Você está na página 1de 39

PPOK

2.3 Tanda dan Gejala Bronkitis Kronik

Pada umumnya bronkitis memiliki berbagai tanda dan gejala, berikut adalah tanda dan
gejalanya :

1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)


2. Adanya lendir, baik yang tidak berwarna, putih atau berwarna kuning kehijauan
3. Sering menderita infeksi saluran pernafasan
4. Sesak nafas ketika melakukan olahraga atau aktivitas ringan
5. Mudah lelah
6. Rasa tidak nyaman pada dada

2.4 Etiologi

Bronkitis kronik dapat terjadi apabila seseorang yang menderita bronkitis akut tidak
mengalami penyembuhan. Hal ini terjadi karena terdapat penebalan dan peradangan pada
dinding bronkus yang bersifat permanen. Disebut bronkitis kronik apabila batuk terjadi
minimal tiga bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut. Ada beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan bronkitis kronik yaitu :

Spesifik :

1. Asma
2. Infeksi saluran nafas bagian atas misalnya sinobronkitis
3. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis
4. Sindrom aspirasi
5. Penekanan pada saluran nafas
6. Kelainan sillia primer

Non-spesifik :

1. Perokok
2. Polusi udara dan debu
3. Gas beracun di tempat kerja

2.5 Klasifikasi

Secara klinis bronkitis kronis ini terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Bronkitis kronik ringan (simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak
dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen (chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran nafas (chronic bronchitis with
obstruction), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak nafas berat.

2.6 Patofisiologi

Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus trakeobronkial. Batuk


dengan dahak selama 3 bulan dalam setahun sekurangnya 2 tahun berurutan. Serangan
bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama
rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Pasien
dengan bronkhitis kronis akan mengalami peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada
bronkus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.

Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran nafas. Mukus yang kental dan pembesaran bronkus akan
mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami
kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.

Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien
mengalami kekurangan 02, jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi
penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO, sehingga pasien
terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi
eritrosit berlebihan).
2.8 Manifestasi Klinik

Bronkitis kronik terjadi dengan adanya batuk produktif, dan berlangsung secara kronis
atau berbulan bulan. Batuk yang terjadi dapat diperparah dengan kondisi atau cuaca dingin,
lembab, dan iritan paru. Pasien yang mengalami penyakit bronkitis kronik biasanya memiliki
riwayat merokok dan mengalami infeksi pernafasan (Smeltzer & Bare, 2002).

Kebanyakan pasien mengeluh kelelahan atau lemah akibat batuk berdahak tersebut.
Gangguan saluran infeksi yang sering dialami seperti flu dan pilek yang disertai batuk. Atau
dapat terjadi akibat infeksi bakteri seperti Streptococcus Pneumoniae. Karena bronkitis kronik
dapat disebabkan adanya riwayat merokok sehingga pasien atau risiko tertinggi terkena
penyakit bronkitis kronik yaitu laki.laki. selama ini bronkhitis kronis tidak selalu
memperlihatkan gejala, dan baru terasa setelah beberapa waktu terpapar. Adanya penurunan
stamina, dan sering batuk-batuk akan semakin parah sejalan dengan bertambahnya usia dan
perkembangan penyakit. Sehingga menyebabkan kesukaran bernafas, kurangnya oksigen
dalam darah dan kelainan fungsi paru-paru.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat penegakan diagnosa. Pemeriksaan untuk
penyakit bronkitis kronik terdiri dari beberapa pemeriksaan seperti hasil gas dalam darah arteri,
rontgen dada, pemeriksaan laboratorium untuk menentukan nilai hemoglobin dan hematokrit,
serta pemeriksaan fungsi paru. Pengumpulan data yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu
riwayat kesehatan lengkap, termasuk keluarga, pemajanan terhadap lingkungan, terhadap
bahan-bahan yang mengiritasi, dan riwayat pekerjaan dikumpulkan, termasuk kebiasaan
merokok (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan penurunan Kapasitas Vital, volume ekspirasi
kuat, peningkatan volume residual, dan kapasitas volume total meningkat. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan peningkatan Hematokrit dan Hemoglobin. Sedangkan analisa gas
darah dapat menunjukkan adanya hipoksia dengan hiperkapnia. Untuk hasil pemeriksaan
rontgen dada dapat melihat adanya pembesaran jantung dan mungkin dapat menunjukkan
konsolidasi dalam bidang paru.

2.10 Penatalaksanaan

Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan
berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronkial, untuk mencegah infeksi, dan
untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan)
dan dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat (Smaltzer & Bare, 2002).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk penatalaksanaan penyakit bronkitis kronis
sebagai berikut :

1. Bronkodilator

Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan beta 2 agonis dengan golongan
antikolinergik. Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuatkan efek bronkodilatasi
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Masing-masing dalam dosis
suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit sebagai dosis pemeliharaan.
Contohnya aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin
1 mg.

2. Kortikosteroid (Antiinflamasi)

Diberikan golongan metilprednisolon atau prednison, dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
setiap hari atau selang sehari dengan dosis minimal 250mg.

3. Antibiotik
Diberikan untuk mencegah dan mengobati eksaserbasi serta infeksi. Antibiotik juga diberikan
sekiranya ada peningkatan jumlah sputum, sputum berubah menjadi purulen dan peningkatan
sesak. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat. Jenis antibiotik yang bisa
diberikan adalah makrolid, sefalosporin generasi II, generasi III, kuinolon dan flurokuinolon.

