Você está na página 1de 51

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER)


DI INDONESIA

DWI RANI WIDIASTUTY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur,


Perilaku dan Kinerja Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Dwi Rani Widiastuty


NIM H14120030
ABSTRAK
DWI RANI WIDIASTUTY. H14120030. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja
Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF
DARYANTO.

Crumb rubber merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga
mutunya terjamin secara teknis. Perkembangan ekspor crumb rubber mengalami
pertumbuhan yang baik. Kondisi ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk
masuk dalam pasar industri crumb rubber. Banyaknya perusahaan baru yang masuk
dalam industri crumb rubber membuat industri crumb rubber semakin berkembang.
Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar menyebabkan
persaingan di industri crumb rubber juga akan meningkat, baik produsen lokal
maupun multinasional. Pertumbuhan sektor industri crumb rubber yang pesat
memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal
kuat dan berskala besar, serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan
dalam industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur, perilaku dan
kinerja industri crumb rubber, serta menganalisis hubungan antara struktur dan
faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan adalah
data time series dari tahun 1990-2013. Metode deskriptif digunakan untuk
menganalisis perilaku industri crumb rubber di Indonesia. Metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri crumb rubber dengan
pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance), sementara untuk menganalisis
hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja digunakan
pendekatan OLS (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur Industri crumb rubber di
Indonesia dapat dikatakan tidak terkonsentrasi (unconcentrated) atau mendekati
pasar persaingan sempurna, terlihat dari nilai rata-rata rasio empat perusahaan
(CR4) sebesar 17,48 persen dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) sebesar 98,74
persen. Selain itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale (MES) sebesar 6,48
persen, artinya hambatan masuk pasar termasuk rendah. Rendahnya Minimum
Efficiency Scale (MES) dapat menjadi peluang masuknya perusahaan baru ke
industri crumb rubber di Indonesia. Perilaku pasar dapat terlihat dari beberapa
strategi yang digunakan perusahaan crumb rubber dalam meningkatkan
keuntungan, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kinerja industri crumb
rubber terlihat dari nilai rata-rata tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-
eff) dan pertumbuhan nilai output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja
industri crumb rubber di Indonesia masih kurang baik.
Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja
industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff) dan
produktivitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Selain itu, nilai
pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak
berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan
produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif, sedangkan pola hubungan antara
ekspor dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) terhadap PCM berpengaruh negatif.

Kata kunci: crumb rubber, ekspor, OLS, SCP


ABSTRACT

DWI RANI WIDIASTUTY. H14120030. Analysis of Structure, Conduct and


Performance Crumb Rubber Industry in Indonesia. Supervised by ARIEF
DARYANTO.

Crumb rubber is a natural rubber that is treated specifically so that technically


quality is guaranteed. The development of crumb rubber exports is experiencing
good growth. This condition makes many companies interested to enter in the
crumb rubber industry market. The number of new companies entering the industry
make the crumb rubber industry continue to growing. An increasing number of
similar companies that entered the market led to a rivalry in the crumb rubber
industry. This will also increase, both local and multinational manufacturers.
Growth in the industrial sector crumb rubber which enables the rapid emergence of
large companies, have strong capital and large-scale, and creates competition
between companies in the industry.
This study aims to determine the structure, conduct and performance of the
crumb rubber industry, as well as to analyze the relationship between structure and
other factors to the performance of crumb rubber industry in Indonesia. The data
used in this research is secondary data. Data taken from the agencies concerned,
BPS, PT Indonesian CAPRICORN Consultants Inc, the Ministry of Industry,
Association of Indonesian Rubber Companies (Gapkindo), UN Comtrade. These
books and a variety of sources support the research. The data used are time series
data from the year 1990 to 2013. Descriptive method is used to analyze the behavior
of crumb rubber industry in Indonesia. Quantitative methods are used to analyze
the structure and performance of crumb rubber industry to approach SCP
(Structure-Conduct-Performance), while to analyze the relationship between
structure and other factors to the performance approach is used OLS (Ordinary
Least Square).
The results showed that the structure of crumb rubber industry in Indonesia
can be said to be unconcentrated or close to a perfectly competitive market, seen
from the average value of the ratio of the four firms (CR4) of 17,48 percent and the
Herfindahl-Hirschman Index (HHI) of 98,74 percent. In addition, the average value
of Minimum Efficiency Scale (MES) of 6,48 percent, which means that market
entry barriers are low. Low Minimum Efficiency Scale (MES) can be chances entry
of new firms into crumb rubber industry in Indonesia. Market behavior can be seen
from some of the strategies the company uses crumb rubber to improve profits, the
strategy of price, product and promotion. Performance of the crumb rubber industry
can be seen from the value of the average rate of profit (PCM), internal efficiency
(X-eff) and growth of less than 50 percent, so the performance of crumb rubber
industry in Indonesia is still not good.
Based on the regression results, the rate of profit (PCM), which represents the
performance of crumb rubber industry is significantly affected by internal
efficiency (X-eff) and productivity (Prod), the real level of 0,05 (five percent). In
addition, growth, Herfindahl-Hirschman Index (HHI) and exports no significant
effect on PCM. The pattern of the relationship between X-eff, growth and
productivity of the PCM positive effect, while the pattern of the relationship
between exports and Herfindahl-Hirschman Index (HHI) to PCM negative effect.

Keywords: crumb rubber, export, OLS, SCP


ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA
INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) DI
INDONESIA

DWI RANI WIDIASTUTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah analisis crumb rubber dengan judul Analisis
Struktur, Perilaku dan Kinerja Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr
Ir Arief Daryanto MEc selaku dosen pembimbing atas saran dan arahan yang
diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr selaku dosen penguji utama
dan Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayanti MSi selaku penguji dari komisi pendidikan yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi
ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agus Susanto (Badan Pusat
Statistik), Bapak Ahmad Badaruddin (Gapkindo) yang telah membantu selama
pengumpulan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada ayah Usman, ibu Ida
Nuraida, kakak serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu
Ekonomi, keluarga besar ESP 49, Mabruroh, Ans, Teti, Shelvy, Veni, Vivi, Noviza,
Sofie, Reni dan Ihsan Fikrie sebagai tempat berbagi suka dan duka, serta kepada
Annisa Safitri dan Aryani Sundari selaku teman sebimbingan yang saling
mendukung dan juga kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu,
terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama empat tahun belajar disini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, April 2016

Dwi Rani Widiastuty


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
METODE 12
Jenis dan Sumber Data 12
Metode Analisis 12
Uji Statistika dan Ekonometrika 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 20
Gambaran Umum Karet 20
Perkembangan Industri Crumb Rubber di Indonesia 22
Profil Beberapa Perusahaan Crumb Rubber di Indonesia 23
Regulasi Pemerintah yang berkaitan dengan Crumb Rubber di Indonesia 24
Analisis Struktur Pasar Industri Crumb Rubber di Indonesia 24
Analisis Perilaku Industri Crumb Rubber di Indonesia 26
Analisis Kinerja Industri Crumb Rubber di Indonesia 27
Hasil Analisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja
industri crumb rubber di Indonesia 28
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 1
2 Tipe-tipe Pasar 6
3 Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan 6
4 Perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013 22
5 Tingkat konsentrasi industri crumb rubber tahun 1990-2013 25

DAFTAR GAMBAR
6 Bagan kerangka pemikiran 11
7 Pertumbuhan nilai ekspor dan konsumsi domestik industri crumb rubber
tahun 1990-2013 23
8 Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff 27

DAFTAR LAMPIRAN
9 Nilai MES industri crumb rubber 34
10 Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber 34
11 Nilai dependent dan independent industri crumb rubber 35
12 Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) 36
13 Uji normalitas 36
14 Matriks kolerasi antar variabel eksogen 36
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditas penting bagi perekonomian


Indonesia. Nilai ekonomi yang diperoleh dari komoditas karet alam antara lain
sebagai penyumbang devisa negara dan sebagai salah satu mata pencaharian
masyarakat Indonesia. Komoditas karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk
primer dan turunan atau hasil olahannya. Pada produk primer terdapat tiga golongan
utama yaitu crumb rubber, karet konvensional dan lateks pekat. Data ekspor karet
alam Indonesia dalam angka tahun disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 (‘000 ton)
Jenis Mutu 2009 2010 2011 2012 2013
Lateks pekat 9,1 12,9 9,5 7,6 5,9
RSS (Ribbed
77,0 60,2 67,3 66,7 69,3
Smoked Sheet)
SIR (Technically
1.905,0 2.278,8 2.370,1 2.370,1 2.625,1
Specified rubber)
Jenis karet lain 0,1 - - - 1,6
Total 1.991,7 2.351,9 2.555,7 2.444,4 2.702,0
Sumber: BPS (diolah Gapkindo, 2015)

