Você está na página 1de 36

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD

AKUT DI RUANG ICCU RUMAH SAKIT UMUM DR. H. KOESNADI


BONDOWOSO

oleh:

Dewi Negeri Atika Yanti


NIM 162310101030

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i

A. Konsep Teori.......................................................................................................... 1

1. Review Anatomi Fisiologi Jantung ....................................................................... 1

2. Definisi ............................................................................................................... 2

3. Epidemiologi ...................................................................................................... 3

4. Etiologi ............................................................................................................... 4

5. Klasifikasi .......................................................................................................... 4

6. Patofisiologi ....................................................................................................... 5

7. Manifestasi klinik ............................................................................................... 6

8. Pemeriksaan penunjang ...................................................................................... 7

a. Enzim jantung................................................................................................. 7

b. Troponin ......................................................................................................... 8

c. Tes darah lain ................................................................................................. 8

d. Elektrokardiografi .......................................................................................... 8

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi ........................................ 9

a. Penatalaksanaan farmakologi ......................................................................... 9

b. Penatalaksanaan non farmakologi ................................................................ 11


B. Clinical Pathway .................................................................................................... 14

C. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................................. 15

1. Pengkajian ........................................................................................................ 15

a. Identitas ........................................................................................................ 15

b. Alasan Masuk Rumah Sakit ......................................................................... 15

c. Keluhan Utama ............................................................................................. 15

d. Riwayat Penyakit Sekarang .......................................................................... 15

e. Riwayat Penyakit Dahulu ............................................................................. 16

f. Riwayat Penyakit Keluarga .......................................................................... 16

g. Riwayat Psikososial ...................................................................................... 16

h. Pola-Pola fungsi kesehatan ........................................................................... 16

i. Pemeriksaan fisik.......................................................................................... 17

2. Diagnosa........................................................................................................... 21

3. Intervensi ......................................................................................................... 22

4. Evaluasi ............................................................................................................ 30

D. Discharge Planning ............................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

ii
1

A. Konsep Teori

1. Review Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar 1. Anatomi Fisiologi Jantung

Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung, dan pembuluh darah.


Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel
tersebut harus di pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh
darah. Sisi kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru,
memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida. Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran
yang sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap
orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita
dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora, 2012).

Jantung merupakan organ muskular berongga, bentuknya menyerupai


piramid atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh
2

tubuh yang terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Jantung terdiri
atas 4 ruang, yaitu atrium dekstra, ventrikel dekstra, atrium sinistra dan ventrikel
sinistra. Pada sistem peredaran jantung terdapat 3 yaitu A. koronaria kanan, A.
Koronaria kiri dan aliran vena jantung (Syaifuddin, 2011).

Jantung terdiri dari 3 tipe otot utama, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan
serat otot khusus pengantar rangsangan sebagai pencetus rangsangan. Aktivitas
listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas membran sel,
sehingga ion-ion akan mengalami pergerakan melalui membran ion. Dalam
keadaan istirahat sel otot jantung mempunyai muatan positif dan negatif dengan
diberikan rangsangan akan menyebabkan terjadinya perubahan muatan yang
disebut depolarisasi dan setelah rangsangan kembali ke muatan semula disebut
repolarisasi (Syaifuddin, 2011).

2. Definisi
Infark adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia. Infark
miokard akut terjadi iskemia miokard yang terlokalisasi menyababkan perkembangan
regio nekrosisi dengan batas jelas. Hal itu, disebabkan oleh ruptir lesi aterosklerotik
pada arteri koroner yang menyebabkan pembentukan trombus dan dapat
menghentikan pasokan darah ke regio jantung yang disuplai (Aaoronson, 2010)

Infark miokard akut, yang dikenal sebagai serangan jantung adalah


terbentuknya suatu daerah nekrosis pada sel otot miokardium akibat suplai darah
yang tidak adekuat ke suatu daerah yang diawali dengan iskemik (Robbins et al.,
2007). Infark Miokard Akut atau IMA adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba (S Karim dan P Kabo, 2007)

Infark Miokard Akut atau IMA merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
3

pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot yang tidak mendapat aliran darah atau
aliran sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung disebut infark
(Guyton dan Hall, 2007).

Dengan demikian disimpulkan bahwa Infark Miokard Akut atau IMA adalah
gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati karena
ruptur lesi aterosklerotik pada arteri koronera, sehingga menyebabkan aliran darah ke
jantung tersumbat sampai fungsi otot jantung mengalami kerusakan.

