Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PERIOPERATI
KONSEP, PROSES dan APLIKASI
Untuk Almarhum-Almarhumah
Gt Salim Abbas
Antung Norjennah
Ayah Dan Ibu Kami Tercinta
Yang Membimbing Sejak Dari Buaian
Kontributor
Mahyuri, A.M.K. DR. dr. Zairin Noor Hc'nii, Sp.OT., FISC, K-
Kepala Ruang Kamar Operasi, Instalasi Bedah Spine, MM.
Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin. Kepala SMF Bedah Ortopaedi RSUD Ulin
Banjarmasin, konsultan bedah spina.
Mahyuni Effendi, A.M.K. dr. Retna Utami, Sp.Anestesi
Asisten pertama, instrumentator, dan Kepala SMF Anestesi RSUD Ulin Banjarmasin.
koordinator kamar bedah ortopedi, Instalasi
Bedah Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin.
Rudi Hartono, S.Kep. dr. Andreas M.H. Siagian, Sp.OT.
Supervisor Keperawatan ruang kamar operasi Ahli bedah ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. dan
instrumentator bedah onkologi Instalasi
Bedah Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin.
Murni Singarimbun, B.Sc. dr. Heri, Sp.B., K-Bedah Anak.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Konsultan bedah anak RSUD Ulin Banjarmasin.
umum Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin
Banjarmasin.
Pamuji, S.Kep. dr. Budianto, Sp.B., K-Onkologi
Koordinator penata anestesi dan Wakil Kepala Konsultan bedah onkologi RSUD Ulin
Ruang Kamar Operasi Instalasi Bedah Sentral Banjarmasin. RSUD Ulin Banjarmasin.
Lisnur Hayati dr. Heru P., Sp.B., K-Urologi
Instrumentator dan koordinator kamar bedah Konsultan bedah Urologi RSUD Ulin
THT Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin Banjarmasin.Banjarman.
Hj. Misbah Yusran & Mcilina Sari, A.M.Keb. dr. Dharma M., Sp.B, K-Bedah Plastik
Asisten pertama dan instrumentator bedah Konsultan bedah anak RSUD Ulin Banjarmasin.
ginekologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin
Banjarmasin.
St. Fatimah, S.Kcp. dr. Tjahyo Utomo Kelono, Sp.BU.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Ahli bedah umum RSUD Ulin Banjarmasin. urologi
Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin Banjarmasin.
Yudi Hartoyo, A.M.K. Untung, S.Kep.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Asisten pertama, instrumentator bedah plastik
ortopedi Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin, dan Koordinator One day Surgery Instalasi
Banjarmasin. Bedah Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin.
Ns. Syaiful B, S.Kep. A. Hujairi, A.M.K.
Asisten pertama dan Koordinator kamar bedah Instrumentator bedah urologi Instalasi Bedah
saraf Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin, Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin. Banjarmasin.
Ns. Yuhana, S.Kep. Ns. Sisilia Indria Sari, S.Kep.
Asisten pertama dan instrumentator bedah mata RS. St. Vincentus A. Paulo, Surabaya. Instalasi Bedah
Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin.
Reni Flora, A.M.K. Ns. Milyan Jamil, S.Kep.
Koordinator bedah anak dan instrumentator Kepala Ruang Intensif RSUD Ulin, Banjarmasin.
bedahurologi Instalasi Bedah Sentral RSUD
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Keperawata perioperatif tidak lepas dari salh atu ilmu medis yaitu ilmu bedah. Dengan
demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang akan memberikan implikasi pada
pekermbangan keperawatan perioperatif.
Sejarah tentang bedah dengan perkembangan penting dalam bidang asepsi,anastesi dan
teknik pengendalian perdarahan, bukti sejarah menunjukan bahwa pembedahan telah di
lakukan pertama kali ratusan tahun yang lalu. Saat itu pembedahan di lakukan tanpa tindakan
untuk mengendalikan nyeri di mana murid belajar dengan melihat dan mengamati keahlian dari
ilmu para barber (Rothrock, 2000).
Pihak gerejalah yang menyebabkan barber mengambil alih-praktik bedah yang
sebelumnya merupakan fungsi pendeta. Pada 1123 M, Paus Calistas melarang pendeta untuk
mengobati orang sakit. Barber, yang sebelumnya merupakan seorang tukang cukur rambut
pendeta, akhirnya mulai melakukan bedah minor dan mengeluarkan darah pendeta dan orang
lain. Gereja terus melarang pendeta melakukan praktik bedah sampai abad ke-14.
Serikat pekerja barber didirikan untuk mengatur profesi ini dan melaksanakan program
magang untuk melatih ahli bedah barber. Pada tahurl 1540, Henry VIII dari Inggris
memberikan piagam kepada para ahli bedah barber, sehingga mempertinggi kedudukan mereka
menjadi profesi yang terhormat. Upaya-upaya 6ntuk memisahkan para barber dari kegiatan
pembedahan berhasil pada tahun 1744, ketika parlemen menyetujui petisi yang bertujuan untuk
memisahkan pembedahan dari para barber. Pada tahun 1800, Royal College of Surgeon berdiri
(Rothrock, 2000).
Bedah modern sebenarnya dimulai oleh ahli bedah militer. Di medan perang, jumlah dan
keparahan cedera menclo•ong ahli bedah militer untuk terus-menerus melakukan inovasi,
eksperimen, dan berusaha mencapai keberhasilan baru. Amputasi sering dilakukan dan infeksi
luka pascabedah sering terjadi. Hal ini mendorong penemuan berbagai inovasi untuk
mengatasinya, seperti pemberian minyak mendidih yang digunakan untuk puntung yang
diamputasi, besi panas digunakan pada luka ringan, dan sebagainya. Periode perkembangan ini
diiringi dengan berbagai kondisi nyeri, penderitaan, dan kematian.
Anestesi
Perubahan dunia anestesi berkembang begitu cepat. Kejadian yang paling hebat dalam
sejarah bedah adalah penggunaan anestesi umum. Sebelum anestesi diperkenalkan, untuk
mengurangi nyeri operasi pasien hanya diberikan alkohol, laudanum, morfin, atau ditangani
dengan hipnotis. Pada tahun 1772, Joseph Priestly menemukan nitrogen oksida (NOx), tetapi
masih belum mengetahui sifat anestetiknya. Tahun 1799, Huntprey Davy melaporkan sifat a
nesterik nitrogen oksida. Pada publikasinya, ia menjelaskan preparat ini sebagai "gas tertawa"
dan direkomendasikan untuk digunakan dalam pembedahan. Pada saat itu, para kartunis
membuat lelucon terhadap penggunaannya, tetapi para ahli bedah justru terlihat kurang
berminat.
Inhalasi nitrogen oksida kemudian hanya digunakan untuk mendapat kesenangan. Eter
juga dihirup dan efek tertawanya diperlihatkan di tempat seperti lantai dansa, di mana
kesenangan demikian disebut "ether frolic" (eter untuk bersenang-senang). Setelah beberapa
lama melihat efek toksik dan kemampuannya untuk mengurangi nyeri, seorang dokter gigi
muda bernama Morton memutuskan menggunakan eter di dalam kamar operasi. Pada 16
Oktober 1846, ia berhasil memberikan eter kepada pasien muda yang menjalani pengangkatan
kista dari lehernya. Setelah kejadian tersebut dipublikasikan, anestesi umum secara inhalasi
mulai digunakan oleh ahli bedah (Rothrock, 2000).
Hanya dalam waktu 100 tahun, anestesi yang tersedia untuk tindakan pembedahan telah
berkembang. Dari proses sederhana pemberian ecer dengan metode terbuka sampai sedasi, blok
regional, dan teknik endotrakeal umum yang canggih. Kemajuan di sebagian besar spesialisasi
bedah sangat dibantu oleh penemuan berbagai jenis anestesi baru, perkembangan teknologi
pemantau, dan identifikasi metode yang lebih baik untuk mengatasi penyulit. Faktor-faktor
sosial dan ekonomi telah mendorong tren terkini ke arah bedah berobat jalan dan rawat singkat.
Pengkajian persyaratan yang diperlukan agar pasien dapat menjalani keseluruhan proses
operasi dengan selamat terus dilakukan agar tercapai efisiensi biaya, efektivitas, dan
penerimaan pasien. Di tengah situasi yang terus berubah ini, pemilihan teknik anestesi dan
prosedur pembedahan harus terus dilandasi standar praktik yang menawarkan jaminan
keselamatan pasien baik di lingkungan perioperatif, rawat inap, dan rawat jalan (Gruendemann,
2006).
Pengendalian Infeksi dan Kemajuan Teknik Asepsis
Setelah pembedahan tanpa nyeri dapat dilakukan, hal ini memungkinkan ahli bedah
untuk mulai memperbaiki ekstremitas yang sakit daripada mengamputasinya. Namun
demikian, kemajuan ini mendapat tantangan keefektifan pembedahan kedua, yaitu risiko
infeksi. Sebelum teori tentang kuman ditemukan, para ahli bedah terbiasa menggunakan jas
yang kotor untuk melakukan pembedahan. Semakin kotor dan semakin banyak darah pada jas
yang digunakan seorang ahli bedah, maka akan dinilai semakin berpengalaman. Cuci tangan
dilakukan setelah prosedur, bukan sebelumnya. Spons digunakan bergantian dari satu pasien
ke pasien lainnya tanpa dicuci. Dengan pengetahuan tentang mikrobiologi yang minim, ahli
bedah biasanya menghubungkan tingkat infeksi dengan miasma atau udara yang buruk
(Gruendemann, 2006).
Pada tahun 1842, Oliver Wendel HoIMLS menuduh dokter sebagai pembawa demam
masa nifas dari ruang autopsi ke bangsal perawatan. Holmes mengatakan bahwa mencuci
tangan dalam larutan kalsium klorida dapat mencegah penyebaran infeksi. Praktik mencuci
tangan ini dimulai oleh seorang dokter Austria bernama Ignaz Phillip Semmelweis di Vienna.
Semmelweis mengamati bahwa tingkat mortalitas terjadi lebih tinggi di bangsal perawatan
yang didatangi mahasiswa kedokteran daripada bangsal yang didatangi bidan. la mengamati
lebih jauh bahwa mahasiswa kedokteran tersebut keluar dari ruang autopsi tanpa mencuci
tangan, kemudian melakukan pemeriksaan vagina dan menolong persalinan. Berclasarkan
observasi ini, ia menyuruh seluruh mahasiswanya untuk mencuci tangan dengan larutan
kalsium klorida. Tahun berikutnya, mortalitas turun drastis dari 9,92% menjadi 3,8%, bahkan
tahun berikutnya turun lagi menjadi 1,27%. Semmelweis mempublikasikan temuannya ini
berulang-ulang antara tahun 1847-1861, tetapi ia terus ditertawakan oleh para koleganya, sama
halnya seperti Holmes (Rothrock, 2000).
Pada akhir tahun 1800-an, gagasan mikroorganisme yang berlaku hingga kini mulai
mengambil bentuknya. Gagasan ini dipelopori oleh para ilmuwan terkemuka, inisaInya Louis
Pasteur dan Joseph Lister. Riset Pasteur adalah tentang hubungan antara mikroorganisme dan
penyakit, sedangkan temuan Lister adalah bahwa pengendalian mikroorganisme (yang saat ini
kita kenal dengan istilah teknik aseptik)
Dapat mengontrol infeksi.
Praktik pemakaian sarung tangan terjadi sebagai akibat langsung dari praktik
membersihkan tangan dengan asam karbolat. Pada akhir abad tersebut, ahli bedah terkemuka
William Halsted mendengar ceramah Lister yang saat itu sedang berkeliling Amerika Serikat.
Kemudian, ia mulai menggunakan antiseptik. Sewaktu seorang perawat kesayangannya
mengalami iritasi hebat di tangan akibat asam karbolat, Halsted menghubungi Goodyear Tire
Company dan memperoleh sepasang sarung tangan karet (Halsted, 1913 dikutip oleh
Gruendemann, 2006). Sarung tangan tersebut dipakai untuk melindungi perawat dan ahli
bedahnya. Sedangkan topi dan baju bedah pertama kali digunakan pada tahun 1881. Seiring
meningkatnya pemahaman tentang perpindahan mikroorganisme dari petugas ke luka pasien,
tajIun 1896 masker mulai digunakan untuk pertama kalinya (Gruendemann, 2006).
Instrumen Bedah
Instrumen yang paling awal diketahui dan digunakan untuk prosedur pembedahan dibuat
sekitar 350.000 tahun lalu. Pada zaman batu tersebut, manusia neander mengasah sepotong
batu api untuk digunakan dalam trephining atau pengangkatan sekeping jaringan dengan alat
seperti plong. Sampai pertengahan abad ke-19, instrumen yang dibuat hanya sekitar 200
instrumen. Pada tahun 1900, teridentifikasi sekitar 1000 jenis instrumen. Sedangkan saat ini,
satu pabrik saja dapat memiliki lebih dari 4500 produk dalam satu katalog dengan lebih dari
7500 instrumen (Gruendemann, 2006).
