kadar BETN

Berdasarkan hasil perhitungan, isi rumen kambing mengandung 23,14% BETN. Hal ini tidak
sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing
mengandung 30,2-63,1% BETN. Kadar BETN yang rendah dipengaruhi oleh kadar nutrien
lainnya yang cukup tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat Soejono (1990) yaitu kandungan
BETN dipengaruhi oleh kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar dikurangi dari
100%.

Hasil analisis yang lebih rendah dari standar juga dikarenakan bahan pakan yang dikonsumsi
oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa
kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama
makanan dalam rumen. Sehingga kadar BETN yang merupakan senyawa-senyawa karbohidrat
yang memiliki daya cerna tinggi dalam tepung isi rumen kambing rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anggorodi (1994), yaitu BETN merupakan karbohidrat yang mudah larut dalam
larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Tepung isi rumen kambing merupakan bahan pakan inkonvensional. Jika dilihat dari kadar air
yang tinggi dalam tepung isi rumen kambing, kandungan nutrien lainnya seperti abu, serat
kasar, lemak kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) memiliki kadar yang
rendah. Kandungan nutrien isi rumen kambing cukup tinggi dipengaruhi oleh kandungan
nutrien dalam pakan yang dikonsumsi. Kandungan nutrien yang cukup tinggi dalam tepung isi
rumen kambing membuktikan bahwa bahan pakan ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
dijadikan bahan pakan ternak.

5.2. Saran

Pelaksanaan Praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum berjalan dengan lancar, namun
kurangnya ketelitian menyebabkan waktu yang digunakan untuk menganalisis komposisi bahan
kimia bahan pakan terlalu banyak. Harapan kedepannya, praktikum dilaksanakan lebih teliti
terutama pada analisis kadar protein kasar yang prosesnya cukup panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Farida, W. R. 1998. Pengimbuhan Konsentrat dalam Ransum Penggemukan Kambing Muda di


Wamena, Irian Jaya. Media Veteriner 5 (2) : 21-26

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Fosfat Menggunakan Cara Ekstraksi
Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksan. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah
untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soejono, M. 1994. Pengenalan dan Pengawasan Kualitas Bahan Baku dan Pakan. Ditjen
Peternakan. Dit. Bina Produksi, Jakarta.

Sudarmaji, Slamet, Haryono, dan B. Suhadi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Liberty, Yogyakarta.

Sutrisno, C. I., G. Pratiwihardjo, Nurwantoro, S. Mukodiningsih, dan B. Sulistyanto. 1992.


Perbandingan Kelompok-Kelompok Mikrobia dalam Bolus Sapi dan Kambing. Bull. Sintesis. 4 (2)
: 3-6.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosukojo. 1991.


Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yudijeliman. 2008. Pengaruh Berbagai Tingkat Isi Rumen Sapi Potong dalam Konsentrat
Terhadap Performa Produksi Kambing Peranakan Ettawah (PE). http://2.bp.blogspot.com

LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air

No Kertas I Kertas II Botol timbang Sampel Oven

——————————————– (g) ———————————————–

1 0,3467 0,3467 12,9924 1,0027 13,8614

2 0,3962 0,3981 12,9773 1,0007 13,8465

Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.

Berat sampel

Sampel = (sampel + B. kertas I) – B. kertas II

Sampel 1 = (1,0027 + 0,3467) – 0,3467

= 1,0027 g

Sampel 2 = (1,0026 + 0,3962) – 0,3981

= 1,0007 g

Berat segar = 1000 g

Berat kering udara = 500 g

Berat kering = 448 g

KA I = “1000 – 500″ /”1000” x 100 %

= 50 %

BK I = (100-50) %
= 50 %

KA II = “500 – 448″ /”500” x 100 %

= 10,4 %

BK II = (100-10,4) %

= 89,6 %

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air (Lanjutan)

KA total = “(BK II x B.kering udara)” /”B.basah”

= “(89,6 x 448)” /”1000″

= 40,14 %

BK total = “100 – ” “(BK II x B.kering udara)” /”B.basah”

= “100 – ” “(89,6 x 448)” /”1000″

= 100 – 40,14

= 59,86 %

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Abu

No Kertas minyak Sampel Crusible porselin Sampel + crusible porselin setelah ditanur

—————————————— (g) ————————————————-

1 0,3341 1,0193 13,0179 13,1743

2 0,3419 1,0221 12,4539 12,6147


Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.