Tabel 1 menunjukan bahwa ekspor karet alam Indonesia berdasarkan jenis


mutu dari tahun 2009-2013 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009-2011 total
ekspor karet alam mengalami pertumbuhan, namun pada tahun 2012 terjadi
penurunan sebesar 0,04 persen. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 0,11
persen. Hampir mencapai 90 persen dari total ekspor produk karet alam Indonesia
diolah menjadi crumb rubber dengan kodifikasi SIR (Standard Indonesia Rubber),
sedangkan sisanya diolah dalam bentuk RSS (Ribbed Smoked Sheet), lateks pekat
dan lainnya (BPS, 2013).
Pada tahun 2009-2013 ekspor crumb rubber mengalami pertumbuhan yang
baik. Perkembangan ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk masuk dalam
pasar industri crumb rubber. Banyaknya perusahaan baru yang masuk dalam
industri crumb rubber membuat industri crumb rubber semakin berkembang.
Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar, membuat
persaingan di industri crumb rubber juga akan meningkat baik produsen lokal
maupun multinasional.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan sektor industri crumb rubber yang pesat memungkinkan


munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal kuat dan berskala
besar, serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan dalam industri.
Perusahaan-perusahaan besar yang bermodal kuat akan memiliki kekuatan yang
2

besar di dalam pasar. Kekuatan ini bisa diperoleh karena perusahaan-perusahaan


mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kebijakan proteksi dan penanaman
modal asing. Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat menandakan semakin
nyata akibat dari persaingan itu sendiri, baik persaingan yang bersifat sehat maupun
kurang sehat. Hal ini secara langsung akan memengaruhi struktur, perilaku dan
kinerja dari suatu industri. Fenomena yang terjadi selanjutnya yaitu mengarah pada
terbentuknya konsentrasi dalam pasar. Terkonsentrasinya struktur pasar pada
industri crumb rubber secara tidak langsung berimplikasi pada kinerja industri dan
menyebabkan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan. Kinerja juga secara
tidak langsung dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Apabila tidak ada
pengawasan yang ketat, maka akan menciptakan suatu bentuk persaingan tidak
sehat sehingga menyebabkan kerugian bagi pesaing lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang dapat dikaji dalam
menentukan struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber. Oleh karena itu,
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber di
Indonesia?
2. Bagaimana hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja
industri crumb rubber di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan


dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri crumb rubber di
Indonesia.
2. Menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja
industri crumb rubber di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi terbaru


bagi para pelaku industri crumb rubber. Bagi pemerintah maupun lembaga atau
instansi terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan
industri crumb rubber di Indonesia. Bagi penulis merupakan proses belajar untuk
lebih kritis dalam menganalisis suatu permasalahan yang sedang terjadi di sektor
industri dan dapat lebih memberikan wawasan yang lebih luas mengenai industri
crumb rubber di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri pengolahan hasil


perkebunan yaitu industri pengolahan karet. Industri karet yang akan menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah industri karet dan bahan olahan karet dengan spesifikasi
karet remah (crumb rubber) dengan kategori industri besar dan sedang berdasarkan
kode Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) 5 digit revisi 2000
3

yaitu 25123. Data yang digunakan adalah data tahunan (time series) dari tahun
1990-2013. Pada penelitian ini tidak dibahas lebih jauh mengenai aspek
perdagangan internasional, hanya diberikan informasi mengenai perkembangan
nilai ekspor crumb rubber di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Industri

Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami.


Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Ekonomi industri
merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopoli
dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya (Jaya, 2001).
Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi.
Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan
bagaimana pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja pasar industri. Definisi
ekonomi industri adalah bahwa pada dasarnya teori-teori yang terdapat dalam
ekonomi industri menekankan pada ilmu ekonomi studi empiris dan faktor-faktor
yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja sehingga tercapai tingkat
efisiensi bagi perusahaan, industri serta perekonomian secara keseluruhan (Jaya,
2001).
Menurut Hasibuan (1993) pengertian industri dapat dibedakan secara mikro
dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan
yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang
mempunyai sifat saling mengganti (substitusi). Secara makro, industri adalah
kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah, yaitu semua produk barang
maupun jasa. Sehingga dapat simpulkan bahwa pengertian industri secara luas
adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan
untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada satu bangunan atau lokasi
tertentu serta memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan
struktur biaya serta ada yang lebih bertanggung jawab atas usaha tersebut.

Pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP)

Kerangka analisis Structure Conduct Performance (SCP) merupakan alat


analisis ekonomi industri yang dikembangkan oleh ahli ekonomi modern yang
mulai berkembang sejak tahun 1930. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Edward
S. Mason, seorang dosen di University of Harvard pada tahun 1930-an. Kemudian
pendekatan ini dikembangkan lagi oleh Bain, Clark dan Caves (Scherer, 1996).
Kerangka analisis ini mengemukakan hubungan keterkaitan antara struktur pasar
dalam suatu stuktur (structure) dengan perilaku (conduct) dan kinerja
(performance) perusahaan-perusahaan dalam industri. Secara spesifik, mengacu
pada pendekatan SCP tradisional (konvensional), struktur pasar cenderung
memengaruhi perilaku (conduct) kemudian perilaku akan memengaruhi kinerja
(performance) dari perusahaan-perusahaan yang ada di dalam industri tersebut
(Arsyad L, 2014).
4

Teori organisasi industri menjelaskan bahwa terdapat sebuah konsep SCP


atau structure, conduct and performance. Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja
suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar
dianggap akan mempengaruhi perilaku dan strategi perusahaan dalam suatu industri
dan perilaku akan mempengaruhi kinerja. Ada beberapa model pendekatan SCP
yaitu SCP School dan Chicago School, serta The New Industrial Economics.

a. Structure-Conduct-Performance (SCP School)

Pandangan ini menekankan bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan yang


tinggi diinterpretasikan sebagai indikator penguasaan dan penyalahgunaan
penguasaan pasar. Dengan demikian masyarakat akan merasakan dampak
negatifnya dan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk membatasi
perilaku perusahaan (Lubis, 1997).

b. Chicago School

Aliran Chicago School mempunyai argumen bahwa tingkat konsentrasi dan


keuntungan yang tinggi merupakan ukuran keberhasilan perusahaan. Hanya
perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu mendapatkan keuntungan dan
memperbesar pangsa pasar serta meningkatkan konsentrasi pasar. Sebaliknya,
perusahaan yang efisien justru menguntungkan konsumen melalui tingkat harga
yang lebih rendah maupun kualitas produk yang lebih baik. Berbeda dengan
pandangan klasik, pandangan ini menyatakan arah hubungan yang terbalik, di mana
tingkat efisiensi perusahaan merupakan determinan posisi suatu perusahaan dalam
pasar dan perilakunya. Aliran ini juga menyatakan bahwa sumber utama terjadinya
kekuatan monopoli adalah pemerintah, sehingga agar tercapai kinerja pasar yang
diinginkan diserahkan pada mekanisme pasar (Yunianti, 2001). Paradigma Chicago
meyakini bahwa keberhasilan perusahaan (firm success) yang diukur dengan
tingkat keuntungan dan pangsa pasarnya mengindikasikan kepuasan konsumen,
bukan kinerja yang buruk (Daryanto, 2004).

c. New Industrial Economics

Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku yaitu apresiasi
terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan tidak hanya
bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tapi berusaha agar lingkungan
ekonomi dimana perusahaan berada dapat memberi keuntungan dengan
pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama (Lubis, 1997).

Struktur Pasar

Menurut Hasibuan (1993) pengertian struktur sering diidentikan dengan


bentuk atau format tetapi untuk istilah struktur pasar disini adalah bentuk susunan.
Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar
serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini
menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun
5

eksternal serta mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam


perekonomian. Pasar secara sederhana disebut sebagai pertemuan antara penjual
dengan pembeli. Pengertian penjual disini telah mencakup setiap individu
perusahaan dalam industri, sedangkan pengertian pembeli telah tergabung dalam
sejumlah pembeli.
Hasibuan (1993) menjelaskan bahwa dalam struktur pasar terdapat elemen-
elemen yang menjelaskan pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk masuk
(barrier to entry). Setiap perusahaan memiliki struktur pada masing-masing
keadaan tertentu. Menurut Jaya (2001) elemen utama struktur pasar dapat
digabungkan dalam suatu kesamaan dan dicocokkan dengan data perusahaan aktual.
Asumsinya adalah bahwa tingkat keuntungan perusahaan merupakan motivasi
dasar perusahaan. Oleh karena itu, tingkat keuntungan merupakan suatu ukuran
yang baik dalam menggambarkan kinerja suatu perusahaan.

Pangsa Pasar

Menurut Shepherd (1979) pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat


penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan
dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya
sendiri dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan
seluruh pasar. Pangsa pasar mencerminkan proksi keuntungan bagi perusahaan
karena pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar
dalam menghadapi persaingan dan sebaliknya. Pangsa pasar dapat dihitung dengan
beberapa cara yaitu berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit produksi dan
kapasitas produksi. Pada produk yang bersifat homogen biasanya pangsa pasar
diukur dengan menggunakan unit atau volume penjualan, sedangkan pada pasar
yang produknya heterogen pangsa pasar dihitung terhadap total penjualan.
Semakin besar pangsa pasar, semakin besar pula kekuatan pasar yang dimiliki
perusahaan tersebut. Jika pangsa pasar suatu perusahaan tinggi maka akan
cenderung ke arah monopoli yang maximal profit-oriented. Sebaliknya jika pangsa
pasarnya rendah akan cenderung ke arah pasar persaingan. Perusahaan dengan
pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk
dan kenaikan kepemilikannya. Secara umum, terdapat hubungan yang positif antara
pangsa pasar dan keuntungan (Jaya, 2001). Tabel 2 menunjukkan beberapa tipe
pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan persaingan murni.
6

Tabel 2 Tipe-tipe pasar


Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh
Suatu perusahaan menguasai 100 PLN, TELKOM,
Monopoli murni
persen dari pangsa pasar. PAM
Suatu perusahaan yang menguasai Surat kabar lokal atau
Perusahaan yang
50-100 persen dari pangsa pasar nasional, film kodak,
dominan
dan tanpa pesaing yang kuat. batu baterai.
Penggabungan empat perusahaan Bank-bank lokal,
terbesar yang memiliki pangsa siaran TV, bola lampu,
Oligopoli ketat pasar 60-100 persen. Kesepakatan sabun, toko buku,
diantara mereka untuk menetapkan rokok kretek dan
harga relatif mudah. semen.
Penggabungan empat perusahaan
Kayu, perkakas rumah
terkemuka yang memiliki pangsa
tangga, mesin-mesin
pasar 40 persen atau kurang,
Oligopoli longgar kecil, perangkat keras,
kesepakatan di antara mereka
majalah, batu baterai,
untuk menetapkan harga
obat-obatan.
sebenarnya tidak mungkin.
Banyak pesaing yang efektif, tidak Pedagang
Persaingan
satu pun yang memiliki lebih dari eceran,penjual
monopolistik
10 persen pangsa pasar. pakaian
Lebih dari 50 persen pesaing yang
Persaingan murni mana tidak satupun yang memiliki Sapi dan unggas
pangsa pasar yang berarti.
Sumber: Jaya, 2001

