Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ARTIKEL ILMIAH
WILDAN
10100114123
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
CEFTRIAXONE DENGAN CEFOTAXIME
PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK BERDASARKAN
LAMA RAWAT INAP DI RSUD AL-IHSAN KABUPATEN
BANDUNG 2016-2017
ARTIKEL ILMIAH
WILDAN
10100114123
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh nama yang
disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi secara lengkap dan memuaskan
sehingga dapat diajukan dalam siding artikel ilmiah
Pembimbing II
Abstract
Typhoid fever is one of the bacterium infections frequently found in many
developing countries including Indonesia. The case also occurs in RSUD
Al-Ihsan Kabupaten Bandung. The hospital mostly use ceftriaxone and
cefotaxime antibiotics for the medication of it. The research project was
aimed to recognizing the effectiveness of them based on the lenght of stay
to pediatric patient with typhoid fever.
The research was conducted using analytic observational method
on medical records of pediatrics patient who get hospitalization in RSUD
Al-Ihsan Kabupaten Bandung that had been diagnosed with typhoid
fever with used T independent test to know which antibiotics that more
effective. The research sample were divided into two grups, 23 samples
which used ceftriaxone, and the other 23 samples used cefotaxime, both of
them are used via parenteral intravenous. The evaluation of length of
stay in every samples was done by looking at the deviation of the date the
patient check out from hospital with the date of the patient check in to
hospital.
The result demostrated that the means of length of stay for patient
with used ceftriaxone is 3,78 days, where as for patient with used
cefotaxime is 5,08 days. The statistical analysis reveals that there is a
significant difference between the two antibiotics regarding the length of
stay.
The utilization of antibiotics ceftriaxone to pediatric typhoid fever
patient is more effective than cefotaxime.
Abstrak
Demam tifoid termasuk salah satu jenis infeksi bakteri yang banyak
ditemukan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kasus ini
juga banyak terjadi di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung, dimana
pengobatannya banyak menggunakan antibiotik ceftriaxone dan
cefotaxime. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan efektivitas
kedua antibiotik berdasarkan length of stay atau lama hari dirawat pada
pasien demam tifoid anak.
Penelitian dilakukan secara analytic observational pada rekam
medik pasien anak rawat inap di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung,
yang telah didiagnosa menderita demam tifoid dengan menggunakan uji T
independent untuk mengetahui antibiotik yang lebih efektif. Sampel
penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 23 sampel dengan
penggunaan antibiotik ceftriaxone dan 23 sampel dengan penggunaan
antibiotik cefotaxime, keduanya diberikan secara parenteral intravena.
Penilaian length of stay pada masing-masing sampel dilakukan dengan
melihat selisih tanggal pasien keluar rumah sakit dengan tanggal pasien
masuk rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukkan length of stay rata-rata pada pasien
yang menggunakan ceftriaxone adalah 3,78 hari, sedangkan untuk pasien
yang menggunakan cefotaxime adalah 5,08 hari. Uji statiska menunjukkan
terdapat perbedaan yang bermakna terhadap length of stay pada kedua
antibiotik tersebut.
Penggunaan antibiotik ceftriaxone pada pasien demam tifoid anak
lebih efektif di bandingkan dengan cefotaxime.
terjadi pada anak di berbagai belahan dunia seperti, Benua India, Asia
Penyakit ini juga, merupakan salah satu penyakit sistemik akut yang masih
di Asia Tenggara pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per 100.000 penduduk
per tahun. Angka insidensi demam tifoid di Indonesia sendiri masih tinggi
yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000
penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000
terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk.2 Usia terbanyak pada kasus
demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun dengan prevalensi 91%, dan
4
rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116
dengan proporsi 3,15%, setelah diare.8 Hasil data yang diperoleh untuk
pengobatan.9
hingga syok septik yang dapat berujung pada kematian.6,10 Sasaran terapi
mengakibatkan, para ahli untuk mencari alternatif obat lain yang yang
yang menguntungkan dari obat ini adalah secara selektif dapat merusak
masih terbatas4,5,11-15
zat aktif obat yang di ekskresikan pada kantung empedu lebih tinggi
tifoid ini, karena organ yang di invasi oleh Salmonella typhi adalah usus,
dari cepatnya gejala menghilang, efek samping yang ringan, dan cepatnya
diikuti dengan munculnya efek samping obat, akan membuat waktu yang
diperlukan untuk perawatan semakin lama. Oleh sebab itu, salah satu
pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
multipel antibiotik.21,22
hari, dimana gejala belum muncul dan kultur darah masih negatif. 23,24
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh untuk
7
berkolonisasi di dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, seperti hati,
Semakin muda usia anak semakin tidak khas pula gejala klinisnya.