Dahulu, instrumen sudah dapat bertahan lama, tetapi masih terdapat masalah besar.
Terjadi penumpukan kotoran di sambungan/sendi instrumen, sehingga pernbersihan dan
sterilisasi instrumen sulit dilakukan. Instrumen harus dibuat menjadi dua bagian sehingga
instrumen tersebut dapat dipisahkan, sehingga membutuhkan adanya penghubung atau kunci
yang andal antara kedua bagian tersebut. Setelah beberapa kali melakukan perubahan
rancangan dan beberapa paten, akhirnya kunci Aesculap yang menjadi kunci aseptik pilihan
bagi para ahli bedah. Kunci yang dipatenkan di Jerman ini memudahkan penguraian dan
pembersihan instrumen yang terdiri atas dua bagian. Kedua bagian tersebut disterilisasi dan
disatukan kembali sebelum prosedur pembedahan. Dengan ditemukannya mesin pembuat
kunci Aesculap pada tahun 1900, jumlah instrumen yang dapat ditempa dalam sehari melonjak
dari 60-75 instrumen/hari menjadi 1500 instrumen/hari (Gruendemann, 2006).
Perang Dunia 11 memicu terjadinya kemajuan besar dalam bidang instrumentasi
pembedahan. Komposisi baja karbon kemudian dikalahkan oleh stainless steel (baja antikarat)
yang dikembangkan di Jerman. Stainless steel adalah suatu campuran logam yang terdiri atas
besi, karbon, dan kromium. Kromium membuat campuran tersebut mejadi tahan terhadap
panas dan karat, sedangkan karbon menentukan tingkat kekerasan di bagian – bagian tepi yang
tajam.
Sebelum rumah sakit digunakan secara rutin untuk operasi, pembedahan dilakukan di
rumah pasien. Sebelum operasi dimulai, seorang asisten dokter bedah atau perawat menyiapkan
ruangan untuk operasi. Biasanya ruangan yang digunakan adalah dapur. Perabotan rumah
digeser, meja disiapkan, ruangan dan perabot dicuci, dan dinding ditutup dengan kertas.
Di akhir tahun 1800-an, ketika fenol hasil temuan Lister mulai digunakan sebagai agen
antiseptik di kamar operasi, maka peran penting perawat di kamar operasi mulai tumbuh.
Banyak hal yang dikerjakan perawat di kamar operasi, mulai dari menyiapkan lingkungan fisik
untuk operasi, sampai melatih mahasiswa keperawatan sedang rotasi di kamar operasi dengan
keahlian-keahlian khusus. Perawat diharapkan dapat menebak dan memenuhi semua yang
diminta ahli bedah. Sebagian besar waktu perawat dibagian kamar operasi saat itu dihabiskan
untuk aktivitas perawatan pasien secara tidak langsung. Sanitasi kamar operasi scrta persiapan
perlengkapan dan peralatan menjadi tanggung jawab utama perawat. Jadi, perawat ditugaskan
untuk mempertahankan suhu dan menjaga kamar operasi agar tetap segar.
Persiapan spons, yang umumnya spons laut, dilakukan selama 2 hari. Diperlukan usaha
yang keras untuk membersihkan spons tersebut dari pasir, kemudian merendam dan
membilasnya dengan larutan khusus sebelum spons-spons tersebut siap digunakan. Sudah
menjadi kebiasaan bagi kepala perawat untuk mencuci dan menyerahkan sponsspons tersebut
pada ahli-bedah, sehingga perawat tersebut dinamakan perawat spons. Asisten bertugas
menangani, merawat, dan membersihkan instrumen dari bedak. Karena sterilisasi pindah dari
atas kompor, perawat kamar operasi memikul tanggung jawab melaksanakan teknik aseptik.
Persiapan benang operasi memerlukan waktu beberapa hari untuk merendam, memotong
menjadi panjang tertentu, meregangkan, merendam kembali, membungkus, memberi label, dan
memanaskan. Sutra direbus selama 2 jam (Rothrock, 2000).
Dengan kemajuan teknik antiseptik dan tindakan aseptik, pembedahan kini menjadi
terapi pilihan pada berbagai kondisi. Berkembangnya gas anatesi yang lebih aman
memudahkan ahli bedah untuk melakukan prosedur pembedahan dalam waktu yang lebih lama,
sehingga memberikan kesempatan bagi perawat untuk membantu proses pembedahan secara
keseluruhan proses pembedahan memberikan implikasi pada institusi untuk memakai perawat
kamar bedah yang terampil guna mendukung ahli bedah saat melakukan operasi. Pada tahun
1889, Universitas Johns Hopkins menjadikan keperawatan kamar bedah sebagai salah satu area
spesialisasi di sekolah mereka. Pendidikan kamar bedah dimulai di Sekolah Pelatihan Boston,
kemudian dilanjutkan Sekolah Pelatihan Perawat di Massachusetts General Hospital. Saat itu,
siswa diberi "tanggung jawab" untuk membersihkan dan mensterilkan instrumen untuk
pembedahan pada hari Sabtu. Massachusetts General Hospital juga merupakan tempat di mana
eter pertama kali diterapkan secara klinis. Eter digunakan untuk menghilangkan sensasi pasien
terhadap nyeri dan untuk prosedur pembedahan yang lebih panjang dan rumit (Gruendemann,
2.006)
Asosiasi perawat ruang operasi (The Association of Operating Room Nurses/ AORN)
berdiri dengan tujuan untuk memperolch pengetahuan tentang prinsip-prinsip bedah dan
mengeksplorasi metode untuk meningkatkan asuhan keperawatan bagi pasien bedah. Asosiasi
ini menghadapi banyak tantangan, termasuk pendapat bahwa perawat ruang operasi hanya
menjadi pelaksana teknik yang terampil. Organisasi tersebut mengembangkan standar praktik
keperawatan perlu adanya perawat ahli yang terdaftar (registered nurses) untuk ruang operasi
(Potter, 2006).
KLASIFIKASI PEMBEDAHAN
Rekonstruksi
Pembedahan
payudata atau
dilakukan
vagina, pasien,
Urgensi Elektif berdasarkan pilihan
tidak penting dan
bedah plastik pada
tidak dibutuhkan
wajah. kesehatan
untuk
Pembedahan perlu
Eksisi tumor ganas,
untuk kesehatan atau
pengangkatan batu
Gawat mencegah timbulnya
kandung empedu.
masalah tambahan
pasien
pada
Pembedahan harus Perforasi apendiks,
segera dilakukan amputasi traum.tik,
Darurat
untuk menyelamatkan mengontrol
jiwa atau perdarahan. fungsi
mempertahankan organ.
Pembedahan untuk
Biopsi massa
Tujuan Diagnostik pemeriksaan lebih
tumor.
lanjut.
Amputasi,
Pengangkatan bagian pengangkatan
Ablatif tubuh yang apendiks. masalah
mengalami atau penyakit.
Menghilangkan atau
Kolostomi,
mengurangi gejala
Paliatif debridemen
penyakit, telapi tidak
jaringan nekrotik
menyembuhkannya.
Mengembalikan
Fungsi atau
Fiksasi eksterna
Penampilan jaringan
Rekontruktif fraktur, perbaikan
yang mengalami
jaringan parut
malfungsi atau
trauma
Cangkok
Mengganti Organ
(transplantasi0
Transplantasi atau strukur yang
ginjal, total hip
mengalami malfungi
replacemant
Mengembalikan
Bibir Sumbing ,
fungsi yang hilang
Konstruksi Penutupan defek
akibat anomalia
katup jantung
kongential
BAB 2
Modalitas Manajemen
Keperawatan perioperatif
PERAN PERAWAT DI KAMAR OPERASI
Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari praoperatif, intra operatif, sampai ke
perawatan pasien pascaanestesi. Peran perawat di kamar operasi (di Indonesia dikenal dengan
sebutan OK) berdasarkan fungsi dan tugasnya terbagi tiga, yaitu perawat administratif,
perawat pada pernbedahan, dan perawat-pada anestesi.
Pada praktiknya, peran perawat perioperatif dipengaruhi berbagai faktor, yaitu sebagai
berikut.
Lama pengalaman
Lamanya pengalaman bertugas di kamar operasi, terutama pada kamar pembedahan
khusus, seperti sebagai perawat instrumen di kamar bedah saraf, onkologi, ginekologi,
dan lain-lain akan memberikan dampak yang besar terhadap peran perawat dalam
menentukan hasil akhir pembe.dahan.
Keterampilan
Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual dan interpersonal yang kuat,
Agar dapat mengikuti setiap jenis pembedahan yang berbeda beda. Perawat instrument di
harapkan mampu untuk mengintegrasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan
keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah dan
asisten bedah. Hal ini akan memberikan tantangan tersendiri pada perawat untuk
mengembangkan keterampilan psikomotor,mereka agar bisa mengikuti jalannya
pernbedahan.
Sikap profesional
Pada kondisi pembedahan dengan tingkat kerumitan yang tinggi, timbul kemungkinan
perawat melakukar kesalahan saat menjalankan perannya. Olch karena itu, perawat
harus bersikap profesional dan mau tnenerima teguran. Pada konsep tim yang
digunakan dalam proses pembedalian, setiap peran cliharapkan dapat berjalan secara
optimal. Kesalahan yang dilakukan oleh salah• satu peran akan berdampak pada
keseluruhan proses dan hasil pembedahan.
Penjadwalan Staf
Kebijakan penjadwalan menjadi kerangka kerja untuk rnengembangkan jadwal
kerja staf yang dilakukan secara adil dan konsisten, dalam kaitannya dengan pedoman
penjadwalan yang jelas. Kebijakan rumah sakit yang ada sangat penting untuk
diketahui, misalnya: perjanjian tawar-menawar kolektif. Kebijakan harus mencakup
tanggung jawab staf untuk bekerja pada akhir minggu, merotasi shift (malam dan
sore), memenuhi panggilan, bekerja pada hari libur, dan bekerja rengah malam.
Kebijakan juga harus meliputi penetapan waktu libur dan mengidentifikasi rasio
staf perawatan langsung seperti perawat scrub, perawat asisten operasi, dan perawat
anestesi per shift. Kebijakan tentang libur harus mencakup proses perizinan,
persyaratan izin liburan, dan jumlah orang yang diizinkan libur setiap hari.
Barang inventaris yang berada di gudzng kamar operasi, seperti kereta lemari,
tempat penyimpanan kereta, tempat penyimpanan barang-barang khusus di kamar
operasi, dan kabinet di masing-masing kamar operasi. Persediaan tersebut dapat
berupa peralatan medis dan bedah, barang steril dan nonsteril, obat-obatan, baki
untuk instrumen, atau barang lain yang digunakan di kamar operasi. Inventaris
biasanya selalu mengacu pada barang medis dan bedah yang sebagian besar bersifat
habis pakai.
Pengaturan Kinerja
Pengaturan kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat
administratif Kepala Ruangan dengan cara yang sistematis agar staf dapat mencapai
tujuan penyelesaian tugas secara optimal. Metode sistematis digunakan mulai dari
merencanakan dan menetapkan tujuan pada setiap staf, implementasi, penilaian
kinerja staf, dan mencermati hasil.
Perawat pada pembedahan terdiri dari perawat scrub dan perawat sirkulasi. Kedua
peran perawat pada pembedahan ini sangat memengaruhi hasil pembedahan, karena
mereka terlibat secara langsung pada suatu proses pembedahan.
Bahan Jahit
Jenis Benang Jahit
Pada proses pembedahan, persiapan jenis benang jahit ditentukan oleh beberapa hal,
meliputi: jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk menyerapnya, dan susunan
filamen/ benang.
Jenis benang yang saat ini banyak dipakai adalah benang yang dapat diserap
melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh. Penyerapan benang oleh jaringan dapat
berlangsung antara tiga hari sampai dengan tiga bulan, tergantung pada jenis benang
(Ian kondisi jaringan yang dijahit.
Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalarn beberapa jenis. Benang yang
terbuat dari usus domba yang disebut catgut (walaupun jika diartikan menjadi usus
kucing). Catgut dibedakan dalam catgut murni (tanpa campuran) dan catgut kromik
(bahannyabercampur larutan asam kromat). Catgut murni dapat diserap dengan
cepat, kira-kira' dalam waktu satu minggu. Sedangkan catgut kromik diserap lebih
lama, kira-kira 2-3 minggu (Sjamsuhidayat, 2005).
Di samping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam
poliglikolik maupun dari poliglaktin-910 yang tidak aktif dan memiliki daya
tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua jaringan, termasuk kulit.
Benang yang dapat discrap menimbulkan reaksi jaringan setempat Yang dApat
menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin bertanda indurasi
(keras).
Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh terbuat dari bahan yang
umumnya tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan
biologik. Benang ini bias berasal dari bermacam-macam bahan, misalnya: zide
yang berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, ada yang terbuat dari kapas yang
kurang kuat dan mudah terurai, dan juga dari poliester yang merupakan bahan
sintetik kuat dan biasanya dilapisi teflon. Selain itu, terdapat juga benang nilon
yang berdaya tegang besar, dibuat dari polipropilen yang terdiri alas bahan yang
sangat kaku, dan baja tahan karat. Karena tidak dapat diserap, maka benang ini
akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada
jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi, maka akan terbentuk fistel yang
baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda asing itu dikeluarkan
(Sjamsuhidayat, 2005).
Benang alarm terbuk dari bahan sutera atau kapas. Kedua bahan alarm ini
dapat bereaksi dengan jaringan tubuh secara minimal karena mengandung juga
bahan kimia.
alarm. Daya tegangnya cukup kuat dan dapat diperkuat bila dibasahi dengan larutan
garam terlebih dahulu sebelum digunakan.
Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen yang umumnya
dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan ini, permukaannya
menjadi lebih mulus schingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini
inempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan
kekuatan penyatuan yang besar.
Ukuran Benang
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku Eropa atau satuan metrik. Ukuran terkecil
standar Eropa adalah 11,0 (=1 1 kali 0) dan terbesar adalah ukuran 7. Konversi ke
standar metrik dapat dilihat dari Tabel 2-1.
Pemilihan ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan
jahitan. Oleh karena itu, perawat instrumen harus berkolaborasi dengan operator bedah
tentang ukuran yang akan digunakan. Biasanya pemilihan ukuran benang untuk
menjahit luka bedah bergantung pada jenis jaringan yang dijahit dan
mempertimbangkan segi kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ini ditentukan oleh
jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, clan jenis benangnya. Pada daerah wajah
biasanya digunakan ukuran yang kecil (5,0-6,0) (Sjamsuhidayat, 2005).
Jarum jahit bedah, baik yang lurus maupun yang lengkung, berbeda-beda bentuknya.
Perbedaan bentuk ini terletak pada penampang batang jarum yang bulat atau bersegi
tajam dan bermata atau tidak bermata. Panjang jarum pun beragam, mulai dari 2-60
milimeter (Sjamsuhidayat, 2005).
Masing-masing bentuk jarum berbeda fungsi, cara mempersiapkan, dan cara
memasang benangnya. Kelengkungan jarum dibuat berbeda-beda untuk kedalaman
jaringan yang berbeda, sedangkan penampang batang jarum dipilih berdasarkan tingkat
kekerasan jaringan. jarum yang sangat lengkung digunakan pada luka yang dalam, jarum
dengan penampang bulat untuk jaringan yang lunak, sedangkan yang bersegi digunakan
untuk kulit. Jarum yang bermata akan membuat lubang tusukan yang lebih besar,
sedangkan jarum yang tidak bermata (atrauniatik) akan membuat lubang yang lebih
halus.
Persiapan Jarum
Benang yang sesuai dengan jenis atau area yang akan dijahit dipasangkan ke jarum jahit
bedah. Teknik pemasangan benang pada jarum adalah dengan memasukan benang ke
dalam mata perancis (Gambar 2-4). Pada kondisi di mana ahli bedah menginginkan jenis
benang dan jarurn yang sudah menjadi paket instrumen, maka teknik persiapan jarum
yang sudah terpasang benang lebih meftiudahkan perawat instrumen dalam memasang
ke naldpoeder.
Persiapan Alat
Alat bedah yang digunakan untuk melakukan insisi terdiri dari pisau bedah dan skalpel
Selain itu, untuk menembus jaringan yang kuat digunakan alat-alat bedah
listrik/hernostasis dan trokard
Teknik penyerahan alat dari perawat instrumen kepada operator bedah dilakukall
sedernikian rupa dan disesuaikan dengan kemahiran atau kebiasaan ahli bedah, apakah
dominan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri (Gambar 2-8). Pengertian dan
pernaharnan tentang apa yang dikehendaki ahli bedah hanya bisa didapat apabila telah
sering mengikuti pembedahan dengan ahli bedah tertentu. Tujuan utama dari teknik
penyerahan alat instrumen ini adalah untuk mempercepat proses pembedahan.
Fungsi Instrumen
Mengenal fungsi dari setiap instrumen merupakan dasar dan tujuan utama scorang
perawat instrumen. Pada praktiknya, selain mengenal fungsi pada setiap instrumen,
perawat instrumen juga harus mengenal kebiasaan atau kesukaan ahli bedah pada
setiap jenis instrumen yang fungsinya sama. Sebagai contoh, ahli bedah lebih senang
menggunaan pinset cirrugis panjang dari pada jenis yang pendek.
Berikut adalah pengenalan dari fungsi setiap jenis instrumen yang paling lazim
digunakan pada setiap jenis pembedahan. Untuk beberapa alat khusus akan dijelaskan
pada bab berikutnya sesuai dengan jenis pembedahan.
Forsep penjepit duk, berfungsi untuk menjepit atau mempertahankan duk pada area
bedah (Gambar 2-9 Kiri).
Pinset atau forsep jaringan, berfungsi untuk mengangkat atau menjepit kulit pada
saat melakukan penjahitan (Gambar 2-9 Tengah).
Gunting Metzenbaum bengkok 7 inci, gunting Metzenbaum 5 inci, gunting Mayo
bengkok, dan gunting Mayo lurus, mempunyai fungsi untuk memotong atau
membuka jaringan dan memotong benang jahitan (Gambar 2-9 Kanan).
Pemegang jarum (naldpoeder), berfungsi untuk menjepit jarum jahit (Gambar 2-10
Kiri).
Klem Kocher bengkok, berfungsi untuk menjepit jarum jahit (Gambar 2-10 Tengah).
Klem lurus,. berfungsi saat tindakan hemostasis untuk menjepit arteri yang putus.
Keperluan jumlah klem atau forsep ini pada setiap pembedahan disesuaikan adanya
risiko kerusakan vaskular yang terjadi akibat trauma jaringan (Gambar 2-10 Kanan).
Forsep Kokhel tang. Mempunyai fungsi untuk menjepit jaringan (Gambar 2-11
Kiri).
Forsep pemegang spons• Mempunyai fungsi untuk menjepit spons pada saat
melakukan desinfeksi area bedah (Gambar 2-11 Tengah Kiri).
Forsep Allis. Mempunyai fungsi untuk mengambil atau menahan jaringan (Gambar
2-11 Tengah Kanan).
Klem atau forsep bengkok. Mempunyai fungsi untuk mcmepit arteri yang putus.
Keperluan jumlah klem ini pada setiap pembedahan disesuaikan adanya risiko
kerusakan vaskular yang terjadi akibat trauma jaringan (Gambar 2-11 Kanan).
Berbagai jenis refraktor
Perlakuan Jaringan
Secara umum, peran dan tanggung jawab perawat sirkulasi adalah berikut :
Menjemput pasien dari bagian penerimaan,mengidentifikasi pasien, dan
memeriksa formulir persetujuan.
Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang
akan dilaksanakan. Tim bedah harus di beri tahu jika terdapat kelainan kulit
yang mungkin dapat terjadi kontraindikasi pembedahan.
Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus memastikan bahwa peralatan telah siap dan dapat
digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan.
Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat mengakibatkan
penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
Membantu memindahkan pasien ke meja operasi,mengatur posisi
pasien,mengatur lampu operasi, dan memasang semua elktroda,monitor atau
alat lain yang mungkin diprlukan.
Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)
Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi dan
membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari luar area steril.
Berperan sebagai tangan kanan perawat instrument untuk
mengambil,membawa dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh
perawat instrument. Selain itu juga ikut mengontrol keperluan
spons,instrument dan jarum.
Membuka bungkusan sehingga perawat instrument dapat mengambil suplai
steril.
Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang terjadi
selama pembedahan.
Bersama dengan perawat instrument menghitung jarum,kasa, dan kompres
yang di gunakan selama pembedahan
Apabila tidak dapat terdapat perawat anestesi,maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
Mengatur pengiriman specimen biopsy ke laburatorium
Menyediakan suplai alat instrument dan alat tambahan
Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir
prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,dan
mempersiapkan ruang operasi untuk berikutnya
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan
identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap
intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrument dan obat bius, serta
membantu dokter anestesi dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah
operasi.
Pada pelaksanaannya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Walaupun masih dalam ruang lingkup tanggung jawab dokter anestesi,
tetapi perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi,pembiusan umum,dan sampai
pasien sadar penuh di ruang pemulihan.
Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain sebagai berikut.
Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksa telah dilaksanakan sesuai
peraturan institusi.
Melakukan pendekatan holistic dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
Pengaturan alat – alat pembiusan yang telah digunakan
Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi,monitor, dan lainnya) sebelum
memulai proses operasi.
Mempersiapkan jalur intravena dan arteri ; menyiapkan pasokan obat anestesi spuit,
dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli
anestesi, terutama selama induksi dan ekstubasi.
Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah
setelah pasien di tutup duk dan sesudah operasi berjalan.
Berada di sisi pasien selama pembedahan,mengobservasi,serta mencatat status tanda-
tanda vital pasien,obat-obatan,oksigen,cairan,transfusi darah,status sirkulasi,dan
merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
Meberikan segala sesuatu yang di butuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu
prosedur (misalnya : anestesi local,umum,atau regional )
Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan status
tanda-tanda vital pasien atau penyulit yang mungkin menggangu perkembangan
kondisi pasien.
Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan menerima
pasien di ruang pemulihan (recorvery room)
Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga kondisi pasien
sampai sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap.
Tanggung jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak karena kondisi pasien dapat
memburuk dengan cepat pada fase ini. Dengan demikian, perawat yang bekerja di ruangan ini
harus siap dan mampu mengatasi setiap keadaan darurat. Walaupun pasien diruang
pemulihan merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapiu ahli anestesi mengandalkan
keahlian perawat untuk memantau dan merawat pasien sampai benar benar sadar dan mampu
dipindahkan ke ruang rawat inap. Biasanya perawat menghubungi ahli anestesi hanya jika
keadaan pasien memburuk.
Manajemen Asepsis
Asepsi merupsksn prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas
kuman asepsi merupakan syarat mutlak dalam tindakan bedah. Antisepsos adalah
cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu keadaan bebas kuman.
Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan cara membunuh kuman
patogenik. Obat obat antiseptic, misalnya lisol atau kreolin, adalah zat kimia yang
dapat membunuh kumat penyakit.
Rantai infeksi terdiri atas tiga komponen yaitu : sumber mikroorganisme, rute
penularan, dan host yang rentan (sjamsuhidayat, 2005)
Sumber Mikroorganisme
1. Udara
Udara merupakan sumber kuman, karena debu debu halus yang berada di udara
mengandung sejumlah mikroba yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan
kulit,maupun peralatan lainnya. Agar tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi
lingkungan tertentu,seperti suhu, kelembapan adat atau tidak adanya oksigen bahan
nutrisi tertentu, dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama
dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berkembang biak dengan cepat pada suhu
antara 20-37°C . Suasana yang lembap merupakan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan dan reproduksi bateri, tetapi bakteri tertentu juga dapat tumbuh pada
nanah yang mongering,ludah,atau darah dalam waktu yang lama
(sjamsuhidayat,2005).
2. Peralatan
Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain melalui
perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa serangga,manusia,atau benda yang
terkontaminasi, seperti alat atau instrument bedah. Jadi, alat bedah, personel, dan
dokter bedah merupakan media yang dapat memindahkan baakteri.
3. Kulit pasien
Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia, yaitu flora
komensal dan flora transien. Flora komensal, misalnya staphylococcus epidermidis
pada keadaan normal terdapat kulit tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora
transien dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran,misalnya
staphylococcus aureus yang bersifat patogenik dan dapat menyebabkan infeksi yang
mengancam hidup bila masuk kedalam luka operasi (Sjamsuhidayat,2005)
4. Visera
Usus, terutama usus besar,merupakan sumber bakteri yang dapat muncul keluka
operasi melaluii hubungan langsung, yaitu melalui lubang anus atau pembedahan
pada usus. Bakteri yang berada di usus dalam keadaan fisologis umumnya adalah
bakteri komensal, tetapi dapat menjadi patogenik jika masuk kedalam luka
pembedahan (sjamsuhidayat,2005)
5. Darah
Darah penderita infeksi mengandung virus atau bakteri patogenik, sehingga penyakit
mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada penderita digunakan pada
penderita lain tanpa disterilisasi terlebih dahulu.
