Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Crumb rubber merupakan karet alam yang diolah secara khusus sehingga
mutunya terjamin secara teknis. Perkembangan ekspor crumb rubber mengalami
pertumbuhan yang baik. Kondisi ini membuat banyak perusahaan tertarik untuk
masuk dalam pasar industri crumb rubber. Banyaknya perusahaan baru yang masuk
dalam industri crumb rubber membuat industri crumb rubber semakin berkembang.
Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar menyebabkan
persaingan di industri crumb rubber juga akan meningkat, baik produsen lokal
maupun multinasional. Pertumbuhan sektor industri crumb rubber yang pesat
memungkinkan munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal
kuat dan berskala besar, serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan
dalam industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur, perilaku dan
kinerja industri crumb rubber, serta menganalisis hubungan antara struktur dan
faktor-faktor lain dengan kinerja industri crumb rubber di Indonesia. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan adalah
data time series dari tahun 1990-2013. Metode deskriptif digunakan untuk
menganalisis perilaku industri crumb rubber di Indonesia. Metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri crumb rubber dengan
pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance), sementara untuk menganalisis
hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja digunakan
pendekatan OLS (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur Industri crumb rubber di
Indonesia dapat dikatakan tidak terkonsentrasi (unconcentrated) atau mendekati
pasar persaingan sempurna, terlihat dari nilai rata-rata rasio empat perusahaan
(CR4) sebesar 17,48 persen dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) sebesar 98,74
persen. Selain itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale (MES) sebesar 6,48
persen, artinya hambatan masuk pasar termasuk rendah. Rendahnya Minimum
Efficiency Scale (MES) dapat menjadi peluang masuknya perusahaan baru ke
industri crumb rubber di Indonesia. Perilaku pasar dapat terlihat dari beberapa
strategi yang digunakan perusahaan crumb rubber dalam meningkatkan
keuntungan, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kinerja industri crumb
rubber terlihat dari nilai rata-rata tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-
eff) dan pertumbuhan nilai output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja
industri crumb rubber di Indonesia masih kurang baik.
Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja
industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff) dan
produktivitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Selain itu, nilai
pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak
berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan
produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif, sedangkan pola hubungan antara
ekspor dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) terhadap PCM berpengaruh negatif.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah analisis crumb rubber dengan judul Analisis
Struktur, Perilaku dan Kinerja Karet Remah (Crumb Rubber) di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr
Ir Arief Daryanto MEc selaku dosen pembimbing atas saran dan arahan yang
diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr selaku dosen penguji utama
dan Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayanti MSi selaku penguji dari komisi pendidikan yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi
ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agus Susanto (Badan Pusat
Statistik), Bapak Ahmad Badaruddin (Gapkindo) yang telah membantu selama
pengumpulan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada ayah Usman, ibu Ida
Nuraida, kakak serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu
Ekonomi, keluarga besar ESP 49, Mabruroh, Ans, Teti, Shelvy, Veni, Vivi, Noviza,
Sofie, Reni dan Ihsan Fikrie sebagai tempat berbagi suka dan duka, serta kepada
Annisa Safitri dan Aryani Sundari selaku teman sebimbingan yang saling
mendukung dan juga kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu,
terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama empat tahun belajar disini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
METODE 12
Jenis dan Sumber Data 12
Metode Analisis 12
Uji Statistika dan Ekonometrika 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 20
Gambaran Umum Karet 20
Perkembangan Industri Crumb Rubber di Indonesia 22
Profil Beberapa Perusahaan Crumb Rubber di Indonesia 23