3. Epidemiologi
Data World Health Organization atau WHO tahun 2012 menunjukkan angka
17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5
juta kematian di seluruh dunia. Dan lebih dari ¾ kematian akibat penyakit
kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai
sedang (Kemenkes RI, 2017).

Di Amerika Serikat tahun 2013 angka mortalitas akibat penyakit


kardiovaskuler mencapai 22,9 per 100.000 penduduk. Pada penyakit jantung koroner
menyebabkan 1 dari 7 total kematian. Di negara Tiongkok terjadi peningkatan
prevelensi pasien yang dirawat inap karena STEMI dari 3,5 per 100.000 tahun 2011
menjadi 15,4 per 100.000 pada tahun 2011 (Li J, et all, 2012).

Menurut American Heart Association atau AHA terdapat 81,1 juta kasus
penyakit jantung di seluruh dunia dan diantaranya sebanyak 17,6 juta kasus
merupakan penyakit jantung koroner (PJK) dengan manifestasi infark miokard akut
(IMA). Pada tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa penyakit jantung
koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40% berdasarkan
presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013).

Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas tahun 2013 melaporkan prevalensi


penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
4

sebesar 1,5% dengan prevelensi tertinggi Berada di provinsi Sulawesi Tengah 0,8%,
diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Aceh, masing-masing 0,7% (Riskesdas,
2013).

4. Etiologi
Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap dari
arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti
oleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat sebagai faktor-faktor internal maupun
eksternal (M.Black, Joyce, 2014).

Infark miokard akut dapat terjadi karena beberapa faktor risiko antara lain
merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, hipertensi, menopause dan faktor risiko lain
(Steg et al., 2012).

5. Klasifikasi
Klasifikasi IMA berdasarkan penatalaksanaanya, gejala, kelainan gambaran
EKG, dan enzim jantung. dapat dibagi menjadi STEMI atau ST Elevation Myocardial
Infarction dan NSTEMI atau Non ST Elevation Myocardial Infarction (Reeder and
Kennedy, 2014).

a) STEMI

adalah pasien dengan nyeri dada atau gejala iskemik lain yang disertai dengan elevasi
segmen ST pada dua sadapan yang berhubungan pada rekaman EKG.

b) NSTEMI

adalah pasien dengan gejala iskemik dan peningkatan biomarker penanda infark
miokard namun tanpa adanya elevasi segmen ST pada EKG.

Infark miokard akut berkaitan dengan berbagai kondisi klinis. ESC/AHA tahun 2012
mengklasifikasikan infark miokard akut sebagai:
5

a) Tipe 1 : Infark Miokard spontan

b) Tipe 2 : Infark Miokard sekunder karena ketidakseimbangan iskemi

c) Tipe 3 : Infark Miokard yang menyebabkan kematian sebelum kadar


biomarker diketahui.

d) Tipe 4

 Tipe 4a : Infark Miokard yang berhubungan dengan tindakan intervensi


koroner perkutan (IKP)

 Tipe 4b : Infark Miokard yang berhubungan dengan trombosis stent

e) Tipe 5 : Infark Miokard yang berhubungan dengan operasi pintas koroner

6. Patofisiologi

Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard akibat penyakit


aterosklerotik arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis ireversibel otot
jantung. Infark miokard akut dapat disebabkan oleh sebagai berikut: ( Gray H,et all,
2003).
a. Trombosis koroner
Trombus merupakan gabungan bekuan putih yang kaya platelet dan merah yang
kaya fibrin atau eritrosit.
b. Fisura plak
Trombosis koroner terjadi berkaitan dengan fisura plak.
c. Spasme arteri koroner
Spasme dapat menutupi penyakit aterosklerotik tetap yang menyebabkan oklusi
kritis dengan tambahan trombus, sehingga dapat menyebabkan infark.
d. Pembuluh darah kolateral
6

Perluasan nekrosis miokard disebabkan pasokan darah kolateral ke area yang


mengalami infark. Pada pasien infark miokard akut dengan riwayat lama angina
stabil akut pembuluh darah kolateral dapat terbentuk sehingga ukuran infark kecil.
Pada pasien dengan oklusi mendadak LAD akan menyebabkan infark anterior
luas karena jumlah pembuluh darah kolateral yang sedikit.