Ruten penularan
Rute pemindahan yang palinbg sering adalah kontak manusia. Hal ini dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung. Contoh kontak langsung adalah orang
yang membawa mikroorganisme menyentuh orang lain,sehingga mikroorganisme
tersebut berpindah. Siklus ini dapat dihentikan daengan tindakan mencuci tangan
yang benae dengan larutan antimikroba dan menerapkan teknik aseptic yang sempura.
Pencucian tangan yang tidak adekuat di ketahui merupakan sumber penularan
mikroorganisme yang sering.
Host
Host yang rentan memilik kuosien infektivitas yamg tinggi yaitu mereka
mudah mengalami penyakit yang di sebabkan oleh mikroorganisme oportunistik yang
tidak menimbulkan kelainan pada orang yang memiliki sistem imunitas normal.
Mereka yang rentran adalah bayi,orang berusia lanjut,orang yang kegemukan atau
kurang gizi,pecandu obat terlarang,pengidab diabetes dan penderita penyakit yang
respons imunitasnya terganggu (misalnya : AIDS ) . perawat perioperatif wajib
melaksanakan pengkajian yang adekuat dan cermat untuk mengidentifikasii pasien
yang sangat rentan terjangkit infeksi .
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Adanya kontak darah dan cairan tubuh pasien akan meningkat pajanan dari
pasien ke petugas perioperatif. Berbagai penyakit dapat ditularkan dari pasien ke
petugas. Seperti HIV dan Hepatitis B. Oleh karena itu , kewaspadaan universal
meliputi panggunaan pelindung pasien,cuci tangan dan penatalaksanaan benda tajam
sangat penting untuk dilakukan oleh perawat perioperatif.
Pengertian Adalah Beale aktivitas cuci tangan secara steril bagi personel
Tujuan yang akan
Sebagai mengikuti
pedoman operasi secaradalam
langkah-langkah langsung.
melakukan prosedur
cuci tangan, sehingga membantu prosedur bedah dengan
Persiapan Air mengalir
menghdangkan kotoran,
sterilpencemaran, dan minyak
di wastafel yang tubuh
lebar dan kranserta
alat denganpertumbuhan
mempefkedl tangkai panjang.
ulang mikroorganisme selama
pembedahan atau selama mungkin. 4 % dalam botol pompa.
Larutan Norhexidineglumnate
Sikat kuku steril dalam kotak khusus.
Handuk steril.
Jam dinding
Persiapan Sebelum memulai, semua kelengkapan busana harus
Perawat sudah tepat. Perangkat pelindung pribadi, misalnya kaca
mata,harus sudah ada di tempatnya. Pelindung mata dan
masker digunakan untuk melindungi petugas kesehatan
dari kemungkinan pencemaran melalui per(ikan atau
semburan. (elemek dari bahan lidak tembus air dan
penutup kepala sudah dipakai.
Semua perhiasan yang ada di jari, tangan, dan lengan
harus dilepaskan.
Kuku jari tangan harus pendek clan bebas dari cat kuku
atau kuku palsu.
Tangan clan lengan harus bebas dari abrasi, retak, atau
erosi. Selama prosedur, tangan harus tetap dijaga berada
di atas siku, sehingga air dari tangan (daerah terbersih)
mengalir ke siku atau daerah lain yang kurang bersih.
Prosedur Poster tubuh sedikit (onclong ke depan agar pakaian
tetap keying.
Air dinyalakan dan disesuaikan dengan suhu yang
nyaman.
Pencucian dan pembilasan awal dilakukan untuk
membersihkan kotoran di permukaan.
Basahi tangan dengan air yang mengalir dari ujung jari
sampai 2 cm di alas siku.
Gunakan larutan scrubMorhxidine y;u(onote Oro 1 x
pompa — 5 (c dengan cars menekan dengan siku.
Cuci tangan mulai dari telapak tangan, punggung tangan,
dan jari-jari serta lengan bawah secara menyeluruh
sampai
2 cm di atas siku, kemudian bilas merata selama 1 menit.
Kemudian bersihkan kuku, jari, seta-seta jari, telapak,
dan
punggung tangan. Cud tiap jari (tanpa sikat) seakan
mempunyai empat sisi.
Kulit pasien dipersiapkan untuk menghilangkan kotoran dan debris, mengurangi jumlah
mikroba ke tingkat seminimum mungkin, dan menghambat pertumbuhan ulang mikroba
selama prosedur pembedahan.
Sebelum memulai persiapan kulit, keadaan kulit pasien harus dikaji dan dicatat.
Adanya alergi, terutama terhadap zat kimia, harus dicatat. Pengkajian praoperatif
bermanfaat untuk menentukan persiapan kulit prabedah yang diperlukan pasien.
Persiapan bedah yang dilakukan umumnya berupa mandi dengan menggunakan sabun
sampai kulit bersih dan pencukuran area kulit yang berambut. Rambut di semua daerah
tempat sayatan bedah harus dicukur terlebih dahulu. Tindakan ini dapat dilakukan di
bangsal sebelum hari pembedahan atau saat masuk ruang pembedahan. Pencukuran
dilakukan menggunakan pisau cukur bersih atau sekali pakai.
Zona Steril
Perawat di kamar operasi harus mengenal zona steril dalam kamar bedah yang
bertujuan untuk menghindari kontaminasi area steril seperti yang tampak pada
Gambar 2-18. Daerah antara meja instrumen dan lapangan operasi pada bedah
minor juga merupakan jarak jangkauan daerah suci hama. Daerah ini merupakan
jangkauan tangan pembedah yang steril.
MANAJEMEN POSISI BEDAH
Pemberian posisi (positioning) pasien termasuk bagian yang terintegrasi dalam
keperawatan perioperatif. Selain asepsis, pemberian posisi pasien berada pada tingkat
yang tinggi dalarn daftar prioritas asuhan keperawatan pasien. AORN Standards and
Recommended Practices menetapkan pemberian posisi pasien sebagai aktivitas
keperawatan intraoperatif dalam praktik keperawatan perioperatif. Menurut
Association of Operating Room Nurse (AORN), pengaturan posisi sehingga pasien
bebas dari cedera adalah bagian dari hasil akhir pembedahan yang diharapkan.
Perawat perioperatif harus memandang pemberian posisi sebagai suatu pengetahuan
khusus yang dapat memberikan hasil akhir yang berbeda jika diterapkan dengan
benar. Pemberian posisi adalah praktik yang rasional dan logis (Gruendemann,
2006).
Pemberian posisi merupakan suatu kebutuhan yang dapat mendukung keamanan
pasien selama pembedahan. Perawat perioperatif perlu mengkaji dan memikirkan
kembali berbagai prinsip, prosedur, dan dampak dari pemberian posisi pasien dan
menggunakan proses keperawatan dalam perencanaan asuhan keperawatan bagi
pasien. Perawat perioperatif dapat mempelajari prinsip pemberian posisi dengan
merasakan dan mengetahui efek dari suatu posisi terhadap berbagai bagian tubuh,
otot, sendi, dan tonjolan tulang.
Pencegahan Cedera
Pasien yang dilakukan pembedahan berisiko mengalanni cedera fisik yang disebabkan
oleh keherapa faktor yang meliputi faktor pembedahan dan faktor pasien. Tabel 2-6
memberikan penjelasan implikasi klinik dari risiko cedera pembedahan.
Pencegahan risiko cedera pada pasien merupakan prioritas utama perawat
perioperatif dalam melakukan pemberian posisi. Selain bertujuan untuk
menghasilkan akses optimal pada area pembedahan serta memudahkan akses dalam
pemberian cairan intravena, obat, dan bahan anestesi, perawat perioperatif juga
melakukan manajemen posisi bedah secara aman untuk mengantisipasi risiko cedera
tekan yang disesuaikan dengan jenis pembedahan.
Pasien yang tidak sadar/ Kondisi ini membuat pasien tidak mempunyai kemampuan
teranestesi untuk menyampaikan penolakan
terhadap rasa nyeri atau rasa tidak nyaman.
Pengaturan posisi bedah Pemberian posisi bedah dilakukan dengan imobilitas paksa
selama tindakan pembedahan,
sehingga apabila pengaturan posisi tidak fisiologis dan
waktu pembedahan yang lama
akan memberikan respons penekanan setempat dari
tonjolan tulang dan kompresi saraf
superfisial.
Tekanan yang berlebihan dan berkepanjangan di daerah
tubuh tertentu karena proses pembedahan itu sendiri,
misalnya retraksi, tim bedah yang bersandar pada pasien,
tekanan dari alat, posisi, gesekan, dan geseran akan
meningkatkan respons trauma tekan (Gruendemann,2007)
Kondisi kelembapan dari keringat, inkontinensia, cairan
untuk persiapan operasi, cairan irigasi
pada area tertentu akan memperparah kondisi trauma. Oleh
karena itu, perawat perioperatif perlu melakukan tindakan
untuk menurunkan respons cedera.
Efek agen anestesi Efek anestesi dan obat-obatan lain pada saat pembedahan
akan memengaruhi status
vaskular, tekanan darah, perfusi jaringan, serta pertukaran
oksigen dan karbondioksida.
Mekanisme vasomotor dan otot pasien bedah akan
melemah akibat pengaruh obat dan agen
anestesi. Agen anestesi menyebabkan relaksasi otot rangka
dan menekan aktivitas sistem saraf pusat dan otonom.
Relaksasi otot mengurangi gaya kontraksi dari tonus otot
normal,sehingga menurunkan aliran balik vena dan
penurunan respons kompensasi kardiovaskular.
Mekanisme adaptasi fisiologis tidak berfungsi sehingga
pasien mempunyai risiko mengalami
bendungan vaskular pada ekstremitas bawah. Posisi
ekstrem yang tidak fisiologis dapat
memengaruhi sirkulasi dan pernapasan, pertukaran oksigen
dan karbondioksida, fungsi paru,
resistensi vaskular perifer, perfusi organ tubuh vital, dan
fungsi sendi (lewis, 2000).
Faktor pasien Faktor risiko idealnya perlu dikaji dan mendapat intervensi
sebelum dilakukan pembedahan.
Untuk menurunkan risiko cedera, perawat perioperatif
harus mengenal faktor risiko dari pasien,
terutama factor risiko cedera yang terjadi akibat trauma
tekan.
Pemberian posisi bedah yang ideal dapat didukung secara optimal dengan meja bedah
dan alat bantu pemberian posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan yang akan
dilakukan. Semakin lengkap kemampuan dan kondisi meja bedah serta alat bantu
pemberian posisi bedah, maka akan semakin memudahkan perawat perioperatif dalim
melakukan manajemen posisi bedah.
Alat bantu posisi bedah yang biasa digunakan perawat perioperatif dalam
melakukan pemberian posisi bedah meliputi sabuk, gulungan, bantalan, dan penahan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan perawat perioperatif dalam
menggunakan alat bantu pemberian posisi bedah..
Alat bantu harus disesuaikan dengan lokasi tonjolan-tonjolan tubuh yang rentan.
Alat bantu harus disesuaikan dengan kondisi anatomis (lokasi serabut saraf, vena,
dan arteri).
Alat bantu harus disesuaikan dengan posisi yang diperlukan untuk prosedur
pembedahan.
Alat bantu sebaiknya terbuat dari bahan yang dapat menyesuaikan diri dengan
berbagai ukuran dan bentuk tubuh pasien, memiliki berbagai ukuran untuk
mengakomodasi bagian tubuh tertentu, mampu menghilangkan tekanan, dan
mendistribusikan beban (atau redistribusi) pada semua pasien.
Alat bantu yang digunakan harus dapat memberikan sokongan dan stabilitas guna
memaksimalkan efisiensi operasi.
Alat bantu yang digunakan harus mudah untuk dibersihkan, didesinfeksi, dan
mudah penyimpanannya.
Alat bantu berupa bantalan yang digunakan dalam pemberian posisi pasien harus
memiliki kemampuan untuk menyerap tekanan dan menjaga tekanan kapiler,
mampu meredistribusikan tekanan, dan mampu mencegah peregangan berlebihan.
Telentang (supine)
Posisi telentang atau berbaring dorsal, memposisikan vertebra servikalis, torakalis, dan
lumbalis pasien pada satu garis lurus secara horizontal. Pasien berbaring telentang dengan
lengan terletak di atas papan lengan atau di samping tubuh. Posisi telentang dengan
variasinya adalah postur yang paling sering digunakan untuk prosedur pembedahan.
Posisi Trendelenburg terbalik merupakan posisi bedah dengan kondisi kepala di atas
dan kaki di bawah.
Posisi Duduk
Pengaturan posisi duduk sering dilakukan terutama pada pembedahan daerah kepala dan leher.
Tabel 2-9 memberikan informasi tentang teknik modifikasi dan variasi dasar posisi fisiologis
untuk mencegah cedera. Pada pelaksanaannya diperlukan beberapa alat bantu agar posisi bedah
yang ideal dapat dilaksanakan secara optimal.