Konsentrasi (Concentration)

Menurut Jaya (2001) konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari


perusahaan-perusahaan oligopoli, dimana adanya hubungan saling ketergantungan
antar perusahaan tersebut. Kelompok perusahaan ini biasanya terdiri dari dua
sampai delapan perusahaan, kombinasi pangsa pasar yang mereka lakukan
membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Pengukuran-pengukuran
konsentrasi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan


Pengukuran Rumus �
n
Rasio Konsentrasi
CR= ∑ ���
i=

Herfindahl-Hirschman Index
H = ∑ ���
�=

Indeks Rosenbluth R= -
∑��= �. ��

Indeks Entrophy
E = ∑ �� log
��
�=

Sumber: Jaya, 2001


7

dimana:
��� = jumlah perusahaan terbesar
�� = pangsa pasar perusahaan ke-i (%)
= jumlah perusahaan terbesar
Pengukuran indeks konsentrasi:
a) Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara
keseluruhan dan ukuran-ukuran pasar yang memimpin pasar.
b) Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar
utama dalam suatu industri.
c) Indeks Rosenbluth didasarkan pada peringkat suatu perusahaan dan pangsa
pasarnya.
d) Indeks Entropy mengukur semua pangsa pasar semua perusahaan dalam
industri.

Hambatan Masuk (Barrier to Entry)

Persaingan potensial adalah sebuah persaingan yang terjadi dimana


perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk
dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Menurut Jaya (2001) hambatan-hambatan
mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama
(contoh: paten, franchise). Pada intinya hambatan untuk masuk mencakup segala
sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru.
Shepherd (1990) menyatakan bahwa terdapat dua jenis hambatan, yaitu
hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan
hambatan masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada di luar kontrol dari lending
firm dan merupakan penyebab fundamental yang tidak dapat diubah, seperti modal,
skala ekonomi, diferensiasi produk, diversifikasi, intensitas penelitian dan
pengembangan, high durability of firm spesific capital dan integrasi vertikal.
Sedangkan, hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm,
starategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi penguasaan
produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

Perilaku Industri

Menurut Hasibuan (1993) perilaku industri adalah pola tanggapan dan


penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai
tujuannya. Biasanya perilaku itu dilakukan dengan melihat kondisi pasar yang akan
dimasuki.
Menurut teori ekonomi industri, perilaku industri menganalisis tingkah laku
serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk
merebut pangsa pasar dan mangalahkan pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat
dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam
kebijakan produk. Perilaku Industri crumb rubber terlihat dalam tiga strategi, yaitu:
perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam
strategi promosi.
8

Menurut Jaya (2001) perilaku industri dapat menjelaskan mengenai


persaingan harga dan jumlah yang ditetapkan perusahaan, kolusi yang terjadi antara
perusahaan, diskriminasi harga, differensiasi produk, pengeluaran iklan dan
promosi serta pengeluaran riset dan pengembangan. Dalam perilaku perusahaan
terdapat kekuatan pemusatan pasar yang terdiri dari pasar monopoli, oligopoli, dan
pasar persaingan sempurna. Pada pasar monopoli dimana terdapat kekuatan pasar
pada perusahaan tertentu, perilaku perusahaan bertujuan untuk menggapai kondisi
perekonomian secara umum bukan untuk menghadapi pesaing. Perilaku perusahaan
monopoli dalam menetapkan harga dan jumlah produk bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Monopoli juga menetapkan harga secara
administratif bukan melalui mekanisme pasar. Perilaku setiap perusahaan akan sulit
diperkirakan pada kondisi pasar oligopoli. Berbeda halnya dengan kondisi pasar
persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga,
pada oligopoli yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan pada umumnya
perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan
monopoli.

Kinerja Industri

Menurut Jaya (2001), kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi
oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja industri biasanya
memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan
kesinambungan dalam distribusi.

Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan


menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara fisik maupun nilai ekonomis
(harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal (efisiensi-X) dan
efisiensi alokasi. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan yang
dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan
menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan
efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang di alokasikan
sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat
menaikan nilai dari output.( Jaya, 2001).

Kemajuan Teknologi

Kemajuan mengacu pada keefektifan dalam pemeliharaan pasar dari


perubahan hasil yang baru dan lebih baik serta teknik produksi yang lebih baik.
Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik bagi
perusahaan, dengan adanya perubahan dan perkembangan teknologi dapat
memengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik dan proses produksi menjadi
lebih baik (Jaya, 2001).
9

Kesinambungan dalam Distribusi (Keadilan/ Equity)

Keadilan yaitu keseimbangan dalam distribusi. Keadilan mempunyai tiga


dimensi, yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Keseimbangan
mempengaruhi etika dan terdapat kriteria etika yang harus dikombinasikan, yaitu
kesamarataan, upaya, dan kontribusi atau produktivitas (Jaya, 2001). Berdasarkan
elemen-elemen yang diketahui, maka dapat diketahui bagaimana jenis pasar
berdasarkan struktur-perilaku dan kinerja yang dihadapi oleh suatu industri.

Tabel 3 Jenis pasar berdasarkan struktur-perilaku dan kinerja


Struktur Perilaku Kinerja
N
o Pangsa Efisien
Entry Tipe Strategi Strategi Strategi
Profit si
pasar Condition Produk Harga Produk Promosi
Teknis

Pangsa
pasar tiap
Sangat Tidak indepe
1 perusaha Homogen b Normal Baik
rendah ada nden
an <1%,
HI< 100

Pangsa
pasar tiap
perusaha Unrecognized Cukup
2 Rendah Heterogen a Normal
an <10%, interdependence baik
100<HI<
1000

CR4<40
%, Unrecognized Cukup
3 Rendah Heterogen a Normal
100<HI< interdependence baik
1800
CR4 60-
100%, Sedang s/d Homogen/ Recognized Agak
4 a,b,c Kurang
1800<HI tinggi Heterogen interdependence lebih
<2500
Satu
buah
perusaha
an
Sangat
5 menguas Tinggi independen a=b,c Tinggi Buruk
diferen
ai 50-
100%,
2500<HI
<10000

Sumber: Greer dalam Juwita (2004)


Keterangan: 1; pasar persaingan sempurna, 2; pasar monopolistik, 3; oligopoli longgar, 4;
oligopoli ketat, 5; perusahaan dominan, a; promosi berbentuk merk, b; promosi berdasarkan
industri/pasar, c; promosi secara politik.
10

Mengukur kinerja suatu industri, variabel yang paling umum digunakan


adalah Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja
pertama kali oleh Collins dan Presto (1968-1969). Selain PCM, pengukuran kinerja
juga dapat dilakukan dengan metode-metode lain. Pada umumnya, pengukuran
kinerja dalam studi empiris terbagi menjadi empat macam. Selain PCM,
pengukuran lain yang dapat digunakan adalah rasio dari kelebihan profit terhadap
penjualan, tingkat pengembalian dari asset atau modal, dan yang terakhir adalah
dengan mengukur nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan (Putra, 2009).

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Rizkyanti (2010) dalam analisis struktur pasar industri karet dan barang karet
periode tahun 2009 menunjukan berdasarkan hasil analisisis struktur pasar karet
dan produk olahan karet didapatkan bahwa terdapat empat perusahaan yang
memiliki pangsa pasar tertinggi yaitu sub-industri karet remah, sub-industri
pengasapan karet, sub-industri barang-barang dari karet yang belum termasuk
25591 dan 25592 dan sub-industri ban luar dan ban dalam. Dengan nilai CR4
sebesar 75,21 persen (Jaya, 2001). Dilihat dari konsentrasi Indeks Hirschman-
Herfindahl menurut klasifikasi struktur pasar dalam indeks herfindahl bahwa
industri karet dan barang karet secara keseluruhan termasuk dalam pasar oligopoli
sebesar 0,2060. Dikatakan dalam pasar oligopoli karena kisaran herfindahl 0,2
sampai dengan 0,6.
Amalia et al (2013) dalam sistem pemasaran rakyat di provinsi Jambi dengan
pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar menunjukkan bahwa konsentrasi
rasio empat perusahaan terbesar (CR4) di tingkat pabrik crumb rubber sebesar 75,70
persen. Karakteristik struktur pasar menunjukkan bahwa pasar terkonsentrasi
dengan tingkat persaingan yang kecil. Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada
struktur pasar oligopoli dan terdapat lembaga pemasaran yang dominan dalam
proses penentuan harga, yaitu pabrik crumb rubber.
Subanidja (2005) dalam analisis struktur pasar dan kinerja industri
penggilingan menunjukan bahwa melihat struktur pasar industri penggilingan
dengan menggunakan kode ISIC /KBLI 153 beberapa industri yang memiliki
struktur pasar oligopoli. Dengan menggunakan analisa regresi, pengaruh yang
signifikan terhadap margin laba pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan kata
lain persamaan regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi (menduga) laba yang
diterima oleh perusahaan industri. Melalui ketiga variabel independent : IHH,
pangsa pasar, ROA yang signifikan dapat memengaruhi laba serta dapat
menjelaskan perubahan kinerja perusahaan industri dalam bentuk margin laba serta
secara bersama-sama.
Prastiwi (2011) dalam analisis struktur perilaku dan kinerja industri minuman
ringan di Indonesia menunjukan hasil analisis Struktur Conduct Performance
didapatkan bahwa struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah
oligopoli longgar. Kemudian rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4), efisiensi
internal (X-eff) dan produktivitas tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata
lima persen terhadap tingkat keuntungan.
11

Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur-


Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur pasar
pada industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan tingkat konsentrasi
yang cukup tinggi dan jenis produk yang heterogen. Selain itu, dalam penelitian
juga disimpulkan bahwa semua variabel yang diuji yaitu Herfindahl-Hirschman
Index (HHI), produktivitas, X-efisisensi dan Growth berpengaruh nyata dan
mempunyai hubungan positif terhadap tingkat keuntungan perusahaan (PCM).

