Você está na página 1de 31

Analisis Kualintas Lingkungan

“Dokumen Amdal”

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Niken Yulika 1611211002

Oktrini Nurul Putri 1611211004

Wulan Febriza 1611211008

Suci Desirman Pratiwi 1611211012

Dina Hanifah 1611211014

Dosen Pengampu:

Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i


NARASI ................................................................................................................. 1
IDENTIFIKASI LUAS KAJIAN WILAYAH .................................................... 4
BATAS PROYEK ................................................................................................. 6
RONA LINGKUNGAN ........................................................................................ 8
1. Komponen Fisika ..................................................................................... 8
2. KomponenBiologi ................................................................................. 13
3. Komponen Sosial .................................................................................. 14
MATRIKS ............................................................................................................ 18
1. Dampak Potensial ............................................................................... 18
IDENTIFIKASI DAMPAK PENTING ........................................................... 22
1. Evaluasi Dampak ................................................................................ 22
2. Solusi Dampak kesehatan Masyarakat ............................................... 25

i
NARASI

Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf

kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya

alam yang dimiliki, namun disisi lain, pembangunan ini juga dapat menimbulkan

dampak negatif bagi lingkungan yang berakibat terjadinya perubahan lingkungan

biofisika, lingkungan social ekonomi dan lingkungan budaya.

Sampah menjadi persoalan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia

terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya, karena belum ada sistem

pengolahan sampah yang lebih baik. Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi

Jawa Barat Khususnya kota Depok dalam pengelolaan sampah dengan cara

konvensional khususnya pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Sampah Harum Mewangi.

Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah juga merupakan

salah satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat

penampungan akhir sampah. Pengelolaan kebersihan di Kota Depok khusunya di

Kecamatan Pancoran Mas telah ditangani secara serius dan nyata melalui

program-program yang dibiayai oleh APBD Kota Depok. Pengelolaan sampah di

Kecamatan Pancoran Mas dimulai dari tingkat yang paling mendasar adalah

dengan membersihkan sampah-sampah dari pusat produksi sampah yang

diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti tempat permukiman, toko, pasar,

tempat perdagangan dan perkantoran, dan tempat kegiatan social (masjid, gereja,

rumahsakit, dan terminal). Kegiatan tersebut berupa pengumpulan pertama

(primer) yaitu pengumpulan sampah dari proses produksi ke Lokasi Pembuangan

Sementara (LPS), yang pelaksanaannya ditangai secara gotong-royong oleh warga

1
masyarakat melalui RT/RW dan kelurahan. Sedangkan pengumpulan tahap kedua

(sekunder) dari tempat pembuangan sampah sementara ke tempat pembuangan

akhir pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Depok.

Sampah-sampah yang terproduksi yang dapat diangkut dari LPS pada

akhirnya akan membutuhkan fasilitas pemusnahan (disposal) agar tercipta suatu

lingkungan yang bersih, tidak tercemar dan tidak membahayakan kehidupan

manusia. Penambahan jumlah penduduk dan perluasan pembangunan kabupaten

telah mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Sehingga dengan akan

beroperasinya TPA Harum Mewangi dapat meminimalisasi permasalahan

timbunan sampah di tempat-tempat produksi sampah. Dan permasalahan yang

paling mendasar adalah pertanahan atau tersedianya lahan yang memadai guna

menunjang pembangunan TPA tersebut serta pendanaan maupun prosedur

pembangunannya. Selain itu pembangunan TPA Harum Mewangi dengan luas

sekitar 24,18 Ha di kecamatan Pancoran Mas diharapkan tidak hanya memenuhi

sarana kehidupan saja, melainkan harus dapat menciptakan keseimbangan dengan

kelestarian lingkungan hidup di Kota Depok.

Studi ini akan menelaah seluruh tahapan rencana usaha dan atau kegiatan

baik pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan pascaoperasi. Pada tahap pasca

operasi hendaknya tetap mengantisipasi rencana peruntukan lahan sesuai dengan

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Depok. Pembangunan

TPA serta operasionalisasinya diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap

lingkungan baik positif maupun negative. Menyadari adanya pengaruh kegiatan

ini terhadap lingkungan hidup maka pembangunan TPA berpedoman pada

2
Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup,

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan, dan Peraturan Menteri Negara Liongkungan Hidup Nomor 11 Tahun

2006 tentang jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi

dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup. Berdasarkan peraturan

perundangan tersebut, rencana kegiatan pembangunan tempat pengelolaan sampah

termasuk dalam kegiatan yang wajib dilengkapi dengan studi AMDAL.

