Você está na página 1de 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya


hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi
insulin.Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus adalah sering kencin
(polydipsia) paling sering pada malam hari, sering merasa haus (polyuria), sering
merasa lapar (polifagia), penurunan berat badan, kesemutan (Endang Lanywati 2011).
Di Indonesia diabetes merupakan penyakit serius yang mengancam bagi
pembangunan kesehatan karena dapat menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, dan kaki
diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, World Health Organization (WHO)
tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah
karena penyakit tidak menular. diabetes menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab
kematian didunia. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen
meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan diabetes menempati
urutan ke-7 penyebab kematian dunia. International Diabetes Federation (IDF)
menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun
memiliki diabetes. Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan
prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil. Proporsi diabetes
mellitus di Indonesia sebesar 6,9%. Jika estimasi jumlah penduduk Indonesia usia 15
tahun ke atas pada tahun 2013 adalah 176.689.336 orang, maka dapat diperkirakan
jumlah absolut penderita diabets melitus adalah sekitar 12 juta (riskesdas, 2013).
Pada penatalaksanaan pasien diabetes mellitus, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah penatalaksanaan dengan pengaturan diet dan olah raga yang teratur.
Jika pada langkah pertama ini tujuan penatalaksanaannya belum tercapai, dapat
dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat
hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

1
pengobatan jangka panjang dengan obat antidiabetes oral yang efektif memiliki efek
samping yang menyebabkan seperti risiko laktat asidosis dengan metformin dan
risiko hipoglikemia dengan sulfonilurea. Selanjutnya, para peneliti telah
menunjukkan bahwa pengobatan jangka panjang dengan obat antidiabetes oral tidak
efektif, namun pengobatan pengobatan tersebut dapat memberi efek samping
terhadap pasien penderita diabetes tipe 2 (Shi-Hui Cheng, 2015). Penggunaan
tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional dan alami telah diterima luas di negara-
negara maju maupun berkembang sejak dahulu sampai saat ini, bahkan pada 20 tahun
terakhir perhatian dunia terhadap obat-obatan tradisional yang dibuat dari bahan
herbal meningkat, World Health Organization(WHO) atau Badan Kesehatan Dunia
menyebutkan bahwa 65% dari penduduk negara-negara maju menggunakan
pengobatan tradisional dan obat-obat dari bahan herbal (Kemenkes RI, 2007).
Di negara-negara Asia Tenggara, khususnya Malaysia, Thailand dan
Indonesia, tumbuhan ulam raja atau kenikir (Cosmos caudatus) dikonsumsi mentah
sebagai sebagai lalapan atau bisa dibuat sebagai bumbu penyedap, dan merupakan
komponen penting dari makanan tradisional. Hal ini diyakini bahwa tumbuhan
kenikir memiliki manfaat sebagai obat yang bila diasup secara rutin dapat mencegah
penyakit degeneratif, menunda penuaan dan meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan. Kenikir memiliki kandungan flavonoid, asam fenolik dan diterpenoid,
memiliki antioksidan, antibakteri, antijamur, anti-inflamasi, anti-diabetes,anti-
hipertensi, hepatoprotektif, detoksifikasi, anti-osteoporosis dan kegiatan anti-
hiperlipidemia (Eric Wei Chiang Chan, 2016). C. caudatus mengandung berbagai
senyawa bioaktif, seperti asam askorbat, quercetin, proantosianidin, asam klorogenat,
dan catechin. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa C. caudatus memiliki antioksidan
yang tinggi kapasitas. Selanjutnya, C. caudatus telah dikatakan menunjukkan
berbagai sifat obat, seperti antidiabetes. C. Caudatus telah terbukti memiliki kapasitas
antioksidan yang sangat baik, antioksidan sendiri dapat menghambat komplikasi
mikrovaskular, penurunan insidens penyakit jantung koroner, perbaikan sistem saraf
otonom jantung, dan perbaikan vasodilatasi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang

2
disebabkan karna sters oksidatif, Untuk meredam kerusakan oksidatif tersebut
diperlukan antioksidan. Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan membantu
pencegahan komplikasi klinis diabetes mellitus (Shi-Hui Cheng, 2015).
Peran perawat sebagai edukator sangat dibutuhkan oleh pasien diabetes tipe 2
karena merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri
yang khusus seumur hidup. Perencaan pemberian edukasi yang baik serta sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran pasien akan mengurangi biaya pelayanan kesehatan,
dan meningkatkan kualitas pelayanan. Pasien diabetes cenderung memiliki ketidak
patuhan dalam mengonsumsi obat obatan karna jangka waktunya yang panjang atau
karna kendala ekonomi, dan cenderung memiliki efek samping. Peran perawat dalam
hal ini memberi edukasi tentang obat obatan herbal yang bisa dijadikan ramuan atau
dikonsumsi secara langsung dan tidak memiliki efek samping, seperti tumbuhan
ulam raja yang aman untuk dikonsumsi dan dapat menjadi suplemen secara signifikan
pada resistensi insulin dan sensitivitas pada pasien dengan diabetes tipe-2.

1.2Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar obat tradisional


2. Untuk mengetahui jenis tanaman kenikir
3. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada kenikir
4. Untuk mengetahui farmasetika,
5. Untuk mengetahui Farmakokinetik
6. Untuk mengetahui farmakodinamik
7. Untuk menegtahui dosis pada kenikir
8. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi pada penggunaan obat
dari tanaman kenikir
9. Untuk mengetahui efek samping obat
10. Untuk menegtahui hal-hal yang harus diperhatikan
11. Untuk mengetahui peran perawat dalam pengobatan tradisional
BAB II
KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL
2.1 DEFINISI

3
Indonesia memiliki etnis sangat beragam, yaitu terdiri atas 300 kelompok
etnis (Salim,1994). Setiap kelompok masyarakat ini memanfaatkan tumbuhan untuk
kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, bermacam-
macam anyaman/tali-temali, bahan perlengkapan upacara adat, disamping yang
digunakan untuk kebutuhan sandang pangan serta papan. Bentuk susunan ramuan,
komposisi dan proses pembuatan/pengolahan dilakukan secara tradisional menurut
cara suku/kelompoknya masing-masing yang mereka terima secara turun-temurun.
Ramuan tradisional adalah media pengobatan alamiah dengan mmemakai
tumbuhan tumbuhan sebagai bahan dasarnya. Media ini mungkin merupakan media
pengobatan tertua. Sampai saat ini, ilmu pengobatan ini tetap mengacu pada tradisi
kuno. Itulah sebabnya obat-obatan atau ramuan-ramuan dari tumbuhtumbuhan dan
tanaman disebut sebagai obat tradisional. Disebut obat karena ramuan tradisional
tersebut dibuat dari jenis tumbuhan dan tanaman dan diyakini dapat menyembuhkan
atau mengobati suatu penyakit (Dianawati et al. 2001).
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan
proses produksi dan penanganan bahan baku. (Dirjen BPOM, 2005)

2.2 Tingkatan Obat Tradisional


Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan
hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat
sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai
simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang dikeringkan (Dirjen POM, 2000).
Menurut Material Medika (MMI, 1995 dalam E.Siswanti, 2010), simplisia dapat
digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

4
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum
berupa zat kimia.

2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat- zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan (mineral)


Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia.

Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu


obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya
teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi t inggi yang membantu proses
produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu
dalam bentuk ekstrak. Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu
jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.

1) Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara
tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya
cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan
bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama

5
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

2) Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)


Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam
yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak.Selain proses produksi
dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian preklinik seperti standart
kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat,
standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut
maupun kronis.

3) Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)


Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan
uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilimiah.