Regulasi Pemerintah yang berkaitan dengan Crumb Rubber di Indonesia 24
Analisis Struktur Pasar Industri Crumb Rubber di Indonesia 24
Analisis Perilaku Industri Crumb Rubber di Indonesia 26
Analisis Kinerja Industri Crumb Rubber di Indonesia 27
Hasil Analisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja
industri crumb rubber di Indonesia 28
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 1
2 Tipe-tipe Pasar 6
3 Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan 6
4 Perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013 22
5 Tingkat konsentrasi industri crumb rubber tahun 1990-2013 25
DAFTAR GAMBAR
6 Bagan kerangka pemikiran 11
7 Pertumbuhan nilai ekspor dan konsumsi domestik industri crumb rubber
tahun 1990-2013 23
8 Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff 27
DAFTAR LAMPIRAN
9 Nilai MES industri crumb rubber 34
10 Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber 34
11 Nilai dependent dan independent industri crumb rubber 35
12 Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) 36
13 Uji normalitas 36
14 Matriks kolerasi antar variabel eksogen 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Ekspor karet alam Indonesia menurut jenis mutu 2009 - 2013 (‘000 ton)
Jenis Mutu 2009 2010 2011 2012 2013
Lateks pekat 9,1 12,9 9,5 7,6 5,9
RSS (Ribbed
77,0 60,2 67,3 66,7 69,3
Smoked Sheet)
SIR (Technically
1.905,0 2.278,8 2.370,1 2.370,1 2.625,1
Specified rubber)
Jenis karet lain 0,1 - - - 1,6
Total 1.991,7 2.351,9 2.555,7 2.444,4 2.702,0
Sumber: BPS (diolah Gapkindo, 2015)
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
yaitu 25123. Data yang digunakan adalah data tahunan (time series) dari tahun
1990-2013. Pada penelitian ini tidak dibahas lebih jauh mengenai aspek
perdagangan internasional, hanya diberikan informasi mengenai perkembangan
nilai ekspor crumb rubber di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Industri
b. Chicago School
Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku yaitu apresiasi
terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan tidak hanya
bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tapi berusaha agar lingkungan
ekonomi dimana perusahaan berada dapat memberi keuntungan dengan
pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama (Lubis, 1997).
Struktur Pasar
Pangsa Pasar
Konsentrasi (Concentration)
Indeks Rosenbluth R= -
∑��= �. ��
�
Indeks Entrophy
E = ∑ �� log
��
�=
dimana:
��� = jumlah perusahaan terbesar
�� = pangsa pasar perusahaan ke-i (%)
= jumlah perusahaan terbesar
Pengukuran indeks konsentrasi:
a) Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara
keseluruhan dan ukuran-ukuran pasar yang memimpin pasar.
b) Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar
utama dalam suatu industri.
c) Indeks Rosenbluth didasarkan pada peringkat suatu perusahaan dan pangsa
pasarnya.
d) Indeks Entropy mengukur semua pangsa pasar semua perusahaan dalam
industri.
Perilaku Industri
Kinerja Industri
Menurut Jaya (2001), kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi
oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja industri biasanya
memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan
kesinambungan dalam distribusi.
Efisiensi
Kemajuan Teknologi
Pangsa
pasar tiap
Sangat Tidak indepe
1 perusaha Homogen b Normal Baik
rendah ada nden
an <1%,
HI< 100
Pangsa
pasar tiap
perusaha Unrecognized Cukup
2 Rendah Heterogen a Normal
an <10%, interdependence baik
100<HI<
1000
CR4<40
%, Unrecognized Cukup
3 Rendah Heterogen a Normal
100<HI< interdependence baik
1800
CR4 60-
100%, Sedang s/d Homogen/ Recognized Agak
4 a,b,c Kurang
1800<HI tinggi Heterogen interdependence lebih
<2500
Satu
buah
perusaha
an
Sangat
5 menguas Tinggi independen a=b,c Tinggi Buruk
diferen
ai 50-
100%,
2500<HI
<10000
Rizkyanti (2010) dalam analisis struktur pasar industri karet dan barang karet
periode tahun 2009 menunjukan berdasarkan hasil analisisis struktur pasar karet
dan produk olahan karet didapatkan bahwa terdapat empat perusahaan yang
memiliki pangsa pasar tertinggi yaitu sub-industri karet remah, sub-industri
pengasapan karet, sub-industri barang-barang dari karet yang belum termasuk
25591 dan 25592 dan sub-industri ban luar dan ban dalam. Dengan nilai CR4
sebesar 75,21 persen (Jaya, 2001). Dilihat dari konsentrasi Indeks Hirschman-
Herfindahl menurut klasifikasi struktur pasar dalam indeks herfindahl bahwa
industri karet dan barang karet secara keseluruhan termasuk dalam pasar oligopoli
sebesar 0,2060. Dikatakan dalam pasar oligopoli karena kisaran herfindahl 0,2
sampai dengan 0,6.
