Você está na página 1de 15

STABILITAS OBAT

Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam penyimpanan.

Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat cemaran mikroba maka

dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil (Fitriani, 2015).

Faktor yang mempengaruhi

Faktor yang mempengaruhu stabilitas obat antara lain :

a. Oksigen

Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam reaksi oksidasi. Reaksi

oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena dapat mendegradasi obat tersebut.

b. Suhu

Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu akan

mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan stabilitas

obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan penurunan kadar dari obat tersebut.

c. pH

pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat,. Obat biasanya stabil pada pH 4 sampai 8.

Dengan adanya penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan obat

menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil. (Gokani, H. Rina D, N.

Kinjal, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

1. Bajaj, S., Singla. D., Sakhuja. N., 2012. Stability Testing of Pharmaceutical Products.

Journal of Applied Pharmaceutical Science 02 (03): 129-138

2. Fitriani, Y.N., INHS. Cakra., Yuliati, N., Aryantini. D., 2015. Formulasi and Evaluasi

Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent

CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan.

Volume 2. Nomor 1.

3. Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory

Requirenment. International Journal of Advances in Pharmaceutical Analysis. Vol 2.

No 3 : 62-67

LACHMAN

Salah satu aspek penting dari pemeriksaan terhadap obat jadi adalah untuk menjaga

keamanan obat itu dan mencegah toksisitas dari obat tersebut, melindungi obat dari

pemalsuan. Pemeriksaan secara analitik dapat mendeteksi pengotoran yang tidak tercantum

didalam formula dan hal ini dapat diatasi dengan menggunakan cara in vivo. (1659)

Untuk menentukan metode yang tepat seorang analis harus mempunyai pengetahuan

tentang sifat-sifat fisikokimia dari obat, degradasi obat, kecepatan degradasi. Kemudian dapat

dikembangkan metode yang khusus memantau kestabilan dari bahan berkhasiat di dalam obat

tersebut. Metode-metode yang digunakan di dalam studi kinetic (bentuk padat larutan) dapat

dipertimbangkan secara ilmiah untuk digunakan di dalam memantau suatu peruraian

(dekomposisi). Untuk mencapai tujuan diatas, metode-metode penentuan stabilitas di

klasifikasikan sebagai; metode elektrometri, metode ekstraksi, pelarut, metode

spektrofotometri, dan metode kromatografi. (1665)


Kestabilan suatu obat harus diperiksa dalam keadaan seperti yang ada di pasaran

termasuk wadahnya . Batas kadaluarsa seperti yang ada di pasaran termasuk wadahnya. Batas

kadaluarsa dan cara-cara penyimpanan harus dituliskan pada label. Pengalaman menunjukkan

obat memerlukan waktu cukup lama untuk sampai ke tangan konsumen. Untuk mencegah

penurunan mutu atau khasiat obat selama penyimpanan maka diperhatikan cara-cara

penyimpanan yang baik selama obat berada di gudang. Untuk membantu menjamin

kestabilan obat selama dalam perjalanan dan dalam penyimpanan, maka petunjuk cara

penyimpanan yang benar harus dicantumkan pada labelnya. (1672)

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandangdari segi kimia. Stabilitas

obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan( Connors,1986)

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwapasien menerima dosis

obat yang diresepkan dan bukan hasilditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi

diproduksibertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yangstabil yang

dipasarkan dalam batas-batas tanggalkedaluwarsa.apoteker komunitas memerlukan

pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar

dapatmenyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untukmengeluarkan obat tersebut,

mengantisipasi interaksi ketikapencampuran beberapa bahan obat, persiapan,

danmenginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkinterjadi setelah obat telah

diberikan (Parrot, 1978) . Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakupmasalah

kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yangmasih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau

disebut sebagai substandar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat.Orde

reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode,diantaranya (Martin, 1983)


Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif karena mengalami

degradasi. Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif karena

mengalami degradasi. Dekomposisi obat juga dapat menghasilkan racun oleh produk-produk

yang berbahaya bagi pasien. Dekomposisiobat juga dapat menghasilkan Racun oleh produk-

produk yang menggila bagi Pasien. Ketidakstabilan mikrobiologis produk obat yang steril

juga bisa berbahaya (Anonim, 2010)

DAFTAR PUTAKA

1. WHO.(2016).http://www.worldhealthorganization/int. com

2. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Infodatin Hipertensi. Data & Informasi Kesehatan

RI: Jakarta

3. Santoso, Karo-Karo, 2016. Cegah Dan Atasi Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah:

Karna Hidup Hanya Sekali.Praninta Aksara : Jakarta

4. Fitriani, Y.N., INHS. Cakra., Yuliati, N., Aryantini. D., 2015. Formulasi and Evaluasi

Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent

CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan.