2.3 Syarat Obat Tradisional (Safety Drug)


Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu perlu dilakukan
penilaian melalui registrasi obat tradisional sebelum diedarkan. Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau

6
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
2. Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat tradisional untuk
dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
3. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat tradisional
untuk mendapatkan izin edar.
4. Importir adalah badan hukum yang bergerak di bidang perdagangan
obat tradisional yang memiliki izin importir sesuai peraturan perundang-
undangan.
5. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya
disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional
yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
6. Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri
yang dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
7. Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah
usaha yang dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali
bentuk sediaan tablet dan efervesen.
8. Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah
usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param,
tapel,pilis, cairan obat luar dan rajangan.
9. Usaha jamu racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau
sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran
binfar.depkes.go.id sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk
dijajakan langsung kepada konsumen.
10. Usaha jamu gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan
dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat
segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.

7
11. Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan
untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain
suhu pengeringan tidak lebih dari 600°C.
12. Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar
pengaruh cahaya matahari langsung.
13. Obat tradisional produksi dalam negeri adalah obat tradisional yang
dibuat dan/atau dikemas di dalam negeri.
14. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional yang seluruh atau
sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat tradisional
atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak.
15. Obat tradisional l isensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan
pembuatan dilakukan oleh industri obat tradisional atau usaha kecil obat
tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.
16. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses
pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan
primer dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan
di wilayah Indonesia.
17. Pemberi kontrak adalah industri obat tradisional, usaha kecil obat
tradisional, atau usaha mikro obat tradisional yang melimpahkan pekerjaan
pembuatan obat tradisional berdasarkan kontrak.
18. Penerima kontrak adalah industri obat tradisional atau usaha kecil obat
tradisional yang menerima pekerjaan pembuatan obat tradisional berdasarkan
kontrak.
19. Sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang
selanjutnya disingkat Sertifikat CPOTB adalah bukti tertulis atas pemenuhan
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
20. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.

8
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal,
proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional
Badan pengawas obat dan makanan menyebutkan persyaratan yang harus di
penuhi dalam meproduksi obat tradisional yaitu:

a. Personalia
Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah
yang cukup.

b. Bangunan
Bangunan industri obat tradisional hendaklah menjamin aktifitas industri dapat
berlangsung dengan aman, syarat banguna industry obat itu sendiri yaitu:

1) Bangunan industri obat tradisional hendaklah berada di lokasi yang


terhindar dari pencemaran, dan tidak mencemari lingkungan.
2) Bangunan industri obat tradisional hendaklah memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi.
3) Bangunan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah memiliki
rancangan, ukuran dan konstruksi yang memadai
4) Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-
ruangan pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk,
sifat dan jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang
digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan
c. Peralatan

9
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki rancang
bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan
tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam dari
bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. Sarana
pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan proses
pembuatan dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Peralatan serta instrumen
laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap bentuk sediaan
produk yang dibuat.
d. Sanitasi dan Hiegine
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higiene yang
meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan dan wadah serta
faktor lain sebagai sumber pencemaran produk.

e. Penyiapan Bahan Baku

Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi


persyaratan yang berlaku.

f. Pengolahan dan Pengemasan


Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang
telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku:
1. Menjalankan verifikasi
2. Tidak menimbulkan pencemaran
3. Melakukan system penomeran kode produksi
4. Penimbangan dan penyerahan
5. Waktu pengolahan dan pengemasan
6. Penyimpanan
g. Pengawasan Mutu

10
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat
tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam
semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang
bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan
tersebut bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri.

h. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek
pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan
CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini hendaklah
dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah
dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi
yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah dibuat
prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri.

i. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang
harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
(Dirjen BPOM, 2005)
Bahan-bahan obat tradisional harus memiliki syarat-syarat berikut:

1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung:


a. bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;

11
b. narkotika atau psikotropika;
c. bahan yang dilarang seperti tercantum pada Lampiran 14;
d. hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :
a. intravaginal;
b. tetes mata;
c. parenteral;
d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan
cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih
besar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran. (Dirjen BPOM, 2005)