Amalia et al (2013) dalam sistem pemasaran rakyat di provinsi Jambi dengan
pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar menunjukkan bahwa konsentrasi
rasio empat perusahaan terbesar (CR4) di tingkat pabrik crumb rubber sebesar 75,70
persen. Karakteristik struktur pasar menunjukkan bahwa pasar terkonsentrasi
dengan tingkat persaingan yang kecil. Struktur pasar yang terbentuk mengarah pada
struktur pasar oligopoli dan terdapat lembaga pemasaran yang dominan dalam
proses penentuan harga, yaitu pabrik crumb rubber.
Subanidja (2005) dalam analisis struktur pasar dan kinerja industri
penggilingan menunjukan bahwa melihat struktur pasar industri penggilingan
dengan menggunakan kode ISIC /KBLI 153 beberapa industri yang memiliki
struktur pasar oligopoli. Dengan menggunakan analisa regresi, pengaruh yang
signifikan terhadap margin laba pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan kata
lain persamaan regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi (menduga) laba yang
diterima oleh perusahaan industri. Melalui ketiga variabel independent : IHH,
pangsa pasar, ROA yang signifikan dapat memengaruhi laba serta dapat
menjelaskan perubahan kinerja perusahaan industri dalam bentuk margin laba serta
secara bersama-sama.
Prastiwi (2011) dalam analisis struktur perilaku dan kinerja industri minuman
ringan di Indonesia menunjukan hasil analisis Struktur Conduct Performance
didapatkan bahwa struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah
oligopoli longgar. Kemudian rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4), efisiensi
internal (X-eff) dan produktivitas tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata
lima persen terhadap tingkat keuntungan.
11
Kerangka Pemikiran
Analisis regresi
dengan OLS
Hipotesis Penelitian
METODE
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diambil
dari instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistika (BPS), PT CAPRICORN
Indonesian Consultan Inc, Departemen Perindustrian, Gabungan perusahaan karet
Indonesia (Gapkindo), UN Comtrade, skripsi, buku dan berbagai sumber yang
menunjang penelitian ini. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun
1990-2013.
Metode Analisis
Pangsa Pasar
SI
MSi = x % (1)
Stot
dimana:
MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)
Si : penjualan perusahaan i (juta rupiah)
Stot : penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah)
Konsentrasi Industri
Konsentrasi suatu perusahaan juga dapat dihitung melalui pangsa pasarnya, yaitu:
dimana :
CR : rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (persen)
MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)
Pengukuran ini didasarkan pada jumlah total dan distribusi ukuran dari
perusahaan-perusahaan dalam industri. Dihitung dengan penjumlahan kuadrat
pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri (Jaya, 2001).
dimana:
HHI = Herfindahl-Hirschman Index
MSi = pangsa pasar perusahaan ke-i (persen)
m = jumlah perusahaan terbesar
n = jumlah total seluruh perusahaan yang berada pada industri
Indeks akan mendekati 0 (nol) ketika terdapat banyak perusahaan dalam satu
pasar dengan distribusi yang hampir sama (mendekati pasar persaingan sempurna),
dan mendekati 10.000 ketika terjadi monopoli. Pada indeks ini terdapat
karakteristik pada bobot, yang dibebankan relatif pada pangsa pasar perusahaan
besar dibandingkan dengan pangsa pasar perusahaan kecil (Juwita, 2004).
Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-
pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Semakin tinggi hambatan masuk maka
akan semakin lemah ancaman dari pendatang baru yang hendak masuk ke dalam
suatu industri.
Beberapa hal mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan-
hambatan muncul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk
perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan
cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkat mulai dari tanpa hambatan sama
sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi
jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Cara yang
digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan menggunakan skala
ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari
50 persen. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data
ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES) (Jaya, 2001).
Perilaku industri crumb rubber dalam penelitian ini akan dianalisis secara
deskriptif. Analisis tersebut lebih ditekankan pada strategi apa saja yang digunakan
industri crumb rubber untuk mendapatkan pangsa pasarnya. Adapun strategi-
strategi tersebut terdiri dari strategi harga, strategi produk dan strategi promosi.
a. Strategi harga
Setiap perusahaan dalam lingkup industri tentu memiliki strategi yang
berbeda dalam hal penetapan harga. Struktur pasar yang memiliki kecenderungan
oligopoli, akan menciptakan perilaku saling ketergantungan antara perusahaan yang
kurang mendominasi terhadap perusahaan lain yang lebih mendominasi (Kuncoro,
2007).
b. Strategi produk
Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pasti akan melakukan
strategi dalam mengeluarkan produknya. Strategi produk ini akan menjadi salah
satu aspek penting yang akan membedakan produk dari perusahaan satu dengan
perusahaan lainnya (Septiani, 2013).
c. Strategi promosi
Selain strategi dalam harga dan produk, dalam suatu industri terdapat pula
aspek strategi promosi. Promosi digunakan sebagai salah satu upaya perusahaan
untuk meningkatkan penjualan. Setiap perusahaan akan mengalokasikan anggaran
yang berbeda-beda untuk mempromosikan produknya. Hal demikian sangat terkait
dengan ukuran dari perusahaan dalam industri (Kuncoro, 2007). Semakin besar
ukuran suatu perusahaan, maka kemampuan untuk mengalokasikan dana untuk
promosi akan semakin besar. Tingkat kreativitas dan inovasi pun akan sangat
menentukan, sehingga produk dapat diterima masyarakat.
Nilai tambah digunakan sebagai proksi dari keuntungan yang didapat oleh
perusahaan namun harus dikurangi dengan biaya lain yaitu pengeluaran upah bagi
pekerja. Tingkat PCM yag tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio
konsentrasi pasar yang tinggi.
16
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja suatu industri ialah variabel
produktivitas. Produktivitas mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan output pada periode waktu tertentu (Puspasari, 2006). Produktivitas
dapat ditulis dalam persamaan berikut:
Nilai output
Produktivitas = x % (4)
Nilai input tenaga kerja
dimana:
PCM� : rasio keuntungan industri pada unit industri tahun ke-t (%)
HHI� : total kuadrat pangsa pasar empat perusahaan terbesar tahun ke-t (%)
X-efft : efisiensi-X pada unit industri tahun ke-t (%)
Growtht : pertumbuhan nilai output pada unit industri tahun ke-t
Prodt : produktivitas industri pada tahun ke-t (rupiah)
Ext : nilai yang diekspor (ton)
Ut : galat
β : intersep (� >0)
β , β , β , β , β : koefisien kemiringan parsial β , β , β , β , β > )
R-Squared (R2) atau biasa disebut uji koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi
nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel
dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah
variabel yang dimasukan ke dalam model. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu
memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1 (Gujarati, 1995).
Nilai R2 digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu model dimana
semakin banyak variabel maka semakin tinggi nilai R2. Selain nilai R2 terdapat juga
nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin
besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat digunakan untuk
membandingkan dua model karena niali R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap
derajat bebas model (koreksi terhadap Σ variabel) sehingga dua model yang berbeda
derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.