Mekanisme yang mendasari terjadinya IMA adalah penurunan suplai oksigen


ke otot miokardium yang disebabkan oleh ruptur atau erosi dari plak aterosklerotik
yang vulnerable, yang mengakibatkan terjadinya cedera endotel, trombosis dan
vasokonstriksi dinamik, shear injury, agregasi platelet, pembentukan trombus yang
menyebabkan oklusi lumen parsial atau total, vasospasme arteri, dan cedera reperfusi
akibat radikal oksigen bebas, kalsium, dan neutrofil (Rhee et al., 2011).
Aterosklerotik merupakan proses proses inflamasi yang didahului oleh disfungsi
endotel dan penumpukan oksidasi lipid. Proses tersebut umumnya terjadi pada arteri
ukuran sedang dan besar yaitu aorta, arteri karotis, arteri coroner dan arteri pada
ekstremitas bawah. Penyembuhan proses inflamasi yang terjadi di dalam endotel dan
otot tersebut akan menimbulkan aterosklerotik. Terdapat tiga tahapan aterosklerotik,
yaitu proses inisiasi, evolusi dan komplikasi trombosis arteri koroner (Crea and
Liuzzo, 2013).

7. Manifestasi klinik
Gejala khas infark miokard akut, yaitu nyeri dada memanjang, ansietas atau
rasa gelisah, berkeringat, sesak napas dan mual ( Gray H,et all, 2003). Gejala infark
miokard akut diantaranya, sebagai berikut:

a. Nyeri dada memanjang


Nyeri dada pada miokard berlangsung minimal 30 menit. Nyeri atau rasa berat
menekan dan bisa disertai keringat dingin atau rasa takut/gelisah/ansietas. Nyeri
dapat menyebar ke lengan dan rahang utamanya timbul dari epigatrium. Pada
7

manula dan penderita diabetes nyeri yang dirasakan sedikit atau tidak ada sama
sekali.

b. Sesak napas
Disebabkan peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
mengindikasikan ancaman gagal ventrikel dan sering dijadikan sebagai
manifestasi satu-satunya infark miokard. Ansietas dapat menyebabkan
hiperventilasi. Pada infark tanpa gejala, sesak napas lanjut merupakan tanda
disfungsi ventrikel kiri bermakna.
c. Gejala gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal akan menyebabkan mual dan muntah yang
mengidentifikasikan terjadi infark inferior. Stimulasi diafragmatik infark inferior
dapat menyebabkan cegukan.
d. Gejala lain
Terdiri atas palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel dan gejala
akibat emboli arteri misalnya stroke dan iskemia ekstremitas.

8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
Infark Miokard Akut diantaranya sebagai berikut: ( Gray H,et all, 2003).

a. Enzim jantung
Kreatin fosfokinase atau Creatine Phosphokinase dapat dideteksi 6-8 jam setelah
infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta kembali normal setelah 24 jam
selanjutnya. Isoenzim spesifik untuk otot jantung juga dapat dilepaskan pada
kardiomiositis, trauma jantung dan syok yang melawan aliran lansung. Aspartat
Amino Transferase atau AAT sebagai bagian skrining biokimiawi dideteksi
dalam 12 jam memuncak pada 36 jam. Dan kembali normal setelah 4 hari.
Peningkatan enzim nonspesifik laktat dehidrogenase atau LDH terjadi tahap
8

infark miokard dideteksi dalam 24 jam memuncak dalam 3-6 hari. Pengukuran
enzim jantung diukur tiap hari selama 3 hari pertama.

Diagram 1.1 Hasil pemeriksaan enzim-enzim jantung

b. Troponin
Merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil miosit.
Troponin meningkat pada infark miokard akut dan pasien resiko tinggi angina
tidak stabil dengan kadar CPK normal. Kriteria diagnostik untuk infark miokard
akut didefinisikan berdasarkan pengukuran troponin.

c. Tes darah lain


Ditandai dengan peningkatan jumlah sel darah putih setelah 48 jam, yaitu 10-
15000, sel-sel polimorfik dan peningkatan laju endap darah atau LED serta
protein reaktif C memuncak 4 hari. Hiperglikemia ringan akibat intoleransi
karbohidrat berlangsung selama beberapa minggu.

d. Elektrokardiografi
EKG memiliki tingkat akurasi positif sekitar 80%. Repolarisasi inkomplet
miokard yang rusak menyebabkan elevasi segmen ST pada daerah yang
9

mengalami infark. Pada EKG pasien infark gelombang T yang tinggi dan simetris
dapat terlihat dan terbalik pada segmen ST mengalami elevasi. Depresi segmen
ST resiprokal didapatkan pada lead yang berlawanan dengan infark.

