Você está na página 1de 14

ANALISIS PENERAPAN PSAK NO.

69 DALAM PENCATATAN ASET


BIOLOGIS PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI AGRIKULTUR

Audila Dwiayu Patty, Dwi Martani

Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

audiladp@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan PSAK 69 pada perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. PSAK 69 mengatur perlakuan akuntansi dan pengungkapan terkait aktivitas agrikultur yang
berlaku efektif 1 Januari 2018. Penelitian ini menganalisis karakteristik perusahaan kaitannya dengan
kecenderungan untuk melakukan penerapan PSAK 69 dalam laporan keuangan interim. Terdapat 13 dari 23
perusahaan menerapkan PSAK 69 sampai dengan laporan keuangan Triwulan 3 tahun buku 2018. Perusahaan
yang telah menerapkan cenderung memiliki karakteristik ukuran total aset yang besar, memiliki produk kelapa
sawit atau mix product, memiliki ukuran aset biologis dan tanaman produktif yang material serta diaudit oleh
KAP Big Four. Penyajian dan pengungkapan aset biologis dan tanaman produktif pada perusahaan beragam.

Kata Kunci: PSAK 69, Penerapan, Aset Biologis, Pengungkapan


1. PENDAHULUAN

Karakteristik aktivitas pada sektor agrikultur berbeda dengan karakteristik dari sektor
lainnya karena aktivitas agrikultur berisi aktivitas aset makhluk hidup, proses transformasi
biologis baik berupa pertumbuhan, degenerasi, produksi dan prokreasi atau pembiakan. Aset
terkait aktivitas agrikultur serta perubahan pada aset tersebut tidak tercantum pada IAS yang
sudah ada sebelumnya.

Maka dalam pemenuhan kebutuhan atas standar yang mengatur transaksi agrikultur,
IASB membentuk standar khusus yakni IAS 41 guna memenuhi kebutuhan standar atas
aktivitas tersebut. IAS 41 mengatur tentang perlakuan akuntansi dan pengungkapan yang
terkait dengan aktivitas agrikultur. IAS 41 disahkan pada bulan Desember 2000 dan berlaku
efektif per 1 Januari 2003.

Kebutuhan Indonesia untuk mengadopsi IAS 41 dalam standar akuntansi nasional


dirasa cukup besar karena Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk bekerja
pada bidang agraris dan perusahaan dengan sektor usaha agrikultur sebagai salah satu
penyumbang terbesar pendapatan negara. Sebelum adanya PSAK adopsi IAS 41, Indonesia
menggunakan PSAK 16 Aset Tetap untuk perusahaan yang memiliki agrikultur bersifat jangka
panjang seperti perkebunan dan PSAK 14 Persediaan untuk mengatur agrikultur yang bersifat
jangka pendek seperti pertanian dan peternakan.

Maka pada tanggal 29 Juli 2015 DSAK IAI menerbitkan exposure draft PSAK 69
tentang Agrikultur yang merupakan adopsi dari IAS 41 Agriculture (2014). Standar ini
disahkan pada tanggal 16 Desember 2015 dan berlaku efektif per 1 Januari 2018. Implementasi
PSAK 69 sendiri merupakan adopsi penuh dari IAS 41. Termasuk didalamnya telah mencakup
perubahan-perubahan atas IAS 41 yang berlaku efektif 1 Januari 2016.

PSAK 69 mulai berlaku efektif per 1 Januari 2018 sehingga laporan keuangan
perusahaan di Q1 sampai dengan Q3 tahun buku 2018 seharusnya sudah menerapkan standar
tersebut. Ketidaksiplinan perusahaan saat penerapan awal standar baru masih menjadi salah
satu konsentrasi utama pembuat peraturan. Hakim (2016) melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk menerapkan standar
baru. Hasil penelitian empiris menujukan penerapan PSAK 24 dalam laporan keuangan interim
dipengaruhi oleh kapitalisasi pasar, jumlah karyawan dan auditor. Pada penelitian tersebut juga
terbukti bahwa walaupun terdapat peningkatan pada jumlah perusahaan yang menerapkan
PSAK 24 sampai dengan laporan keuangan interim 2015, namun perusahaan yang menerapkan
standar akuntansi baru belum menunjukkan jumlah yang signifikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan PSAK 69 sampai dengan laporan
keuangan Q3 tahun buku 2018. Penelitian ini menjadi menarik karena penerapan standar dapat
dikaitkan dengan karakteristik perusahaan. Penelitian ini berisikan pendahuluan, landasan
teori, metode penelitian, hasil penelitian dan kesimpulan.