4. Mukolitik

Diberikan pada eksaserbasi kerana akan mempercepatkan perbaikan eksaserbasi dengan


mengencerkan dahak. Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.

5. Antitusif

Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu. Manfaatkan obat antitusif
yang tersedia sesuai dengan perkiraan patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan
dosis dan waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat.

6. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, diberikan N- asetilsistein.

GASTRITIS
2.4 Klaifikasi

Kalsifikasi Gastritis menurut Smeltzer 2002 dalam Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner and Suddart membagi menjadi dua:

1. Gastritis Akut
Gastritis Akut adalah (inflamsi mukosa lambung) yang sering terjadi akibat
diet sembarangan, terlalu banyak makan, makan makanan yang yang
mengandung banyak bumbu dan mikroorganisme penyebab penyakit.

a. Gastritis Akut Erosif

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), gastritis akut erosif adalah suatu
peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-
kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak
lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di
klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai
penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-


kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan
saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak
mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono,
2001).

Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus


yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang
ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan
pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001).

b. Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama


diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan
iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID
lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan
pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan
mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stressgastritis yang dialami
pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami
trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat
lainnya (Suyono, 2001).

Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada


lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah
dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa
pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke
dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun.
Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam
20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan
perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam
nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta

2. Gastritis Kronis

Gastritis Kronis adalah inflamasi lambung lama yangdapat disebabkan oleh


ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bacteri Helicobacter
Pylory (H.Pylory).

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), klasifikasi histologi yang sering


digunakan membagi gastritis kronik menjadi :

a. Gastritis kronik superficial

Apabila dijumpai sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria


mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar
mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis
kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.

b. Gastritis kronik atrofik

Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan


distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik
dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.

4. Atrofi lambung

Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada


saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara
nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga
menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan
mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
5. Metaplasia intestinal

Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi


kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada
hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan
bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.

2.5 Etiologi

Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain :

1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,


ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen
kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung.

2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.

3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,


staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan
secondary syphilis.

4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus

5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.


6. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks
ususlambung.

7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan

8. minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen


iritasi mukosa lambung.

9. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen


penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil
ke mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.

10. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.
11. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara
agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang
dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.

Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinyan sebagai


berikut:

1. Gastritis Akut

a) Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti:

b) Obat-obatan seperti obat anti inflamasi nonsteroid, silfonamide


merupakann obat yang bersifat mengiritasi mukosa lambung.

c) Minuman beralkohol

d) Infeksi bakteri seperti H. pylori, H. heilmanii, streptococci

e) Infeksi virus oleh sitomegalovirus

f) Infeksi jamur seperti candidiasis, histoplosmosis, phycomycosis

g) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, trauma, pembedahan.

h) Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan


minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan salah satu
penyebab

i) iritasi mukosa lambung.

2. Gastritis Kronik
Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tapi ada dua predisposisi
penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-
infeksi (Wehbi, 2008).

1. Gastritis infeksi Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan
memberikan manifestasi peradangan kronik. Beberapa agen yang diidentifikasi
meliputi hal-hal berikut.

a) H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu merupakan penyebab


utama dari gastritis kronik
b) Helicobacter heilmanii, Mycobacteriosis, dan Syphilis

c) Infeksi parasit

d) Infeksi virus

2. Gastritis non-infeksi

a) Gastropai akbiat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks garam empedu


kronis dan kontak dengan OAINS atau aspirin (Mukherjee, 2009).

b) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang menyebabkan


ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung

2.6 Patofisiologi

1. Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang
akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl
yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan
anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung
agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus
bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster
terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh
karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya
sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi
dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses
regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan

Menurut buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner dan Suddarth patofisiologi


dan manifestasi klinis membran mukrosa lambung menjadi edema dan hiperemik
dan mengalami erosi superfisial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung,
yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superficial
dapatterjadi dan dapat menimbulakn hemoragi. Pasien dapat mengalami
ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual, dan anoreksia, serta disertai dengan
muntah dan ceguka. mukosa lambung dapat kembali memperbaiki diri setelah
mengalami gastritis.
2. Gastritis Kronik. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang
sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel
dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang
maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding
lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga
bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

2.7 Manifestasi Klinis

a. Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan


saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia

b. Gastritis Kronik, Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya


sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati anorexia, nausea, dan keluhan
anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.

2.8 Komplikasi
7. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut:

a. Perdarahan saluran cerna bagian atas, yang merupakan kedaruratan


medis, terkadang perdarahan yang terjadi cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.

b. Ulkus, jika prosesnya hebat

c. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat.

8. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan


vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia
pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum
pylorus.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan ( 2010) dan Doenges ( 2000 ) sebagai


berikut :

a. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas

b. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik

c. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida

d. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan


gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau
cidera

e. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak


pernah melewati mukosa muskularis.

f. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji


aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan
pembentukan asam noktura

g. penyebab ulkus duodenal.

h. Feses: tes feses akan positifH. PyloryKreatinin : biasanya tidak meningkat bila
perfusi ginjal di pertahankan.
i. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu metabolisme
dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar diberikan.

j. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan


cairan tubuh.

k. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau muntah
atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi setelah trasfusi
darah.

l. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah didugagastritis.