Gambar 2. Hasil EKG menunjukkan STEMI

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

a. Penatalaksanaan farmakologi
1) Penanganan nyeri, dapat berupa pemberian:

a) Morfin sulfat

untuk menghilangkan sakit, memperlebar pembuluh darah vena dan


mengurangi beban jantung. Dosis standart morfin sulfat 2-5 mg IV,
diulang setiap 5-30 menit sampai nyeri menghilang.

b) Nitrat atau nitrogliserin

untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung, vasoaktif yang


berfungsi melebarkan pembuluh darah arteri dan vena sehingga akan
mengurangi in=skemia dan nyeri angina.
10

c) Penghambat beta

untuk mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard,


menurunkan kebutuhan pemakain oksigen. Digunakan melalui rute oral
karena dapat diabsorpsi dengan baik.

d) Anatagonis Ca

sebagai penghambat kalsium untuk menurunkan kontraktilitas jantung


dan beban kerja jantung sehingga mengurangi keperluan jantung akan
oksigen.

2) Membatasi ukuran infark miokardium

Dilakukan untuk meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium


untuk memlihara, mempertahankan sirkulasi. Empat golongan utama
terapi yang diberikan, yaitu:

a) Antikoagulan atau heparin

untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Anti koagulan


digunakan untuk gangguan pembuluh darah arteri dan vena yang
membentuk bekuan darah. Obat diberikan secara oral atau suntikan SC
dan IC dengan dosis dewasa 5000 per 6-8 jam secara SC dan 5000-10000
U/lobus IV.

b) Trombolitik

Disebut sebagai penghancur bekuan darah, menyerang dan melarutkan


bekuan darah. Dosis standar 1,5 juta units dalam 60 menit atau 4400
IIU/Kg/jam selama 12-24 jam secara intravena.
11

c) Antilipdemik

untuk menurunkan kadar lipid dalam darah normal dan menghilangkan


kolesterol dari aliran darah serta membawa ke hati.

b. Penatalaksanaan non farmakologi


1) Pemberian oksigen

Diberikan saat onset nyeri terjadi. Efektifitas terapeutik oksigen


ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan.

2) Pembatasan aktifitas fisik

Istirahat merupakan cara yang efektif untuk membatasi aktivitas fisik.


Pengurangan atau penghentian seluruh aktivitas dapat mempercepat
penghentian nyeri.

3) PTCA atau Angioplasti Koroner Transluminal Perkutan

adalah usaha memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah


plak yang telah tertimbun dan menggangu aliran darah ke jantung. Cara
kerjanya dengan kateter ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner
yang mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah ateroklerosis.
Balon kemudian dikembang dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah
plak. Indikasi menggunakan tindakan PTCA adalah klien yang mempunyai
lesi menyumbat 70% lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak
daerah jantung yang berisiko mengalamo iskemia.

4) CABG atau Coronary Artery Bypass Graft

indikasi untuk klien komplikasi kegagalan PTCA, angina tidak stabil,


angina tidak dapat di kontrol dengan terapi, ada lesi arteri koroner utama dan
penyumbatan lebih 60%.
12

Penatalaksanaan berdasarkan adanya ST Elevasi atau tidak pada infark


miokard akut, yaitu:

a. NSTEMI

Pasien harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk


deviasi segmen ST dan irama jantung. Prinsip utama tindakan adalah
mengurangi atau mencegah faktor resiko. Empat komponen utama terapi,
yaitu: (Harun an Alwi I, 2009)

 Terapi antiiskemia

Terdiri dari nitrogliserin sub lingual dan dilanjutkan intravena dan penyekat
beta oral. Antagonis kalsium non dihidropiridin untuk iskemia refrakter atau
tidak toleran dengan obat penyekat beta. Diberikan untuk menghilangkan
nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang.

 Terapi antiplatelet /antikoagulan

Antiplatelet terdiri atas aspirin untuk menghambat siklooksigenase,


klopidogrel untuk memblok reseptor adenosine diphospate sehingga
menginhibisi aktivitas platelet dan antagonis platelet GP IIb/IIIa.
Antikoagulan terdiri dari UFH atau Unfaractionated Heparin, LMWH atau
Low Moleculer Weight Heparin adalah inhibitor utama sirkulasi trombin dan
faktor X a untuk mempengaruhi kinerja trombin dalam sirkulasi.
13

Tabel 1. Penggunaan terapi antitrombolitika

 Terapi invasif atau kateterisasi dini/revaskularisasi

Strategi invasif dini atau arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan


revaskularisasi dan strategi konservatif dini dengan kateterisasi untuk
revaskularisasi yang mengalami kegagalan terapi obat.

