Você está na página 1de 7

Kerajaan Singosari

Letak Dan Corak Serta Tahun Berdirinya Kerajaan Singasari


Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah
sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi
kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang. Kerajaan ini
bercorak Hindu.
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Singasari
Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya
(anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak
Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai.
1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 - 1247)
2. Anusapati (1247 - 1249)
3. Tohjaya (1249 - 1250)
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 - 1272)
5. Kertanagara (1272 – 1292)
Kehidupan Sosial, Politik & Pemerintahan politik
1. Mengadakan penggantian pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan
oleh Aragani.
2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra
Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
3. Memperkuat angkatan perang guna meningkatkan kemanan dan ketertiban dalam
negeri.
4. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta
melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
5. Menguasai Bali.
6. Menguasai Jawa Barat.
7. Menguasai Malaka dan Kalimantan.
8. Menjalain persahabatan dengan Raja Campa yang bernama Jayasihawarman
Kehidupan sosialnya terbagi atas dua kelas, yaitu kelas atas raja dan keluarganya,
serta bangsawan lainnya. Kelas bawah yaitu rakyat jelata dan masyarakat umum. Para
pejabat biasanya memiliki wilayah yang dapat dikenakan pajak yang sebagian hasilnya
dijadikan upeti untuk raja. Dibangunnya desa-desa mengikuti hari pasaran Jawa.
Pemerintahannya
Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama
antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararatondisebutkan nama asli
Narasingamurti adalah Mahisa Campaka. Apabila kisah kudeta berdarah dalam
Pararaton benar- benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan
bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi antara kedua kelompok yang bersaing.
Wisnuwardhana merupakan cucu Tunggul Ametung sedangkan Narasingamurti adalah
cucu Ken Arok.
Proses Kehancuran
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa
akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwag bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus
besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh. Setelah
runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kadiri.
Peninggalan
Beberapa candi peninggalan dari kerajaan Singasari masih terlihat berdiri di kota
Malang, walaupun beberapa dari candi tersebut terlihat usang bahkan hancur di makan
usia. Sebagai contoh dari candi-candi tersebut adalah Candi Kidal. Dahulu Candi Kidal
memiliki tinggi sekitar 17 meter namun sekarang hanya tinggal 12,5 meter. Diatas pintu
Candi Kidal terdapat kepala raksasa dan singa serta memiliki ornamen cuplikan kisah
mahabharata. Secara arsitektur Candi Kidal kental dengan budaya Jawa Timuran, dan
telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi Kidal juga memuat cerita Garudeya,
cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan.
Sejarah dan Asal-usul Kota Malang
Adalah seorang raja yang bijaksana dan amat sakti, Dewasimha namanya. Ia
menjaga istananya yang berkilauan serta dikuduskan oleh api suci Sang Putikewara
(Ciwa). Berbahagialah sang Raja Dewasimha karena dewa-dewa telah
menganugerahkan dalam hidupnya seorang putera sebagai pewaris mahkotanya. Putra
yang kemudian menjadi pelindung kerajaan itu bernama Liswa atau juga dikenal sebagai
Gajayana. Adalah Gajayana seorang raja yang begitu dicintai rakyatnya, berbudi luhur
dan berbuat baik untuk kaum pendeta serta penuh baktu sesungguh-sungguhnya kepada
Resi Agastya.
Sebagai tanda bakti yang tulus kepada Resi tersebut, sang Raja Gajayana telah
membangun sebuah candi yang permai untuk mahresi serta untuk menjadi penangkal
segala penyakit dan malapetaka kerajaan. Jikalau nenek moyangnya telah membuat arca
Agstya dari kayu cendana, maka Raja Gajayana sebagai pernyataan bakti dan
hormatnya telah memerintahkan kepada pemahat-pemahat ternama di seantero
kerajaan untuk membuat arca Agastya dari batu hitam nan indah, agar semua dapat
melihatnya. Arca Agastya yang diberi nama Kumbhayoni itu, atas perintah raja yang
berbudi luhur tersebut kemudian diresmikan oleh para Regveda, para Brahmana,
pendeta-pendeta terkemuka dan para penduduk negeri yang ahli, pada tahun Saka,
Nayana-Vava-Rase(682) bulan Magasyirsa tepat pada hari Jum’at separo terang.
Ia Raja Gajayana yang perkasa itu adalah seorang agamawan yang sangat
menaruh hormat kepada para pendeta. Dihadiahkannya kepada mereka tanah-tanah
beserta sapi yang gemuk, sejumlah kerbau, budak lelaki dan wanita, serta berbagai
keperluan hidup seperti sabun-sabun tempat mandi, bahan upacara sajian, rumah-rumah
besar penuh perlengkapan hidup seperti : penginapan para brahmana dan tamu, lengkap
dengan pakaian-pakaian, tempat tidur dan padi, jewawut. Mereka yang menghalang-
halangi kehendak raja untuk memberikan hadiah-hadiah seperti itu, baik saudara-
saudara, putera-putera raja, dan Menteri Pertama, maka mereka akan menjadi celaka
karena pikiran-pikiran buruk dan akan masuk ke neraka dan tidak akan memperoleh
keoksaan di dunia atau di alam lain. Ia, sebaliknya selalu berdoa dan berharap semoga