Uji F
Indikator lain untuk melihat kebaikan model adalah dengan uji F. Uji ini
berguna untuk membuktikan nyata tidaknya koefisien regresi secara bersama-sama
pada taraf tertentu. Secara tidak langsung ukuran ini juga digunakan untuk
18
Hipotesis:
H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen)
H1 : minimal ada satu nilai β ≠ 0 (artinya ada varibel independen yang
bepengaruh nyata terhadap variabel dependen)
R⁄
k-
Fhitung = -R ⁄
(5)
n-k
dimana:
R2 : jumlah kuadrat regresi
(1-R2) : jumlah kuadrat sisa
n : jumlah pengamatan
k : jumlah parameter
Uji t
Hipotesis:
H0 : βk = 0 (artinya variabel independen k tidak memengaruhi variabel
dependen).
H1 : βi ≠ 0 atau βk < 0 atau βk > 0 (artinya variabel independen k
memengaruhi variabel dependen).
19
kriteria uji:
Probability t-Statistic < ( _ ), maka tolak H0 dan simpulkan variabel
independen k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependennya.
Probability t-Statistic > ( _ ), maka terima H0 dan simpulkan variabel
independen k tidak memengaruhi variabel dependennya secara signifikan.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang
digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan
jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal.
Hipotesis:
H0 : error term terdistribusi normal
H1 : error term tidak terdistribusi normal
Kriteria uji:
Jika nilai probabilitas > taraf nyata ( _ ) maka terima H0 dan kesimpulannya error
term terdistribusi normal.
Uji Autokorelasi
Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala
autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model
tidak mengandung korelasi serial diantara distrubance term. Pada program E-Views
6, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat pengujian pada uji Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R Squared
harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala
autokorelasi pada model.
Uji Heteroskedastisitas
Hipotesis:
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedatisitas
Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0,05 (lima persen).
Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0,05 (lima persen) maka terima H0 yang
artinya ragam residual homogen atau biasa disebut tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model yang diteliti.
20
Uji Multikolinearitas
Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari
emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya
karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam
diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis). Sedangkan
karet sintetis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah
produksi dan konsumsi karet alam masih di bawah produksi karet sintetis. Namun
demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena keunggulan
yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintetis. Keunggulan
karet alam dibandingkan karet sintetis antara lain:
1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
3. Mempunyai daya aus yang tinggi
4. Tidak mudah panas (low heat build up)
5. Memilki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan
Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia
dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam
dan karet sintetis sudah mempunyai pangsa pasarnya masing-masing dan tidak
saling mematikan atau bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling
melengkapi atau komplementer.
Karet alam menjadi produk alam yang sangat bervariasi dalam produk akhir.
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan
bahan olahan. Bahan olahan dapat berupa setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga
karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet alam yang sudah jadi. Jenis-
jenis karet alam yang dikenal luas adalah:
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang
diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan
21
olah karet bukan produksi besar, melainkan bokar (bahan olah karet rakyat) karena
biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut
pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam yaitu lateks kebun, sheet
angin, slab tipis dan lump segar.
2. Karet alam konvensional
Menurut Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality
and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukan ke dalam
beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar mutu pada
Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white crepes dan pale
crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket
crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe.
3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat
melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau
centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan
bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandelan-bandelan dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah
ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian
Rubber).
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis.
Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada
jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet
spesifikasi teknis. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab
timbulnya karet spesifikasi teknis.
6. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai
barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya
dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis dan
Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan
karet sintetis.
7. Karet reklim atau reclaimed rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet
bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan suatu hasil
pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang
kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai.
22
Industri karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu industri antara
utama (olahan karet) pada kelompok industri karet dan bahan olahan karet, dengan
kode Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) 25123 (kementrian
perindustrian). Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan
karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap)
menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet
remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku
yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban, conveyor,
barang-barang karet, dan lain-lain.
