Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
3. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
5. Fatofisiologi
Jaringan rusak/mati/nekrosis
Jaringan terinfeksi
Peradangan
Sel darah putih mati
Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan Thermoregulator
(Pre Operasi)
Pecah
Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)
Luka Insisi
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen,
USG, CT Scan, atau MRI.
7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar
atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren).
Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan
adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun
jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher
dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
8. Penatalaksanaan
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang
senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang
perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota
gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
9. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-
bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah
penularan.
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Gangguan thermoregulator
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri
3. Kerusakan integritas kulit
4. Resiko penyebaran infeksi
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja,
namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Dalam batas normal
2. Sistem kardiovaskuler
Dalam batas normal
3. Sistem persarafan
Dalam batas normal
4. Sistem perkemihan
Dalam batas normal
5. Sistem pencernaan
Dalam batas normal
6. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal.
7. Sistem integumen
Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses
8. Sistem endokrin
Dalam batas normal
9. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan
umum klien
2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat
nyeri. nyeri yang dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang
ketidaknyamanan. dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan
manajemen relaksasi. klien dengan non farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri
indikasi.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu tubuh 1) Untuk data awal dan memudahkan intervensi
klien.
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan
minum, minimal 8 gelas / hari. tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
sehingga mempercepat hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.
Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka serta 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
proses penyembuhan. penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar 2) Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
dengan teknik aseptik menjaga kontaminasi luka.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
pemberian anti biotik. jaringan.
A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat
primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L.
Wong, 2003)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif,
2002)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi
insulin atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2005)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam
darah namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak
efektif.
2. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa
yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon
pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang
mengurangi keefektifitasan insulin.
3. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu.
C. ETIOLOG
1. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka
semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan
asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini
akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui
urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau
buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang
disebut koma diabetik (Price,2006)
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat
termasuk pada malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Smeltzer, 2002)
1. Komplikasi Akut,
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Diabetik Ketoasedosis ( DKA )
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya
ketosis dan asidosis pada KHHN.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.
2) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati.
Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan – perubahan metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh
tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan
ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah –
daerah yang tekena trauma.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:
a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200
mg/dl atau lebih. Nilai normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2 JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok.
Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol
meningkat. Nilai normalnya : 450-1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang
dari 330 mOsm/lt. Nilai normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145
mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali
lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir. ( Normal : P 13-18 gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah
dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik. (Normal : pH 7,25-7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
(Normal : 150-400 ribu/lt).
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang
mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari diabetes
ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180 unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai
tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin dalam penggunaannya (endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas
hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-
macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
b) DM kehamilan
c) DM dan gangguan faal hati yang berat
d) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
e) DM dan TBC paru akut
f) DM dan koma lain pada DM
g) DM operasi
h) DM patah tulang
i) DM dan underweight
j) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa factor antara lain:
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah
dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14
hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot
yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
PATHWAY
Defisiensi Insulin
glukoneogenesis hiperglikemia
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Kerusakan Integritas Kulit Ggn.diabetik
Penglihatan
Miokard Infark Stroke Gangren
Gagal Ginjal
Resiko Injury
f. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, koma ( tahap lanjut ), gangguan
memori ( baru, masa lalu ), aktivitas kejang ( tahap lanjut ).
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri ( sedang atau berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen ( tergantung adanya infeksi atau tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum, parestesia.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cenderung infeksi ), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid,
diuretik ( tiazid ); dilantin atau fenorbarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah), mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan.
l. Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Selain menurut Doengoes diatas, terdapat data yang harus dikaji dari pasien
dengan DM, antara lain: (Donna L. Wong : 2003)
a. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang
berbahaya.
b. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus.
c. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus tergantung insulin,
sebagai berikut:
1) Polifagi
2) Poliuria
3) Polidipsi
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam
reagensia seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
2) Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat
berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya
keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah makan, gula
darah meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan penurunan
kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
3) Ketonuria
4) Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan gula
darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10
mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena
komplikasi seperti oterosklerosis lebih sering terjadi.
5) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH merendah.
Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan
biokimiawi karena dehidrasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (2003), pada pemeriksaan fisik biasanya
ditemukan: poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/
banyak minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan
menurun, kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan,
pruritus pada vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi,
impotensi pada pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia: intake makanan yang tidak adekuat
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder
C. INTERVENSI
Perencanaan Nama
Dx
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi &
Keperawatan
(NOC) (NIC) TT
1 Dx I: Setelah dilakukan tindakan NIC: Nutrition Management
Ketidakseimbang keperawatan selama 3x24 jam a. K
an nutrisi kurang diharapkan kebutuhan nutrisi aji status nutrisi dan
dari kebutuhan pasien adekuat dengan indikator : kebiasaan makan.
NOC : Nutritional status : food R: Untuk mengetahui
tubuh
and Fluid Intake tentang keadaan dan
berhubungan
kebutuhan nutrisi pasien
dengan anoreksia:
Indicator awal akhir sehingga dapat diberikan
intake makanan
- tidak terjadi 1 5 Indicator skala:
tindakan dan pengaturan
yang tidak 1 Tidak pernah
penurunan diet yang adekuat.
adekuat menunjukkan
berat badan 2 5 b. A
2 Jarang
- mual dan 3 Kadang-kadang njurkan pasien untuk
muntah 4 Sering menunjukkan
2 5 mematuhi diet yang telah
5 Selalu menunjukkan
berkurang diprogramkan.
- porsi makan c. R
yang : Kepatuhan terhadap diet
disediakan
habis
dapat mencegah
komplikasi terjadinya
hipoglikemia/
hiperglikemia.
d. I
dentifikasi perubahan pola
makan.
R: Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan
program diet yang
ditetapkan.
e. K
erja sama dengan tim
kesehatan lain untuk
pemberian insulin dan diet
diabetik.
R: Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian diet
yang sesuai dapat
mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah
komplikasi.
D. EVALUASI
Hal-hal yang diharapkan antara lain:
1. Tidak terjadi penurunan berat badan
2. Klien dapat menjaga keseimbangan cairan
serta elektrolit
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
4. Nyeri berkurang
5. Luka membaik
6. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
7. Klien mampu menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt J.
Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13. jakarta :
EGC. 1999.
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica
Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes, M.E, dkk. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung:
YPKAI
Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Prince A Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.