Tabel 2-9. Teknik modifikasi dan implikasi klinik posisi bedah duduk
Posisi Litotomi
Posisi litotomi merupakan posisi yang sering digunakan pada pembedahan urogenitalia. Pada
posisi litotomi standar, pasien telentang dengan bokong berada di ujung tempat tidur operasi
(setelah ujung bawah rempat tidur diturunkan), pinggul dan lutut ditekuk, kemudian paha pasien
diabduksi dan dirotasikan ke arah eksternal. Terdapat beberapa variasi dari posisi litotomi yang
pada praktiknya memberikan risiko cedera pada pasien. Dalam pemberian posisi litotomi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan perawit perioperatif (Tabel 2-10) agar pada pelaksanaan
dan hasil pembed1haii pasien tidak mengalami cedera fisik.
Smeltzer dan Bare (2002) menerangkan bahwa pasien bedah posisi litotomi
mempunyai risiko terjadinya Trombosis vena profunda (adalah trombosis
pada vena yang letaknya dalam-dan bukan superfisial. Dua komplikasi
serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pascafleblitis)
Respons Trombosis vena profunda secara patofisiologi dimulai adanya
Inflamasi ringan sampai berat dari vena terjadi dalam kaitannya dengan
pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dari sejumlah penyebab,
termasuk cedera pada vena yang disebabka.) oleh strap yang terlalu ketat
atau penahan tungkai pada waktu operasi, tekanan dari gulungan selimut di
bawah lutut, hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau dehidrasi. atau,
yang lebih umum lagi adalah melambatnya aliran darah dalam ekstremitas
akibat metabolisme melambat dan depresi sirkulasi setelah pembedahan.
Pengkajian TVP adalah dengan melihat tanda Homan.
Telungkup (prone)
Posisi telungkup atau prone biasanya dilakukan pada pembcdahan tubuh bagian
bawah. Pasien dianestesi dalam posisi telentang (biasanya di brankar) dan kemudian dipindahkan
secara log rolling (digulingkan seperti menggulingkan gelondongan kayu dengan membuat
kepala dan tulang belakang rnenjadi satu kesatuan) ke posisi telungkup dengan wajah ke bawah.
Dalam pernberian posisi telungkup, pasien rentan cedera pada spina yang mengalami
koinpresi akibat kesalahan dalam memindahkan dan mengatur pasien. Kondisi lain yang
inepunyai risiko cedera adalah pasien jatuh terutama pada pasien dengan berat badan yang besar.
Tabel 2-11 dapat memberikan pedoman pada perawat perioperatif dalam memberikan
pengaturan posisi telungkup dengan variasinya.
Tabel 2-11. Teknik modifikasi dan implikasi klinik posisi bedah telungkup
MANAJEINIEN HEMOSTASIS
Mekanisme Pembekuan
Gangguan Hemostasis
Gangguan hemostasis dapat terjadi akibat gangguan pada trombosit, kelainan
pembuluh darah, kelainan faktor pembekuan darah, atau kombinasi ketiganya
(Williams (1990) dalam Gruendemann (2006)).
Apabila salah satu komponen mekanisme hemostasis terganggu oleh beberapa
kondisi, maka pasien dapat mengalami penyulit yang bersifat hemoragi, trombosis,
atau keduanya. Kondisi ini mengharuskan dilakukannya tindakan operasi atau
merupakan akibat langsung dari operasi. Ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat
perioperatif bersama-sama bertanggung jawab untuk mengetahui kelainan yang ada,
mendeteksi berbagai risiko, dan segera mengatasi akar masalah yang berkaitan
dengan kelainan trombosit, koagulasi, vaskular, atau kombinasinya.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dengan inetode wawancara adalah unsur terpenting untuk mengenal
gangguan hemostasis yang signifikan pada pasien yang akan menjalani prosedur
pembedahan. Melalui wawancara perawat perioperatif dapat menentukan perlu
tidaknya pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik.
Pemeriksaan fisik yang paling utama adalah melakukan pengamatan keadaan kulit
dan selaput lendir, yang mungkin memperlihatkan tanda atau gejala perdarahan.
Pengkajian diagnostik yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan hemostasis.
Pemeriksaan hemostasis (lihat Tabel 2-12) terdiri dari pemeriksaan rutin untuk
mengonfirmasi adanya suatu gangguan dan uji spesifik yang akan mengidentifikasi
penyebabnya. Hasil pemeriksaan harus dibaca oleh perawat perioperatif, sehingga
dapat melakukan intervensi dan tindakan kolaboratif dengan tim bedah untuk
memberikan terapi yang sesuai.
Metode Hemostasis
HeniosEasis yang adekuat merupakan fondasi dari tindakan operasi. Apabila pasic
mengidap gangguan mekanisme pembekuan, maka ahli bedah harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai hemostasis, sifar cedera yang terjadi, dan
pengobatan yang tersedia. Dengan demikian, diharapkan ahli bedah dapat
memperkirakati risiko dan prosedur antisipasi pada saat yang tepat, memodifikasi
teknik bedah seperlunya, dan membantu mengarahkan koreksi terhadap defek
hemostasis. Metode hemostasis yang lazim dilakukan meliputi pencegahan
perdarahan dan intervensi perdarahan.
Pencegahan Perdarahan
Intervensi pencegahan perdarahan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah intervensi
bcdah. Ada berbagai upaya dalam inelakukan pencegahan perdarahan. Berikut adah,
upaya-upaya yang dimaksud.
Posisi pasien intra dan pascaoperasi disesuaikan dengan posisi dari setiap jenis
pembedahan. Dalam melakukan pengaturan biasanya diperlukan bantuan alat
penunjang seperti karet busa. Titik-tirik yang berpotensi mendapat tekanan harUN
diberi bantalan yang cukup untuk mencegah memar atau perdarahan spontan.
Selain itu, upaya ini dilakukan untuk menghindari tekanan pada pembuluh dan
memungkinkan darah mengalir kembali ke jantung. Sedikit pengangkatan rungkai
bawah, jika niungkin, dapat meningkatkan aliran balik vena.
Intervensi Perdarahan
Perdarahan pada pembedahan harus segera dihenrikan. Ada berbagai upaya dalam
melakukan intervensi perdarahan, yaitu sebagai berikut.
Intervensi ini dilakukan apabila sudah diprediksi iprediksi akan terjadi perdarallan
masif intraoperasi. Persiapan darah dilakukan sebelum pembedahan agar dapat
dilakukan pencocokan antara donor dengan resipien
BAGIAN 2
Proses Keperawatan
Perioperatif
Pengkajian Umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari, atau
unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di mana selurAhal yang berhubungan
dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara saksama. Berikut ini adalah hal-hal
yang harus diidentifikasi pada saat melakukan pengkajian umum.
Identitas Pasien
Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat
penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Selain
itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
Perawat perioperatif harus mengetahui bahwa faktor usia, baik anak-anak dan
lansia, dapat meningkatkan risiko pembedahan. Pengetahuan tersebut akan membantu
perawat perioperatif untuk menentukan tindakan pencegahan mana yang penting untuk
dimasukkan ke dalam rencana asuhan keperawatan.
Bayi dan anak-anak. Bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis
yang masih imatur atau mengalami penurunan. Pada bayi yang menjalani pembedahan,
kemampuan pertahanan suhunya masih belum optimal. Refleks menggigil pada bayi
belum berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi menambah risiko
bagi bayi karena agen anestesi dapat menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan panas.
Bayi juga mengalami kesulitan untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal.
Volume total darah bayi dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan
darah walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius. Penurunan volume
sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan
oksigen selama pembeclahan. Dengan demikian, bayi menjadi sangat rentan mengalami
dehidrasi. Namun, jika darah atau cairan diganti terlalu cepat, maka akan menimbulkan
overhidrasi. Aspek penting lainnya pada perawatan bedah anak meliputi manajemen
jalan napas, mempertahankan keseimbangan cairan, mengarasi kejang, mengatasi
perubahan suhu, mengidentifikasi dan mengatasi penurunan kesadaran yang tiba-tiba
dan kegawatan anestesi yang tertunda, mengatasi nyeri dan agitasi, serta tersedianya
peralatan dan obat-obatan untuk situasi kegawatdaruratan.
Persiapan Umum
Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama pembedahan harus
dilakukan secara optimal sesuai dengan kebijakan institusi. Beberapa rumah sakit
memberlakukan kebijakan bahwa persiapan ala, dan obat harus dilakukan sebelun)
pasien masuk kamar operasi. Beberapa rumah sakit lainnya mensyaratkan penyediaan
darah untuk persiapan transfusi harus dilakukan oleh pihak keluarga. Pengkajian ulang
pada ketepatan tranfusi darah antara donor dengan resepien dapat menurunkan risiko
kesalahan pemberian tranfusi.
Persiapan lainnya yang bersifat umum seperti pencalonan pasien yang akan
dilakukan pembedahan dari ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau unit perawatan
intensif ke kamar unit di mana pasien akan dilakukan pembedahan.
Pada kondisi yang lebih baik, beberapa institusi rumah sakit memberlakukan
lembar pengenal yang dipasang pada lengan bawah pasien agar mcmudahkan
pengenalan lebih lanjut tentang identitas pasien. Tujuan pemasangan tanda pengenal ini
adalah untuk mencegah kekeliruan atau kesalahan intervensi yang akan dilakukan.
Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat kesehatan
pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya adalah rekaill medis
dari riwayat perawatan sebelumnya.
Jika pasien menggunakan obat yang telah diresepkan atau obat yang dibeli di luar
apotek secara teratur, maka dokter bedah atau ahli anestesi mungkin akan
menghentikan pemberian obat tersebut untuk sementara sebelum pembedalian atau
mereka akan menyesuaikan dosisnya. Beberapa jenis obat mempunvai implikasi
khusus bagi pasien bedah. Obat yang diminum sebelum pembedahan secara otomatis
akan dihentikan saat pasien selesai menjalani operasi kecuali dokter meminta pasien
untuk menggunakannya kenabali.
Di unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat pasien
dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan, karena
terbatasnya waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh informasi yang
dibutuhkan, maka perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.
Riwayat Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai ri•ayat alergi satu atau
lebih, maka pasien perlu men dapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada
pergelangan tangan sebelum menjalani pembeclahan atau penulisan simbol alergi yang
tertulis jelas pada status rekam medis sesuai dengan kebijakan institusi. Perawat juga
harus memastikan bahwa bagian depan lembar pencatatan pasien berisi daftar alergi
yang dideritanya.
Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi paruparu
pascaoperasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah mengalami
peningkatan jurnlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya. Anestesi umum
akan meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi
tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama anestesi. Setelah
pembedahan, pasien perokok mengalarni kesulitan yang lebih besar dalani
membersihkan jalan napasnya dari sekresi lendir.
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensori yang
dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cangkeul, dan seterusnya dapat
dianggap sebagai modalitas nyeri.
Kondisi penyakit dan posisi dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Perawat perlu
mengkaji pengalaman nyeri pasien sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang
digunakan, sikap pasien dalam menggunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri,
respons perilaku terhadap nyeri, pengetahuan pasien, harapan, dan metode manajemen
nyeri yang dipilih karena akan memberi dasar bagi perawat dalam memantau
perubahan kondisi pasien.
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orangtua atau petugas kesehatan. Secara kognitif, anak-anak toddler dan
prasekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan
nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai situasi. Dengan memikirkan
pertimbangan perkembangan ini, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang
dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anakanak
(termasuk apa yang akan ditanyakan dan perilaku yang akan diobservasi) dan
bagaimana mempersiapkan seorang anak unruk prosedur medis yang menyakitkan
(Whaley, 1995).
Apabila pasien berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, maka akan sulit
melakukan pengkajian nyeri. Dalam situasi seperti ini, seorang penerjemah atau
seorang anggota keluarga mungkin diperlukan untuk menjelaskan perasaan pasien dan
sensasi yang dirasakan.
Pengkajian Psikososiospiritual
Kecemasan Praoperatif
Kecemasan berasal dari bahasa latin "angere" yang berarti untuk menghadapi (to
strange) atau untuk distres. Hal ini berkaitan dengan kata "anger" yang berarti
"kesedilian- atau "i-nasalah". Kecemasan juga berkaitan dengan kata "to anguish"
yang mengganibarkan adanya nyeri Aut, penderitaan, dan distres (Sruart, 19981.
Cemas 11crbeda den.gan rasa takut, di mana ccinas disebibkan oleh hal-hal yang tidak
Kotak 2-1. Ringkasan Pengkajian Karakteristik Nyeri dengan Pendekatan PQRST
Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjacli yang menjadi faktor penyebab nyeri?