Penyusunan AMDAL mengikuti standar/pedoman yang telah ditetapkan

sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah dengan mengikuti tahapan-

tahapan tertentu. Sebagai tahap awal penyusunan dokumen AMDAL, maka

disusun Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) yang berfungsi sebagai

dokumen pengarah dalam melakukan studi AMDAL yang terkait dengan dampak

yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan.

3
IDENTIFIKASI LUAS KAJIAN WILAYAH

Secara geografis, Kota Depok berada pada posisi 06019’ – 06028’ Lintang

Selatan dan 106043’ BT-106055’ Bujur Timur, dengan ketinggian 19 m di atas

permukaan laut dan luas wilayah 20000 ha. Kota Depok terbagi menjadi 6 wilayah

kecamatan yang masing-masing terdiri dari beberapa kelurahan.

Kecamatan Pancoran Mas yang menjadi lokasi rencana proyek meliputi

delapan kelurahan yaitu: Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan

Pancoran Mas, Kelurahan Mampang, Kelurahan Rangkepan Jaya, dan Kelurahan

Rangkapan Jaya Baru. Batas Kecamatan Pancoran Mas dengan daerah sekitarnya

adalah sebagai berikut:

 Sebelah utara : Kecamatan Beji

 Sebelah Selatan : Kecamatan Cipayung

 Sebelah Barat : Kecamatan Limo

 Sebelah Timur : Kecamatan Sukmajaya

Lokasi TPA Harum Mewangi sendiri dibatasi tiga kelurahan yaitu

Kelurahan Depok, Kelurahan Pancoran Mas dan Kelurahan Depok Jaya. Luas

lahan TPA Harum Mewangi seluruhnya adalah 108 ha yang terdiri dari lima

wilayah. Luas efektif TPA yaitu luas yang digunakan untuk menimbun sampah

adalah 80% dari seluruh luas lahan, 20% digunkaan untuk prasarana TPA seperti

pintu masuk, jalan, kantor dan instalasi pengolahan lindi.

4
Gambar 1. Peta Kota Depok

Gambar 2. Peta Admistratif Kecamatan Pancoran Mas

5
BATAS PROYEK

Untuk batas wilayah studi ditentukan berdasarkan batas proyek/tapak

kegiatan rencana pembangunan TPA, batas administrative, batas sosial dan batas

ekologi.

 Batas proyek

Batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana atau usaha atau kegiatan

akan melakukan aktivitas prakonstruksi, konstruksi dan operasi, dari ruang ini

lah bersumber dampak terhadap lingkungan. Batas proyek ditentukan

berdasarkan batas tapak proyek rencana tata letak kegiatan pembangunan TPA

yang mana saat ini sebagian besar masih ditanami penduduk serta sebagian lagi

merupakan lahan milik Desa Bersih Selalu.

 Batas administrative

Batas administrative pembangunan TPA ditetapkan berdasarkan status

administrasi wilayah dimana kegiatan proyek dilaksanakan yaitu di Desa

Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Depok.

 Batas sosial

Batas sosial merupakan ruang disekitar rencana kegiatan/usaha yang

merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung

norma dan nilai tertentu yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika

sosial suatu kelompok masyarakat, yang \diperkirakan akan mengalami

perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha/kegiatan.

6
Untuk pembanguanan TPA Talangagung ini penduduk terkena dampak

bertempat tinggal di sepanjang jalan akses ke TPA yang berjarak sekitar 0,5 km

dari lokasi TPA.

 Batas ekologis

Batas ekologis merupakan ruang persebaran dampak dari suatu rencana

usaha/kegiatan menurut media transportasi limbah, dimana proses alami

berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan

mendasar. Batas ekologi TPA Talangagung , meliputi:

a. Perubahan bentang lahan alam yang meliputi daerah tapak pembangunan

TPA

b. Batas ekologi yang terkait dengan udara yaitu komponen kebauan yang

dapat dirasakan pengaruhnya pada jarak radius 0,5 km.

c. Batas ekologi dari komponen biotis adalah persebaran vector lalat yang

kepadatannya tinggi dalam radius 0,2 km.