2. LANDASAN TEORI

PSAK 69 tentang Agrikultur mengatur tentang aset biologis dan produk agrikultural.
Sebagaimana yang tercantum pada Paragraf 5, PSAK 69 tentang Agrikultur mendefinisikan
aset biologis sebagai hewan atau tanaman hidup. Sedangkan untuk produk agrikultur
didefinisikan sebagai produk yang dipanen dari aset biologis milik entitas.

PSAK 69 tidak diterapkan untuk tanah yang terkait dengan aktivitas agrikultur, karena
jenis aset ini telah diatur melalui PSAK No. 16 tentang Aset Tetap, PSAK No. 13 tentang
Properti Investasi dan ISAK No. 25 tentang Hak atas Tanah. Selain itu tidak diterapkan pula
untuk tanaman produktif yang terkait dengan aktivitas agrikultur, karena telah diatur di
Amandemen PSAK No. 16 tentang Aset Tetap bagian Agrikultur: Tanaman Produktif. Akan
tetapi standar ini diterapkan untuk produk dari tanaman produktif tersebut.

Selain itu, PSAK 69 tidak diterapkan untuk hibah pemerintah yang terkait dengan
tanaman produktif dan aset takberwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultur. Masing-
masing aset tersebut telah diatur melalui PSAK No. 61 tentang Akuntansi Hibah pemerintah
dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah dan PSAK No. 19 tentang Aset Takberwujud. Standar
ini diterapkan untuk produk agrikultur pada titik panen. Standar ini juga tidak mengatur terkait
pemrosesan produk agrikultur setelah panen.

Perusahaan dapat mengakui aset biologis atau produk agrikultur yakni jika, dan hanya
jika perusahaan mengendalikan aset biologis sebagai akibat dari peristiwa masa lalu. Dalam
hal ini, pengendalian dapat dibuktikan dengan, sebagai contoh, kepemilikan hukum atas ternak
dan merek atau penandaan atas ternak pada saat pengakuisisian, kelahiran atau penyapihan.
Selain itu perusahaan juga harus memiliki kemungkinan yang besar bahwa manfaat ekonomik
masa depan yang terkait dengan aset biologis tersebut akan mengalir ke perusahaan.
Produk agrikultur yang dipanen dari aset biologis diukur pada nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual pada titik panen. Pernyataan ini bercermin dari pandangan bahwa nilai
wajar produk agrikultur pada titik panen selalu dapat diukur secara andal. Dalam hal timbul
keuntungan atau kerugian pada saat pengakuan awal aset biologis dimasukan dalam laba rugi
pada periode dimana keuntungan atau kerugian tersebut terjadi.

Merujuk pada aturan bagian pengungkapan, entitas harus mengungkapkan


keuntungan/kerugian saat pengakuan awal aset biologis dan produk agrikultur (Paragraf 40),
dianjurkan untuk memberi deskripsi kuantitatif dari setiap kelompok aset biologis (Paragraf
43), mendeskripsikan setiap kelompok aset biologis (Paragraf 41), mengungkapkan jumlah
komitmen untuk pengembangan aset biologis dan strategi manajemen resiko terkait akuntansi
agrikultur (Paragraf 49) dan rekonsiliasi perubahan jumlah tercatat aset biologis selama awal
dan akhir periode (Paragraf 50).