Walaupun gejela klinis demam tifoid anak bervariasi, secara garis besar
gejala yang timbul dapat dikelompokan menjadi, demam satu minggu atau
dewasa yaitu panas tinggi hingga kekurangan cairan dan perdarahan usus
selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau
tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal,
pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta menetap
pertama, dan selanjutnya pada minggu kedua demam terus menerus akan
anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut
tifoid menunjukan lidah tifoid, yaitu pada bagian lidah tengah kotor,
bagian pinggir hiperemis dan tremor saat dijulurkan. Pada demam tifoid
ikterus.6
pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium
demam tifoid yaitu apabila ditemukan S. typhi pada biakan darah, urin
atau meningkat lebih dari 4 kali dalam interval 1 minggu (titer fase akut
konvalesens).21,25,27
Tujuan terapi demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam
prinsip penatalaksanaan demam tifoid, yaitu istirahat dan perawatan, diet dan
terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Bagi pasien yang menangani demam
tifoid berat, diharuskan dirawat inap di rumah sakit dengan tahap terapi awal
dapat diberikan cairan dan kalori terutama pada pasien demam tinggi, muntah,
atau diare. Selanjutnya dapat diberikan antipiretik apabila demam > 39°. Diet bagi
pasien demam tifoid yaitu diberikan makanan tidak berserat dan mudah dicerna,
dan setelah demam reda dapat diberikan makanan yang lebih dengan kalori cukup.
Tranfusi darah diperlukan bagi pasien yang mengalami perdarahan saluran cerna
keparahan penyakit.25,28 Pada pasien demam tifoid ringan tanpa komplikasi dapat
diobati di rumah dengan tirah baring, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal
dalam waktu 3-6 hari. Namun, dalam lima tahun terakhir telah dilaporkan
kasus demam tifoid berat pada anak bahkan fatal yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia).33
Metode
sampai 2017.
Data yang didapat berasal dari data rekam medis anak dengan diagnosis
kriteria inklusi dan eksklusi. Data rekam medis harus tertulis lamanya
13
Hasil Penelitian
128 dari 242 pasien BPH, didapatkan usia termuda pada 31 tahun dan
pada usia >65 tahun sebanyak 73 kasus (57,03%) dan frekuensi terendah
100 73
57.03
45
35.16
50
1 0.78 9 7.03
0
36-45 46-55 56-65 >65
Usia Pasien
jumlah %
berjumlah 128 dari 242 pasien BPH. Frekuensi tertinggi terjadinya BPH
60 49
43 38.28
36 33.59
40 28.13
20 0 0
0
Grade I Grade II Grade III Grade IV
Volume Prostat
jumlah %
Pembahasan
diperoleh sebagian besar pasien BPH berusia >65 tahun yaitu sebanyak
Lu dan Chen, Taiwan 2015, menuliskan bahwa laki-laki usia 70-79 tahun
15
Menurut Collins, bahwa rerata usia pasien BPH yang didapatkan dari
Lim, Singapura 2017, prevalensi BPH meningkat pada usia 40 tahun dan
2-2,5% per tahun pada laki-laki usia lanjut.13 Selain itu, pada skripsi yang
Bandung tahun 2015 didapatkan data terbanyak pasien BPH terjadi pada
BPH tahun 2017 terjadi pada kelompok usia >65 tahun (57,03%). Hal ini
peningkatan usia.
sesuai dengan penelitian Ngai dkk, Hongkong 2017, bahwa level androgen
yang rendah dan level estrogen yang tinggi ditemukan pada laki-laki
dengan BPH.15
16
Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Volume Prostat
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
Stem cell atau sel punca akan menggantikan sel-sel yang telah
mengalami apoptosis. Sel punca ini sangat bergantung pada kadar hormon
17
kastrasi, maka dapat menyebabkan terjadinya apoptosis. Proliferasi
punca sehingga terjadi produksi yang berlebih dari sel stroma maupun sel
epitel.7
Teori kausatif dari BPH sebelumnya berfokus pada level dan rasio
18
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahadjo, dkk, Jakarta 1999,
pasien BPH pada usia 65+ 8,8 tahun, mempunyai rerata volume 50+ 24,6
gram.18 Berbeda dengan penelitian Lu, Taiwan 2015, pada laki-laki usia 21-
Keterbatasan Penelitian
Simpulan
19
Ucapan Terimakasih
dilaksanakan.
seimbang.
20
Daftar Pustaka
9. Dr. Stanley Robbins DRC. pathologic basic of disease. 9th ed. 2010.
12. Collins GN, Lee RJ, McKelvie GB, Rogers AC, Hehir M. Relationship
between prostate specific antigen, prostate volume and age in the
benign prostate. Br J Urol. 1993 Apr;71(4):445–50.
21
14. Mescher AL. Junqueiras’s Basic Histology Text and Atlas. Junqueiras’s
Basic Histology Text and Atlas. 2013. 343-363 p.
22
Lampiran 1
Bandung
Sukabumi
Email : rotalaalfarisyi@gmail.com
Rotala Alfarisyi
23
Lampiran 2
Menyatakan bahwa naskah artikel ilmiah dengan judul seperti di atas telah
dalam jurnal.
24