Gambar 3. Peta Batas Wilayah Studi

7
RONA LINGKUNGAN

1. Komponen Fisika

1. Iklim

Hasil pengumpulan data iklim dari Stasiun Klimatologi provinsi

Jawa barat sebagai stasiun klimatologi terdekat dengan rencana

lokasi proyek yang tercatat selama 3 tahun antara 2010 - 2013,

menunjukkan suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 29 – 32oC.

Angin yang dari arah selatan dan juga barat daya membuat curah hujan

disekitar wilayah rencana lokasi proyek TPA menjadi cukup tinggi, hal

ini menyebabkan kelembaban rata-rata Kecamatan Pancoran Mas

berkisar antara 65-96 % dengan suhu maksimum terjadi pada bulan

Agustus dan suhu minimum terjadi pada bulan Desember sampai Januari.

(Sumberdata:http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/meteorologi/Prakiraan_Cuaca

_Propinsi.bmkg?pro).

2. Kualitas Udara Dan Kebisingan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengendalian

lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa barat, konsentrasi

partikulat debu (PM10) telah melebihi ambang batas di beberapa titik

pemantauan udara kota Depok. Konsentrasi partikulat tertinggi adalah di

sekitar jalan Margonda yaitu mencapai 240 sementara batas yang

ditentukan adalah 150. Sehubungan dengan kualitas udara ambien, maka

dilakukan beberapa pengukuran untuk memantau kualitas udara ambien di

8
beberapa lokasi di kota depok. Berikut data lokasi dan hasil pemantauan

kualitas udara ambien:

Keterangan Lokasi:

a. Jalan Jawa (kec. Limo)

b. Jalan Sadewa (kec. Beji)

c. Jalan Margonda Raya

d. Jalan Juanda

e. RPH Tapos

f. RSUD Sawangan

g. UPS Maruyung

h. Jalan Nusantara

i. (Kec. Pancoran Mas)

j. Jalan Palembang

k. (Kec. Cimanggis)

l. UPS Cilangkap

9
(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4. Hasil Pemantauan Udara Ambien untuk SO2 (a), Partikulat

(b), H2S (c), dan Kebisingan (d) di beberapa lokasi di Kota Depok

10
3. Fisiografi dan Morfologi

Secara Geomorfologis Kecamatan Pancoran Mas sangat strategis,

terletak pada 06019’ – 06028’ Lintang Selatan dan 106043’ BT-106055’

Bujur Timur yaitu terletak ditengah jantung perkotaan Kota Depok, yang

dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk dan pusat perbelanjaan, pertokoan

serta perkantoran dan tempat ibadah. Kecamatan Pancoran Mas

mempunyai luas wilayah ± 1.919 ha, dengan ketinggian wilayah dari

permukaan air laut sekitar 50 sampai dengan 60 meter dengan permukaan

tanah yang relatif datar dan berbukit. Kecamatan Pancoran Mas terdiri dari

6 (enam) Kelurahan, 106 Rukun Warga (RW) dan 627 Rukun Warga (RT)

dengan jumlah penduduk 240.920 jiwa per Maret 2013 (Sumber:

Pemerintah kota Depok, 2014)

4. Kualitas Air

Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Tirta Kahuripan

merupakan penyelenggara penyedia air utama ke kota Depok termasuk

kecamatan Pancoran Mas. Tingkat pelayanan air untuk kota Depok dari

PDAM Tirta Kahuripan mencakup 49,63% dari seluruh pelayanan.

Kapasitas air minum kota depok yang dilayani oleh PDAM Tirta

Kahuripan adalah 333 liter/detik dari total produksi air minum PDAM

Tirta Kahuripan di wilayah Kota Depok. Berdasarkan data SLHD kota

Depok tahun 2010 masih terdapat 15,46% penduduk yang memanfaatkan

air sumur dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya dan terdapat 0,70%

yang menggunakan sumur tidak terlindungi.

5. Jenis Tanah

11
Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kota Depok menurut

RTRW Kota Depok) terdiri dari:

a. Tanah alluvial, tanah endapan yang masih muda, terbentuk dari

endapan lempung, debu dan pasir, umumnya tersingkap di jalur-jalur

sungai, tingkat kesuburan sedang – tinggi.

b. Tanah latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut

perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis – basaltis,

tingkat kesuburannya rendah – cukup, mudah meresapkan air, tahan

terhadap erosi, tekstur halus.

c. Asosiasi latosol merah dan laterit air tanah, tanah latosol yang

perkembangannya dipengaruhi air tanah, tingkat kesuburan sedang,

kandungan air tanah cukup banyak, sifat fisik tanah sedang – kurang

baik.