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian diawali dengan menela’ah perusahaan terdaftar BEI sektor agrikultur yang
telah menerapkan PSAK 69 pada laporan interim Q1, Q2 dan Q3 tahun buku 2018. Dilanjutkan
dengan mempelajari karakteristik dari masing-masing perusahaan yang telah menerapkan
standar, dan dikelompokan sesuai dengan karakteristiknya seperti ukuran aset biologis yang
diakui dan akuntan publik.

Penelitian dilanjutkan dengan melakukan analisis atas laporan keuangan perusahaan


pada laporan interim Q1, Q2 dan Q3 tahun buku 2018. Analisis dimaksudkan untuk
mendapatkan pemahaman terkait dengan sistematika reklasifikasi dan/atau pengakuan aset
biologis dari perusahaan, dan melihat bagaimanakah proses valuasi dari aset-aset tersebut.

Analisis paling inti akan dilakukan atas penyajian dan pengungkapan aset biologis
objek penelitian. Analisis ini berguna untuk membandingkan apakah syarat-syarat penyajian
dan pengungkapan yang telah diatur pada standar telah diterapkan secara sempurna oleh
perusahaan di laporan keuangan Q1, Q2 dan Q3 tahun buku 2018. Selain itu, juga akan dilihat
apakah perusahaan telah mengungkapkan kebijakan akuntansi terkait persiapan pelaporan aset
biologis pada laporan keuangan Q4 tahun buku 2017.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan studi lapangan.
Studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis laporan keuangan interim
perusahaan sampai dengan Q3 tahun buku 2018, PSAK No. 69 serta jurnal, discussion paper
atau literatur terkait dengan objek penelitian. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara
dengan narasumber perusahaan sampel untuk memperoleh informasi kebijakan yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan persiapan implementasi standar tersebut pada
tahun 2017. Dilanjutkan dengan wawancara dengan auditor perusahaan sampel untuk
memperoleh pengetahuan terkait proses audit serta concern auditor dalam melakukan audit atas
aset biologis perusahaan.

Sampel penelitian terdiri dari 23 perusahaan listed dengan 20 perusahaan termasuk


sektor industri agrikultur dan 3 perusahaan merupakan sektor industri non-agrikultur.
Perusahaan yang termasuk sektor agrikultur terbagi atas 1 subsektor pertanian, 1 subsektor
perikanan dan 18 subsektor perkebunan. Pemilihan perusahaan non-agrikultur sebagai objek
penelitian dilatarbelakangi adanya anak perusahaan yang memiliki kegiatan usaha utama pada
bidang agrikultur.

Tabel 1 Sampel Penelitian


Kriteria Jumlah Perusahaan
Sektor Pertanian 1
Sektor Perikanan 1
Sektor Perkebunan 18
Non-Agrikultur 3
Total Sampel 23
4. HASIL PENELITIAN

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat distribusi data dari hasil penelitian.
Tabel 2 menunjukan penerapan PSAK 69 pada laporan keuangan Q1 sampai dengan Q3 tahun
buku 2018.

Tabel 2 Penerapan PSAK 69


Variabel Total Objek Penerapan PSAK 69 Jumlah Persentase
Waktu Penerapan:
Q1 23 Sudah diterapkan 8 34,78%
Belum diterapkan 15 65,22%
Q2 23 Sudah diterapkan 11 47,83%
Belum diterapkan 12 52,17%
Q3 23 Sudah diterapkan 13 56,52%
Belum diterapkan 10 43,48%

Statistik penerapan menunjukan bahwa dari 23 objek studi kasus terdapat 8 perusahaan
atau setara dengan 34,78% dari total objek yang telah menerapkan PSAK 69 pada laporan
keuangan Q1. Penerapan ini mencakup pengakuan aset biologis serta penyajian pada laporan
keuangan.