Kerangka Pemikiran

Perkembangan ekspor karet alam Indonesia mengalami pertumbuhan


yang baik

Ekspor karet alam Indonesia sebagian besar dalam bentuk karet


spesifikasi teknis (crumb rubber)

Industri karet spesifikasi teknis (crumb rubber)

STRUKTUR PERILAKU KINERJA


Pangsa Pasar Strategi harga Price Cost Margin
Konsentrasi Strategi produk Efficiency
Hambatan masuk Strategi promosi Growth

Analisis regresi
dengan OLS

Hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri


crumb rubber di Indonesia

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja suatu industri telah


banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi. Hubungan antara variabel-variabel
dalam estimasi model yang dianalisis dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda
tergantung penggunaan proksi atau variabel yang dipakai peneliti.
Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari
penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
12

1. Herfindahl-Hirschman Index (HHI) atau total kuadrat pangsa pasar empat


perusahaan terbesar memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin
tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan (Juwita, 2004).
2. Efesiensi-X (X-eff) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin
efisien suatu perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahan lebih
sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan
pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
jangka panjang lebih murah. Adanya efisiensi maka tingkat keuntungan
perusahaan akan meningkat.
3. Pertumbuhan nilai output (Growth) memiliki pengaruh positif terhadap
PCM. Semakin tinggi tingkat permintaan pasar dalam pertumbuhan nilai
output maka tingkat keuntungan yang diperoleh akan semakin meningkat
karena adanya dorongan perusahaan untuk meningkatkan output.
4. Produktivitas (Prod) memiliki hubungan yang positif dengan PCM.
Produktivitas merupakan perbandingan antara nilai output dengan nilai
input tenaga kerja. Semakin tinggi nilai output akan meningkatkan nilai
produktivitas suatu perusahaan. Produktivitas yang meningkat
menunjukkan kinerja yang meningkat pula. Kinerja yang meningkat akan
menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan.
5. Ekspor (Ex) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Kemampuan
perusahaan untuk melakukan ekspor yang tinggi dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan.

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diambil
dari instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistika (BPS), PT CAPRICORN
Indonesian Consultan Inc, Departemen Perindustrian, Gabungan perusahaan karet
Indonesia (Gapkindo), UN Comtrade, skripsi, buku dan berbagai sumber yang
menunjang penelitian ini. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun
1990-2013.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku
industri crumb rubber. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur
dan kinerja industri karet remah (crumb rubber) dengan pendekatan Structure-
Conduct-Performance (SCP) dan untuk menganalisis hubungan antara struktur dan
faktor-faktor lain dengan kinerja industri karet remah (crumb rubber) di Indonesia
pada periode 1990-2013 digunakan dengan pendekatan OLS (Ordinary Least
Square). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software
Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel 2013 dan E-Views 6.
13

Analisis Struktur Industri

Pangsa Pasar

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar


antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Peranan pangsa pasar
adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan (Jaya, 2001).

SI
MSi = x % (1)
Stot

dimana:
MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)
Si : penjualan perusahaan i (juta rupiah)
Stot : penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah)

Konsentrasi Industri

Tingkat konsentrasi dapat dihitung dengan dua cara yaitu Concentration


Ratio (CR) dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Dimana Concentration Ratio
(CR) menggambarkan struktur pasar sedangkan penggunaan HHI untuk
mengetahui industri karet remah (crumb rubber) berada pada struktur pasar yang
bagaimana berdasarkan interval indeksnya (Puspasari, 2006).

Concentration Ratio (CR)

Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau


pendapatan penjualan. Rasio konsentrasi sejumlah perusahaan besar mengukur
pangsa relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh
perusahaan-perusahaan itu. Kelompok perusahaan terdiri dari 2 sampai 8
perusahaan. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih
tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi (Jaya, 2001).
Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) maka semakin besar
konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri
mencapai 100 persen berarti monopoli. Dengan demikian maka konsentrasi dapat
dikatakan sebagai berikut:

jumlah penjualan empat perusahaan terbesar


CR = x % (2)
total penjualan industri

Konsentrasi suatu perusahaan juga dapat dihitung melalui pangsa pasarnya, yaitu:

CR = ∑i= MSi (3)


14

dimana :
CR : rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (persen)
MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)

Herfindahl-Hirschman Index (HHI)

Pengukuran ini didasarkan pada jumlah total dan distribusi ukuran dari
perusahaan-perusahaan dalam industri. Dihitung dengan penjumlahan kuadrat
pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri (Jaya, 2001).

= ∑ni= MSi (4)

dimana:
HHI = Herfindahl-Hirschman Index
MSi = pangsa pasar perusahaan ke-i (persen)
m = jumlah perusahaan terbesar
n = jumlah total seluruh perusahaan yang berada pada industri

Indeks akan mendekati 0 (nol) ketika terdapat banyak perusahaan dalam satu
pasar dengan distribusi yang hampir sama (mendekati pasar persaingan sempurna),
dan mendekati 10.000 ketika terjadi monopoli. Pada indeks ini terdapat
karakteristik pada bobot, yang dibebankan relatif pada pangsa pasar perusahaan
besar dibandingkan dengan pangsa pasar perusahaan kecil (Juwita, 2004).

Hambatan Untuk Masuk

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-
pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Semakin tinggi hambatan masuk maka
akan semakin lemah ancaman dari pendatang baru yang hendak masuk ke dalam
suatu industri.
Beberapa hal mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan-
hambatan muncul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk
perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan
cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkat mulai dari tanpa hambatan sama
sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi
jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Cara yang
digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan menggunakan skala
ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari
50 persen. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data
ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES) (Jaya, 2001).

output perusahaan terbesar


MES = x % (5)
total output industri
15

Analisis Perilaku (Conduct) Industri

Perilaku industri crumb rubber dalam penelitian ini akan dianalisis secara
deskriptif. Analisis tersebut lebih ditekankan pada strategi apa saja yang digunakan
industri crumb rubber untuk mendapatkan pangsa pasarnya. Adapun strategi-
strategi tersebut terdiri dari strategi harga, strategi produk dan strategi promosi.
a. Strategi harga
Setiap perusahaan dalam lingkup industri tentu memiliki strategi yang
berbeda dalam hal penetapan harga. Struktur pasar yang memiliki kecenderungan
oligopoli, akan menciptakan perilaku saling ketergantungan antara perusahaan yang
kurang mendominasi terhadap perusahaan lain yang lebih mendominasi (Kuncoro,
2007).
b. Strategi produk
Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pasti akan melakukan
strategi dalam mengeluarkan produknya. Strategi produk ini akan menjadi salah
satu aspek penting yang akan membedakan produk dari perusahaan satu dengan
perusahaan lainnya (Septiani, 2013).
c. Strategi promosi
Selain strategi dalam harga dan produk, dalam suatu industri terdapat pula
aspek strategi promosi. Promosi digunakan sebagai salah satu upaya perusahaan
untuk meningkatkan penjualan. Setiap perusahaan akan mengalokasikan anggaran
yang berbeda-beda untuk mempromosikan produknya. Hal demikian sangat terkait
dengan ukuran dari perusahaan dalam industri (Kuncoro, 2007). Semakin besar
ukuran suatu perusahaan, maka kemampuan untuk mengalokasikan dana untuk
promosi akan semakin besar. Tingkat kreativitas dan inovasi pun akan sangat
menentukan, sehingga produk dapat diterima masyarakat.

Analisis Kinerja Industri (Market Performance)

Analisis kinerja industri crumb rubber dilakukan dengan menggunakan


analisis Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-Eff) dan pertumbuhan
output (Growth). PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan
sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini
digunakan dengan menggunakan proksi nilai tambah yang diperoleh. Artinya
semakin tinggi nilai tambah maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam
rangka meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM
juga didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas
biaya langsung, PCM dapat dirumuskan sebagai berikut:

nilai tambah - upah total


PCM = x % (1)
nilai output

Sumber: Sheperd (1990)

Nilai tambah digunakan sebagai proksi dari keuntungan yang didapat oleh
perusahaan namun harus dikurangi dengan biaya lain yaitu pengeluaran upah bagi
pekerja. Tingkat PCM yag tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio
konsentrasi pasar yang tinggi.
16

Efisiensi internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri


dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu
perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mengukur
tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan input industri
tersebut (Jaya, 2001).

nilai tambah industri


X-eff = x % (2)
nilai input

Pertumbuhan output (Growth) dapat menunjukkan permintaan pasar,


sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dari industri itu sendiri. Growth
dapat ditentukan dengan cara membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan
output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya (Putra, 2009).

nilai output t - nilai output t-


� �ℎ = % (3)
nilai output t-

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja suatu industri ialah variabel
produktivitas. Produktivitas mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan output pada periode waktu tertentu (Puspasari, 2006). Produktivitas
dapat ditulis dalam persamaan berikut:

Nilai output
Produktivitas = x % (4)
Nilai input tenaga kerja

Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja

Metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan struktur dan faktor


lain yang memengaruhi kinerja adalah dengan menggunakan metode OLS
(Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dipilih karena
metode OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan
hubungan antara variabel, selain itu metode ini merupakan metode sederhana
dibandingkan metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta
pendeskripsian hasil regresi dan yang paling penting metode OLS ini yang paling
sering digunakan peneliti di bidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel
ekonomi.
Variabel tidak bebas (dependent) yang digunakan dalam metode OLS adalah
variabel Price Cost Margin (PCM). Penggunaan variabel PCM sebagai proksi
keuntungan telah dilakukan oleh Collins and Preston (1969), Winsih (2007).
Variabel bebas (independent) yang digunakan yaitu Herfindahl-Hirschman
Index (HHI), produktivitas (Prod), efisiensi internal (X-eff), pertumbuhan nilai
output (Growth) dan ekspor (Ex). Penggunaan Herfindahl Hirschman Index (HHI)
digunakan oleh Juwita (2004) dalam model PCM, efisiensi-X dan produktivitas
juga digunakan oleh Robert (1995) and Alistair (2004) dalam model PCM. Selain
itu, variabel ekspor juga digunakan oleh Chou (1986) sebagai faktor yang
menentukan dalam profitabilitas. Maka pada penelitian ini model yang digunakan
adalah pada persamaan :
17

PCMt = β + β HHIt +β X-efft +β � �ℎt +β �� �t +β � t +Ut

dimana:
PCM� : rasio keuntungan industri pada unit industri tahun ke-t (%)
HHI� : total kuadrat pangsa pasar empat perusahaan terbesar tahun ke-t (%)
X-efft : efisiensi-X pada unit industri tahun ke-t (%)
Growtht : pertumbuhan nilai output pada unit industri tahun ke-t
Prodt : produktivitas industri pada tahun ke-t (rupiah)
Ext : nilai yang diekspor (ton)
Ut : galat
β : intersep (� >0)
β , β , β , β , β : koefisien kemiringan parsial β , β , β , β , β > )

Uji Statistika dan Ekonometrika

Metode statistika yang akan digunakan dalam menganalisis hubungan antara


variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi,
maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model dapat dikatakan baik.
Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui
uji F dan pengujian untuk perameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat
berapa persen variabel bebas (independent) dapat dijelaskan oleh variabel tidak
bebas (dependent) melalui koefisien determinasi (R-Squared). Pengujian
ekonometrika yang sudah dilakukan antara lain uji normalitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas.

Uji R-Squared (R2)

R-Squared (R2) atau biasa disebut uji koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi
nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel
dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah
variabel yang dimasukan ke dalam model. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu
memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1 (Gujarati, 1995).
Nilai R2 digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu model dimana
semakin banyak variabel maka semakin tinggi nilai R2. Selain nilai R2 terdapat juga
nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin
besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat digunakan untuk
membandingkan dua model karena niali R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap
derajat bebas model (koreksi terhadap Σ variabel) sehingga dua model yang berbeda
derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.

Uji F

Indikator lain untuk melihat kebaikan model adalah dengan uji F. Uji ini
berguna untuk membuktikan nyata tidaknya koefisien regresi secara bersama-sama
pada taraf tertentu. Secara tidak langsung ukuran ini juga digunakan untuk
18

menunjukan signifikan tidaknya model yang diperoleh secara keseluruhan.


Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan
melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh perubahan nilai semua variabel independen.

Hipotesis:
H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen)
H1 : minimal ada satu nilai β ≠ 0 (artinya ada varibel independen yang
bepengaruh nyata terhadap variabel dependen)

Uji statistik F dapat dihitung dengan formula:

R⁄
k-
Fhitung = -R ⁄
(5)
n-k
dimana:
R2 : jumlah kuadrat regresi
(1-R2) : jumlah kuadrat sisa
n : jumlah pengamatan
k : jumlah parameter

Fhitung > Ftabel, (k-1)(n-k) maka tolak H0

Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel independen dalam model


berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada taraf nyata _ persen, begitu
pula sebaliknya.
kriteria uji:
Probability F-Statistic < taraf nyata ( _ ), maka tolak H0 dan simpulkan
minimal ada satu variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel
tak bebas (dependent).
Probability F-Statistic > taraf nyata ( _ ), maka terima H0 dan simpulkan
tidak ada variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel tak
bebas (dependent).

Uji t

Uji ini sebenarnya dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel


bebas (independent) atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing-
masing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau
tidak terhadap variabel dependen.

Hipotesis:
H0 : βk = 0 (artinya variabel independen k tidak memengaruhi variabel
dependen).
H1 : βi ≠ 0 atau βk < 0 atau βk > 0 (artinya variabel independen k
memengaruhi variabel dependen).
19

kriteria uji:
Probability t-Statistic < ( _ ), maka tolak H0 dan simpulkan variabel
independen k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependennya.
Probability t-Statistic > ( _ ), maka terima H0 dan simpulkan variabel
independen k tidak memengaruhi variabel dependennya secara signifikan.

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang
digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan
jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal.
Hipotesis:
H0 : error term terdistribusi normal
H1 : error term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji:
Jika nilai probabilitas > taraf nyata ( _ ) maka terima H0 dan kesimpulannya error
term terdistribusi normal.

Uji Autokorelasi

Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala
autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model
tidak mengandung korelasi serial diantara distrubance term. Pada program E-Views
6, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat pengujian pada uji Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R Squared
harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala
autokorelasi pada model.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak konstan. Gejala


heteroskedastisitas menunjukan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat
sebagai model yang baik. Model yang baik adalah jika memenuhi ragam error yang
sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan melalui uji Breush-Pagan pada program E-
Views 6.

Hipotesis:
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedatisitas
Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0,05 (lima persen).
Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0,05 (lima persen) maka terima H0 yang
artinya ragam residual homogen atau biasa disebut tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model yang diteliti.
20

Uji Multikolinearitas

Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala


multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat
antar sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam E-Views 6
dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat
antara variabel-variabel independennya. Pengujiannya ada dua cara yaitu:
a. Nilai korelasi dua variabel independen mendekati satu
b. Nilai korelasi parsial akan mendekati nol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Karet

Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari
emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya
karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam
diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis). Sedangkan
karet sintetis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah
produksi dan konsumsi karet alam masih di bawah produksi karet sintetis. Namun
demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena keunggulan
yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintetis. Keunggulan
karet alam dibandingkan karet sintetis antara lain:
1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
3. Mempunyai daya aus yang tinggi
4. Tidak mudah panas (low heat build up)
5. Memilki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan

Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia
dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam
dan karet sintetis sudah mempunyai pangsa pasarnya masing-masing dan tidak
saling mematikan atau bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling
melengkapi atau komplementer.

Karet Alam di Indonesia

Karet alam menjadi produk alam yang sangat bervariasi dalam produk akhir.
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan
bahan olahan. Bahan olahan dapat berupa setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga
karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet alam yang sudah jadi. Jenis-
jenis karet alam yang dikenal luas adalah:
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang
diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan
21

olah karet bukan produksi besar, melainkan bokar (bahan olah karet rakyat) karena
biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut
pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam yaitu lateks kebun, sheet
angin, slab tipis dan lump segar.
2. Karet alam konvensional
Menurut Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality
and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukan ke dalam
beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar mutu pada
Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white crepes dan pale
crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket
crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe.
3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat
melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau
centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan
bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandelan-bandelan dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah
ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian
Rubber).
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis.
Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada
jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet
spesifikasi teknis. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab
timbulnya karet spesifikasi teknis.
6. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai
barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya
dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis dan
Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan
karet sintetis.
7. Karet reklim atau reclaimed rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet
bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan suatu hasil
pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang
kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai.
22

Industri Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia

Industri karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu industri antara
utama (olahan karet) pada kelompok industri karet dan bahan olahan karet, dengan
kode Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) 25123 (kementrian
perindustrian). Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan
karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap)
menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet
remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku
yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban, conveyor,
barang-barang karet, dan lain-lain.

Perkembangan Industri Crumb Rubber di Indonesia

Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam


bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap (ribbed smoked sheet). Teknologi crumb
rubber diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun
digantikan dengan crumb rubber. Hampir 90 persen karet alam Indonesia setiap
tahunnya diproduksi menjadi crumb rubber. Crumb rubber menjadi salah satu
olahan karet yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun
internasional.
Tingginya permintaan pasar terhadap crumb rubber untuk dijadikan bahan
pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor dan ditunjang
dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan
perkembangan teknologi crumb rubber saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun
1990 terdapat 131 unit perusahaan crumb rubber di Indonesia dan pada tahun 2013
tercatat ada sekitar 193 unit perusahaan crumb rubber di Indonesia. Data
perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja di Indonesia dapat dalam angka tahun
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013
Banyaknya Banyaknya
Tahun Perusahaan Pekerja Tahun Perusahaan Pekerja
(unit) (orang) (unit) (orang)
1990 131 41149 2002 145 45100
1991 127 36206 2003 143 38931
1992 144 41389 2004 148 44272
1993 135 40655 2005 148 42153
1994 138 40165 2006 160 46066
1995 131 36678 2007 178 53793
1996 132 33289 2008 170 48970
1997 130 34604 2009 175 47799
1998 162 38609 2010 196 60519
1999 160 36575 2011 180 55849
2000 165 45020 2012 179 67751
2001 133 37499 2013 193 65939
Sumber: BPS (diolah)
23

Tabel 4 menunjukan bahwa perusahaan crumb rubber belum berkembang


cukup baik di Indonesia. Jumlah perusahaan crumb rubber Indonesia berfluktuatif
atau tidak stabil pada tahun 1990-2013. Namun, pada tahun 2013 jumlah
perusahaan crumb rubber indonesia mencapai 193 unit perusahaan. Perusahaan
crumb rubber Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih
dari 20.000 orang pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan
crumb rubber. Karet alam merupakan komoditas ekspor yang memberikan
kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Perusahaan karet alam
Indonesia lebih memprioritaskan produksi crumb rubber diekspor dibandingkan
untuk kebutuhan dalam negeri. Ekspor karet alam Indonesia sebagian besar dalam
bentuk karet remah (crumb rubber).