Kadar Abu = “(sampel + crusible porselin ditanur) – crusible porselin ” /”b.sampel ” ” ” x 100
%

Kadar Abu 1 = “13,1743 – 13,0179″ /”1,0193” x 100 %

= “0,1564” /”1,0193″ x 100 %

= 15,34 %

Kadar Abu 2 = “12,6147 – 12,4539″ /”1,0221” x 100 %

= “0,1608” /”1,0221″ x 100 %

= 15,73 %

Kadar Abu = ” (15,34 + 15,73) %” /”2″

= 15,53 %

% BK = ” 100″ /”BK” x K Abu

= ” 100″ /”59,86″ x 15,53

= 25,94 %

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Serat Kasar

No SampelKertas sampel Kertas sisa Crusible porselin Oven Kertas saring Tanur

———————————————- (g) ———————————————


1 1,0007 0,3380 0,3379 17,8012 18,0140 1,0261 16,8123

2 1,0061 0,3364 0,3364 0,3364 19,7284 1,0416 18,4931

Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.

Kadar SK = “(setelah oven – setelah tanur) – kertas saring ” /” sampel awal” x 100 %

Kadar SK 1 = “(18,0140 – 16,8123) – 1,0261 ” /”1,0007″ x 100 %

= “0,1756” /”1,0007″ x 100 %

= 17,54 %

Kadar SK 2 = “(19,7284 – 18,4931) – 1,0416″ /”1,0061” x 100 %

= “0,1937” /”1,0061″ x 100 %

= 19,25 %

Kadar SK = ” (17,54 + 19,25) %” /”2″

= 18,39 %

% BK = ” 100″ /”BK” x Kadar SK

= ” 100″ /”59,86″ x 18,39

= 30,72 %

Lampiran 4. Perhitungan Kadar Lemak Kasar

No Sampel Kertas saring Sebelum ekstraksi Setelah ekstraksi

——————————————— (g) ———————————————-


1 1,0020 0,8987 1,8057 1,7331

2 1,0030 0,9476 1,8381 1,7916

Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.

Kadar LK = “sebelum ekstraksi – setelah ekstraksi ” /”sebelum ekstraksi – kertas saring ” x 100 %

Kadar LK 1 = “1,8057 – 1,7331 ” /”1,8057 – 0,8987″ x 100 %

= “0,0726” /”0,907″ x 100 %

= 8,00 %

Kadar LK 2 = “1,8381 – 1,7916″ /”1,8381 – 0,9476” x 100 %

= “0,0465” /”0,8905″ x 100 %

= 5,22 %

Kadar LK = ” (8,00 + 5,22) %” /”2″

= 6,61 %

Lampiran 5. Perhitungan Kadar Protein Kasar

No Kertas I Sampel Kertas II Titran sampel Blangko

———————- (g) —————————- ————— (ml) —————–

1 0,3639 1,0011 0,3651 10,3 0,85

2 0,3500 1,0074 0,3524 10,1 0,85

Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Kadar PK = “(titran sampel – blangko) x N HCl x 0,014 x 6,25 ” /”b.sampel ” x 100 %

PK 1 = “(10,3 – 0,85) x 0,1 x 0,014 x 6,25″ /”1,0011” x 100 %

= “0,0826” /”1,0011″ x 100 %

= 8,25 %

PK 2 = “(10,1 – 0,85) x 0,1 x 0,014 x 6,25″ /”1,0074” x 100 %

= “0,0809” /”1,0074″ x 100 %

= 8,03 %

PK = ” (8,25 + 8,03) %” /”2″

= 8,14 %

% BK = ” 100″ /”BK” x Kadar PK

= ” 100″ /”59,86″ x 8,14 %

= 13,59 %

Lampiran 6. Perhitungan Kadar BETN

BETN (% BK) = [100 – (kadar abu + kadar SK + kadar LK + kadar PK)] %

= [100 – (25,94 + 30,72 + 6,61 + 13,59)] %

= [100 – 76,86] %

= 23,14 %

Você também pode gostar