Pada Q2, sebanyak 8 perusahaan (34,78%) yang telah menerapkan PSAK 69 pada Q1
secara konsisten tetap menerapkan aturan terkait pada laporan keuangannya. Sampai dengan
Q2 secara kumulatif total perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 adalah sebanyak 11
perusahaan atau setara dengan 47,83% dari total objek. Terdapat 3 perusahaan yang baru mulai
menerapkan PSAK 69 pada Q2. Perusahaan tersebut diantaranya ANJT, DSNG dan GOLL.
Secara kumulatif sebanyak 12 objek belum menerapkan PSAK 69 sampai dengan Q2.

Pada Q3, sebanyak 11 perusahaan (47,83%) yang telah menerapkan PSAK 69 sampai
dengan Q2 secara konsisten tetap menerapkan aturan terkait pada laporan keuangannya.
Sampai dengan Q3 secara kumulatif total perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 adalah
sebanyak 13 perusahaan atau setara dengan 56,52% dari total objek. Pada Q3 ini hanya terdapat
2 perusahaan yang mulai menerapkan PSAK 69. Perusahaan tersebut diantaranya ANDI (yang
merupakan emiten baru pada Juli 2018) dan TBLU. Secara kumulatif sebanyak 10 objek belum
menerapkan PSAK 69 sampai dengan Q3.

Analisis dilanjutkan dengan mengaitkan penerapan PSAK 69 dengan karakteristik


perusahaan. Tabel 3 menunjukan kaitan karakteristik perusahaan dengan penerapan PSAK 69
sampai dengan laporan keuangan Q3.
Tabel 3 Karakteristik Perusahaan
Penerapan PSAK
Variabel Observasi
Jumlah Persentase

Ukuran Perusahaan (Dalam Jutaan Rupiah) *):


Kecil (kurang dari 9.000.000) 13 4 37,70%
Besar (lebih dari 9.000.000) 10 9 90,00%
Kelompok Produk:
Kelapa Sawit 9 6 66,67%
Benih dan Pupuk 1 0 0,00%
Perikanan 1 0 0,00%
Mix Product 9 7 77,78%
Non-Agrikultur 3 0 0,00%
Auditor:
Big 4 10 8 80,00%
Non-Big 4 13 5 38,46%

*) Hasil uji beda P-Value 0,003***

Analisis karakteristik ukuran perusahaan dilakukan dengan melakukan uji beda yang
menunjukan hasil P-Value 0,003*** yang berarti hasil uji beda signifikan. Hal ini berarti
perusahaan dengan ukuran kecil memiliki persentase penerapan PSAK 69 pada laporan
keuangan interim yang lebih rendah dibandingkan perusahaan dengan ukuran besar. Hanya
37,7% perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 sampai dengan Q3. Sebaliknya,
perusahaan berukuran besar menunjukan bahwa mayoritas perusahaan telah menerapkan
PSAK 69 sampai dengan Q3. Berdasarkan hasil uji beda, dapat dilihat bahwa perusahaan
dengan ukuran total aset yang kecil memiliki kecenderungan untuk menunda penerapan standar
akuntansi pada laporan keuangan interim. Kemungkinan perusahaan baru menerapkan standar
akuntansi baru pada laporan keuangan akhir tahun.

Berdasarkan statistik, dapat dilihat bahwa mayoritas perusahaan dengan kelompok


produk Tanaman Kelapa Sawit atau sebanyak 66,67% dari total kelompok telah menerapkan
PSAK 69 sampai dengan Q3. Sama halnya dengan kelompok mix product, dari total kelompok
terdapat 77,78% perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 sampai dengan Q3.

Kedua hal ini menunjukan bahwa kelompok perusahaan dengan produk kelapa sawit
dan mix product memiliki kecenderungan untuk melakukan penerapan terhadap PSAK 69 lebih
awal. Penerapan PSAK 69 dapat dipengaruhi oleh valuasi kelapa sawit yang lebih dikenali oleh
akuntan di Indonesia, sehingga untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki aset biologis
berupa kelapa sawit cenderung melakukan penerapan lebih awal jika dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan yang memiliki aset biologis selain kelapa sawit.