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat? Apakah nyeri bertambah berat bila
beraktivitas? Faktor-•aktor apa yang meredakan nyeri (misa)nya: gerakan, kurang
bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan sehagainya) dan apa yang
dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
Quality or Quantity of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digarnharkan
pasien. Apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
Region, Radiation, Relief : Di mana Lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat olch
pasien, apakah rasa sakit bisa reda, apakali rasa sakit menjalar atau menyebar, dan di mana
rasa saki, terjadi.
Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyer-i yang disebut
radiating pain, misainva pada skiatika Ji mana nyeri menialar mulai dari bokong sampai
anggota gerak bawah sesuai dengan distri husi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman
atau referred pain adalab nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari
tempat lain misilnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi panggul.
Severity (Scale) of Pain : Seberapa jau6 rasa nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri
dengan menggunakan skala nyeri deskriptif. Nlisalnya: tidak ada nyeri = 0, nyeri ringan = 1,
nyeri sedan5 = 2, nyeri bzrat = 3, nyeri tak tertahankan = 4. Kemudian perawat membantu
pasien unttik memilili secara suhjektif tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien.
Time : Berapa lama nyeri herlangsung (apakah bersifat akut atau kronis kapan, apakah ada
waktu-waktu tertentu yang menamhah rasa nyeri.
Perasaan
Perawar dapat mendteksi perasaan pasien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya, tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan
dari teman dan keluarga.
Perasaansering kali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan menjalani
bedah sehari. Biasanya perawat hanya memiliki waktu yang singkat untuk membina
hubungan dengan pasien. Pada beberapa program bedah sehari, perawat dapat
mengunjungi rumah pasien atau melakukan pengkajian melalui telepon sebelum hari
pembedahan. Di rumah sakit perawat harus memilih waktu diskusi yaitu setelah
melengkapi prosedur kedatangan pasien ke rumah sakit afau setelah melengkapi
pemeriksaan diagnostik. Perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan khawatir
merupakan perasaan yang normal. Kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya
bergantung pada keinginan perawat untuk mendengar, memberi dukungan, dan
membenarkan konsep yang salah (Stuart, 1999).
Konsep Diri
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang dialaminya
dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara meminta pasien
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dirinya. Pasien yang cepat mengkritik atau
merendahkan karakter dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau sedang
menguji pendapat perawat tentang karakter mereka. Konsep diri yang buruk
mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stres pembedahan dan memperburuk rasa
bersalah atau ketidakmampuanrya (Stuart, 1999).
Citra Diri
Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit biasanya
mengakibatkan perubahan bentuk atau perubahan fungsi tubuh yang permanen. Rasa
khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian tubuh akan menyertai rasa
takut pasien.
Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi akibat
operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan tingkat harga
dirinya.
Sering kali pembedahan mengubah aspek fisik atau psikologis seksual pasien.
Eksisi jaringan payudara, kolostomi, ureterostomi, atau pengangkatan kejenjar prostat
dapat memengaruhi persepsi pasien tentang seksualiias mereka. Pembedahan seperti
perbaikan hernia atau ekstraksi katarak men% ebabkan pasien tidak melakukan
hubungan seksual sampai aktivitas fisik mereka kembali normal.
Perawat harus mendorong pasien uniuk mengekspresikan kekhawatiran mereka
tentang seksualitas. Pasien yang menghadapi disfungsi seksual yang bersifat
sementara. memerlukan pemahaman dan dukungan. Diskusi tentang seksualitas klien
harus dilakukan dengan pasangan seksual mereka, sehingga mereka dapat saling
memahlinj cara mengatasi keterbatasan fungsi seksual yang terjadi.
Sumber Koping
Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat menentukan
kemampuan pasien dalam mengatasi stres akibat pembedahan. Perawat juga bertanya
tentang manajemen stres yang biasa dilakukan pasien sebelumnya. Apabila pasien
pernah menjalani pembedahan, inaka perawat perioperatif perlu menentukan perilaku
yang dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau kecemasannya.
Perawat dapat menginstruksikan pasien untuk melakukan latihan relaksasi untuk
membantu mengontrol ansietas.
Kepercayaan Spiritual
Informed Consent
Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh
pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis tersebut dapat melindungi
pasien dari kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap
tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama,'semua pihak yang
terkait perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Potter, 2006).
suatu prosedur tindakan invasif, seperti insisi bedah, biopsi, sistoskopi, atau
parasintesis;
intervensi dengan menggunakan anestesi;
prosedur nonbedah yang risikonya lebih dari sekadar risiko ringan,
contohnya prosedur arteriografi;
prosedur yang mencakup terapi radiasi atau kobalt;
Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika dia telah mencapai
usia yang ditentukan dan mampu secara mental. Bila pasien di bawah umur, tidak
sadar, atau tidak kompeten, maka izin harus didapat dari anggota keluarga yang
bertanggung jawab atau wali yang sah.
Jika pasien ragu-ragu dan tidak sempat mencari pengobatan alternatif, maka
opini orang kedua dapat diminta. Tidak ada pasien yang boleh dipaksa untuk
menandatangani izin operasi. Penolakan terhadap prosedur pembedahan adalah hak
hukum dan hak istimewa seseorang. Akan tetapi, informasi tersebut harus
didokumentasikan dan disampaikan kepada ahli bedah sehingga pengaturan lain dapat
dibuat. Sebagai contoh, penjelasan tambahan dapat diberikan kepada pasien dan
keluarganya atau pembedahan dapat dijadwalkan ulang.
Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan urnum, secara ringkas perawat melakukan survei
keadaan umum untuk mengobservasi penampilan umum pasien. Bentuk dan
pergerakan tubuh dapat menggambarkan kelemahan yang disebabkan olch
penyakit yang berhubungan dengan adanya intervensi pembedahan. Secara ringkas,
pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif meliputi elemen-elemen berikut
ini.
Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengarohi oleh usia.
Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distres nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam
membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tampak ramping, berotot, obesitas. atau
,sangat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan
gaya hidup.
Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh
yang merosot, tegak, atau bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan
atau adanya nyeri
Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat
tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak
bergerak.
Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan
sedang, dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.
Pada setiap kategori, respons yang terbaik diberikan nilai. Nilai total
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan pasien tidak memberikan respons. Jika nilai keseluruhan adalah 8
atau di bawahnya, maka berhubungan dengan koma, yang jika bertahan dalam
waktu yang lama mungkin dapat menjadi satu tanda akan buruknya pemulihan
fungsi. Sistem penilaian ini dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi
dengan cepat pasien yang sakit kritis atau pasien yang cedera sangat berat dan
status kesehatannya dapat berubah dengan cepat.
Mata
Observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kesimetrisan wajah pasien
dika untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama. Perawat
memerik,, apakah salah satu mata lebih besar atau lebih menonjol (bulging) ke depan
melah pemeriksaan posisi istirahat dan garis mata atas.
Mata dan kelopak mata orang yang kckurangan nutrisi atau dehidrasi nampz seperti
tenggelarn atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di belakar bola mata
hilang. Ptosis (turunnya kelopak) dapat disebabkan oleh edema, kelemah<otot, defek
kongenital, atau masalah neurologis (SO III) yang disebabkan oleh traun atau penyakit.
Pupil normal berbentuk bulat, letaknya di tengah, dan memiliki ukuran yang sama
antara kiri dan kanan (isokor). Terdapat kurang lebih 5% individu yang secara normal
memliliki perbedaan dalam ukuran pupil. Perbedaan ini disebut anisokor. Ukuran pupil
bervariasi pada tiap, individu yang terpapar cahayanya dalam jumlah yang sama.
dapat melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih kecil. Diameter pupil normal adalah
antara 2-6 mm. Pupil yang ukurannya kurang dari 2 mm disebut konstriksi (miosis),
sedangkan pupil yang berukuran lebih dari 6 mm disebut dilatasi (midriasis).
Kaji respons pupil terhadap cahaya (Gambar 3-4). Respons pupil terhadap
cahaya lebih mudah diobservasi jika uji ini dilakukan di ruang gelap. Akan tetapi,
pada individu dengan mata coklat tua, lebih sulit bagi perawat untuk mendeteksi
perubahan yang ada. Konstriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
langsung. Meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstriksi, sedangkan penurunan
cahaya menyebabkan pupil dilatasi. Pupil juga mengecil atau konstriksi dalam respons
terhadap akomodasi (perubahan fokus akibat berubahnya pandangan dari objek jauh ke
dekat).
Perawat mengkaji reaksi pupil terhadap sinar dengan menganjurkan pasien untuk
melihat lurus ke depan sambil secara cepat membawa sinar senter dari samping dan
mengarahkan ke pupil mata kanan (Oculus DextralOD). Konstriksi pada pupil OD
merupakan direct response terhadap cahaya senter ke dalam mata tersebut. Konstriksi pada
pupil mata kiri (Oculus SinistralOS) selama cahiya diarahkan pada OD dikenal sebagai
consensual response. Kedua respons tersebut harus dievaluasi pada masingmasing mata.
Pada kondisi aphakia (tidak adanya lensa mata), pupil berwarna hitam, sedangkan pada
kondisi katarak, pupil berwarna putih/leukokoria (Gambar 3-4).
Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan tujuan untuk mengkaji drainase
sinus yang menggambarkan adanya infeksi sinus atau pernapasan.
Mulut, Bibir, Lidah, dan Palatum
Kondisi membran mukosa mulut menutIjUkkan status hidrasi. Pasien dehidrasi berisiko
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang serius selama pembedahan. Pada
pasien yang mempunyai riwayat trauma atau fraktur rnandibula akan ditemukan
pergeseran gigi dan gusi.
Pemeriksaan Leher
Otot leher, nodus limfatik di kepala dan leher, arteri karotid, vena jugularis, kelenjar tiroid,
dan trakea terdapat di dalam leher. Pada pemersaan fisik praoperatif, pemeriksaan
leher yang lazim dilakukan adalah memeriksa nodus limfatik dan kelenjar tiroid.
Nodus limfatik diperiksa dengan cara palpasi menggunakan jari tengah dan gerakan
memutar. Nodus limfatik normalnya tidak mudah dipalpasi (Gambar 3-6). Tetapi, nodus
yang kecil, dapat digerakkan,dan tidak nyeri saat ditekan merupakan
hal yang umum ditemukan. Nodus limfatik yang besar, menetap, meradang, atau nyeri
tekan mengindikasikan adanya masalah seperti infeksi lokal, pen•akit sistemik, atau
neoplasma. Pada saat nodus yang membesar itu ditcmukan, perawat harus mengeksplorasi
area dan wilayal: skitarnya yang memperoleh drainnse dari nodus, tersebut untuk adanya
melihat tanda infeksi atau keganasan. Nyeri tekan biasanya terjadi akibat inflamasi.
Mencatat nodus mana yang membesar dapat membantu melokalisasi area infeksi. Sebagai
contoh, infeksi telinga biasanya mengalir ke nodus preaurikuler atau nodus servikal dalarn.
Keganasan biasanya berkaitan dengan nodus yang tidak nyeri saat ditekan, keras, dan
khas. Setelah infeksi yang serius, nodus dapat terus membesar tetapi tidak nyeri tekan.
adanya massa yang terlihat, kesimetrisan, dan kesempurnaan bentuk di bagian dasar
leher. Meminta pasien untuk menghiperekstensikan leher dapat membantu
mengencangkan kulit, sehingga kelenjar tersebut dapat lebih mudah dilihat. Perawat
menawarkan segelas air dan kemudian meminta pasien untuk menelannya sambil
memperhatikan apakah ada kelenjar yang menonjol. Normalnya, kelenjar tiroid tidak
dapat dilihat. Gunakan palpasi ringan dan lembut yang lembut dengan teknik penyusuran
jari di atas kelenjar untuk merasakan adanya abnormalitas
Sistem Saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi
tingkat orientasi, kesadaran, wood pasien, serta memperhatikan apakah pasien dapat
menjawab pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru terjadi dan
kejadian masa Ialu. Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit neurologis
(misalnya: tumor otak atau stroke perdarahan) kemungkinan menunjukkan gangguan
tingkat kesadaran atau perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat berubah karena
anestesi umum. Namun setelah efek anestesi menghilang, tingkat respons pasien akan
kernbali pada tingkat respons sebelum operasi.
Payudara
Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengklarifikasi riwayat atau keluhan pasien
tentang adanya massa pada payudara. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan obscrvasi
ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan ukuran dan ketidak simetrisan. dapat
disebabkan oleh inflamasi atau massa. Perawat kemudian menilai kontur atau bentuk
payudara dan mencatat adanya inassa, dataran, retraksi, atau lesung. Retraksi atau lesung
terjadi akibat invasi ligamen oleh tumor atau kanker payudara (Gambar 3-8). Ligamen
yang fibrosis menarik lapisan kulii luar ke dalam (ke arah tumor).
Jika pasien mengeluhkan adanya massa, maka perawat harus memeriksa payudara pada
sisi yang lain terlebih dahulu untuk memastikan perbandingan yang objektif antara
jaringan normal dan abnormal. Selama palpasi, perawat mencatat konsistensi jaringan
payudara. Normalnya, jaringan payudara terasa padat, keras, dan elastis.
Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukan untuk melihat seberapa jauh
kelainan yang terjadi pada pasien. Bentuk dada normal pada orang dewasa adalah
diameter anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2. Kondisi
yang tidak normal, seperti barrel chest akan meningkatkan risiko pembedahan dan
memberikan implikasi pada penyuluhan preoperasi tentang latihan batuk efektif dan
latihan napas diafragma.
Sistem Kardiovaskular
Lakukan inspeksi ada/tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya akan
menimbulkan bekas parut pada dinding dada. Lokasi dari parut memberi petunjuk
mengenai lesi katup yang telah dioperasi. Kebanyakan pembedahan katup memerlukan
cardiopulmonary bypass yang berarti akan dilakukan sternotomi medial (irisan pada
bagian medial sternum).
Perawat mengkaji nadi perifer, waktu pengisian kapiler, dan warna serta
suhu ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi pasien. Waktu pengisian kapiler
(Gambar 3-11) dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer. Pengukuran
pengisian kapiler penting dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan vaskular
atau pasien yang ekstremitasnya dipasang gips ketat.
Pembedahan akan direspons oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respons stres
adrenokortikal, reaksi hormonal akan menyebabkan retensi air dan natrium serta
kehilangan kalium dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya protein
yang pecah akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif. Beratnya respons
stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Semakin luas
pembedahan, maka akan semakin berat pula stres akibat kehilangan cairan dan elektrolit
intraoperatif.
Pemeriksaan sekilas dalam inspeksi tulang belakang yang penting adalah penilaian
kurvatura atau lengkung dari tulang belakang. Kurvatura tulang belakang yang normal
biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang leher dan pinggang. Jika
dilihat dari samping, lengkung kolumna vertebralis memperlihatkan empat kur•a atau
lengkung anterior-posterior, yaitu: lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke
depan, daerah torakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan,
dan daerah pelvis melengkung ke belakang. Pengetahuan perawat yang benar tentang
pengenalan kurvatura tulang belakang akan mernudahkan perawat dalam mengenal
adanya deformitas pada setiap segmen dari tulang belakang.
Deformitas tulang belakang yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan praoperatif
meliputi skoliosis, yaitu pembengkokan pada tulang belakang ke arah lateral, dan
kifosis, yaitu kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada.
Sistem Pencernaan
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga
menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerlukan
manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka
peristaltik tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama
beberapa hari setelah operasi.
Sistem Perkemihan
Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan
metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefriris akut, insufisiensi renal akut dengin
oliguri arau anuri, atau masalah-masalah renal akut lainnya. kecuali kalau pembedahan
merupakan satu tindakan penyelarnat hidup atau amat penting untuk memperbaiki
fungsi urinari, seperti pada ob.,truksi uropari.
Sistem Integumen
Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer Perawat juga
perlu mengkaji adanya jari tabuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien,
yang mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan
kesulitan setelah pasien diberikan anestesi.
Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi adanya
benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan dalam melakukan
rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau kelumpuhan dari fungsi seluruh
ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan memberikan data dasar untuk pemenuhan informasi
pascabedah terutama dalam melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.
Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan diagnostik guna memeriksa adanya kondisi yang tidak normal.
Banyak pemeriksaan laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto dada tidak lagi
dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari karena biaya yang
harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika pasien sehat dan tidak
menunjukkan gejala yang tidak normal (Rothrock, 2000). Pemeriksaan skrining rutin
terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, analisis elektrolit serum, koagulasi, kreatinin
serum, dan urinalisis. Apabila pemeriksaan diagnostik menunjukkan masalah yang
berat, maka ahli bedah dapat membatalkan pembedahan sampai kondisi pasien stabil.
RENCANA KEPERAWATANTPRAOPERATIF
Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun
dan pasien akan metnpersiapkan diri untuk berpartisipasi dalain tahap pemulihan
pascaoperatif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2006). Keluarga
juga merupakan elemen penting dalam men,ahami hasil akhir yang celah ditetapkan
untuk mencapai pemulihan. Pada setiap diagnosis, perawat menetapkan tujuan
perawatan dan hasil akhir yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan atau
mempertahankan status praoperatif pasien.
Untuk pasien bedah sehari, tahap perencanaan praoperatif dilakukan di rumah atau
di unit bedah sehari pada pagi hari sebelum pasien menjalani operasi. Idealnya, tahap
ini dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon pasien di rumah dan di unit
bedah dan/atau tempat praktik dokter dan menjelaskan tentang inforinasi dan instruksi
praoperatif. Cara ini tnemberi waktu pada pasien untuk memikirkan operasi yang akan
dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan (misalnya: mengubah diet
atau berhenti minum obat), dan bertanya tentang prosedur pascaoperatif. Pasien bedah
sehari biasanya pulang ke rumah pada hari yang sama dengan dilaksanakannya
prosedur operasi. Keluarga atau pasangan pasien juga dapat berperan sebagai
pendukung aktif bagi pasien.
Intervensi Rasional
Kajitingkat pengetahuan dan sumber Menjadi data dasar untuk memberikan
informasi yang telah diterima. pendidikan kesehatan dan mengklarifikasi
sumber yang tidak jelas.
Diskusi perihal jadwal pembedahan Pasien dan keluarga harus diberitahu
mengenai waktu dimulainya pembedahan.
Apabila rumah sakit mempunyai jadwal
kamar operasi yang padat, maka lebih baik
pasien dan keluarga diberitahukan tentang
banyaknya jadwal operasi yang telah
ditetapkan sebelum pasien.
Diskusi Perihal lamanya pembedahan Kurang bijaksana bila memberitallukan
pasien dan keluarganya tentang lamanya
waktu operasi yang akan dijalani.
Penundaan yang tidak diantisipasi dapat
terjadi karena bcrbagai alasan Apabila
pasien tidak kembali pada waktu yang
diharapkan,maka keluarga akan menjadi
sangat cemas. Anggota keluarga harus
menunggu di ruang tunggu bedah untuk
mendapat berita yang terbaru dari staf.
Latihan tungkai.
Tujuan peningkatan pergerakan tubuh
secara hati-hati' setelah operasi
adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
mencegah stasis vena, dan menunjang
fungsi pernapasan yang optimal.
Pasien ditunjukkan bagaimana cara
untuk berbalik dari satu sisi ke sisi
lainnya dan mengambil posisi lateral.
Posisi ini akan digunakan
setelah,operasi (bahkan sebelum pasien
sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.
Latihan ekstremitas meliputi ekstensi
dan fleksi lutut dan sendi panggul
(sama dengan mengendarai sepeda
tapi dengan posisi berbaring miring).
Telapak kaki diputar seperti membuat
lingkaran sebesar mungkin. Siku dan
bahu juga dilatih ROM. Pada
awalnya pasien akan dibantu dan
diingatkan untuk melakukan latihan
ini, tetapi selanjutnya dianjurkan
untuk melakukan latihan secara
mandiri. Tonus otot dipertahankan
sehingga ambu. Iasi akan lebih mudah
dilakukan.
Perawat diingatkan untuk tetap
menggunakan pergerakan tubuh yang
tepat dan rnengintruksikan pasien untuk
melakukan hal yang sama. Ketika
pasien dibaringkan dalam posisi apa
saja, tubuhnya harus dipertahankan
dalam posisi apa saja, tubuhnya harus
dipertahankan dalam kelurusan yang
sesuai.
Ruang Prabedah
Pengkajian
Di sebagian besar rumah sakit, pasien lebih dulu masuk ke ruang prabedah.
Pasien dipindahkan ke ruang prabedah di atas tempat tidur atau brankar sekitar
15-30 menit sebelum anestesi dimulai. Brankar harus senyaman mungkin,
dengan jumlah selimut yang cukup untuk memastikan pasien tidak kedinginan.
Bantal kecil di kepala biasanya diperbolehkan.
Di ruang prabedah, pasien akan bertemu dengan staf ruang operasi yang
menggunakan pakaian dan wajah tertutup masker sesuai dengan kebijakan
pengontrolan infeksi rumah sakit. Pada kondisi ini, pasien sudah tidak ditemani
oleh orang terdekat. Suasana ruangan yang terasa sunyi akan memberikan
kondisi yang berbeda pada pasien.
Intervensi Rasional
Saat pasien masuk ruang Pasien yang merasa diterima oleh petugas
sementara,sambut dengan ruang sementara akan mendapatkan
ramah dan panggil dukungan psikologis yang menurunkan
namanya stimulus rasa cemas.
pasien dengan namanya. Pemanggilan nama akan memberikan rasa
aman pada pasien dan menegaskan bahwa dia
merupakan pasien yang benar untuk
mendapat intervensi.
liantu pasien untuk Pasien dengan pembedahan elektif dari
mengganti pakaian rawat ruangan akan diganti bajunya di ruang
inap dengan pakaian prabedah.
kamar bedah.
Beri lingkungan yang Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
tenang dan jangan diperlukan.Suasana tenang akan
berbicara tentang meningkatkan efektifitas pemberian
pembedahan. prenicclikasi. Perbincangan yang tidak
menyenangkan atau percakapan harus
dihindari karena dapat diartikan berbeda
oleh pasien yang mendapatkan sedatif.
Drientasikan pasien Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
terhadap prosedur
prainduksi dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada Dapat merighilangkan ketegangan terhadap
pasien Untuk kehawatiran yang tidak diekspresikan.
mengungkapkan
ansietasnnya.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang -operasi memeriksa kernbali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan memastikan bahwa alat protese
dan barang berharga telah dilepas dan
memeriksa kembali rencana perawatan
praoperatif yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
Siapkan obat-obaran Obat-obatan anestesi vang dipersiapkan meliputi
pemberian anestesi umum. obat pelemas otot dan obat anestesi umum.
Intubasi endotrakeal dilakukan setelah pernberian
pelemas otot kerja singkat seperti,suknilikolin
(Anectine, Burroughs Wellcome) dan mivikurium
(.Mivicron, Burroughs Wellcome), atau obat yang
bekerja lebih lama misalnya vekuronium
(Norcuron, Organon.) atau atrakurium (Tracrium,
Burroughs Wellcome). Anestesi UMUID
dapat diinduksi dengan obat intravena misalnya
metoheksital (Breviral Sodium, Lilly), tiopental
(Sodium Pentothal, Abbott) atau propofol
(Gruendemann, 2006).
Pengkajian
Pemberian anestesi regional sering dilakukan pada pembedahan apendektomi,
laparoskopi, histerektomi, persalinan pervagina atau sesar, serta hemoroid atau
reseksi transuretra. Pada pemberian anestesi regional blok subaraknoid atau spinal,
akar-akar saraf akan mengalami anestesi dengan oleh agen anestesi lokal yang
dimasukkan ke dalam cairan serebrospinalis. Anestesi lokal menempati reseptor-
reseptor di serat saraf dan mencegah hantaran impuls (Kee, 1996).
Ada beberapa risiko yang mungkin timbul akibat anestesi regional, terutama
pada anestesi spinal, karena kadar anestesi mungkin dapat meningkat, yang berarti
agen anestesi dalam medula spinalis akan bergerak ke atas dan dapat memengaruhi
pernapasan.
Blok anestesi pada saraf vasomotor simpatis, serat saraf nyeri, dan motorik
menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga pasien dapat mengalami penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba. Apabila kadar anestesi meningkat, maka paralisis
pernapasan dapat terjadi serta memerlukan resusitasi dari ahli anestesi. Pasien
harus dipantau secara hati-hati selama dan segera setelah pembedahan (Potter,
2006).
Menurut Potter (2006), anestesi regional dapat dilakukan dengan salah satu
metode induksi berikut.
Blok saraf
Anestesi epidural
Prosedur ini lebih aman daripada anestesi spinal karena obat anestesi
disuntikkan ke dalam ruang epidural di luar dura mater dan kandungan
anestesinya tidak sebesar kandungan anestesi spinal. Karena anestesi epidural
menyebabkan hilangnya sensasi di daerah vagina dan perineurn, maka jenis
anestesi ini merupakan pilihan yang terbaik untuk prosedur kebidanan. Kateter
epidural dibiarkan di dalam ruang epidural sehingga pasien dapat menerima
obat melalui infus epidural secara terus menerus selama pembedahan
berlangsung.
Anestesi kaudal
Anestesi ini merupakan salah satu jenis anestesi epidural yang diberikan
secara lokal pada dasar tulang belakang. Efek anestesi hanya mernengarUhi
daerah pelvis dan kaki.
perioperatif harbs mencarat usia, berat badan, tinggi hadan, status nutrisi,
keterbatasal, fisik, dan kondisi yang ada sebelum pembedahan serta
mendokumentasikannya untuk mengingatkan petugas yang akan merawat pasien
setelah operas.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim
ditegakkan adalah sebagai berikut.