Hasil Lab:

2.10 Penatalaksanaan

1. Pengobatan pada gastritis meliputi:

a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung

b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan intravena
untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-gejala mereda,
untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.

c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam


lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara


menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.

e. Pembedahan:untukmengangkatgangrenedanperforasi,

Gastrojejunuskopi/ reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.


(Dermawan, 2010)

Pemberian Obat-obatan
Pengobatan yang dilakukan terhadap Gastritis bergantung pada penyebabnya. Pada
banyak kasus Gastritis, pengurangan asam lambung dengan bantuan obat sangat
bermanfaat. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi. Penggunaan obat-obatan
yang mengiritasi lambung juga harus dihentikan. Pengobatan lain juga diperlukan
bila timbul komplikasi atau akibat lain dari Gastritis.

Kategori obat pada Gastritis adalah:

a. Antasid: menetalisir asam lambung dan menghilangkan nyeri. Misalnya,


Alumin]ium Hidroksida

b. Acid blocker: membantu mengurang jumlah asam lambung yang


diproduksi.

c. Proton pump inhibitor: menghentikan produksi asam lambung dan


menghambat H.pylori.

HEPATITIS

2.4 Klasifikasi Hepatitis

Menurut (Brunner dan Suddarth 2002:1169) terdapat beberapa macam hepatitis


diantaranya :

1. Hepatitis A

Hepatitis ini disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) merupakan virus


RNA kecil yang berdiameter 27 nm, virus ini dapat dideteksi di dalam feses
pada akhir masa inkubasi dan dalam fase preikterik. Masa inkubasi penyakit
hepatitis ini sekitar 2-6 minggu sejak pemaparan hingga munculnya ikterus
pada penderita. Penularannya secara fecal-oral dengan menelan makanan
yang sudah terkontaminasi virus tersebut, kontak dengan penderita melalui
kontaminasi feces pada makanan atau air minum, atau dengan memakan
kerang yang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik.

2. Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B (HBV) sebelumnya dinamai dengan sebutan
“Hepatitis serum” disebabkan oleh virus kelompok hepadnavirus, virus
tersebut mengandung DNA. Pada umumnya infeksi virus hepatitis B terjadi
lebih lambat dibandingkan dengan infeksi virus hepatitis A. Hepatitis B
cencerung relatif lebih ringan pada bayi dan anak-anak serta mungkin tidak
diketahui. Beberapa penderita infeksi terutama neonatus akan menjadi karier
kronis. Masa inkubasi hepatitis B dimulai sejak pemaparan hingga awitan
ikterus selama 2 – 5 bulan. Pada penyakit ini tidak terdapat prevalensi yang
berhubungan dengan musim. Penularannya dapat melalui parental yaitu
berasal dari produk-produk intravena, kontak seksual, dan perinatal secara
vertikel ( dari ibu ke janin)

3. Hepatitis C

HCV tampaknya merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak,


diameternya sekitar 30 – 60 nm. Masa inkubasi berkisar antara 15 sampai

160 hari, rata-rata sekitar 50 hari. Seperti HBV, maka HCV diduga terutama
ditularkan melalui jalan parenteral dan kemungkinan melalui kontak seksual.
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering
infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial. HCV
ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui
tranfusi darah. Populasi yang paling sering terinfeksi adalah pengguna obat
injeksi, individu yang menerima produk darah, potensial risiko terhadap
pekerja perawatan kesehatan dan keamanan masyarakat yang terpajan pada
darah. Masa inkubasinya adalah selama 18-180 hari.

4. Hepatitis D

Hepatitis D di sebabkan oleh virus hepatitis D (HDV), merupakan virus RN


yang berukuran 35 cm. Masa inkubasi hepatitis D menyerupai HBV yaitu
sekitar 2 bulan. Penularannya terutama melalui serum, dan di AS penyakit ini
terutama menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang
dan penderita hemofilia.

5. Hepatitis E
Hepatitis E disebabkan oleh HEV, merupakan virus RNA kecil,
diameternya kurang lebih 32 sampai 34 nm. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.
Penularan eperti halnya HAV, infeksi HEV ditularkan melalui jalan fekal-
oral.

2.5 Tanda dan Gejala Hepatitis

Setiap proses peradangan akan menimbulkan gejala. Berat rintangannya


gejala yang timbul tergantung dari penyabab suatu penyakit dan daya tahan tubuh
klien. Secara umum penyakit hepatitis mengenal empat stadium yang timbul akibat
proses peradangan hati akut oleh virus, yaitu masa tunas, fase prod moral, fase
kuning, dan fase penyembuhan

1. Masa Tunas

Sejak masuknya virus pertama kali ke dalam tubuh sampai


menimbulkan gejala klinis. Pada satdium ini terjadi kerusakan sel-

sel hati dan masa tunas dari masing-masing penyebab virus


hepatitis tidaklah sama.

2. Fase Prodmoral (fase preikterik)

Fase ini berlangsung beberapa hari. Timbul gejala dan keluhan


pada penderita seperti badan terasa lemas, cepat lelah, lesu, tidak
nafsu makan (anoreksia), mual, muntah, perasaan tidak enak dan
nyeri diperut, demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri
pada persendian (arthralgia), pegal-pegal diseluruh badan terutama
dibagian pinggang dan bahu (mialgia), dan diare. Kadang-kadang
penderita seperti akan pilek dan batuk, dengan atau tanpa disertai
sakit tenggorokan. Karena keluhan diatas seperti sakit flu, keadaan
diatas disebut pula sindroma flu.