Perusahaan yang termasuk dalam kelompok produk benih dan pupuk (pertanian) dan
perikanan belum ada yang menerapkan PSAK 69. Namun hal ini belum dapat mencerminkan
kecenderungan perusahaan-perusahaan dengan kelompok produk tersebut karena hanya
terdapat masing-masing 1 objek studi kasus yang termasuk dalam kelompok produk benih dan
pupuk dan perikanan. Untuk kelompok produk non-agrikultur belum menerapkan PSAK 69
sampai dengan laporan keuangan Q3.

Dilihat dari auditor perusahaan, statistik menunjukan terdapat 10 objek yang di audit
oleh KAP Big Four dimana 8 dari 10 perusahaan tersebut telah menerapkan PSAK 69 sampai
dengan laporan keuangan Q3. Dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang diaudit oleh
KAP non-Big 4, 8 dari 13 objek belum menerapkan PSAK 69 sampai dengan Q3. Artinya
mayoritas perusahaan yang di audit oleh KAP non-Big 4 belum menerapkan PSAK 69. Hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four akan
memiliki awareness yang tinggi terhadap perubahan aturan akuntansi.

Analisis selanjutnya melihat kesiapan perusahaan pada tahun 2017 dalam penerapan
PSAK 69. Sampai dengan laporan keuangan Q4 tahun buku 2017 belum ada perusahaan yang
telah memberikan estimasi angka pengakuan aset biologis. Perusahaan mengungkapkan bahwa
sampai dengan tanggal laporan keuangan manajemen masih melakukan evaluasi dampak dari
penyesuaian standar akuntansi terkait.

Pada laporan keuangan Q4 tahun buku 2017 beberapa perusahaan seperti ANJT dan
DSNG secara komprehensif telah mengungkapkan hasil evaluasi awal manajemen terkait
dampak penerbitan PSAK 69 terhadap laporan keuangan perusahaan. Evaluasi awal yang
dijelaskan ialah terkait dengan penyesuaian pada jumlah aset biologis (produk agrikultur) dan
implikasi terhadap pajak tangguhan terkait dengan penyesuaian saldo laba.

Berdasarkan hasil wawancara dengan accounting manager, didapat bahwa perusahaan


telah melakukan diskusi awal dengan auditor (EY) pada tahun 2017 terkait dengan penerapan
efektif PSAK 69 pada tahun 2018. Diskusi ini sekaligus membahas perhitungan pada akun-
akun yang akan terkena dampak atas perubahan ini. EY sendiri telah menyiapkan kertas kerja
yang dapat membantu perusahaan dalam melakukan internal assessment untuk pengukuran aset
biologis.

Analisis selanjutnya melihat penyajian perusahaan atas penerapan PSAK 69. Secara
garis besar, mayoritas perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 telah menyajikan aset
biologis sebagaimana yang dijabarkan pada aturan. Tabel 4 menyajikan demografi penyajian
aset biologis dan tanaman produktif sampai dengan laporan Q3.

Tabel 4 Penyajian
Kriteria Observasi Jumlah Persentase
(a) Menyajikan aset biologis pada muka dengan nama 'Aset Biologis' 13 10 76,92%
(b) Menyajikan aset biologis sebagai komponen dari akun lain 13 3 23,08%
(c) Menyajikan aset biologis pada muka dengan nama lain 13 1 7,69%
(d) Terdapat catatan khusus untuk Aset Biologis 13 10 76,92%
(e) Menyajikan tanaman produktif pada muka dengan nama ‘Tanaman Produktif’ 13 6 46,15%
(f) Menyajikan tanaman produktif sebagai komponen dari Aset Tetap 13 4 30,77%
(g) Menyajikan tanaman produktif pada muka dengan nama lain 13 3 23,08%
(h) Catatan khusus untuk Tanaman Produktif/Aset Tetap 13 13 100,00%

Dilihat dari penyajian aset biologisnya, 76,92% Perusahaan telah menyajikan aset
biologis pada muka laporan posisi keuangan dengan nama ‘Aset Biologis’. Perusahaan ini
diantaranya AALI, ANJT, BWPT, DSNG, LSIP, PALM, SGRO, SIMP, SMAR dan SSMS.
Pengecualian untuk SIMP, selain menyajikan aset biologis pada muka laporan posisi keuangan,
SIMP juga mengakui aset biologis berupa HTI sebagai bagian dari aset keuangan lancar
lainnya. Penyajian pada muka laporan posisi keuangan tersebut disajikan lebih detil pada
catatan atas laporan keuangan, kecuali untuk SMAR yang tidak menyajikan catatan khusus atas
aset biologisnya.