 Perawatan sebelum meninggalkan dan sesudah perawatan RS

Untuk pencegahan terhadap faktor resiko antara lain mencapai berat badan
yang optimal, penghentian perilaku merokok, olahraga, pengontrolan
hipertensi dan tatalaksana diabetes melitus dan deteksi adanya diabetes yang
tidak dikenali sebelumnya.

b. STEMI

Prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle (diagnosis cepat,


menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi,
pemberian antitrombotik dan terapi antipletelet, pemberian obat penunjang
dan tatalaksana komplikasi IMA (Alwi I, 2009).
14

B. Clinical Pathway

Diagram 1. Pathway IMA (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015)


15

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas
Perlu ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan dengan
stress atau lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan
untuk membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk
menentukan resiko penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun
dan wanita lebih dari 50 tahun (William C Shoemarker, 2011).

b. Alasan Masuk Rumah Sakit


Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut,
punggung, atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas dan
kesulitan bernapas.

c. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal.Nyeri dapat
menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau
bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin
dirasakan sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin.

d. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri, rahang
dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing.
16

e. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel
vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme
otot polos dinding pembuluh darah. Hipersenti yang sebagian diakibatkan dengan
adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo perfusi ginjal yang disebabkan
lesi arteri oleh arteroma dan memberikan komplikasi trombo.

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol
darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik
berdasarkan kebiasaan keluarga.

g. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada
klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oleh klien.
Perubahan psikologis akibat kurangnya pengetahuan terhadap penyebab, proses
dan penanganan penyakit infark miokard akut.Hal ini terjadi dikarenakan klien
kurang kooperatif dengan perawat.

h. Pola-Pola fungsi kesehatan


1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat yaitu bagaimana persepsi
klien tentang kesehatan, berapa kali sehari bila mandi, dan pada klien
infark miokard akut didapatkan klien suka mengkonsumsi makanan yang
berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang rokok yang dihisap
setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi minuman keras.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme yaitu berapa kali klien makan dalam sehari,
komposisi apa saja dan minum berapa gelas sehari, pada klien infark
miokard akut didapatkan mual dan mutah).
17

3. Pola Aktivitas yaitu klien dapat mengalami gangguan aktivitas akibat dari
nyeri yang sangat hebat.

4. Pola Eliminasi yaitu berapa kali klien buang air besar dan buang air kecil
sehari, bagaimna konsistensinya serta apakah ada kesulitan.

5. Pola Tidur dan Istirahat, yaitu adanya nyeri dada hebat disertai mual,
muntah, sesak sehingga klien mengalami ganguan tidur.

6. Pola Sensori dan Kognitif, yaitu klien mengerti atau tidak akan
penyakitnya.

7. Pola Persepsi Diri, yaitu klien mengalami cemas, kelemahan, kelelahan,


putus asa serta terjadi gangguan konsep diri.

8. Pola Hubungan dan Peran, yaitu adanya perubahan kondisi kesehatan


mempengaruhi terhadap hubungan dan peran serta mengalami hambatan
dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari

9. Pola repruduksi dan seksual, yaitu klien mempunyai anak berapa serta
berapa kali klien melakukan hubungan seksual dalam seminggu.

10. Pola penanggulangan stress, yaitu apakah ada katidak efektifan mengatasi
masalah.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan, yaitu kepercayaan atau agama yang dianut
klien serta ketaatan dalam menjalankan ibadah.

i. Pemeriksaan fisik
Beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya: ( Gray H,et all,
2003).

1) Tampilan umum
18

Pasien tampak pucat, berkeringat dan gelisah, karena aktivitas berlebih


simpatis. Terdapat gangguan pernapasan yang jelas dengan takipnea dan
sesak napas. Demam derajat sedang dengan suhu kurang 38 C timbul 12-
24 jam setelah infark.
2) Denyut nadi dan Tekanan darah
a. Sinus takikardi 100-120/menit dengan analgesik adekuat dan denyut
nadi melambat, kecuali terdapat syok kardiogenik. Denyut jantung
rendah mengindikasi sinus bradikardia atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark.
b. Peningkatan Tekanan darah moderat disebabkan pelepasan
katekolamin. Hipotensi sebagai akibat aktivitas berlebih vagus,
dehidrasi, infark ventrikel kanan atau merupakan tanda syok
kardiogenik.
3) Pemeriksaan jantung
a. Palpasi prekordium menunjukkan area dengan diskinesia pada pasien
infark anterior luas berlanjut. Bunyi jantung S4 sering terjadi. Banyak
disfungsi ventrikel kiri berat disertai oleh S3 dan atau split terbalik S2.
b. Murmur akhir sistolik MR ringan hilang timbul tergantung kondisi
ventrikel. Gesekan friksi perikard jarang terdengar hingga hari kedua
atau ketiga atau lebih lama lagi sebagai gambaran sindrom dressler.
4) Pemeriksaan paru
Terdengar ronki pada akhir pernapasan. Edema paru sebagai
komplikasi infark luas.
5) Gambaran lain
Terjadi hiperlipidemia, penyakit vaskular perifer, diabetes dan
retinopati hipertensif.
6) Pemeriksaan Fisik Persistem (Bararah dan Jauhar, 2013)
a. Sistem Persyarafan
19

Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit


kepala,disorientasi, bingung, letargi.
b. Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi
perubahan pupil.
c. Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru kronis,
napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan,
bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi), mungkin menunjukkan
komplikasi pernapasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru)
atau fenomena romboembolitik pulmonal, hemoptysis.
d. Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran
e. Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah,perubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit
f. Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat.
g. Sistem Kardiovaskuler
Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun
h. Sistem Endokrin
Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat gangguan pada
sistem endokrin.
i. Sistem Muskuluskeletal
20

Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri, pergerakan


ekstremitas menurun dan tonus otot menurun (Huda Nurarif dan
Kusuma, 2015).
j. Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun,kulit pucat,
sianosis (Bararah dan Jauhar, 2013).
k. Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran (Bararah dan
Jauhar, 2013).
7) Pada pemeriksaan EKG (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015)
a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
- Elevasi yang curam dari segmen ST
- Gelombang T yang tinggi dan lebar
- VAT memanjang Gelombang Q tampak
b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
- Gelombang Q patologis
- Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
- Gelombang T yang terbalik (arrowhead
c. Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)
- Gelombang Q patologis tetap ada
- Segmen ST mungkin sudahkembali iseolektris
- Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
8) Pada pemeriksaan darah (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015)
a. CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB
merupakan indikator penting dari nekrosis miokard creatinine kinase
(CK) meninngkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak
antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI
normal.
21

b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum setelah 24 jam


pertama setelah awitan dan akan selama 7-10 hari.
c. Petanda biokimia seperti troponin l (Tnl) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebihh baik dari pada CKMB.
Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokard
9) Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah
koroner untuk mnyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi
luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Pada
prinsipnya, terapi untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan
mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut dan
kematian mendadak, sehingga setiap kasus berbeda derajat keparahan atau
rriwayat penyakitnya, maka cara terapi yang baik adalah individualisasi
dan bertahap, dimulai dengan masuk rumah sakit (ICCU) dan istirahat
total atau bed rest (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015).
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya: (Huda Nurarif dan
Kusuma, 2015)
a. Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri coroner
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi,irama jantung
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d menurunnya curah jantung
d. Pola napas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal
e. Gangguan pertukaran gas b.d odema paru
f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan
g. Ansietas b.d ancaman kematian
22

3. Intervensi

No Diagnosa Intervensi Rasional

1. Nyeri akut Manajemen Nyeri 1. Kebanyakan px dengan IM akut tampak sakit.


berhubungan 1. Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat
dengan iskemia laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara
jaringan respon hemodinamik (meringis, menangis, hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan
sekunder gelisah, berkeringat, mencengkeram dada, meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
terhadap napas cepat, TD/frekwensi jantung 2. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus
sumbatan arteri berubah). digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri
coroner 2. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari dengan membandingkannya dengan pengalaman
pasien termasuk lokasi, intensitas (0-10), yang lain.
lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan 3. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola
penyebarannya. sebelumnya,.
3. Observasi ulang riwayat angina sebelumnya,
4. Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran
nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM.
nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat.
Diskusikan riwayat keluarga.
5. Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas
4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri
dan regangan jantung serta keterbatasan
dengan Berikan lingkungan yang tenang,
kemampuan koping
23

aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman 6. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
5. Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, pemakaian miokardia dan juga mengurangi
napas dalam/perlahan, perilaku distraksi, ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
visualisasi, bimbingan imajinasi. jaringan.
6. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan 7. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
dengan kanula nasal atau masker sesuai fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran
indikasi. darah koroner dan perfusi miokardia.
7. Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid,
Nitrostat, Nitro-Dur).
2. Penurunan curah 1. Catat terjadinya S3, S4 1. Hipotensi ortostatik(postural) mungkin
jantung b.d 2. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat berhubungan dengan komplikasi infark, contoh
perubahan disritmia melalui telemetri. GJK.
frekuensi,irama 3. Pantau data laboratorium : contoh enzim 2. Frekuaensi dan irama jantung berespon terhadap
jantung jantung, GDA, elektrolit. obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya
4. Berikan obat antidisritmia sesuai indikasi komplikasi/disritmia yang mempengaruhi fungsi
5. Observasi ulang seri EKG. jantung atau meningkatkan kerusakan iskemik.
3. Enzim memantau perbaikan/perluasan infark.
Adanya hipoksia menunjukkan kebutuhan
24