2.4 Payung Hukum Obat Tradisonal Dan Penggunannya


Payung hukum yang ada di Indonesia dalam penata laksanaan pengobatan
tradisional antara lain yaitu:
a. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 47 tantang
Pengobatan Tradisional.
b. Peraturan Menkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka
c. Keputusan Menkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII?2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
d. Permenkes No. 1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Komplementer Alternative di Fasilitas Kesehatan.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha lndustri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. (Lusi & Lulut,
2008)

12
BAB III
ANALISIS ARTIKEL
3.1 Jenis

Kenikir atau ulam raja (cocus caudatus) adalah tumbuhan tropis yang berasal
dari negara Amerika Latin, Amerika Tengah, tanaman kenikir tumbuh liar dan dengan
mudah ditemui di Florida, Amerika Serikat, serta di Indonesia dan negara-negara
Asia Tenggara lainnya. Spesies ini dibawa ke Asia Tenggara melalui Filipina oleh

13
Spanyol. Kenikir adalah anggota dari Asteraceae (tumbuhan berbunga). Spesies ini
disebut ulam raja di Malaysia yang berarti salad raja. Kenikirr mudah tumbuh pada
daerah yang beriklim panas dan yang tidak begitu lembab, tanah yang berpasir dan
subur, tanah terbuka dan mendapatkan penyinaran matahari secara langsung. Di
Indonesia, di Jawa tumbuhan kenikir banyak ditanam juga pada dataran rendah
hingga pegunungan sampai ketinggian 1200 mdpl. Biasanya kenikir ditanam pada
sekitar rumah sebagai tanaman hias. Tumbuhan kenikir yang bunganya berwarna
kuning jarang digunakannya sebagai lalapan, sedangkan kenikir yang bunganya
berwarna ungu merupakan sayuran salad yang sangat sering dimakan mentah
bersama nasi atau dijadikan masakan seperti sayur asem, kuah bening hingga bisa
dijadikan jus dan teh dengan cara daunnya dikeringkan .

Kenikir merupakan tumbuhan tahunan yang yang mempunyai batang seperti


pipa dengan garis-garis yang membujur. Tinggi kenikir dapat mencapai 1 m dan
daunnya bertangkai panjang dan duduk daunnya berhadapan, sehingga terbagi
menyirip menjadi 2-3 tangkai. Baunya seperti damar apabila diremas. Bunganya
tersusun pada bongkol yang banyak terdapat di ujung batang dan pada ketiak daun-
daun teratas, berwarma oranye berbintik-bintik kuning di tengah-tengahnya, dan
bijinya berbentuk paruh. Daun kenikir yang masih muda dan pucuknya dapat
digunakan sebagai sayuran yang dimakan mentah-mentah, direbus sebagai lalapan
dan bisa di buat sebagai jus dan teh. Masyarakat Jawa sudah biasa menggunakan

14
kebikir sebagai salah satu pelengkap pecel. Kenikir ini dapat ditemui di pasar-pasar.
Tumbuhan ini juga dapat digunakan sebagai penyedap. Tumbuhan ini dapat
dibudidaya dan diperbanyak dengan biji, namun sayang sekali pada musim hujan
kenikir mudah diserang hama jamur (Setiawan Dalimartha, 2003).

3.2 Kandungan Dalam Obat Tradisional


. Kenikir memiliki kandungan flavonoid, asam fenolik dan diterpenoid,
memiliki antioksidan, antibakteri, antijamur, anti-inflamasi, anti-diabetes,anti-
hipertensi, hepatoprotektif, detoksifikasi, anti-osteoporosis dan kegiatan anti-
hiperlipidemia (Eric Wei Chiang Chan, 2016). C. caudatus mengandung berbagai
senyawa bioaktif, seperti asam askorbat, quercetin, proantosianidin, asam klorogenat,
dan catechin. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa C. caudatus memiliki antioksidan
yang tinggi kapasitas. Selanjutnya, C. caudatus telah katakan menunjukkan berbagai
sifat obat, seperti antidiabetes. C. Caudatus telah terbukti memiliki kapasitas
antioksidan yang sangat baik, yang bermanfaat dalam mengurangi stres oksidatif
(Shi-Hui Cheng, 2015).