80
60 ekspor
pertumbuhan (%)

40
konsumsi
20 domestik
0 tahun
1990 1993 1997 2001 2005 2009 2013
-20
-40
-60
-80

Sumber: BPS, 1990-2013 (diolah)


Gambar 2 Pertumbuhan nilai ekspor dan konsumsi
domestik industri crumb rubber Indonesia
tahun 1990-2013
Gambar 2 menunjukan bahwa ekspor dan konsumsi domestik crumb rubber
Indonesia tahun 1990-2013 mengalami fluktuasi. Ekspor crumb rubber lebih
mendominasi dibanding untuk konsumsi domestik di Indonesia. Pada tahun 2002
terjadi peningkatan ekspor, namun memasuki tahun 2007 ekspor crumb rubber
mengalami penurunan sampai tahun 2009 sebesar 394.306 ton. Hal ini karena
dampak dari krisis yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Penjualan otomotif
di Amerika Serikat mengalami penurunan dan memengaruhi turunnya permintaan
karet oleh industri ban termasuk yang menggunakan karet Indonesia.

Profil Beberapa Perusahaan Crumb Rubber Indonesia

PT Lonsum Tbk.
Perusahan ini dan anak perusahaannya memiliki 38 perkebunan inti dan 14
perkebunan plasma yang berlokasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Saat ini PT Lonsum memiliki kebun karet seluas 17,394 Ha di Sumatera Utara,
Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. PT Lonsum memilki tujuh pabrik sheet
rubber dan crumb rubber. Karet hasil produksi dijual di pasar dalam negeri maupun
ke pasar ekspor (Capricorn Indonesia Consult Inc.).
24

PT Kirana Megantara
Kirana Megantara Group merupakan produsen crumb rubber terbesar di
Indonesia dengan pangsa pasar lebih dari 18 persen. Produk yang dihasilkan berupa
karet dengan spesifikasi teknis (technical specified rubber) yang dikenal dengan
istilah Standard Indonesian Rubber (SIR) dan diekspor ke berbagai negara sebagai
bahan baku utama ban yang di produksi oleh pabrik-pabrik ban terkemuka dunia.
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang perkebunan dan pengolahan karet. Kegiatan penanaman karet
memakai jenis Havea Brasilliensis dan mengolahnya menjadi Crumb Rubber.
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan pabrik yang mengolah
getah karet menjadi produk Crumb Rubber atau SIR yang sudah melalui tahapan
pengontrolan kualitas pada bagian Quality Control Department. Sehingga produk
yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan produk-produk Crumb
Rubber atau SIR pada perusahaan yang lainnya. Oleh karena itu, banyak negara-
negara yang membeli produk Crumb Rubber atau SIR yang dihasilkan oleh PT.
Bridgestone Sumatera Rubber Estate.

Regulasi Pemerintah yang Berkaitan dengan Crumb Rubber Indonesia

Hampir semua hasil perkebunan atau pertanian, misal karet merupakan


komoditi ekspor. Crumb rubber merupakan salah satu produk hasil olahan atau
barang setengah jadi dari produksi industri karet alam Indonesia yang mendominasi
untuk ekspor. Kebijakan ekspor karet Indonesia tertera dalam Undang-undang
Nomor 18 tahun 2000, yaitu tentang pajak pertambahan nilai barang jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah. Dimana ekspor komoditi perkebunan dalam bentuk
primer tidak dikenakan pajak ekspor (nol persen), karena merupakan bahan baku
(raw material) yang belum mengandung nilai tambah. Sedangkan komoditas karet
alam yang diperdagangkan di pasar domestik dikenakan pajak pertambahan nilai
sebesar 10 persen. Kebijakan pajak ekspor karet alam pernah beberapa kali
mengalami perubahan. Pada tahun 1969-1975 ekspor komoditas karet alam
dikenakan pajak sebesar 10 persen, kemudian sebesar 5 persen pada periode tahun
1976-1981 dan 0 persen sejak tahun 1982 (Limbong, 1994). Namun adanya
kebijakan ini membuat hasil produksi karet alam Indonesia masih kurang bisa
diserap oleh pasar domestik karena adanya pengenaan pajak pertambahan nilai.
Kebijakan ini menyebabkan konsumen domestik karet alam impor menjadi lebih
murah dari pada karet alam yang di produksi di dalam negeri (Prabowo, 2006).

Analisis Struktur Pasar Industri Crumb Rubber Indonesia

Analisis struktur pasar pada industri crumb rubber dapat diketahui dengan
melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing industri,
konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), Herfindahl-Hirschman Index
(HHI) dan besarnya hambatan masuk pasar (MES). Namun karena adanya
keterbatasan data penjualan setiap industri crumb rubber yang tidak dapat disajikan,
25

maka pangsa pasar dari masing-masing perusahaan crumb rubber tidak dapat
ditentukan.

Analisis Rasio Konsentrasi Industri Crumb Rubber Indonesia

Pengukuran rasio konsentrasi dilakukan pada empat perusahaan terbesar


(CR4) dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Pengelompokan empat perusahaan
didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar dalam
industri crumb rubber. Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya
kontribusi output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar terhadap total
output industri.
Menurut Greer (1992) satu perusahaan menguasai 50-100 persen dan
Herfindahl-Hirscman-Index bernilai (2500 < HI < 10000) menghasilkan struktur
pasar bersifat perusahaan dominan, dimana kesepakatan diantara mereka untuk
menetapkan harga sangat mudah. Sedangkan pangsa pasar tiap perusahaan kurang
dari 1 persen (< 1%) dan nilai Herfindahl-Hirscman-Index bernilai kurang dari 100
( <100) menghasilkan struktur pasar bersifat pasar persaingan, dimana kesepakatan
diantara mereka untuk menetapkan harga tidak memungkinkan. Tingkat
konsentrasi industri crumb rubber dalam angka tahun disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat konsentrasi industri crumb rubber tahun 1990-2013


Tahun CR4 (%) HHI
1990 13,02 42.40
1991 12,90 42.15
1992 25,07 268.18
1993 15,19 61.70
1994 17,17 97.39
1995 15,38 61.84
1996 16,13 83.87
1997 14,64 55.61
1998 15,66 62.83
1999 21,96 159.09
2000 16,82 71.90
2001 16,12 65.79
2002 14,67 54.81
2003 15,50 60.71
2004 16,83 76.30
2005 32,98 374.61
2006 15,57 62.68
2007 16,74 74.92
2008 21,35 118.22
2009 13,89 49.01
2010 12,41 39.04
2011 15,51 60.94
2012 17,57 78.92
2013 26,43 246.74
Rata-Rata 17,48 98.74
Sumber: BPS (diolah)
26

Tabel 5 menunjukan bahwa rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar


(CR4) dari tahun 1990-2013 yaitu sebesar 17,48 persen dan rata-rata Herfindahl-
Hirschman Index (HHI) mencapai 98,74 artinya pasar industri crumb rubber
memiliki konsentrasi yang rendah. Menurunnya nilai CR4 disebabkan karena
bertambahnya jumlah perusahaan crumb rubber, sehingga pangsa pasar empat
perusahaan terbesar diambil alih oleh perusahaan lain yang mengakibatkan
konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar semakin menurun. Hal ini menunjukan
bahwa kesepakatan antar perusahaan crumb rubber untuk menetapkan harga sangat
sulit dilakukan atau tidak mungkin.

Analisis Hambatan Masuk Industri

Menurut Camanous dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004), nilai MES yang
lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu
industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya
perusahaan baru kedalam pasar industri di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 1 terlihat bahwa hambatan masuk
Indusri crumb rubber di Indonesia termasuk rendah dengan rata-rata nilai MES dari
tahun 1990-2013 sebesar 6,48 persen. Rendahnya MES tersebut dapat menjadi
peluang masuknya perusahaan baru ke industri crumb rubber di Indonesia. Karena
bertambahnya jumlah perusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari empat
perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi
berkurang.

Analisis Perilaku Industri Crumb Rubber di Indonesia

Strategi Harga

Pada industri crumb rubber dimana menurut analisis memiliki struktur pasar
tidak terkonsentrasi (unconcentrated), berarti adanya saling ketergantungan dan
saling memengaruhi antara satu perusahaan dengan pesaing-pesaing lainnya
Perusahaan-perusahaan dalam industri crumb rubber kurang potensial untuk
melakukan kolusi, sehingga perusahaan tidak dapat menentukan harga sesuai
keinginan mereka karena harus tetap mempertimbangkan kemampuan membeli
masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi penetapan harga.

Strategi Produk

Strategi produk yang berkembang adalah strategi produk yang sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merupakan standar dasar yang harus
dipenuhi oleh setiap produsen sebelum memasarkan produknya ke konsumen. Pada
tahun 1960-an standar untuk karet Indonesia telah disusun dan dikenal sebagai SIR
(Standar Karet Indonesia), terus ditingkatkan dan direvisi dengan mengacu pada
internasional standar yang ditetapkan oleh ISO. Nomor Standar Nasional Indonesia
pada crumb rubber adalah SNI 1903;2011. Namun, beberapa produsen karet remah
27

masih menggunakan SNI lama yaitu 06-1903-2000 sebagai standar untuk


menggambarkan produk mereka.
Selain itu, strategi produk yang sesuai dengan Standar Internasional yaitu
mengolah getah karet menjadi produk crumb rubber atau SIR yang sudah melalui
tahapan pengontrolan kualitas pada bagian Quality Control Department, sehingga
produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan produk-produk
Crumb Rubber atau SIR pada perusahaan yang lainnya.

Strategi Promosi

Strategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan


penjualan dengan cara menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu
produk di pasar, sehingga dapat menarik konsumen kepada produk. Pada dasarnya
beberapa strategi yang dilakukan oleh industri crumb rubber di antaranya melalui
jasa dan keahlian tehnical service dalam mempromosikan produk di media internet.