3. Fase kuning (fase ikterik)

Pada fase ini biasanya setelah suhu badan menurun, warna


urine penderita berubah menjadi kuning pekat seperti air teh. Bagian
putih dari bola mata (sklera), selaput lendir langit-langit mulut, dan
kulit berubah menjadi kekuningan yang disebut juga ikterik. Bila
terjadi hambatan aliran empedu yang masuk kedalam usus halus,
maka tinja akan berwarna pucat seperti dempul, yang disebut faeces
acholis.

Warna kuning atau ikterik akan timbul bila kadar bilirubin dalam
serum melebihi 2 mg/dl. Pada saat ini penderita baru menyadari
bahwa ia menderita sakit kuning atau hepatitis. Selama minggu
pertama dari fase ikterik, warna kuningnya akan terus meningkat,
selanjutnya menetap. Setelah 7-10 hari, secara perlahan-lahan warna
kuning pada mata dan kulit akan berkurang. Pada saat ini, keluhan
yang ada umumnya mulai berkurang dan penderitamerasa lebih
enak. Fase ikterik ini berlangsung sekitar 2-3 minggu. Pada usia
lebih lanjut sering terjadi gejala hambatan aliran empedu (kolestasis)
yang lebih berat sehingga menimbulkan warna kuning yang lebih
hebat dan berlangsung lebih lama.

4. Fase penyembuhan (konvaselen)

Ditandai dengan keluhan yang ada dan warna kuning mulai


menghilang. Penderita merasa lebih segar walaupun masih mudah
lelah. Umumnya penyembuhan sempurna secara klinis dan
laboratoris memerlukan waktu sekitar 6 bulan setelah timbulnya
penyakit. Tidak semua penyakit hepatitis mempunyai gejala klasik
seperti diatas. Pada sebagian orang infeksi dapat terjadi dengan
gejala yang lebih ringan (subklinis) atau tanpa memberikan gejala
sama sekali (asimtomatik). Bisa jadi ada penderita hepatitis yang
tidak terlihat kuning (anikterik). Namun, ada juga yang penyakitnya
menjadi berat dan berakhir dengan kematian yang dinamakan
hepatitis fulminan.

2.6 Etiologi

Menurut Price dan Wilson (2005: 485) Secara umum hepatitis disebabkan
oleh virus. Beberapa virus yang telah ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini.

1) Virus hepatitis A (HAV)


2) Virus hepatitis B (HBV)

3) Virus hepatitis C (HCV)

4) Virus hepatitis D (HDV)

5) Virus hepatitis E (HEV)

Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling


dikenal adalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut
lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis “infeksiosa” dan hepatitis
“serum”, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parental dan nonparental
(Price dan Wilson, 2005: 243). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu
suatu keadaan sebagai bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus,
penyakit sistematik dan juga bersifat idiopatik (Sue hincliff, 2000: 205)

2.7 Patofisiologi dan Pathway

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh


infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.

Inflamasi pada hepar karena infeksi virus akan menyebabkan peningkatan


suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kudran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa
mual dan nyeri di ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin

direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
2.8 Komplikasi

Pada perkembangan penyakit teruma yang menetap atau kronis seing mengalami
komplikasi, seperti sirosis hati dan kanker hati (hepatoma).

1. Sirosis Hati

Merupakan penyakit hati kronis yang di tandai dengan kerusakan sel-\ sel hati oleh
jaringan-jaringan ikat dan jajringan parut srta sering diiringi pembentukan raturan
nodules (benjolan). Sirosis hati mengubah struktur hati dari jaringan hati normal
menjadi benjolan-benjolan keras yang abnormal dan mengubah pembuluh drah. Hati
yang terkena sirosis terlihat bejolan, penuh parut, berlemak dan bewarna kuning.

2. Kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler)

Karsinoma hepato seluler merupakan tumor hati primer yang berasal dari jaringan
ikat itu sendiri.

2.9 Manifestasi Klinik

Menurut Mansjoer dkk (2000) manifestasi klinik dari hepatitis adalah :

1. Stadium Praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri perut kanan atas, urine
menjadi lebih cokelat.

2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terikat pada
sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tapi pasien
masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuing muda.
Hati membesar dan nyeri tekan.

3. Stadium pasca ikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja
menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa,
yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.
2.10 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang di duga hepatitis di lakukan untuk
memastikan diagnosis, menilai fungsi hati dan mengetahui penyebab hepatitis.
Pemeriksaan di bagi menjadi 2 yaitu:

a. Pemeriksaan serologi

Dilakukan dengan cara memeriksa kadar antigen maupun antibodi terhadap virus
penyebab hepatitis yang bertujuan untuk memastikan diagnosis hepatitis dan
mengetahui peyebabnya.

b. Parameter biokimia hati

Parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati, sebagai berikut
:

1. Aminotransferase

Parameter yang termasuk dalam golongan ini adalah asparat aminotransferase


(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim-enzim ini
merupakan indikator yang sensitif terhadap kerusakan sel hati dan sangat
membantu dalam mengenali penyakit pada hati yang bersifat akut seperti hepatitis.