6. Penggunaan Lahan

Jenis penggunan lahan di Kota Depok dapat dibedakan menjadi

kawasan lindung dan kawasan budidaya. Jenis kawasan yang perlu

dilindungi terdiri dari Cagar Alam Kampung Baru (Kelurahan Depok) area

pinggir sungai dan situ. Berdasarkan jenis kawasan lindung yang ada

menggambarkan bahwa kondisi morfologis Kota Depok relatif datar.

Badan air yang terdiri dari sungai dan situ-situ lokasinya tersebar

menvcakup luasan 551,61 Ha (2,08%) dari total luas Kota Depok.

Tabel 4. Daftar Situ Di Kota Depok per Kecamatan

12
(Sumber: Bunga Rampai 2002 dalam Depok dalam Angka)

2. KomponenBiologi

Luas penggunaan lahan sawah di Kota Depok tahun 2008 adalah 972

Ha,sedangkan Luas penggunaan lahan bukan sawah adalah 19.057 Ha. Luas

panen tanaman padi sawah 848 ha dan produksinya 5.333,30 ton. Tanaman

palawija yang diusahakan diKota Depok antara lain, ubi kayu, ubi jalar,

jagung, dan kacang tanah. Jenis tanaman hortikultura yang paling banyak

diusahakan di Kota Depok tahun 2008 adalah kacang panjang luas

panennya 602 ha, kemudian kangkung yang luas panennya 363 ha, dan

mentimun yang luas panennya 304 ha. Produksi buah belimbing mencapai

42.732 kwintal dari 26.805 pohon belimbing produktif. Produksi jambu biji

mencapai 33.213 kwintal, dari 17.320 tanaman jambu biji produktif.

13
Produksi rambutan mencapai 20.252 kwintal dari 13.832 tanaman

produktif.

Selain itu masih banyak buah-buahan yang diusahakan antara lain

durian, dukuh/langsat, pepaya dan lain-lain. Selain buah-buahan tanaman

hias juga merupakan produk pertanian unggulan Kota Depok. Luas panen

tanaman hias anggrek 135.593 m2 dengan produksi 427.670 tangkai.Tanaman

hias Aglaonema luas panennya mencapai 59.547 pohon, dengan produksi

15.052tangkai (pot). Jenis tanaman hias lainnya yang diusahakan masyarakat

Depok antara lain: heliconia, mawar, melati, dan palem.

Luas areal perikanan di Kota Depok Tahun 2008 untuk kolam air

tenang adalah 216,82 ha, luas kolam pembenihan 15,97 ha, kolam ikan hias

8,39 ha, dan ada 634 unit japung. Produksi ikan pada budidaya kolam air

tenang mencapai 1.460,65 ton. Produksi ikan hias mencapai 67.697,89 ribu

ekor. Produksi ikan pada kolam pembenihan 13.239,86 ribu ekor

Jenis peternakan yang diusahakan di Kota Depok antara lain : sapi

perah, sapi potong, kambing, domba, kelinci, kerbau, kuda, anjing.

Untuk jenis unggasnya adalah ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras

pedaging, dan itik.

3. Komponen Sosial

1. Penduduk

Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2008 mencapai

1.503.677 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 780.092 jiwa dan perempuan

723.585 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kota Depok tahun

2008 3,43 persen, sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah

14
102. Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya dibanding

kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 412.388 jiwa, Sedangkan kecamatan

dengan penduduk terkecil adalah Kecamatan Beji yaitu 143.190 jiwa. Di

Tahun 2008, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.507,50

jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota

Depok dengan tingkatkepadatan 10.264,61 jiwa/km2, kemudian

Kecamatan Beji dengan tingkat kepadatan10.013,29 jiwa/km2.

Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah

Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.714,75 jiwa/km2.