GOLL menyajikan aset biologisnya sebagai komponen dari akun persediaan. Aset
biologis ini disajikan dengan nama Tandan Buah Segar dan TBLA menyajikan aset biologisnya
sebagai komponen dari aset lancar lainnya dengan nama Aset Biologis. Keduanya tidak
memiliki catatan khusus. ANDI menyajikan aset biologis pada muka laporan posisi keuangan
dengan nama Produk Agrikultur. Terdapat catatan khusus untuk penyajian ini.

Dilihat dari penyajian tanaman produktif, demografi penyajian terbagi atas: 46,15%
perusahaan yang menyajikan tanaman produktif pada muka laporan posisi keuangan dengan
nama Tanaman Produktif yakni AALI, ANDI, ANJT, BWPT, SGRO dan SMAR; 30,77%
perusahaan yang menyajikan tanaman produktif sebagai komponen dari Aset Tetap
diantaranya LSIP, PALM, SIMP dan SSMS; serta 23,08% perusahaan yang menyajikan
tanaman produktif pada muka laporan posisi keuangan dengan nama Tanaman Perkebunan
diantaranya DSNG, GOLL dan TBLA.

Analisis selanjutnya melihat pengungkapan keuntungan/kerugian atas perubahan nilai


wajar aset biologis dan penyajian kembali laporan keuangan. Berdasarkan pengamatan
terhadap 13 perusahaan, data statistik menunjukan bahwa 10 perusahaan atau setara dengan
76,92% dari total objek telah mengungkapkan laba/rugi atas perubahan nilai wajar aset
biologis. Terdapat 3 perusahaan yang tidak mengungkapkan nilai laba/rugi atas perubahan nilai
aset wajar aset biologis yaitu GOLL, SMAR dan TBLA.

Perubahan nilai wajar atas pengakuan aset biologis untuk ketiga perusahaan ini tidak
diungkapkan pada laporan keuangan. Pada umumnya perusahaan mengungkapkan laba/rugi
atas perubahan nilai wajar aset biologis pada Laporan Laba/Rugi dan Pendapatan
Komprehensif lainnya sebagai komponen terpisah dari akun beban lainnya. Tabel 5
menunjukan penyajian atas keuntungan/kerugian atas perubahan nilai wajar aset biologis.

Tabel 5 Penyajian Keuntungan/Kerugian


Peru- Letak Penyajian
No sahaan HPP Operasi Lain-lain Notes
1 AALI - - √ Lain-lain, bersih
Keuntungan dari perubahan nilai wajar
2 ANDI - √ -
produk agrikultur
3 ANJT *) √ - - Beban pokok penjualan
Keuntungan dari perubahan nilai wajar aset
4 BWPT - √ -
biologis
5 DSNG - √ - Laba dari perubahan nilai wajar aset biologis
6 GOLL - - - Tidak mengakui keuntungan/kerugian
Rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar
7 LSIP - √ -
atas aset biologis
8 PALM - - √ Lain-lain, bersih
9 SGRO - √ - Perubahan nilai wajar atas aset biologis
Rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar
10 SIMP - √ -
atas aset biologis
11 SMAR - - - Tidak mengakui keuntungan/kerugian
12 SSMS - √ - Kerugian atas nilai wajar aset biologis
13 TBLA - - - Tidak mengakui keuntungan/kerugian