2. Alkanin Fospatase (ALP)

Enzim ini ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat saluran empedu.
Apabila kadar ALP meningkat menunjukkan bahwa adanya sumbatan atau
hambatan pada saluran empedu, peningkatan ALP dapat disertai dengan gejala
warna kuning di kulit, kuku, atau bagian putih bola mata.

3. Serum Protein

Hati menghasilkan serum protein antara lain albumin, globumin, dan faktor
pembekuan darah. Pemeriksaan serum ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dari
biosintesis hati. Dengan adanya penurunan kadar albumin dapat menunjukkan
adanya gangguan fungsi sintesis hati.

4. Bilirubun
Merupakan pigmen kuning yang di hasilkan dari suatu pemecahan hemoglobin
(hb) di hati. Bilirubin ini di keluarkan melalui empedu dan di keluarkan melalui
feses.

Parameter biokimia Hati Rentang Nilai Normal

Bilirubun total 2-20 mmol/L

Bilirubun direk 1,7-5,1 mmol/L


(terkonjugasi)

Bilirubin Indirek 1,7-17,1 mmol/L

AST/ SGOT ≥ 37 U/L (pria) ≥ 32 U/L

(wanita)

ALT/ SGPT ≥ 42 U/L (pria) ≥ 32 U/L

(wanita)

ALP 53-128 U/L (pria) 49-98 IU/L

(wanita)

0-45 IU/L (rata-rata deawasa)

Gamma glutamil transferase 10-80 IU/L (pria)

(GGT) 5
5-25 IU/L (wanita)

Albumin 3,8-5,1 g/dL

Waktu protombin 10-14 detik


2. Radiologi

a. Foto polos abdomen : menunjukkan densitas kalsifikasi pada empedu,


pankreas, hati juga dapat menimbulkan
splenomegaly

B. SCAN HATI membantu dalam beratnya kerusakan parenkim


2.11 Penatalaksanaan

2. Penatalaksanaan Medis

Memberikan anti virus sesuai dengan kebutuhan. Karena anti virus dapat menghambat
virus untuk menginfeksi sel-sel yang ada di dalam hati. Adapun anti virus untuk penyakit
hepatitis yaitu :

a. Interferon

Protein alami yang di sintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh sebgai respon adanya
inducter sperti virus, bakteri, parasit atau sel kanker. Antivirus yang biasanya di
gunakan untuk terapi yakni interferon alfa yang digunakan sebagai terapi pada VHB
dan VHC kronis. Pada hepatitis B kronis interferon alfa ini dapat memperbaiki sel-sel
yang rusak dan parameter biokimia sekitar 25-50 %. Efek samping yang timbul
setelah pemakaian interferon alfa ini beberapa jam setelah injeksi seperti gejala flu,
pasien mengeluh demam, menggigil, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi.

b. Lamivudin

Merupakan antivirus jenis nukleotida yang menghambat enzim reverse transcriptase


yang di perlukan dalam pembentukan DNA.

Lamivudin di gunakan untuk pengobatan hepatitis B dengan pertumbuhan virus yang


aktif dan peradangan hati. Pemberian lamivudin dapat meredakan peradangan hati,
menormalkan kadar enzim ALT, dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada tubuh
klien. Efek samping yang mungkin muncul yaitu lema, mudah lelah, gangguan saluran
pencernaan, mual, muntah, diare, nyeri perut, radang tenggorokan, nyeri otot, sakit
kepala, demam, kulit kemerahan.

c. Ribavirin
Merupakan antivirus yang dapat menghampat replikasi virus RNA dan DNA.
Tersedia dalam bentuk tablet, spray (semprotn), dan injeksi.

Digunakan sebagai kombinasi dengan interferon alfa yang di gunakan untuk hepatitis
c. Efek samping yang timbul dalam pemakaian ribavirin spray yaitu iritasi ringan pada
mata, bersih-bersin serta kulit kemerahan, sedangkan untuk ribavirin tablet dan injeksi
memiliki efek samping nyeri kepala, gangguan saluran pencernaan, kaku badan,
mengantuk, dan gangguan mood.

2 Adepovir dipivoksil

Mempunyai mekanisme kerja sebagai DNA chain terminator artinya dapat


menghentikan proses penggandaan untai DNA, meningkatkan sel NK (sejenis sel
yang berperan dalam sistem imun). Di gunakan untuk pengobatan hepatitis B kronik
dan mempunyai efek samping antara lain nyeri pada otot, punggung persendian, nyeri
kepa, mual, diare, gejala flu, radang tenggorokan, batuk.

3 Entecavir

Menghambat enzim polimerase yang di butuhkan untuk sintesis DNA virus.


Digunakan untuk terapi pasien hepatitis B. Mempunyai efek samping seperti nyeri
kepala, pusing, mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada hati, insomnia.

3. Penatalaksanaan Non Medis

a. Tirah baring (bed rest) biasanya dilakukan tanpa memperhitungkan bentuk terapi yang
lain sampai gejala hepatitis sudah mulai mereda. Selain itu, aktivitas pasien harus di
batasi sampai gejala pembesaran hati dan kenaikan kadar bilirubin serta enzim-enzim
hati dalam serum sudah kembali normal

b. Nutrisi yang adekuat harus di pertahankan

c. Pasien yang menderita penyakit hepatitis harus menghindari konsumsi alkohol.


Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan khusus HCV.
Pemakaian alkohol pada pasien yang menderita HCV meningkatkan resiko terjadinya
karrsinoma hepatoselular dan kepada mitra seksual dan anggota keluarga
PANGKREAKITIS

2.2 Definisi Pankreatitis


Pankreatitis adalah penyakit variasi klinis yang luas mulaidari ketidaknyamanan rengan hingga nyeri
berat dengan hipotensi, gangguan metabolik, sepsis, gegagalan organ multipel dan kematian ( Surati, 2014 )
Pankreatitis adalah inflamasi pankreas yang berlangsung akut (tiba-tiba, durasi kurang dari 6 bulan) atau
akut berulang (lebih dari satu kali pankreatitis akut atau kronis durasi lebih dari 6 bulan) dan mempunyai
rentang gejala dan penyakit ( Pratama, 2016 )
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus akan tetapi disebabkan oleh autodigesti enzim pankreas yang keluar dari pankreas ( Sjamsu hidrajat,
1997 )
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas (Tjokronegoro, 1998)
Dari devinisi- devinisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pankreatitis merupakan suatu keadaan dimana
pankreas mengalami masalah peradangan yang disebabkan oleh enzim-enzim autodigestif dari pankreas.
2.3 Klasifikasi
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut didefinisikan sebagai radang pankreas, yaitu suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan pankreas oleh enzim secara mendadak dan menyeluruh ( difus ), yang diduga disebabkan oleh
lepasnya enzim-enzim pankreas yang bersifat litik dan aktif kedalam parenkim kelenjar pankreas ( Sulaiman,
2012 ).
Pankreatitis akut atau inflamasi pada pankreas terjadi akibat proses tercecernya organ ini oleh inzim-
enzimnya sendiri khususnya tripsin ( Brunner, 2001 )
Pankreatitis akut, peradangan pankreas akibat autodigestif pankreas oleh enzim- enzim pankreas
sendiri merupakan hal yang umum. Namun hal ini adalah proses peradangan yang secara potensial
mematikan dan berhubungan dengan edema , berbagai jumlah autodigestif, nekrosis lemak, dan terkadang
hemoragi.
Pankreatitis Kronis
Pankreatitis kronik didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi suatu proses dekstruktif
peradangan pankreas yang sering ditandai dengan pankreas tipe ringan atau subklinis kambuh, berulang dan
terus berlangsung ( Sulaiman, 2012 )