Analisis Kinerja Industri Crumb Rubber Indonesia

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja


industri crumb rubber di Indonesia adalah melalui seberapa besar keuntungan yang
diperoleh dalam industri tersebut. Namun karena keterbatasan data yang diperoleh,
data keuntungan tersebut tidak dapat dipublikasikan. Oleh karena itu untuk
menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan nilai Price Cost
Margin (PCM) sebagai proksi keutungan dari perusahaan crumb rubber. Kinerja
industri crumb rubber juga dapat dilihat dari nilai efisiensi internal (X-eff) dan
growth.

120
100
80
PCM
Nilai (%)

60
Growth
40
20 efisiensi

0
tahun
-20

Sumber: BPS (diolah)


Gambar 3 Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff

Fluktuasi PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi
PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam.
Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1999-2002 dan cenderung stabil. Nilai X-eff
pada tahun 2000 sampai tahun 2003 cenderung meningkat, namun pada tahun
berikutnya mengalami penurunan sampai tahun 2006. Sementara fluktuasi growth
sangat tajam, dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke
28

tahun. Sehingga variabel growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan
dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 2 terlihat bahwa pertumbuhan nilai
output (growth) terendah bernilai -19,08 persen pada tahun 1999, diduga karena
adanya krisis ekonomi pada tahun 1998. Krisis ini membuat perusahaan-perusahaan
yang tidak dapat bertahan dalam kondisi krisis akan mengalami kemunduran.
Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada menurunnya jumlah output yang
dihasilkan industri crumb rubber hingga pertumbuhannya bernilai negatif. Ketiga
faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kenerja industri crumb rubber di
Indonesia kurang baik.

Hasil Analisis Hubungan antara Struktur dan Faktor-Faktor lain dengan


Kinerja industri Crumb Rubber di Indonesia

Indikator Kebaikan Model

Menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi


kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika,
model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala
multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian model dengan
kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t.
Berdasarkan kriteria statistik pada Lampiran 4 diperoleh nilai koefisien
determinasi atau nilai R-squared sebesar 91,3 persen yang artinya 91,3 persen
keragaman PCM sebagai variabel dependent pada industri crumb rubber dapat
dijelaskan oleh variabel independent pada model yang terdiri dari X-eff, Growth,
Herfindahl-Hirschman Index (HHI), Produktivitas dan Ekspor. Selain itu, sisa dari
nilai koefisien determinasi sebesar 8,7 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.

Uji F

Kriteria statistik yang dipakai yaitu uji F dan taraf nyata yang digunakan
adalah 0,05 (lima persen). Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan pada
Lampiran 4 sebesar 0,00 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya
minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen sehingga model tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam
fungsi.

Uji t

Hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel


independennya yaitu X-eff, growth, Herfindahl-Hirschman Index (HHI),
produktivitas dan ekspor. Variabel HHI memiliki nilai probabilitas sebesar 0,52
yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0.05 (lima persen), artinya variabel HHI
tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Variabel growth memiliki nilai probabilitas
29

sebesar 0,43 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya
variabel growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Variabel ekspor memiliki
nilai probabilitas sebesar 0,52. Sementara nilai variabel X-eff dan Produktivitas
memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,00, yang nilainya lebih kecil
dari taraf nyata lima persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh nyata terhadap PCM, nilai probabilitas masing-masing variabel dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih
besar daripada taraf nyata yang digunakan (5,26 > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut
maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model
sudah menyebar normal, hasil uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 5.

Uji Autokorelasi

Mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-


Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R
Squared harus lebih besar dari taraf nyata (0,05 persen) untuk membuktikan tidak
adanya gejala autokorelasi pada model. Hasil pengolahan didapatkan nilai
probability Obs*R-Squared adalah sebesar 0,96. Nilai taraf nyata yang digunakan
adalah 5 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai
probability Obs*R-Squared yang lebih besar dari taraf nyata maka model yang
dirumuskan tidak mengandung autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat
pada Lampiran 4.

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White


dengan ketentuan probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya
untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama
pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai probability
Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,31. Artinya model yang
dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas muncul apabila di antara masing-masing variabel


independen saling berhubungan secara linear. Uji multikolinearitas dilakukan
dengan melihat koefisien kolerasi antar variabel eksogen yang terdapat pada
matriks kolerasi. Suatu model tidak mengandung gejala multikolinieritas apabila
nilai mutlak koefisien korelasi antar variabel eksogen lebih besar dari 0.8.
30

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Lampiran 6 dalam model regresi


tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas hal ini dapat dilihat tidak adanya
nilai antar variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari 8.0 artinya tidak terdapat
hubungan kausalitas pada variabel-variabel bebasnya.

Interpretasi Model

Hasil regresi menunjukan bahwa terdapat dua dari lima variabel independen
yang berpengaruh nyata terhadap PCM dengan taraf nyata 0,05 (lima persen).
Variabel tersebut adalah X-eff dan produktivitas, dengan nilai koefisien masing-
masing sebesar 0,00. Variabel independen yang tidak berpengaruh nyata terhadap
PCM adalah variabel Herfindahl-Hirschman Index (HHI), growth dan ekspor
dengan nilai probabilitas masing- masing sebesar 0,52, 0,43 dan 0,52 (Lampiran 4).
Hasil regresi tersebut juga menunjukan bahwa variabel X-eff, growth dan
produktivitas berpengaruh positif, sedangkan variabel ekspor dan Herfindahl-
Hirschman Index (HHI) berpengaruh negatif terhadap tingkat keuntungan (PCM)
industri crumb rubber. Sehingga, didapatkan model PCM dengan persamaan
regresi sebagai berikut:

PCM = - 25,15 + 0,59 X-eff + 0,02 Growth – 0,005 HHI + 7,01 Produktivitas –
0,01 Ekspor.

Variabel yang mempunyai pengaruh terbesar dalam meningkatkan kinerja


(PCM) adalah produktivitas (Prod) dan efisiensi-X (X-eff). Sementara variabel
Herfindahl-Hirschman Index (HHI), pertumbuhan nilai output (Growth) dan ekspor
(Ex) tidak signifikan terhadap peningkatan keuntungan pada industri crumb rubber.
Koefisien variabel HHI sebesar -0,005 dan tidak signifikan terhadap
peningkatan PCM pada taraf nyata lima persen (α = 0,05), menunjukan bahwa
setiap peningkatan HHI sebesar satu persen, maka tingkat keuntungan yang
dihasilkan akan menurun sebesar 0,005 persen.
Nilai koefisien efisiensi-X (X-eff) signifikan pada taraf 0,05 (lima persen)
dengan nilai koefisien sebesar 0,59 menunjukan bahwa setiap peningkatan
efisiensi-X sebesar satu persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan
meningkat sebesar 0,59 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin
efisien suatu perusahaan maka memungkinkan perusahaan tersebut untuk
memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama,
karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan dalam jangka panjang akan lebih murah. Dengan adanya efisiensi
maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.
Produktivitas (Prod) signifikan pada taraf 0,05 (lima persen) dengan nilai
koefisien sebesar 7,01 menunjukan bahwa setiap peningkatan produktivitas sebesar
satu persen maka tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh industri crumb rubber
akan meningkat sebesar 7,01 persen. Hal ini juga sesuai dengan hipotesis awal
bahwa peningkatan produktivitas akan berpengaruh positif terhadap tingkat
keuntungan crumb rubber di Indonesia, dimana bahwa produktivitas yang
meningkat menunjukan kinerja yang meningkat pula maka akan menambah
penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.
31

Variabel pertumbuhan output (growth) tidak signifikan terhadap PCM pada


taraf 0,02 (lima persen). Namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis awal,
bahwa peningkatan pertumbuhan produksi akan meningkatkan keuntungan industri
crumb rubber. Tidak signifikannya variabel growth ini dapat diduga karena
berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai growth cukup tajam sehingga tidak
memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya.
Variabel ekspor (Ex) tidak signifikan terhadap PCM pada taraf 0,01 (lima
persen). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan ekspor akan
meningkatkan keuntungan industri crumb rubber, dapat diduga karena berdasarkan
data yang diperoleh, fluktuasi nilai ekspor cukup tajam sehingga tidak memiliki tren
tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya. Selain itu kondisi ini diduga
karena persediaan atau supply karet alam di pasar Internasional yang tinggi
sehingga harga jual crumb rubber menjadi rendah. Oleh karena itu peningkatan
ekspor tidak berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh industri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Bentuk struktur pasar industri crumb rubber di Indonesia dapat dikatakan tidak
terkonsentrasi (unconcentrated). Perusahaan berusaha meningkatkan
keuntungan melalui beberapa strategi yang digunakan oleh perusahaan crumb
rubber, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kemudian rata-rata nilai dari
tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai
output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja pada industri crumb
rubber di Indonesia masih kurang baik.
2. Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja
industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff),
dan produktifitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Sementara, nilai
pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak
berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan
produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif dalam penelitian ini sesuai
dengan hipotesis awal penelitian. Sedangkan pola hubungan ekspor dan terhadap
PCM berpengaruh negatif dalam penelitin ini tidak sesuai hipotesis awal.