Tabel 4 Jumlah perusahaan crumb rubber dan jumlah pekerja tahun 1990-2013
Banyaknya Banyaknya
Tahun Perusahaan Pekerja Tahun Perusahaan Pekerja
(unit) (orang) (unit) (orang)
1990 131 41149 2002 145 45100
1991 127 36206 2003 143 38931
1992 144 41389 2004 148 44272
1993 135 40655 2005 148 42153
1994 138 40165 2006 160 46066
1995 131 36678 2007 178 53793
1996 132 33289 2008 170 48970
1997 130 34604 2009 175 47799
1998 162 38609 2010 196 60519
1999 160 36575 2011 180 55849
2000 165 45020 2012 179 67751
2001 133 37499 2013 193 65939
Sumber: BPS (diolah)
23
80
60 ekspor
pertumbuhan (%)
40
konsumsi
20 domestik
0 tahun
1990 1993 1997 2001 2005 2009 2013
-20
-40
-60
-80
PT Lonsum Tbk.
Perusahan ini dan anak perusahaannya memiliki 38 perkebunan inti dan 14
perkebunan plasma yang berlokasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Saat ini PT Lonsum memiliki kebun karet seluas 17,394 Ha di Sumatera Utara,
Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. PT Lonsum memilki tujuh pabrik sheet
rubber dan crumb rubber. Karet hasil produksi dijual di pasar dalam negeri maupun
ke pasar ekspor (Capricorn Indonesia Consult Inc.).
24
PT Kirana Megantara
Kirana Megantara Group merupakan produsen crumb rubber terbesar di
Indonesia dengan pangsa pasar lebih dari 18 persen. Produk yang dihasilkan berupa
karet dengan spesifikasi teknis (technical specified rubber) yang dikenal dengan
istilah Standard Indonesian Rubber (SIR) dan diekspor ke berbagai negara sebagai
bahan baku utama ban yang di produksi oleh pabrik-pabrik ban terkemuka dunia.
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang perkebunan dan pengolahan karet. Kegiatan penanaman karet
memakai jenis Havea Brasilliensis dan mengolahnya menjadi Crumb Rubber.
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate merupakan pabrik yang mengolah
getah karet menjadi produk Crumb Rubber atau SIR yang sudah melalui tahapan
pengontrolan kualitas pada bagian Quality Control Department. Sehingga produk
yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan produk-produk Crumb
Rubber atau SIR pada perusahaan yang lainnya. Oleh karena itu, banyak negara-
negara yang membeli produk Crumb Rubber atau SIR yang dihasilkan oleh PT.
Bridgestone Sumatera Rubber Estate.
Analisis struktur pasar pada industri crumb rubber dapat diketahui dengan
melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing industri,
konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), Herfindahl-Hirschman Index
(HHI) dan besarnya hambatan masuk pasar (MES). Namun karena adanya
keterbatasan data penjualan setiap industri crumb rubber yang tidak dapat disajikan,
25
maka pangsa pasar dari masing-masing perusahaan crumb rubber tidak dapat
ditentukan.
Menurut Camanous dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004), nilai MES yang
lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu
industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya
perusahaan baru kedalam pasar industri di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 1 terlihat bahwa hambatan masuk
Indusri crumb rubber di Indonesia termasuk rendah dengan rata-rata nilai MES dari
tahun 1990-2013 sebesar 6,48 persen. Rendahnya MES tersebut dapat menjadi
peluang masuknya perusahaan baru ke industri crumb rubber di Indonesia. Karena
bertambahnya jumlah perusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari empat
perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi
berkurang.
Strategi Harga
Pada industri crumb rubber dimana menurut analisis memiliki struktur pasar
tidak terkonsentrasi (unconcentrated), berarti adanya saling ketergantungan dan
saling memengaruhi antara satu perusahaan dengan pesaing-pesaing lainnya
Perusahaan-perusahaan dalam industri crumb rubber kurang potensial untuk
melakukan kolusi, sehingga perusahaan tidak dapat menentukan harga sesuai
keinginan mereka karena harus tetap mempertimbangkan kemampuan membeli
masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi penetapan harga.