keturunannya bergirang hati dengan hadiah-hadiah tersebut, memperhatikan dengan
jiwa yang suci, menghormati kaum Brahmana dan taat beribadat, berbuat baik,
menjalankan korban, dan mempelajari Weda. Semoga mereka menjaga kerajaan yang
tidak ada bandingannya ini seperti sang Raja telah menjaganya.
Raja Gajayana mempunyai seorang puteri Uttejena yang kelak meneruskan
Vamcakula ayahandanya yang bijaksana itu.
Cerita di atas diangkat sari satu prasasti yang bernama “Prasasti Dinaya atau
Kanjuruhan” menurut nama desa yang disebutkan dalam piagam tersebut. Seperti tertulis
di dalamnya, prasasti ini memuat unsure penanggalan dalam candrasengkala yang
berbunyi : “Nayana-vaya-rase” yang bernilai 682 tahun caka atau tahun 760 setelah
Masehi.
Apabila prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Gajayana pada tahun 760 sesudah
Masehi, maka paling tidak prasasti itu merupakan sumber tertulis tertua tentang adanya
fasilitas politik yakni berdirinya kerajaan Kanjuruan di wilayah Malang. Tempat itu
sekarang dikenal dengan nama Dinoyo terletak 5 km sebelah barat Kota Malang. Di
tempat ini menurut penduduk disana, masih ditemukan patung Dewasimha yang terletak
di tengah pasar walaupun hampir hilang terbenam ke dalam tanah.
Malangkucecwara berasal dari tiga kata, yakni : Mala yang berarti segala sesuatu
yang kotor, kecurangan, kepalsuan, atau bathil, Angkuca yang berarti menghancurkan
atau membinasakan dan Icwara yang berarti Tuhan. Dengan demikian
Malangkucecwara berarti “TUHAN MENGHANCURKAN YANG BATHIL”.
Walaupun nama Malang telah mendarah daging bagi penduduknya, tetapi nama
tersebut masih terus merupakan tanda tanya. Para ahli sejarah masih terus menggali
sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas pernyataan tersebut di atas.
Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang
tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu
hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri
diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti
Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara
Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci
Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu
pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu
pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu
puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih
terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah
gunung yang bernama Malang.
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu
terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini
di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh
sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik.
Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang
berserakan di daerah tersebut, seperti candi Jago dan candi Kidal, yang keduanya
merupakan peninggalan zaman kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah
kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan
suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua
gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu.
Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan
Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai
berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah
Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah
timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah
Limpa yaitu ………”
Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur
dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti tiu. Dari prasasti inilah diperoleh satu
bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang
menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi”
(dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan
pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk
daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram
menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang
atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya karajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang
sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah
12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun
setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak
penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan
kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang.
Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya
diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota
Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh
bernama Kutobedah di desa Kutobedah.
Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan
daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk
daerah ini.
Sekilas Sejarah Pemerintahan
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial
Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879.
Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak
melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah
yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami
perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Malang merupakan sebuah Kerajaan yang berpusat di wilayah Dinoyo, dengan
rajanya Gajayana.
 Tahun 1767 Kompeni memasuki Kota
 Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
 Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
 Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-
alun di bangun.
 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
Balai Kota Malang
Peninggalan Kerajaan Singosari

Você também pode gostar