3.3 Farmasetika
Kenikir (C. caudatus) telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan
obat seperti dijadikan sebagai ekstrak kenikir, pemberian Ekstrak daun kenikir
dianggap relatif aman. Namun, dengan dikonsumsi langsung juga dapat memberikan
manfaat dari kandungan-kandungan yang ada dalam kenikir sebagai obat yang
relative aman apabila diberikan secara rutin denggan dosis yang tepat saat
dikonsumsi, membuat teh dari daun kenikir caranya cukup mudah;
1. Pertama-tama petik di masih daun kenikir yang masih muda
2. Setelah itu cuci daun kenikir lalu dikeringkan
3. Didihkan air, kemudian rebus daun kenikir jangan terlalu lama
4. Saring airnya, lalu letakkan pada kain bersih
5. Diamkan daun kenikir yang sudah direbus di tempat yang gelap dan
kering selama kuranglebih satu minggu untuk dikeringkan

15
6. Kemudian setelah benar-benar kering, seduh dalam air mendidih agar
menghasilkan teh

3.4 Farmakokinetik
Daun kenikir yang sudah di jadikan ekstrak dan dikonsumsi melalui oral dan
akan melewati proses absorbsi, zat aktif yang ada didalam ekstrak daun kenikir
kemudian masuk kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh Agar
molekul-molekul yang terkandung dalam ekstrak daun kenikir dapat mencapai tempat
kerja di jaringan atau organ, molekul-molekul tersebut harus melewati berbagai
membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang
bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Setelah di absorbsi obat akan di
distribusikan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Setelah obat di distribusi
keseluruh tubuh kemudian akan di metabolisme yang berupa pemecahan obat,
detoksikasi dan melepaskan aktivitas biologis oleh jaringan yang terjadi di dalam
hati, proses terahir adalah ekskresi yaitu dimana obat dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui urine.

3.5 Farmakodinamik
Dalam daun kenikir memiliki kandungan fenolikisi dan aktivitas antioksidan,
C. caudatus menunjukkan antioksidan yang kuat. Analisis sifat antioksidan dari teh
herbal yang dibuat dari C. daun caudatus munjukkan bahwa teh dari daun keniikir
dimiliki kandungan fenolik dan antioksidan yang tinggi. antioksidan dapat
menghambat komplikasi mikrovaskular, penurunan insidens penyakit jantung
koroner, perbaikan sistem saraf otonom jantung, dan perbaikan vasodilatasi pada
pasien diabetes mellitus tipe 2.
Hiperglikemia dapat menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein, dan
aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan
senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa oksigen reaktif tersebut dapat

16
meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan. Modifikasi
molekuler pada berbagai jaringan tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara
antioksidan protektif (pertahanan antioksidan) dan peningkatan produksi radikal
bebas. Hal itu merupakan awal kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stres
oksidatif. Untuk meredam kerusakan oksidatif tersebut diperlukan antioksidan.
Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan membantu pencegahan komplikasi
klinis diabetes mellitus.

3.6 Dosis
Pasien diabetes tipe 2 dianjurkan menkonsumsi kenikir (C. Caudatus)
sebanyak 15 g setiap harinya, hasil yang diharapkan adalah untuk meredam
kerusakan oksidatif yang bila dibiarkan akan terjadi komplikasi. Sebuah studi
toksisitas akut meneliti pemberian ekstrak C. caudatus yang dilakukan pada beberapa
tikus jantan dengan dosis tunggal 50 (tikus 1), 500 (tikus 2) dan 2000 (tikus 3) mg /
kg . Perubahan dalam parameter biokimia termasuk peningkatan kadar enzim hati dan
kadar kreatinin rendah pada 500 dan 2000 mg / kg pada tikus 2 dan 3, dan tingkat
albumin rendah pada 2000 mg / kg atau pada tikus 3. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak dapat menyebabkan toksisitas akut pada dosis tinggi. Namun, juga
menghasilkan hasil variabel yang menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak yang
berbeda bisa memiliki efek toksisitas yang berbeda pula pada tikus.