Strategi Produk
Strategi produk yang berkembang adalah strategi produk yang sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merupakan standar dasar yang harus
dipenuhi oleh setiap produsen sebelum memasarkan produknya ke konsumen. Pada
tahun 1960-an standar untuk karet Indonesia telah disusun dan dikenal sebagai SIR
(Standar Karet Indonesia), terus ditingkatkan dan direvisi dengan mengacu pada
internasional standar yang ditetapkan oleh ISO. Nomor Standar Nasional Indonesia
pada crumb rubber adalah SNI 1903;2011. Namun, beberapa produsen karet remah
27
Strategi Promosi
120
100
80
PCM
Nilai (%)
60
Growth
40
20 efisiensi
0
tahun
-20
Fluktuasi PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi
PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam.
Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1999-2002 dan cenderung stabil. Nilai X-eff
pada tahun 2000 sampai tahun 2003 cenderung meningkat, namun pada tahun
berikutnya mengalami penurunan sampai tahun 2006. Sementara fluktuasi growth
sangat tajam, dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke
28
tahun. Sehingga variabel growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan
dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 2 terlihat bahwa pertumbuhan nilai
output (growth) terendah bernilai -19,08 persen pada tahun 1999, diduga karena
adanya krisis ekonomi pada tahun 1998. Krisis ini membuat perusahaan-perusahaan
yang tidak dapat bertahan dalam kondisi krisis akan mengalami kemunduran.
Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada menurunnya jumlah output yang
dihasilkan industri crumb rubber hingga pertumbuhannya bernilai negatif. Ketiga
faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kenerja industri crumb rubber di
Indonesia kurang baik.
Uji F
Kriteria statistik yang dipakai yaitu uji F dan taraf nyata yang digunakan
adalah 0,05 (lima persen). Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan pada
Lampiran 4 sebesar 0,00 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya
minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen sehingga model tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam
fungsi.
Uji t
sebesar 0,43 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0,05 (lima persen), artinya
variabel growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Variabel ekspor memiliki
nilai probabilitas sebesar 0,52. Sementara nilai variabel X-eff dan Produktivitas
memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,00, yang nilainya lebih kecil
dari taraf nyata lima persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut
berpengaruh nyata terhadap PCM, nilai probabilitas masing-masing variabel dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Uji Normalitas
Hasil uji normalitas didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih
besar daripada taraf nyata yang digunakan (5,26 > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut
maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model
sudah menyebar normal, hasil uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 5.
Uji Autokorelasi
Uji Heteroskedastisitas
Uji Multikolinearitas
Interpretasi Model
Hasil regresi menunjukan bahwa terdapat dua dari lima variabel independen
yang berpengaruh nyata terhadap PCM dengan taraf nyata 0,05 (lima persen).
Variabel tersebut adalah X-eff dan produktivitas, dengan nilai koefisien masing-
masing sebesar 0,00. Variabel independen yang tidak berpengaruh nyata terhadap
PCM adalah variabel Herfindahl-Hirschman Index (HHI), growth dan ekspor
dengan nilai probabilitas masing- masing sebesar 0,52, 0,43 dan 0,52 (Lampiran 4).
Hasil regresi tersebut juga menunjukan bahwa variabel X-eff, growth dan
produktivitas berpengaruh positif, sedangkan variabel ekspor dan Herfindahl-
Hirschman Index (HHI) berpengaruh negatif terhadap tingkat keuntungan (PCM)
industri crumb rubber. Sehingga, didapatkan model PCM dengan persamaan
regresi sebagai berikut:
PCM = - 25,15 + 0,59 X-eff + 0,02 Growth – 0,005 HHI + 7,01 Produktivitas –
0,01 Ekspor.
Simpulan
1. Bentuk struktur pasar industri crumb rubber di Indonesia dapat dikatakan tidak
terkonsentrasi (unconcentrated). Perusahaan berusaha meningkatkan
keuntungan melalui beberapa strategi yang digunakan oleh perusahaan crumb
rubber, yaitu strategi harga, produk dan promosi. Kemudian rata-rata nilai dari
tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai
output (growth) kurang dari 50 persen, sehingga kinerja pada industri crumb
rubber di Indonesia masih kurang baik.
2. Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja
industri crumb rubber dipengaruhi secara nyata oleh efisiensi internal (X-eff),
dan produktifitas (Prod), pada taraf nyata 0,05 (lima persen). Sementara, nilai
pertumbuhan (growth), Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan ekspor tidak
berpengaruh nyata terhadap PCM. Pola hubungan antara X-eff, growth dan
produktifitas terhadap PCM berpengaruh positif dalam penelitian ini sesuai
dengan hipotesis awal penelitian. Sedangkan pola hubungan ekspor dan terhadap
PCM berpengaruh negatif dalam penelitin ini tidak sesuai hipotesis awal.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, A F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan
di Indonesia 1985-1994 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Jaya WK. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Ke-2. BPFE, Yogyakarta.
Juwita I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang Persaingan
Usaha (Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kementrian Perindustrian. 2010. Statistika Karet dan Produk Olahan Karet
Indonesia. Jakarta : Kemenprin.
Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru
2030. ANDI, Yogyakarta.
Nazaruddin, Paimin F. 2007. KARET: Budi daya dan Pengolahan, Strategi
Pemasaran. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Oktaviani, F. 2011. Analisis Daya Saing Industri Karet Remah (crumb rubber)
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prastiwi E. 2012. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan
di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspasari C. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan di
Indonesia [skirpsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putra E J. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rizkyanti A. 2010. Analisis Struktur pasar industri karet dan barang karet periode
tahun 2009. Med Eko. 18(2).
Robert E. 1995. Hubungan Struktur Dengan Kinerja Pasar: Studi Empiris Pada
Industri Pemintalan [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Depok.
Subanidja S. 2005. Analisis. analisis struktur pasar dan kinerja industri
penggilingan. Jurnal Akuntabilitas. 5(1).
Septiani M. 2013. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Dalam Persaingan Industri
Pakan Ternak Di Indonesia (Periode 1986-2010) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Scherer. F.M. 1996. Industry Structure, Strategy and Public Policy. Herper Collins
College Publisher. USA.
Shepherd W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition.
New Jersey (US): Prentice-Hall.
UN Comtrade [Internet]. [diunduh 2016 Februari 20]. Tersedia pada:
comtrade.un.org/data/.
Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yunianti, S. 2001. Implikasi Kebijakan Tepung Terigu Terhadap Industri Tepung
Terigu dan Industri Makanan : Studi Kasus Industri Mie Instan [tesis]. Depok:
Program Pasca Sarjana Universitas Indnesia.
34
Lampiran 2. Nilai PCM, growth dan efisiensi industri crumb rubber di Indonesia
tahun 1990-2013
Tahun PCM (%) Growth(%) X-eff (%)
1990 19,38 6,59 29,75
1991 18,69 6,59 27,25
1992 19,07 52,51 27,00
1993 0,24 -35,07 19,54
1994 16,70 83,98 23,34
1995 12,78 38,84 17,02
1996 11,80 14,21 15,66
1997 13,45 0,62 18,48
1998 11,64 111,71 15,24
1999 13,47 -19,08 18,75
2000 13,97 2,77 19,75
2001 14,48 -4,19 21,59
2002 16,57 38,18 25,16
2003 -6,42 37,96 17,54
2004 20,66 54,82 29,47
2005 16,13 62,00 21,26
2006 25,04 6,37 36,00
2007 24,78 12,69 35,79
2008 21,88 47,97 30,03
2009 23,57 -17,46 33,09
2010 21,80 21,57 29,97
2011 16,22 43,07 21,00
2012 21,15 -6,19 29,72
2013 36,29 -4,15 61,60
Sumber: BPS (diolah)
35
1 Jarque-Bera 5.256053
Probability 0.072221
0
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
RIWAYAT HIDUP