Tabel 1. Data Penduduk Kota Depok Tiap kecamatan

(Sumber: Proyeksi Penduduk BPS Kota Depok dalam Kota Depok Dalam

Angka)

15
2. Tenaga Kerja

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2007, dapat diperoleh

gambaran bahwa pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang

bekerja 44,63 % sedangkan yang menganggur sekitar 7,85 %. Jadi

penduduk Kota Depok yang tergolong angkatan kerja 61,33 %,

sisanyamerupakan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang

bekerja masih didominasi laki-laki dari pada perempuan (laki-laki 69,98 %

dan perempuan 37.00 %.

Tabel 2. Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan

(Sumber: Sakernas Kota depok, 2007 dalam Kota Depok Dalam Angka)

3. Ekonomi

Dari sisi penerimaan APBD kota Depok pada tahun 2003,

penerimaan daerah yang terbesar berasal dari dana perimbangan yaitu

sekitar 85% atau Rp 315.103.996.476,00 dari total nilai APBD sebesar Rp

16
369.678.000.000,00 sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan

Asli Daerah menyumbang Rp 41.165.629.524,00 atau sekitar 11%.

Sedangkan penerimaan lain sebesar 13 milyar rupiah.

Tabel 3. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kota Depok 2009

(Sumber: Pemerintah kota Depok, 2009)

17
MATRIKS

1. Dampak Potensial

Identifikasi dampak potensial dilakukan dengan metode matrik

sederhan. Identifikasi dampak ini dilakukan dengan mencatat semua dampak

yang mungkin timbul tanpa melihat besaran dan pentingnya dampak yang

akan ditimbulkan. Identifikasi dampak potensial dilakukan berdasarkan

masukan masing-masing tenaga ahli dan pengamatan lapangan. Hasil

identifikasi dampak potensial adalah sebagai berikut:

a. Kualitas Udara (debu dan bau)

Kegiatan konstruksi yang didalamnya tercakup kegiatan

pematangan lahan, mobilisasi peralatan dan material konstruksi bangunan

akan menghasilkan gas emisi dan debu yang berpengaruh terhadap kualitas

udara ambiendi sekitarnya. Pada tahap operasi, kegiatan pengangkutan,

bongkar muatan sampah dan proses pengolahan sampah dalam TPA

Harum Mewangi akan menyebabkan menurunnya kualitas udara vakibat

emisi kendaraan, debu dan bau yang ditimbulkan

b. Kebisingan dan Getaran

Kebisingan mobilisasi material konstruksi serta pelaksanaan

konstruksi bangunan dengan menggunakan peralatan berat seperti pada

kegiatan pemancangan pondasi juga akan mempengaruhi intensitas

kebisingan dan getaran terutama dlam tapak proyek. Sementara pada tahap

operasi, kebisingan yang terjadi lebih diakibatkan oleh aktifitas kendaraan

pengangkut sampah

18
c. Kuantitas Limpasan Air Permukaan

Awal kegiatan proyek merupakan areal TPA Harum Mewangi yang

berpotensi meresapkan air. Dengan adanya kegiatan konstruksi, terjadi

perubahan fungsi lahan yang ditandai dengan meningkatnya koefisien run

off lahan dan berdampak terhadap meningkatnya volume air larian atau

limpasan hujan. Jika kapasitas tampungan badan air yang ada di sekitar

lokasi proyek tidak memadai dalam menerima air larian ini, maka air

larian dapat mengakibatkan banjir ke wilayah sekitarnya

d. Kualitas Air Permukaan

Pada tahap operasi kualitas air permukaan akan dipengaruhi oleh

buangan limbah cair dari kegiatan domestik karyawan TPA Harum

Mewangi, limbah sisa kegiatan produksi serta leacheat yang ditimbulkan

oleh sampah di dalam lokasi kegiatan.

e. Kualitas Air Tanah

Limbah sisa cair kegiatan produksi maupun leacheat dari timbulan

sampah yang meresap ke dalam tanah dapat mempengaruhi kualitas air

tanah setempat.

f. Sampah Padat

Sampah pada kegiatan konstruksi proyek sebagian besar akan berupa

sisa/puing-puing bahan dan material proyek. Sementara pada tahap operasi

limbah padat akan berupa ceceran sampah di badan jalan maupun residu

sampah yang di hasilkan oleh kegiatan produksi.