3.7 Indikasi dan kontraindikasi


Kenikir memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan memberi maanfaat
agar tidak terjadi komplikasi akibat dari kerusakan oksidatif pada pasien diabetes
mellitus. Kenikir juga memiliki efek farmakologi yang bermanfaat seperti anti-
hipertensi, anti-osteoporosis, anti-hiperlipidemia, anti-inflamasi, anti-bakteri, anti-
jamur. batasi menkonsumsi daun kenikir jika pada pasien yang memiliki riwayat
penyakit ginjal dan asam urat karena kadar purin di dalamnya relatif tinggi.

17
3.8 Efek samping obat
Efek samping obat dibagi menjadi dua, yang pertama efek samping yang
diinginkan dan efek samping yang tidak diinginkan.Kenikir memiliki banyak manfaat
bukan berarti tidak memiliki efek samping jika dikonsumsi secara berlebih misalnya
diaredan perut kembung atau pada penderita penyakit tertentu misalnya penyakit
ginjal dan asam urat

3.9 Hal-hal yang harus diperhatikan


Masih belum adanya penelitian lebih lanjut tentang kenikir jika dikonsumsi
oleh ibu hamil, ibu menyusui, lansia dan anak-anak, untuk itu perlunya berhati-hati
dalam mengonsumsi daun kenikir. Meski kenikir memiliki banyak manfaat namun
tidak boleh dikonsumsi secara berlebih, karna dapat memberi efek toksisitas

3.10 Implikasi keperawatan


Perawat sebagai edukator sangat dibutuhkan oleh pasien diabetes tipe 2
karena merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri
yang khusus seumur hidup perawat tidak harus terpatok pada pemberian insulin yang
di berikan secara oral atau injeksi, namun perawat bisa memberi terapi pengobatan
menggunakan obat herbal seperti kenikir. Perawat juga memberitahu pasien cara
mengkonsumsi dan manfaatnya bagi pasien diabetes mellitus tipe 2.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kenikir atau ulam raja (C. Caudatus) adalah tumbuhan tropis yang berasal
dari negara Amerika Latin, Amerika Tengah, tanaman kenikir tumbuh liar dan dengan

18
mudah ditemui di Florida, dan dapat ditemukan di Negara Asia dan bisa ditemui di
Indonesia, kenikir adalah tumbuhan yang bisa dijadikan obat herbal karna memiliki
berbagai manfaat salah satunya untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien
diabetes mellitus. Kandungan antioksidan yang tinggi bermanfaat dalam meredam
kerusakan oksidatif. Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan membantu
pencegahan komplikasi klinis diabetes mellitus.

4.2 Saran

Kenikir adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat, namun, masih


diperlukan penelitian lebih lanjut tentang farmakokinetik dan farmakodinamiknya
yang ada pada kenikir, sehingga pada ibu hamil, ibu menyusi, lansia dan anak-anak
perlu berhati-hati dalam menkonsumsi kenikir

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.

Jakarta : Balitbang Kemenkes RI

Depkes RI,1995. Materia Medika Indonesia. Depkes RI: Jakarta

19
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope

Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Persyaratan

Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta: Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Kerthyasa Gde Tjok dan Yuliani indri. 2013. Sehat holistic secara alami. Penerbit

Qonita: Bandung.

Lanywati Endang. 2011. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Penerbit

Kanisius: Yogyakarta.

Restyana Noor Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Lampung.

https://www.scribd.com/document/340995330/Diabetes-Melitus-Tipe-2-

Restyana-Noor-Fatimah

Wahyu fajrimi.2013 Peran perawat dalam pemberian edukasi pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di rsup h. Adam malik medan. Medan.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49604/Cover.pdf;jsessi

onid=A74C35AE471134A4A203360B03E688CE?sequence=7

Setiawan Bambang dan Suhartono Eko. 2005. Stres Oksidatif dan Peran

Antioksidan pada Diabetes Melitus. Kalimantan

http://mki.idionline.org/index.php?

uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTItMTQ

20
21
22

Você também pode gostar