tambahan oksigen. Keseimbangan elektrolit, mis,,


hipokalemia/hiperkalemia sangat besar
berpengaruh pada irama jantung/kontraktilitas.
4. Disritmia biasanya pada secara simptomatis kecuali
untuk PVC, dimana sering mengancam secara
profilaksis.
5. Memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel,
keseimbangan elektrolit dan efek teraphi obat.
3. Resiko perfusi 1. Selidiki perubahan tibatiba atau gangguan 1. Perfusi serebral secara langsung sehubungan
jaringan tidak mental kontinu, contoh: cemas, bingung, dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
efektif b.d latergi, pingsan. elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau emboli
menurunnya 2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit sistemik.
curah jantung dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer. 2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan
3. Observasi tanda Homan (nyeri pada betis curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. perfusi kulit dan penurunan nadi.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif, hindari 3. Indikator trombosis vena dalam
latihan isometrik. 4. Menurunkan stasis vena. Meningkatkan aliran balik
5. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan. vena dan menurunkan resiko tromboflebitis.
25

6. Observasi fungsi gastroentestinal, catat 5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres
anoreksia, penurunan/tak ada bising usus, pernapasan. Namun, dispnea tibatiba/berlanjut
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi. menunjukkan komplikasi tromboemboliparu
7. Pantau pemasukan dan catat perubahan 6. Penurunan aliran darah ke mesenteri dapat
haluaran urine. Catat berat jenis sesuai mengakibatkandisfungsigastroentestinal, contoh
indikasi. kehilangan peristaltik.
8. Pantau data laboratorium contoh, GDA, 7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat
BUN, kreatinin, elektrolit. mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang
9. Beri obat sesuai indikasi, berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ.
contoh:Heparin/natrium warfarin (cou 8. Indikator perfusi/fungsi organ.
madin) 9. Kolaborasi obat : Dosis rendah heparin diberikan
secara profilaksis pada pasien resiko tinggi (contoh,
fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisma ventrikel,
atau riwayat tromboflebitis) dapat untuk
menurunkan resiko tromboflebitis atau
pembentukan trombus mural.
4. Pola napas tidak 1. Evaluasi frekuensi pernapasan dan 1. Respons pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya
efektif kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh mungkin meningkat karena nyeri, takut. Penekanan
berhubungan adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dapat terjadi dari penggunaan analgesik
26

dengan napas, pelebaran nasal. berlebihan.


pengembangan 2. Auskultasi bunyinapas Catat area yang 2. Bunyi napas sering menurun pada dasar paru
paru tidak menurun/tak ada bunyi napas dan adanya selama periode waktu setelah pembedahan
optimal bunyi tambahan, contoh, krekels atau ronki. sehubungan dengan terjadinya atelektasis. Krekels
3. Observasi penyimpangan dada. Selidiki atau ronki dapat menunjukkan akumulasi cairan.
penurunan ekspansi atau ketidaksimetrisan 3. Cairan pada area pleural mencegah ekspansi
gerakan dada. lengkap (biasanya satu sisi) dan memerlukan
4. Lihat kulit dan membran mukosa untuk pengkajian lanjut status ventilasi
adanya sianosis. 4. Sianosis bibir, kuku daun telinga atau keabu-abuan
5. Tinggikan kepala tempat tidur, letakan pada umum menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan
posisi duduk tinggi atausemi Fowler dengan gagal jantung atau komplikasi paru.
6. Tekankan menahan dada dengan bantal 5. Merangsang fungsi pernapasan/ekspansi paru.
selama napas dalam/batuk. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti
7. Kolaborasi paru.
8. Berikan tambahan oksigen dengan kanula 6. Menurunkan pada tegangan insisi, meningkatkan
atau masker, sesuai indikasi. ekspansi paru maksimal
7. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk
kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya
penurunan/gangguan ventilasi.
27

5 Kelebihan 1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya 1. Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat
volume cairan krekels. dekompensasi jantung
b.d retensi 2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka 2. Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume
natrium dan air 3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang cairan (overhidrasi)
berat badan setiap hari bila tidak 3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
kontraindikasi.. perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang
jam dalam batas toleransi kardiovaskuler. ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium. tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia jantung
indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ 4. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak- tetapi tetap disesuaikan dengan adanya
ton/Aldactone) dekompensasi jantung.
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi. 5. Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga
harus dibatasi
6. Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi
kelebihan volume cairan
7. Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang
juga meningkatkan pengeluaran kalium
28