Volume 2. Nomor 1.

5. WHO.(2016).http://www.worldhealthorganization/int. com
http://www.academia.edu/31176590/Ketersediaan_hayati_dispersi_padat_furosemid_dengan

_polietilenglikol_4000_PEG_4000_pada_kelinci_jantan_The_bioavailability_of_furosemide-

polyethylene_glycol_PEG_4000_solid_dispersion_in_male_rabbits

Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi stabilitas kimiawi dan fisik. Degradasi

kimia, seperti oksidasi atau hidrolisis dapat terjadi dengan meningkatnya temperatur (Talogo,

2014).Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam penyimpanan.

Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat cemaran mikroba maka

dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil (Fitriani, 2015). Tablet furosemide sangat

stabil pada suhu dibawah 30ºC

Degradasi kimia adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian komponen

suatu polimer karena reaksi dengan polimer sekitarnya berupa tindakan atau proses

penyederhanaan atau meruntuhkan sebuah molekul menjadi lebih sederhana (kecil) baik

secara alami maupun buatan. Degradasi atau penguraian kimia kerangka polimer-

polimer vinil yang tersusun dari rantai-rantai karbon yang tidak mengandung gugus-gugus

fungsional selain ikatan rangkap dua polimer-polimer diena pada prinsipnya terbatas

pada reaksi oksidasi.

Kestabilan dari suatu zat merupakan dari suatu zat merupakan faktor yang harus

diperhatikan dalam formulai suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya

biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu yang lama sampai

ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama

dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik

sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. (Anonim,2010).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010.Penuntun praktikum farmasi fisika. UMI. Makassar


Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari

produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak kestabilan yang cukup, dapat mengakibatkan

perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll fasa pemisahan) serta karakteristik kimia

(pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi). Selama penyimpanan ataupun transportasi,

obat bisa mengalami perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji

stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan.

Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu :

1. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi

yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.

2. Stabilitas Fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan,

kesesuaian, keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan.

3. Stabilitas Mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba

dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada

mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.

4. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.

5. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas

selama usia guna sediaan.

A. Stabilitas Fisika

Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang

tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi

(perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.

Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph, bobot

jenis.

Kriteria stabilitas fisika:


 penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan

 keseragaman bobot

 keseragaman kandungan

 suhu

 disolusi

 kekentalan

 bobot jenis

 visikositas

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang telah

ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya. Dengan

menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul- molekul yang

hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :

 menggambarkan susunan ruang dari molekul obat

 memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul

 memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi

tertentu.

Ketidakstabilan Fisika

Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa memperdulikan

kesempurnaan prosesnya.

1. Perubahan struktur kristal

Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan

lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya


menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan

obat.

2. Perubahan kondisi distribusi

Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan banyak

fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau pengapungan.

3. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat

Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami

pengerasan.

4. Perubahan perbandingan kelarutan

Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan bahan

terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat penguapan

bahan pelarut.

5. Perubahan perbandingan hidratasi

Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan

hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.

B. .Stabilitas Farmakologi

Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan bagian

molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan

reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai

stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas bioogis adalah

proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons

biologis.

Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat

1. Fasa farmasetik
Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk dapat

diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus dalam bentuk

molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa dipengaruhi oleh

nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-3 dan usus pH = 5-8).

Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung

dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan

juga penting untuk aktivitas obat.

2. Fasa Farmakokinetik

Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang

mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (Ph = 7,4)

yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan

proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada

kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang

dapat mencapai jaringan target.

3. Fasa Farmakodinmik

Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif

dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan

kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan melalui proses biokimia,

menyebabkan terjadinya respons biologis.

C .Stabilitas Kimia

Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk

mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket

dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah

menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup

kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan
untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara

pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian,

stabilitas zat aktif dan lain-lain. Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia,

kimiafisik, dan kerja farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data

sekunder). Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya

ialah, oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida

(turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya

faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban

udara dan cahaya

1. Hidrolisis

Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat disbanding

ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi senyawa

prokainamid tidak terhidrolisa. Gugus laktam dan azometin (imine) dalam

benzodiazepine juga dapat tehidrolisis. Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam

reaksi hidrolisi adalah Ph dan senyawa kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga

dalam kasus hidrolisa ampisilin)

2. Epimerisasi

Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan

cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya

perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin

tidak memiliki aktifitas anti bakteri.