Selanjutnya, dilihat dari segi pengungkapan penyajian kembali laporan keuangan Q4


tahun buku 2017, terdapat 11 dari 13 perusahaan yang telah melakukan penyajian kembali atas
nilai aset biologis pada tanggal 31 Desember 2017 dan 1 Januari 2017 sebagai akibat dari
penerapan PSAK 69 mulai 1 Januari 2018. Penyajian kembali ini disajikan secara retrospektif
dengan restatement. Pada laporan keuangan perusahaan ditambahkan satu catatan atas laporan
keuangan tambahan untuk catatan restatement. Dari 13 objek, terdapat 2 perusahaan yang
belum menyajikan kembali angka 2017. Perusahaan tersebut diantaranya ANDI dan GOLL.
Tabel 6 menunjukan penyajian kembali pada perusahaan.

Tabel 6 Penyajian Kembali

Variabel /
Tahun 2016 Tahun 2017 Proses
Perusahaan
AALI Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar
Persediaan hewan ternak Aset biologis (Aset lancar) Reklasifikasi
Aset hewan Aset biologis (Aset tidak lancar) Reklasifikasi

ANJT *) Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

BWPT Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

DSNG Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar
Persediaan barang jadi Aset biologis (Aset lancar) Reklasifikasi
Hutan Tanaman Industri Aset biologis (Aset tidak lancar) Reklasifikasi

LSIP Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar
Persediaan barang jadi Aset biologis (Aset lancar) Reklasifikasi
Tanaman perkebunan Aset tetap Reklasifikasi

PALM Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

SGRO Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

SIMP Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar
Beban tanaman tebu Aset biologis (Aset lancar) Reklasifikasi
Hutan tanaman industri Aset lancar lainnya Reklasifikasi
Tanaman perkebunan Aset tetap - tanaman produktif Reklasifikasi
Produk agrikultural bibitan Aset tetap - tanaman produktif Reklasifikasi
Aset non keuangan lancar lainnya Aset tetap - tanaman produktif Reklasifikasi

SMAR Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

SSMS Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar
Tanaman perkebunan Aset tetap dan tanaman produktif Reklasifikasi

TBLA Tidak mengakui Aset biologis (Aset lancar) Pengakuan nilai wajar

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis studi kasus dapat disimpulkan bahwa masih terdapat
perusahaan yang belum melakukan penerapan PSAK 69 bahkan sampai laporan keuangan
interim Q3 tahun buku 2018. Pada Q1, terdapat 8 dari 23 Perusahaan yang telah menerapkan
PSAK 69. Sampai dengan Q3, secara kumulatif terdapat 13 dari 23 Perusahaan yang telah
menerapkan PSAK 69. Walaupun terdapat peningkatan pada perusahaan yang menerapkan
PSAK 69, tetapi belum semua perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69.

Karakteristik perusahaan memilki efek yang signifikan terhadap penerapan PSAK 69.
Perusahaan yang telah menerapkan PSAK 69 sampai dengan laporan keuangan Q3 umumnya
memiliki karakteristik ukuran total aset yang besar, memiliki produk kelapa sawit dan mix
product serta diaudit oleh KAP Big Four.

Sebagian kecil perusahaan pada Q4 tahun buku 2017 telah mengungkapkan hasil
evaluasi awal manajemen terkait dampak penerapan PSAK 69, namun evaluasi awal ini tidak
disertai dengan perkiraan nominal perubahan. Perusahaan cenderung untuk tidak melakukan
early assessment terhadap aturan akuntansi baru pada kebijakan akuntansinya. Hal ini terlihat
dari tidak adanya Perusahaan yang melakukan penerapan awal PSAK 69 pada Q4 2017.

Sebagian besar perusahaan telah menyajikan aset biologis dan tanaman produktif
sebagaimana yang diatur pada PSAK 69. Dalam hal pengungkapan, mayoritas perusahaan telah
melakukan pengungkapan terhadap keuntungan/kerugian atas perubahan nilai wajar aset
biologis serta penyajian kembali laporan keuangan Q4. Walaupun pengungkapannya masih
terbilang beragam.

Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana analisis hanya dilakukan terhadap emiten
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian
terhadap perusahaan BUMN sehingga mendapatkan gambaran keseluruhan terhadap
kecenderungan perusahaan dalam melakukan penerapan PSAK 69. PSAK 69 memiliki sedikit
perbedaan dengan standar negara lain. Penelitian selanjutnya dapat melakukan studi banding
dengan negara lain yang memiliki peraturan berbeda. Penelitian selanjutnya juga dapat
melakukan studi melalui metode survei kepada pengguna laporan keuangan mengenai persepsi
pengguna laporan keuangan terhadap nilai tambah dari penerapan awal PSAK 69 sebagai
informasi tambahan pada laporan keuangan.

Penelitian ini juga menunjukan bukti-bukti untuk regulator, auditor dan manajemen
perusahaan terhadap perusahaan yang belum menerapkan PSAK 69. Perusahaan yang belum
menerapkan PSAK 69 didominasi oleh perusahaan berukuran kecil, dengan jenis produk non-
kelapa sawit, serta diaudit oleh KAP Non-Big Four. Keterbatasan informasi yang dimiliki
perusahaan dapat dibantu dengan melakukan konsultasi kepada regulator atau auditor untuk
menentukan accounting policy yang akan dipilih dalam melakukan penerapan PSAK.
Regulator juga dapat melakukan sosialisasi lebih awal jika terdapat standar baru demi
terciptanya kemampuan perusahaan untuk melakukan penerapan sejak laporan keuangan Q1.
Terutama untuk perusahaan-perusahaan kecil dan diaudit oleh KAP Non-Big Four,
dikarenakan penerapan yang sedikit pada perusahaan-perusahaan tersebut. Selain itu,
sosialisasi pada perusahaan dengan kelompok produk non-kelapa sawit juga dibutuhkan.
Dikarenakan penilaian aset biologis selain kelapa sawit dianggap lebih sulit untuk diukur.
Besarnya peran auditor dalam menentukan kebijakan akuntansi yang dipilih perusahaan
membuat auditor sebaiknya lebih memahami untuk melakukan pengecekan atas penerapan
yang dilakukan oleh manajemen.

REFERENSI

Aryanto, Handoko. Theoretical Failure of IAS 41: Agriculture. 2011.

Badan Pusat Statistik. Tersedia: http://www.bps.go.id/. 2018. (Diakses pada: 18 Oktober 2018)

Global Business Guide Indonesia. Tersedia: http://www.gbgindonesia.com/. 2018. (Diakses


pada: 21 Oktober 2018)

Hakim, Muhammad Adri. Analisis Faktor-Faktor dan Dampak Penerapan PSAK 24 Revisi
2013 dalam Laporan Keuangan Interim. Depok: Universitas Indonesia. 2016

Hamonangan, Fernando. Analisis Dampak Penerapan IAS 41 dan Kesiapan Perusahaan


Agrikultur dalam Menerapkan PSAK 69. Depok: Universitas Indonesia. 2017

Huffman, Adrienna. Asset Use and The Relevance of Fair Value Measurement: Evidence from
IAS 41. United States. 2018

IGI Global. Economics and Political Implications of International Financial Reporting


Standards. 2016.

Ikantan Akuntan Indonesia (IAI). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 69:
Agrikultur. Jakarta: IAI. 2015.

International Accounting Standard Board (IASB). International Accounting Standard (IAS) 41:
Agriculture. 2014.

Lopez dan Goncalves. Accounting in Agriculture: Measurement Practices of Listed Firms.


Porto: University of Porto. 2015.
Martani, Dwi. Implication of Implementation of IAS 41 about Agriculture on Forestry
Accounting in Indonesia. 2017.

Putri, Dwi Garit. Analisis Akuntansi atas Biological Asset Perusahaan Perkebunan Tanaman
Keras PT ASG sebagai Studi Kasus. Depok: Universitas Indonesia. 2012.

Wulandari, Etty Retno. Dampak Penerapan IAS 41: Agriculture terhadap Pasar Modal. Jakarta:
BAPEPAM-LK. 2010.

Você também pode gostar