1. Risiko cedera intraoperatif herhUbungin dengan pengaturan posisi bedah,
prosedur invasif bedah.
2. Risiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de entree prosedur
bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah
Tujuan: risiko cedera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif
bedah tidak terjadi
Kriteria evaluasi:
Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat perdarahan
serius.
Pascaoperatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
Perhitungan spons dan instrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. Perawat ruang operasi memeriksa kembali identitas dan
kardeks pasien; melihat kembali lembar persetujuan
tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,
dan berbagai hasil pemeriksaan; dan memeriksa
kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawatan intraoperatif.
Perneriksaan darah terutama kadar trombosit, waktu
pembekuan, dan waktu perdarahan. Adanya hasil yang
abnormal pada pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah dan
asisten operasi dalam melakukan prosedur bedah.
Lakukan manajemen kamar Dilakukan oleh perawat administratif dalam mengatur dan
operasi. menentukan staf pada setiap jenis pembedahan agar
Siapkan kamar bedah yang kelancaran
sesuai dengan jenis proses pembedahan dapat terlaksana secara optimal.
pembedahan pasien.
Beberapa jenis pembedahan tertentu
akan dilaksanakan pada ruangan atau kamar bedah
khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.
Perawat sirkulasi melakukan persiapan tempat operasi
sesuai prosedur yang biasa dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu
jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat
menjadi
kontraindikasi pembedahan.
Perawat sirkulasi memeriksa kebersihan dan kerapian
ruang operasi sebelum pembedahan. Perawat sirkulasi
juga harus memastikan bahwa peralatan telah siap dan
dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba
sebelum prosedur pembedahan. Apabila prosedur ini
tidak dilaksanakan, maka dapat men )•ebabkan
penundaan atau
kesulitan dalam pembedahan
Siapkan meja bedah dan Meja bedah akan disiapkan perawat sirkulasi dan
asesori pelengkap sesuai disesuaikan dengan jenis pembedahan. Perawat sirkulasi
dengan jenis pembedahan. mempersiapkan aksesori tambahan meja bedah agar dalam
pengaturan posisi daparefektif dan efisien.
Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap, alat
pernbeclahan. pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap pakai.
Siapkan alat hemostarasis Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan operasi
dan cadangan flat dalam untuk mencegah terjadinya perdarahan serius akibat
kondisi siap pakai. kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat memeriksa
kemampuan alat tersebut untuk mFnghindari cedera akiba t
;~
perdarahan intraoperasi.
Bantu ahli bedah pada saat Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit) dan pisau
dimulainya insisi beclah
yang sesuai dengan area yang akan dilakukan insisi.
Perawat
intrumen bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan dalam
tindaka"
hemostasis. Asisten perrania berperan membantu menyerap
darah
Bantu ahli bedah dalam Perawat instrumen atau asisten bedah menggunakan alat
melakukan hemostasis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau
intervensi hemostasis. menghentikan perdarahan.
Bantu ahli bedah dalam Pembukaan jaringan dilakukan lapis
membuka jaringan dan demi lapis, dari kulit, lemak, fasia, clan jaringan dalam,
lakukan pengisapan misalnya peritoneum pada pembedahan area abdomen.
apabila diperlukan. Pembukaan jaringan dilakukan sampai akses yang akan
dituju sesuai jenis dan tujuan pembedahan dapat
tercapai.
Asisten bedah nicinbantu menarik dengan
menggunakan refraktor dan melakukan pengisapan
apabila banyak cairan yang mengganggu Ases hethh.
Penilaian dan pemilihan
Perawat instrumen berperan dalam memenuhi
keperluan yang sesuai pada setiap momen
pembedahan, seperti
keperluan penggunaan gunting mayo oleh
ahli bedah atau keperluan refraktor
Lakukan manajeman Perawat sirkulasi mendukung perawat instrurnen dan
sirkulasi intraoperatif ahli bedah dari zona tidak steril selama prosedur
ruang operasi. pembedahan untuk mengawasi atau membantu setiap
kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar
lapangan steril, Perawat sirkulasi melakukan
manajemen alat pengisap (suction), memastikan alat
hemostasis terpasang dengan benar, serta memeriksa
alat-alat tersebut dalam kondisi Power on.
Perawat sirkulasi mencatat barang yang digunakan.
seperti junilah spons, alat instrumen intraoperatif
yang mempunyai risiko tertinggal pada jaringan
bedah dan meningkatkan risiko cedera bedah, serta
mencatat penyulit yang terjadi selarna pembedahan
yang sering disampaikan boleh ahli bedah, asisten,
atau instrumentator.
Selama fase intraoperatif, perawat sirkulasi
melanjutkan dokumentasi tentang jenis aseptik,
jumlah cairan IV yang digunakan, dan memantau
keluaran urine dan lambung, melalui selang NGT
Selania prosedur pembedahan berlangsung, perawat
nienjaga agar pencatatan aktivitas perawaran pasien
dan prosedur yang dilakukan olch petugas ruang
operasi tetap akurat. Dokumentasi perawatan
incraoperatif memberi data yang bermanfaat bagi
perawat yang akan merawat pasien setelah
pembedahan.
Bantu ahli bedah pada saat Peran perawat perioperatif baik asisten bedah, perawat
akses instrumen dan sirkulator mendukung ahli bedah agar
bcdah tercapai sesuai tujuan
dengan tujuan pembedahan dapat tercapai. Tujuan pembedahan pada
pembedahan. saat akses tercapai, meliputi:
Ruangan dijaga agar tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak
dibutuhkan. Ruangan juga harus dicat dengan warna yang lembut, menyenangk
clan mempunyai: 1) pencahayaan tidak langsung; 2) plafon kedap suara; 3) perala
yang mengontrol atau menghilangkan suara; dan 4) ruang terisolasi (kotak berkaq
untuk pasien yang terganggu. Gambaran ini juga memberikan nilai psikologis
pasien untuk menurunkan ansietas.
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cpat
tentang kondisi pasien. Peralatan khusus termasuk tipe alat bantu pernapasan, yaitu'
oksigen, laringoskop, set trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator
mckanis, dan peralatan suction. Peralatan lain diperlukan untuk inenienuhi
kebutuhansirkulas', seperti aparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma
ekspander, nampan beris set intravena, set PCIPhOka jahitan, peralatan henti
jantung, defibrilator, kateter vena, dari tou•nic7er. Bahan-bahan balutan beclall,
narkotik, mcclikasi kedaruratan, ser kateteri dan peralatan drainase. Tempat tidur
peniulihan memberikin Ases mudah ke pasie, aman, dapat cligerakkan dengan
muclah, dapat dcngan mudah dan cepat ditempatka dalam posisi yang memudahkan
perawatan
pengkajian
Pengkajian dan Intervensi pada Saat Pemindahan
Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari kamar operasi
ke ruang pemulihan. Pengkajian dilakukan saat memindahkan pasien yang berada di
atas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi tentang kondisi jalan napas,
tingkat kesadaran, status vaskular, sirkulasi, perdarahan, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen. Pengaturan posisi kepala pada saat pemindahan sangat penting dilakukan
dengan tetap menjaga kepatenan jalan napas.
Saat pasien masuk ke PACU, perawat dan anggota tim bedah menyerahkan status
pasien. Laporan tim bedah mencakup laporan tentang obat anestesi yang cliberikan,
sehingga perawat PACU dapat niengantisipasi dengan mudah pasien mana yang
seharusnya sudah sadar. Laporan pemberian cairan. IV atau transfusi darah selama
pembedahan berlangsung mengingatkan perawat pada keseimbangan cairan dan
elektrolit. Dokter bedah sering melaporkan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
khusus (misalnya: pasien yang berisiko mengalanii pendarahan atau infeksi). Perawat
menerima laporan adanya komplikasi yang terjadi selama pembedahan berlangsung,
seperti kehilangan darah yang berlebihan atau irarna jantung tidak teratur. Biasanya
laporan ini diberikan saat pertugas PACU menerima kedatangan pasien. Perawat akan
memasang berbagai jenis peralatan monitor, seperti alat monitor tekanan darah
noninvasif, alat monitor EKG, dan oksinicter nadi. Pada periode pemulihan ini,
sebagian besar pasien menerima oksigen melalui beberapa cara.
Efek anestesi pada sistem saraf pusat akan memengaruhi penurunan kontrol
kesadaran dan kemampuan dalam orientasi p1da lingkungan sehingga pasien yang
mulai sadar biasanya gelisah. Kondisi penurunan reaksi anestesi akan bermanifestasi
pada munculnya keluhan nyeri akibat kerusakan neuromuskular pascaoperasi. pasien
pascaoperasi cenderung mengalami kecemasan pascaoperasi SChUbungan dengan
penurunan kernampuan adaptasi normal.
Intervensi Rasional
Atur tempat pasien dengan Pasien biasanya masih mendapat
dekatkan pada akses oksigen dan oksigenasi pemeliharaan
suction. sampai sadar penuh.
Kaji dan observasi jalan napas. Dereksi Awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui
apakah pasien bernapas atau tidak
adalah dengan menempatkan
telapak tangan di atas hidung dan
mulut pasien untuk merasakan
hembusan napas. Gerakan toraks
dan diafragma tidak selalu
menandakan pasien bernapas.
Pertahankan kepatenan jalan jalan napas oral atau oral airway tetap
napas. terpasang untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas sampai tercapai
pernapasan yang nyaman dengan
kecepatan normal. Apabila fungsi
pernapasan sudah kembali normal,
bantu pasien membersihkan jalan napas
dengan cara meludah. Kemampuan
melakukan hal tersebut menandakan
kembalinya refleks muntah normal
Intervensi Rasional
Lin monitor koncrol Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan
pernapasan. depresi pernapasan Oleh karena itu,perawat
harus mewaspadai pernapasan yang dangkal
dan lamban serta yang lemah.
Monitor frekuensi, irama, Deteksi, awal adanya perubahan terhadap
kedalaman ventilasi kontrol pola pernapasan dari medulaoblongata
pernapasan, kesimetrisan Untuk intervens selanjutnya.
gerakan dinding dada,
bunyi napas, dan warna
membran mukosa.
:Pastikan fungsi Tindakan evaluasi untuk rnenenrukan
pernapasan sudah optimal dimalainya latihan pernapqsai
sesuai yang diajarkan pada saat praoperatif.
Intruksikan pasien untuk Meningkatkan ekspansi paru. Untuk
napas dalam. memperbesar ekspansi dacl,
dan pertukaran gas. Sebagai contoh,
meminta pasien untuk mengual
ataii untuk melakukan inspirasi maksimal
Instruksikan untuk Batuk juga didorong untuk melonggarkan
melakukan batuk sumbatan mukus Pembebatan dengan cermat
efektif pada abdomen atau insisi torak
membantu pasien mengatasi ketakutannya
bahwa eksersi dan batuk dapat menyebabkan
insisi bedah terbuka.
Intervensi Rasional
Kaji kernampuan Banyak faktor fisiologi (motivasi, afektif,
kontrol nyeri pasien, kognitif, dan emosional) yang dapat
memengaruhi persepsi nyeri.
Kaji persiapan Persiapan praoperatif yang diterima oleh
pengelolaan nyeri pasien (termasuk meformasi tentang apa
praopetif. yang diperkirakan dan dukungan
psikologis) adalah faktor yang signifikan
dalam menurunkan ansietas dan nyeri
yang dialami dalam periode pascaoperatif.
Kaji skala Nyeri Skala nyeri pascaoperatif tergantung pada
persepsi fisiologis dan psikologis individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri,
letak insisi, sifat prosedur, dan kedataman
trauma bedah.
Lakukan manajemen
nyeri keperawatan. Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
• Istirahatkan pasien. kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
• Ajarkan teknik Meningkatkan asupan 0 2 sehingga
Relaksasi pernapasan menurunkan nyeri sekunder
dalam saat riveri dari iskemia spina.
muncul.
• Lakukan manajemen Manajemen scrituhan pada saat nyeri
sentuhan. berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat ineningicatkan aliran
darah dan membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan
nonverbal kecemasan, rasa agita marah dan gelisah yang akan
dampingi pasien dan memengaruhi posisi pasien'
Likukan tindakan bila pada brankar sehingga mempunyai risiko
menunjukan perilaku jatuh. Apabila~
merusak. perawat menclaparkan gejala awal
perubahan dari nonverbal,
maka perawat meminta bantuan dari
perawat lain di ruang
peniublian untuk melakukan fiksasi pada
pasien.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
memperlambat penyembuhan.
Tingkatkan kontrol Kontrol sensasi pasien (dalam
sensasi pasien. menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien; menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, dan memberikan respons
balik yang positif.
Orientasikan pasien Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
terhadap prosedur
dan aktivitas yang
diharapkan.