Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
KONSEP MODEL KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
BAB III
APLIKASI model keperawatan Transkultural pada
pengelolaan AGREGAT BALITA DENGAN MASALAH GIZI DI KOMUNITAS
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan
kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai
dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu
yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human
caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi
diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Beberapa hal yang mendasari penggunaan sunrise model sebagai pendekatan dalam
mengatasi permasalahan gizi pada balita di masyarakat adalah :
1. Penyebab permasalahan gizi terkait erat dengan kebiasaan dan budaya keluarga dalam
mengasuh balita.
2. Setiap keluarga cenderung memiliki budaya yang berbeda dalam mengasuh balita
sehingga pendekatan dengan mengeksplorasi budaya yang dimiliki keluarga dirasa akan
tepat untuk menentukan jenis intervensi yang dapat dilakukan
3. Masalah gizi merupakan suatu keadaan yang sering bersifat relatif dalam masyarakat dan
sangat dipengaruhi oleh sistem nilai dan budaya yang dianut. Artinya bagi sebagian
masyarakat kondisi balita dengan masalah gizi merupakan keadaan yang harus diatasi
dan bagi sebagian lain masalah ini merupakan masalah yang nantinya akan teratasi
dengan sendirinya sesuai dengan perkembangan usia. Melalui pendekatan sunrise
model maka akan dapat digali sistem nilai dan budaya yang dianut sehingga dapat
dilakukan intervensi dengan tepat.
4. Cultural Care dalam sunrise model berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk
mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. Hal ini akan memungkinkan
keluarga dapat lebih menerima setiap intervensi yang dirumuskan bersama karena
memiliki kedekatan dengan budaya yang dianut.
Selain beberapa hal yang mendasari, terdapat pula kelebihan dan kekurangan dalam
penggunaan model ini. Kelebihan yang dapat diperoleh jika model ini diterapkan dalam
penanganan masalah gizi pada balita yaitu :
1. Dapat diperolehnya kondisi terkait faktor penyebab masalah gizi secara lebih mendalam
2. Alternatif strategi yang digunakan memungkinkan adanya negosiasi solusi yang
membuat keluarga tetap bisa memegang budaya namun pada saat yang sama bisa
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Adapun kekurangan dari model ini adalah :
1. Model ini belum dapat berdiri sendiri secara penuh dalam penerapannya di keperawatan
komunitas, sehingga memerlukan model lain dalam perumusan intervensi khususnya
bagi masyarakat
2. Model ini belum memiliki rumusan diagnosa yang spesifik untuk penerapan di
masyarakat
3. Cenderung memerlukan waktu yang lebih lama dalam pengkajian dan pelaksanaan
intervensi
Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Leininger, 1991) adalah :
Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya para orangtua dari agregat balita tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki para orangtua dari agregat balita sehingga
para orangtua dari agregat balita dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya,misalnya budaya dalam hal makan
Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu para
orangtua dari agregat balita beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu para orangtua dari agregat balita agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya para
orangtua dari agregat balita mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan sumber protein hewani yang lainnya.
Strategi III, Mengubah/mengganti budaya para orangtua dari agregat balita
Restrukturisasi budaya para orangtua dari agregat balita dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan balita. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup para
orangtua dari agregat balita, misalnya terkait tabu makanan. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Proses keperawatan Transcultural Nursing
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle,
1995).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian
dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :
1. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkenaan dengan masalah gizi maka
perawat perlu mengkaji : persepsi keluarga tentang sehat sakit, kebiasaan berobat atau
mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memanfaatkan
hasil tekhnologi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi balita dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
1. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran
di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap kondisi
dan penyebab masalah gizi, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan.
1. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, jumlah anggota keluarga, kebiasaan-kebiasaan khusus yang dimiliki oleh keluarga
dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
1. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan dalam keluarga, makanan yang dipantang dalam keluarga dan masyarakat,
kebiasaan yang dianut dalam merawat balita, kebiasaan dalam mengolah makanan hingga
kebiasaan cara penyajian makanan bagi balita. Selain itu perlu dikaji pula tentang kebiasaan
yang dilakukan oleh keluarga jika balita mengalami kesulitan dalam hal asupan makanan.
1. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
penyediaan makanan bergizi, sumber daya dari pemerintah yang dapat dimanfaatkan keluarga
untuk mengatasi masalah gizi yang dialami.
1. Faktor ekonomi (economical factors)
Faktor ekonomi merupakan salah satu factor yang mungkin akan memberikan kontribusi
terhadap pola pengasuhan balita. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya
: pekerjaan kepala keluarga, sumber penghasilan keluarga, besarnya penghasilan keluarga,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dan sumber lain misalnya asuransi,.
1. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
1. jangan menggunakan asumsi
2. jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang pelit, orang jawa halus
3. menerima dan memahami metode komunikasi
4. menghargai perbedaan individual
5. mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu
6. tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien
7. menyediakn privacy terkait kebutuhan pribadi
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar,
1995). Terdapat tiga diagnosakeperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang
dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi
budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien
bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1. Cultural care preservation/maintenance / Mempertahankan budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi. Beberapa hal yang dapat dilakukan :
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
1. Cultural careaccomodation/negotiation /Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau
amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan :
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
1. Cultual care repartening/reconstruction /Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengan keyakinan yang dianut. Beberapa langkah yang dapat dilakukan :
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
Gunakan pihak ketiga bila perlu
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka
akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya barn yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed,Philadelphia, JB Lippincot Company
Cultural Diversity in Nursing, (1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts andCase
Studies, Ditelusuri tanggal 20 Maret 2011 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing
Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis
and Application, USA, Appleton & Lange
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and Intervention,
2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
Gunawijaya, J ( 2010), Kuliah umum tentang budaya dan perspektif transkultural dalam
keperawatan Mata ajar KDK II 2010, semester genap FIK-UI
Institut Pertanian Bogor (2007), Makalah Determinan Masalah Gizi Di Indonesia, IPB,
Bogor
Iskandar, R ( 2010), Aplikasi teori trancultural nursing dalam proses keperawatan , dimbil
dari
Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996), Nursing Process and
NursingDiagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011), Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
2011 – 2015, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
Kementerian Kesehatan RI (2007), Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta
Kementerian Kesehatan RI (2010), Riset Kesehatan Dasar 2010, Jakarta
Koentjaraningrat (1990), Pengantar ilmu antropologi, Jakarta: Rineka cipta
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
Leininger, M. Cultural Care Theory : A Major Contribution to Advance Transcultural
Nursing Knowledge and Practices . Juli 2012. http://tcn.sagepub.com/content/13/3/189
Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section
OneUnderstanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal
20 Maret 2011 dari http://www.google.com/rnc.org/transcultural nursing