3. Dekarboksilasi

Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid dapat

kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki potensi

farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa antibiotik yg
memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion

karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin

sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid

4. Dehidrasi

Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa epian

hidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek toksisitas

5. Oksidasi

Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat

langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugusdien terkonjugasi

(vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan nitroso dan

nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek terapetik

lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada

kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi,

paparan terhadap oksigen, UV.

6. Dekomposisi fotokimia

Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada ikatan

kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap foto

oksidasi.

7. Kekuatan Ion

Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi

oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis

berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai contoh

obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.

8. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat secara

ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di luar

rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah

mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan

oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu,

atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan

lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam

hitungan menit. Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan

garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk

mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh

pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh

kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.

9. Interionik

Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan

ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan

bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan

penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.

10. Kestabilan bentuk padat

Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya dikarakterisasi

sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid. Sehingga obat-obat

berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh dikombinasikan dengan bahan

kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic. Pada kondisi kelembaban yang tinggi,

kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan kecepatan kinetik orde nol, karena
kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada

larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau atau di dalamnya.

11. Temperatur

Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan 10

derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksikimia ini adalah

karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau

1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan

ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada

sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah

ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat

menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.

Stabilitas adalah kemampuan suatu produk farmasi untuk mempertahankan sifat

kimia, fisika, mikrobiologi, dan biofarmasi dalam batas-batas yang di tentukan selama masa

edarnya. Untuk produk farmasi yang dibuat oleh industri, terutama produk-produk yang

memasuki perdagangan internasional dan atau didistribusikan dalam wilayah tertentu dengan

kondisi iklim yang tidak cocok, stabilitas merupakan masalah yang serius. Tahun 1979,

komite Ahli WHO dalam Spesifikasi Sediaan Farmasi, dalam uraian tentang pemastian mutu

system pengadaan obat yang dilampirkan dalam laporannya, menyatakan bahwa bagian yang

harus diperhatikan pada pemastian mutu adalah penyimpanan. Hal ini dijelaskan lebih jauh

bahwa “penyimpanan yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan fisik dan

penguraian kimia, yang menyebabkan penurunan aktivitas dan bahkan pembentukan produk

degradasi yang kemungkinan berbahaya”. Diwaktu-waktu berikutnya, aspek-aspek lain

seperti ketidakstabilan mikrobiologi dan hal-hal yang mengganggu bioavailabilitas mulai

dipertimbangkan (Syahputri, 2006).


Menurut Carstensen and Rhodes (2000), beberapa efek tidak diinginkan yang potensial dari

ketidakstabilan produk farmasi, yaitu :

1. Hilangnya zat aktif

2. Konsentrasi zat aktif meningkat

3. Bioavailability berubah

4. Hilangnya keseragaman kandungan

5. Menurunnya status mikrobiologis

6. Hilangnya elegansi produk dan ‘patient acceptability’

7. Pembentukan hasil urai yang toksik

8. Hilangnya kekedapan kemasan

9. Menurunya kualitas label

10. Modifikasi faktor hubungan fungsional

Faktor-faktor terpenting yang dapat mempengaruhi tingkat dan kecepatan penururnan mutu

produk obat adalah sebagai berikut:

1. Faktor lingkungan seperti panas, kelembapan, cahaya, oksigen, dan berbagai bentuk lain

perubahan dan tekanan fisik (sebagai contoh, getaran atau pembekuan).

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan produk, meliputi :


a. Sifat fisika dan kimia zat aktif dan bahan tambahan farmasi (eksipien) yang digunakan

(sebagai contoh, adanya pengotor tertentu, bentuk polimorf atau Kristal tertentu, ukuran

partikel dan kemungkinan adanya air atau pelarut lainnya);

b. Bentuk sediaan dan komposisnya;

c. Proses pembuatan (termasuk kondisi lingkungan dan prosedur teknologi);

d. Sifat wadah atau kemasaan lainnya yang bersentuhan langsung dengan produk atau

memengaruhi stabilitas (Syahputri, 2006).

Você também pode gostar