2.4 Epidemiologi
Frekuensi dan penyebab
Tinglat kejadian pankreatitis sangat berfariasi dari satu negara ke negara lainnya karena perilaku
aktivitas, budaya negara satu dengan negara lainnya juga berbeda, misalnya alkoholisme, batu empedu dll.
Misalnya di Amerika serikat, pankreatitis akut lebih banyak berhubungan dengan pemakaian alkohol,
daripada batu empedu. Akan tetapi keadaan yang sebaliknya terjadi di Inggris dimana kejadian pankreatitis
akut lebih banyak terjadi karena batu empedu ( Tjokronegoro, 1998 ). Di negara barat penyakit pankreatitis
sering di temukan dan berhubungan dengan penyalah gunaan pemakaian alkohol dan penyakit hepati bilier,
frekuensi berkisar antara 0,14-1% atau 10-15 klien pada 1000 ( Tjokronegoro, 1998 ). Pada tahun 2002 di
USA, pankreatitis terjadi pada 70-80 orang per 100.000 orang ( Pratama, 2016 ). Di Indonesia pankreatitis
belum banyak di temukan karena adanya dugaan bahwa karena tingkat konsumsi alkohol masih rendah.
Klien dengan nyeri ulu hati yang hebat biasanya didiagnosis sebagai gastritis akut atau tukak peptik.
Frekuensi berdasarkan kelamin
di negara barat yang apabila batu empedu menjadi penyebab utama pankreatitis akut maka usia
terbanyak terdapat sekitar 60 tahundan terdapat lebih banyak pada wanita (75%). Dan apabila dihubungkan
dengan penyebab pemakaian alkohol yang berlebih maka pria lebih banyak (80-90%)
2.5 Etiologi
Pankreatitis akut mempunyai banyak penyebab, seperti penyalah gunaan alkohol (etanol). Alkohol
menambah konsentrasi protein dalam cairan pankreas dan mengakibatkan endapan yang merupakan inti
untuk terjadinya kalsifikasi yang selanjutnya menyebabkan tekanan intraduktal lebih tinggi.
Kolelitiasis (batu kandung empedu), ada 30-70% klien pankreatitis disertai dengan adanya batu
empedu yang diduga menyebabkan trauma sewaktu pasase batuatau menyebabkan sumbatan di daerah vater.
Batu di dalam papila veter juga menyebabkan sumbatan dan spasme yang juga dianggap sebagai salah satu
faktor penyebab pankreatitis.
Mekanisme dimana kondisi-kondisi ini memicu peradangan pankreas belum teridentifikasi (Black,
2014). Pankreatitis akut ini diperkirakan akibat dari protease dalam pankreas tidak sesuai yang
menyebabkan autodigestif pankreas, belum diketahui secara pasti bagaimana hal itu bisa terjadi.
Diperkirakan pankreatitis diinduksi alkohol termasuk perubahan fisikokimia protein yang mengakibatkan
penyumbatan duktus – duktus kecil pankreas. Pankreatitis juga bisa terjadi ketika edema atau obsteruksi
menghalangi ampula vatter, mengakibatkan aliran balik empedu ke duktus pankreas atau cidera langsung
terhadap sel-sel acinar. Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah :
- Hiperlipidemia, yang mungkin terjadi sekunder terhadap nefritis, kastrasi, atau pemberian estrogen
eksogen, atau sebagai hiperlipidemia herediter
- Hiperkalsemia meningkat sebagai akibat hiperparatiroid
- Kolesistisis dan kolelitiasis
- Kasus – kasus dengan riwayat keluarga dengan mekanisme tidak pasti
- Tumor pankreas
- Trauma pankreas atau obstruksi duktus pankreas, seperti trauma eksternal tumpul ( Black, 2014 )
Pankreatitis kronik juga jarang terjadi, namun hal ini juga sangat penting karena dapat menimbulkan
nyeri yang sangat dan dapat menyebabkan insufiensi pankreas dan sindroma mal-absorpsi.
2.6 Manifestasi Klinis
Pankreatitis akut
Klien dengan pankreatitis akut sebagian besar akibat aktivasi protease dan lipase dan menyebabkan
autodigesti pankreas dan akan mengalami keluhan yang mungkin muncul seperti berikut : Mengalami nyeri
seperti ditusuk pada mid-Epigastrium yang menyebar ke punggung dalam beberapa menit atau jam. Rasa
penuh perut yang akan berkurang apabila klien dalam posisi duduk atau dalam posisi melengkung seperti
bayi dalam kandungan. Apabila makan dan minum terlalu banyak juga akan merangsang nyeri. Mual,
muntah dan demam juga akan ditemukan pada klien dengan pankreatitis akut.
Pankreatitis kronis
Klien dengan pankreatitis kronis dengan gejala nyeri abdomen, mal-absorpsi, atau keduanya dapat
dikelompokkan menjadi tiga :
- Klien yang mengalami serangan nyeri abdomen ringan secara berulang
- Klien yang mengalami pankreatitis akut diikuti insufisiensi secara bertahap
- Klien secara pasti mengalami perkembangan ke arah insufisiensi pankreas dengan atau tanpa nyeri
Rasa nyeri pada pankreatitis kronis umumnya kurang berat dibandingkan dengan pankreatitis akut dan
dapat disertai rasa mual dan muntah. Sering ada riwayat alkoholisme, penyakit saluran empedu, atau
trauma tumpul.
2.7 Patofisiologi
Mekanisme etiologi kerusakan pankreas tetap tidak jelas ( Black, 2014 ). Perubahan patologik yang
terjadi di pankreas mungkin dikarenakan aktivasi prematur enzim proteolitik dan lipolitik pankreas. Enzim-
enzim ini secara normal diaktivasididalam duodenum. Pankreas secara normal mengeluarkan protease dalam
bentuk tidak aktif. Ketika protease didalam usus, aksi enterokinase usus merubah tripsinogen (salah satu
protease) pankreas kedalam tripsin. Sedangkan pada pankreatitis, aktivase pritease dan lipase terjadi sebelum
sekresi kedalam usus ketika kerusakan pankreas terjadi. Kepastian enzim didalam pankreas menjadi aktif
itu belum diketahui, tetapi kemingkinan dipacu oleh aliran empedu dari duodenum kedalam duktus pankreas
atau dengan obstruksi duktus pankreas. Ketika peradangan pankreas itu mengalami peradangan, siklus yang
buruk akan terus menerus terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut dan aktivasi enzim.

STROKE

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
- Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.

- Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
- Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
 Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
 Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
 Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
 Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
 Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Faktor Risiko
1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan hematokrit.
5. Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.

2.1 Klasifikasi

Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu:


a. Stroke hemoragik: salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau
robek
b. Stroke non hemoragik/ iskemik stroke:Terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum
Klasifikasi Stroke Iskemik/non hemoragik
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non-hemoragik dikelompokkan menjadi
4, yaitu (Junaidi,2004) :
1. Transient Ischemic Attack (TIA) membaik dalam 24 jam tidak menyebabkan
infak jaringan.
2. Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND); Variasi TIA dengan tanda
neurologis lebih dari 24 jam
3. Progressing Stroke atau Stroke in evolution
4. Completed Stroke atau stroke komplit
STROKE HEMORAGIK
Pecahnya pembuluh darah serebral diotak dan terjadinya pendarahan diotak disaat
seseorang sedang melakukan aktifitas. Stoke hemoragik dapat dibagi 2 :
1. Perdarahan intra serebral (PIS)
Pendarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal,kecuali nyeri kepala pada
hipertensi. Serangan sering kali pada siang hari.mual dan muntah sering terdapat pada
serangan permulaan serangan hemiparesis/hemiplegi terjadi pada sejak kesadaran
menurun dan cepat coma (65% terjadi kurang dari setengah jam dan 12% terjadi setelah
2 jam sampai 19 hari.
2. Perdarahan serebral anachroid (PSA)
Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi.ada gejala, tanda rangsangan meningeal. edema pupil bila ada pendarahan
subhilaloid karena pecahnya aneurisma.
PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK
Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non
PIS PSA Hemoragik
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
5. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering
12. Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
13. Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada
14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -
Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC

2.2 Manifestasi Klinis


Oklusi yang disebabkan oleh trombus atau emboli mempunyai perbedaan. Pada
trombus gejala lebih bertahap. Biasanya terdapat gejala prodormal yang minor. Stroke
akibat trombus biasanya terjadi pada saat tidur, baik pada malam hari maupun pagi hari.
Gejala baru dirasakan saat bangun dari tidur dan penderita yang langsung terjatuh karena
belum menyadari kelainan yang terjadi. Sementara stroke akibat emboli dapat terjadi
kapan saja, bangun dari tidur untuk ke kamar mandi adalah saat-saat yang berbahaya.
Trombosis pada arteri jarang sekali menyebabkan sakit kepala. Namun bila sakit
kepala timbul biasanya sesuai dengan lokasi trombus, pada oklusi arteri karotis, sakit
kepala terjadi sesuai pada sisi yang tersumbat. Penurunan kesadaran yang terjadi akibat
trombus disebabkan oleh paralisis fungsi secara keseluruhan. Penurunan kesadaran juga
dapat disebabkan oleh kejang yang terjadi akibat edema sekunder danancaman herniasi
batang otak.
Bila arteri karotis komunis tersumbat, maka pada palpasi di leher tidak teraba
denyut nadi. Pada oklusi arteri karotis interna, denyut arteri karotis komunis biasanya
teraba di daerah arteri karotis interna di leher. Adanya bruit dapat menunjukkan adanya
sumbatan di arteri karotis interna. Namun bila sumbatan sangat besar sehingga tidak ada
aliran darah, maka bruit tidak akan terdengar. Bila bruit juga terdengar pada mata
ipsilateral maka dapat dipastikan sumbatan berada di arteri tersebut.
Oklusi trungkus yang melibatkan hemisfer dominan menyebabkan afasia global.
Sementara bila melibatkan hemisfer yang tidak dominan akan menyebabkan gangguan
persepsi (anosognia) dan fungsi bahasa yang berkurang secara kualitatif. Oklusi yang
mengenai cabang superior akan menyebabkan defisit kontralateral yang melibatkan
ekstremitas atas dan wajah dan sebagian kontralateral tungkai dan kaki. Dan oklusi yang
mengenai cabang inferior hemisfer dominan akan mengakibatkan afasia Wernicke. Infark
pada hemisfer yang tidak dominan akan menyebabkan quadrantanopsia superior atau
hemiaopsia homonim. Oklusi pada cabang inferior kanan juga dapat menyebabkan neglect
visual kiri. Dan kerusakan lobus temporal pada akhirnya akan menyebabkan agitasi dan
confusional state
Hemisfer kiri merupakan hemisfer yang dominan untuk bicara dan bahasa pada
hampir 95% individu yang kinan. Infark yang terjadi pada hemisfer ini akan menyebabkan
terjadinya gangguan bahasa dan praksi, tergantung dimana lesi iskemi terjadi. Sementara
oklusi pada hemisfer kanan akan menyebabkan defisit motorik dan perilaku abnormal. Dan
pada akhirnya mempengaruhi afek atensi yang menyebabkan terjadinya impersistence dan
neglect.

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang


tersumbat.
1. Arteri serebri media (MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi
kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia, Deviasi kedua
mata ke arah lesi. Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka
kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.
2. Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan
bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan
tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada
tungkai atas), defisit sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.
3. Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral,
kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese
kontralateral, gangguan memori.
4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis,
serebellar, batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski
bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas
pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling berseberangan (defisit nervus
kranialis ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).
5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah
bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna.
Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika
(manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis
fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri anterior dan media
sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat timbul.
6. Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di
daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang
timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini
biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes
dan hipertensi
Tanda dan gejala stroke
1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3. Gangguan persepsi.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung
kemih
6. Hemiplegi /hemiparese
Komplikasi
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapatmengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnyamenimbulkan
kematian.
2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)


1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2. Infark miokard
3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali padasaat
penderitamulai mobilisasi.
4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskularperifer.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien strokeyaitu:
1. Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan
hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan adekuat.
2. Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan
vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3. Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup
jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibtakan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu
disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki
2.3 Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400


mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus
dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-
perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam
jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama
pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan
dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil
ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput
akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan
pons.Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
2.4 Patway
2.5 Pemeriksaan Penunjang (Prosedur Diagnostik)
Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah rutin
 Gula darah
 Urine rutin
 Cairan serebrospinal
 Analisa gas darah (AGD)
 Biokimia darah
 Elektrollit

2.6 Penatalaksanaan

Stroke merupakan kondisi emergensi yang membutuhkan penanganan


segera. Begitu stroke menyerang, maka akan terjadi kerusakan mayor dalam 3
jam pertama. Oleh karena itu, sebagian besar obat-obatan yang efektif tidak
bisa bermanfaat bahkan tidak diberikan sama sekali setelah 3 jam.

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100gram otak/menit. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat area
infark yang terdiri dari ischemic core (inti iskemik) dan penumbra atau area
yang mengelilingi ischemic core. Pada area ischemic core, aliran darah amat
rendah (0-20 ml/100g/menit). Sedangkan di daerah sekelilingnya, atau
penumbra, aliran darah berkurang di bawah normal (20-50 ml/100
g/menit).Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam
penatalaksanaan stroke iskemik.Terdapat periode yang dikenal sebagai
"window therapy" (jendela terapi), yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani
dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan
sehingga infark tidak bertambah luas.

Você também pode gostar