Saran

1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus melakukan upaya untuk


memperkuat perusahaan crumb rubber lokal dengan berbagai insentif,
seperti pengurangan atau pembebasan pajak badan (korporasi) bagi
perusahaan crumb rubber lokal, agar perusahaan crumb rubber lokal
tersebut mampu bersaing dengan perusahaan crumb rubber asing yang ada
di Indonesia. Pemerintah sebaiknya mengkaji ulang terhadap penetapan
kebijakan untuk penjualan atau permintaan karet alam dalam negeri
dikenakan pajak 10 persen dari harga ekspor, sedangkan untuk ekspor
32

dikenakan pajak 0 persen agar pemanfaatan untuk konsumsi domestik dapat


ditingkatkan dan industri hilir karet meningkat.
2. Produsen karet remah perlu meningkatkan sertifikasi produk karet mereka
sesuai dengan standar (SNI) yang lebih terbaru, dalam rangka untuk
memenuhi persyaratan untuk ekspor.
3. Penelitian selanjutnya disarankan menganalisis industri crumb rubber di
Indonesia menggunakan data primer dan data sekunder, data primer
diperlukan karena dengan turun langsung ke beberapa perusahaan-
perusahaan crumb rubber yang ada, data yang di dapat akan jauh lebih
lengkap dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Alistair D.A. 2004. Analisis strukrur-perilaku-kinerja pada industri tepung terigu di


Indonesia pasca penghapusan monopoli bulog [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Andiani I. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 1990-2013. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Capricorn Indonesia Consult Inc., PT. 2013. Prospek Industri dan Pemasaran Karet
Di Indonesia. Laporan Khusus, 294: 3-26.
Chou, T. 1986. Concentration, Profitability, and Trade in A Simultancous Equation
Analysis: The Case of Taiwan. The Journal of Industrial Economics. 4:429-441.
Collins, Norman R, Preston LE 1969. Price-cost Margin and Industry Structure.
Review Economics and Statistics. 51: 304-314.
Daryanto, A. 2004. Ekonomi Industri [Bahan Kuliah]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga.
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika utuk Data Panel dan Time Series. Bogor
(ID): IPB Press.
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 2013. Data Statistik. Gabungan perusahaan
Karet Indonesia, Jakarta.
Gambaran Sekilas Industri Karet [Internet]. [diunduh 2016 februari 08] Tersedia
pada: www. kemenperin.go.id.
Gujarati D. 1995. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga,
Jakarta.
Hasibuan N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Jakarta
(ID): LP3ES.
Muslim E, Evertina V, Nurcahyo R. 2008. Structure, Conduct and Performnace
Analysis in Palm Cooking Oil Industry in Indonesia Using Structura Conduct
Performance Paradigm (SCP); 2008 Oct 25; Jakarta. Indonesia. Jakarta (ID):
ISSN : 1978-774X.
Arsyad L, Kusuma S E. 2014. Ekonomi Indutri Pendekatan Struktur,Perilaku, dan
Kinerja. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN.
33

Lubis, A F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan
di Indonesia 1985-1994 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Jaya WK. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Ke-2. BPFE, Yogyakarta.
Juwita I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang Persaingan
Usaha (Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kementrian Perindustrian. 2010. Statistika Karet dan Produk Olahan Karet
Indonesia. Jakarta : Kemenprin.
Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru
2030. ANDI, Yogyakarta.
Nazaruddin, Paimin F. 2007. KARET: Budi daya dan Pengolahan, Strategi
Pemasaran. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Oktaviani, F. 2011. Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber)
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prastiwi E. 2012. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan
di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspasari C. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan di
Indonesia [skirpsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putra E J. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rizkyanti A. 2010. Analisis Struktur pasar industri karet dan barang karet periode
tahun 2009. Med Eko. 18(2).
Robert E. 1995. Hubungan Struktur Dengan Kinerja Pasar: Studi Empiris Pada
Industri Pemintalan [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Depok.
Subanidja S. 2005. Analisis. analisis struktur pasar dan kinerja industri
penggilingan. Jurnal Akuntabilitas. 5(1).
Septiani M. 2013. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Dalam Persaingan Industri
Pakan Ternak Di Indonesia (Periode 1986-2010) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Scherer. F.M. 1996. Industry Structure, Strategy and Public Policy. Herper Collins
College Publisher. USA.
Shepherd W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition.
New Jersey (US): Prentice-Hall.
UN Comtrade [Internet]. [diunduh 2016 Februari 20]. Tersedia pada:
comtrade.un.org/data/.
Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yunianti, S. 2001. Implikasi Kebijakan Tepung Terigu Terhadap Industri Tepung
Terigu dan Industri Makanan : Studi Kasus Industri Mie Instan [tesis]. Depok:
Program Pasca Sarjana Universitas Indnesia.
34

Lampiran 1. Nilai MES industri crumb rubber di Indonesia 1990-2013


Tahun MES(%) Tahun MES (%)
1990 3,37 2003 38,18
1991 3,73 2004 37,96
1992 15,38 2005 54,82
1993 4,89 2006 62,00
1994 8,36 2007 6,37
1995 4,83 2008 12,69
1996 7,78 2009 47,97
1997 4,71 2010 -17,46
1998 4,62 2011 21,57
1999 10,84 2012 43,07
2000 4,91 2013 -6,20
2001 4,75
2002 -4,19 Rata-rata 6,48
Sumber: BPS (diolah)

Lampiran 2. Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber di Indonesia
tahun 1990-2013
Tahun PCM (%) Growth(%) X-eff (%)
1990 19,38 6,59 29,75
1991 18,69 6,59 27,25
1992 19,07 52,51 27,00
1993 0,24 -35,07 19,54
1994 16,70 83,98 23,34
1995 12,78 38,84 17,02
1996 11,80 14,21 15,66
1997 13,45 0,62 18,48
1998 11,64 111,71 15,24
1999 13,47 -19,08 18,75
2000 13,97 2,77 19,75
2001 14,48 -4,19 21,59
2002 16,57 38,18 25,16
2003 -6,42 37,96 17,54
2004 20,66 54,82 29,47
2005 16,13 62,00 21,26
2006 25,04 6,37 36,00
2007 24,78 12,69 35,79
2008 21,88 47,97 30,03
2009 23,57 -17,46 33,09
2010 21,80 21,57 29,97
2011 16,22 43,07 21,00
2012 21,15 -6,19 29,72
2013 36,29 -4,15 61,60
Sumber: BPS (diolah)
35

Lampiran 3. Nilai dependent dan independent industri crumb rubber di Indonesia


tahun 1990-2013
Tahun PCM HHI X-Eff Growth Ekspor Produktivitas
(%) (%) (%) (%) (%) (%)

1990 19,38 42,40 29,75 6,59 12,83 3,34


1991 18,69 42,15 27,25 6,59 12,83 3,60
1992 19,07 268,18 27,00 52,51 11,98 3,82
1993 0,24 61,70 19,54 -35,07 -2,97 3,12
1994 16,70 97,39 23,34 83,98 32,61 3,81
1995 12,78 61,84 17,02 38,84 58,32 4,04
1996 11,80 83,87 15,66 14,21 -2,83 4,05
1997 13,45 55,61 18,48 0,62 -20,74 3,84
1998 11,64 62,83 15,24 111,71 -24,89 4,15
1999 13,47 159,09 18,75 -19,08 -24,08 3,76
2000 13,97 71,90 19,75 2,77 6,14 3,68
2001 14,48 65,79 21,59 -4,19 -11,61 3,41
2002 16,57 54,81 25,16 38,18 29,35 3,34
2003 -6,42 60,71 17,54 37,96 45,05 1,54
2004 20,66 76,30 29,47 54,82 40,61 3,86
2005 16,13 374,61 21,26 62,00 8,50 4,27
2006 25,04 62,68 36,00 6,37 72,25 4,24
2007 24,78 74,92 35,79 12,69 16,13 4,15
2008 21,88 118,22 30,03 47,97 32,10 4,41
2009 23,57 49,01 33,09 -17,46 -45,29 4,34
2010 21,80 39,04 29,97 21,57 128,78 4,38
2011 16,22 60,94 21,00 43,07 60,73 4,48
2012 21,15 78,92 29,72 -6,19 -33,19 4,04
2013 36,29 246,74 61,60 -4,15 -12,06 4,00
Rata-rata 16,80 98,74 26,00 23,18 16,27 3,82
Sumber: BPS (diolah)
36

Lampiran 4. Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS)


Variabel Koefisien Probabilitas
C -25,15212 0,0000
EFISIENSI 0,596027 0,0000
GROWTH 0,015553 0,4331
HHI -0,005152 0,5169
PRODUKTIVITAS 7,010707 0,0000
EKSPOR -0,010497 0,5241
R-squared 0,913005
Adjusted R-squared 0,888840
F-statistic 37,78161
Prob (F-statistic) 0,000000
Uji Breush-Godfrey Correlation LM Pro Obs*R-Squared 0,9634
Uji White Heteroskedasticity ProbObs*R-Squared 0,3149

Lampiran 5. Uji normalitas


7
Series: Residuals
6 Sample 1990 2013
Observations 24
5
Mean 6.29e-16
Median -0.081443
4
Maximum 3.651774
Minimum -7.268090
3 Std. Dev. 2.440484
Skewness -0.907081
2 Kurtosis 4.401738

1 Jarque-Bera 5.256053
Probability 0.072221
0
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Lampiran 6. Matriks korelasi antar variabel independent dan dependent


PCM Prod X-eff HHI Growth Ekspor

PCM 1,000000 0,691357 0,809885 0,232087 -0,073711 0,014007

Prod 0,691357 1,000000 0,253183 0,181865 0,122894 0,043966

X-eff 0,809885 0,253183 1,000000 0,236954 -0,251238 0,018406

HHI 0,232087 0,181865 0,236954 1,000000 0,198802 -0,183586

Growth -0,073711 0,122894 -0,251238 0,198802 1,000000 0,281202

Ekspor 0,014007 0,043966 0,018406 -0,183586 0,281202 1,000000


37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 22


Januari 1994 dari ayah Usman dan Ibu Ida Nuraida . Penulis adalah anak kedua dari
tiga orang bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tingkat sekolah
dasar SDN 1 Ujungberung (2000-2006), lalu melanjutkan pendidikan sekolah
menengah pertama di SMPN 1 Sindangwangi, kemudian melanjutkan pendidikan
ke sekolah menengah atas di SMAN 2 Majalengka dan lulus tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga pernah aktif dalam
beberapa kepanitian dan organisasi diantanya Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan Himpunan Mahasiswa
Majalengka (HIMMAKA).

Você também pode gostar