6 Intoleransi 1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD 1. Menentukan respon klien terhadap aktivitas
aktivitas b.d sebelum, selama dan sesudah aktivitas 2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen,
ketidakseimbang sesuai indikasi. menurunkan risiko komplikasi.
an antara suplai 2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas 3. Manuver Valsava seperti menahan napas,
oksigen miokard 3. Anjurkan klien untuk menghindari menunduk, batuk keras dan mengedan dapat
dan kebutuhan peningkatan tekanan abdominal. mengakibatkan bradikardia, penurunan curah
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan jantung yang kemudian disusul dengan takikardia
klinis klien. dan peningkatan tekanan darah
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien 4. Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat
dan jelaskan pola peningkatan aktivitas melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting
bertahap. dalam suasana tenang bersifat terapeutik
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi 5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan
pasca serangan IMA kemampuan kerja jantung.
6. Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses
penyembuhan klien.
7 Ansietas b.d 1. Pantau respon verbal dan non verbal yang 1. Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi,
ancaman menunjukkan kecemasan klien. dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman
kematian 2. Dorong klien untuk mengekspresikan kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan
perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
29

krisis yang dialaminya. 2. Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi
3. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing
cemas/sedativa sesuai indikasi terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Lorazepam/Ativan) 3. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
30

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan untuk menilai
keberhasilan rencana tindakan yang telah dilakukan dan untuk menyusun rencana
baru apabila rencana tindakan yang dilakukan belum memberi kesembuhan bagi
pasien. Evaluasi terdiri atas evaluasi berjalan atau formatif, yaitu evaluasi yang
dikerjakan dalam bentuk pengisian catatan perkembangan berorientasi pada
masalah yang di alami klien. Format yang digunakan dalam evaluasi formatif
adalah SOAP dengan mengkaji perasaan pasien dan perkembangan tanda-tanda
vital pasien setalah dilakukan proses implementasi kepada pasien.
Hasil yang diharapkan
a. Memperlihatkan berkurangnya kecemasan
1) Mengidentifikasi rasa takut
2) Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
3) Menggunakan pengalaman dahulu sebagai focus perbandingan
4) Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
5) Mengekspresikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit
b. Menerima pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan
pascaoperasi
1) Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan pra operasi
2) Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
3) Mengidentifikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
4) Mendiskusikan lingkungan pasca operasi dengan segera, misalnya pipa,
mesin, dan pemeriksaan perawat
5) Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah pembedahan
(misalnya, menarik napas dalam, batuk efektif, latihan kaki) (Bararah,
Jauhar, 2013
31

D. Discharge Planning
1. Anjurkan kepada pasien mengurangi makan makanan yang berlemak dan
mengandung kolesterol tinggi.
2. Anjurkan kepada pasien untuk rajin berolahraga.
3. Anjurkan kepada pasien banyak mengkonsumsi makanan yang berserat dan
rendah kolesterol.
4. Ajarkan kepada pasien bagaimana cara diet rendah kalori untuk mencegah
terjadinya aterosklerosis yang dapat memicu timbulnya IMA.
32

DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, I. Philip. and Ward, P.T. Jeremy., 2010. At a Glance Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS). 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pd [Diakses pada 4 Januari 2018]

Bararah, Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat


Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher
Crea F, Liuzzo G. 2013. Pathogenesis of Acute Coronary Syndromes. J Am Coll
Cardiol, 61(1):1-11.
Gray H., H., et all. 2003. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Harun S., dan Alwi I. 2009. Kardiologi: Tatalaksana Infark Miokard Akut Tanpa
Elevasi ST.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing.
Alwi, I. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., et al,
ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1741-1756.

Karim S, Kabo P. EKG dan PenanggulanganBbeberapa Penyakit Jantung untuk


Dokter Umum. Jakarta: FKUI; 2007.hlm.141-48.

Kemenkes RI. 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi, Kemenkes


Ingatkan CERDIK.
33

http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-
penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html [Diakses pada
4 Januari 2018]

Li J, Li X, Wang Q, Hu S, Wang Y, Masoudi FA, et al. 2015. ST-segment elevation


myocardial infarction in China from 2001 to 2011 (the China PEACE-
Retrospective Acute Myocardial Infarction Study): a retrospective analysis of
hospital data. 6;385(9966):441–51.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673614609211
[Diakses pada 4 Januari 2018]

M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Robbins, et al, 2007. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Você também pode gostar