19
g. Ketersediaan Air Bersih

Meningkatnya kebutuhan air bersih, sementara ketersediaannya di

lokasi kegiatan terbatas akibat terbatasnya kemampuan distribusi PAM dan

buruknya kualitas air tanah dangkal akan mengakibatkan dampak

kelangkaan air bersih.

h. Flora dan Fauna

Perubahan fungsi lahan dari lahan berumput menjadi bangunan TPA

Harum Mewangi dapat mempengaruhi keberadaan flora dan fauna darat

setempat.

i. Biota Perairan

Limbah yang dibuang ke sungai dapat mempengaruhi kualitas biota

perairan setempat.

j. Kesempatan Kerja

Dampak terhadap pendapatan masyarakat merupakan dampak

turunan akibat terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha pada

tahap konstruksi dan operasional TPA Harum Mewangi.

k. Estetika Lingkungan

Dampak terhadap estetika lingkungan merupakan dampak turunan

akibat ceceran sampah padat, pengotoran badan jalan, kerusakan badan

jalan serta penghijauan yang berlangsung sejak masa konstruksi dan

operasional proyek.

20
l. Sanitasi Lingkungan

Dampak terhadap sanitasi lingkungan merupakan dampak turunan

akibat limbah padat dan air limbah yang dihasilkan selama tahap

konstruksi dan operasional proyek

m. Kamtibmas

Dampak terhadap kamtibmas merupakan dampak turunan akibat

limbah/polutan dan gangguan lingkungan yang terjadi selama tahap

konstruksi dan operasional proyek.

n. Persepsi Masyarakat

Penetapan lokasi proyek serta dampak primer dan sekunder yang

terjadi salam tahap konstruksi dan operasi proyek, akan berpengaruh

terhadap persepsi masyarakat yang menetap di sekitar lokasi proyek.

o. Kesehatan Masyarakat

Dampak terhadap kesehatan masyarakat juga merupakan dampak

turunan yang muncul selama tahap konstruksi dan operasi proyek yang

diakibatkan oleh gas pollutan, debu, bau, kebisingan, dan timbulnya vektor

penyakit.

p. Lalu Lintas

Kegiatan mobilisasi kegiatan peralatan dan material pada tahao

konstruksi akan berpengaruh terhadap kelancaran lalu lintas dan kondisi

badan jalan. Pada tahap operasi proyek, aktivitas dari kendaraan

pengangkut sampah, residu sampah maupun hasil produksi TPA Harum

Mewangi juga akan berdampak terhadap volume lalu lintas di sekitar

lokasi kegiatan.

21
IDENTIFIKASI DAMPAK PENTING

Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk mengelompokkan dampak

penting hipotetik agar diperoleh prioritas dampak penting hipotetik lingkungan

hidup. Prioritas dampak penting hipotetik yang akan timbul pada seriap tahapan

kegiatan yaitu pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan operasi proyek TPA

Harum Mewangi berdasarkan hasil proses pelingkupan adalah sebagai berikut:

1. Kualitas Udara

2. Kualitas Air Tanah

3. Kualitas Air Permukaan

4. Lalu lintas

5. Persepsi Masyarakat

6. Konflik Sosial

7. Kesehatan Masyarkat

8. Sanitasi Lingkungan

1. Evaluasi Dampak

a. Sumber Pencemaran Air Pemukiman

Proses aerob terjadi selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

Pada proses aerob komponen organik terurai dengan cepat dan kadar zat

pencemar di leachate rendah. Tahap berikutnya adalah proses anaerob.

Pada tahap ini terjadi fermentasi asam, mikroorganisme fakultatif merubah

lemak, protein dan karbohidrat menjadi asam lemak, CO2 dan H2 maka

terjadi penurunan Ph hingga 5-6 dan kenaikan beban zat pencemar yang

larut dalam asam, serta organik yang tinggi (COD hingga 60.000 mg/l dan

BOD5 hingga 4000 mg/l). Tahapan ini berlangsung hingga 2-4 tahun. Pada

22
tahap kedua terjadi fermentasi sampah melalui bakteri metan sehingga

menghasilkan metan. Asam lemak hasil dari fermentrasi asam dirubah oleh

mikroorganisme asetogen menjadi asetat, karena bakteri metan hanya

dapat mengurai CO2, H2, asetat, formiat dan metanol. Pada fase ini pH

menjadi stabil (pH sekitar 8) dan konsentrasi komponen yang larut dalam

asam menurun (BOD5 menurun radikal hingga 550 mg/l dan COD hingga

4.500 mg/l).

Leachate dapat merembes melalui tanah dan mencemari air tanah.

Perembesanini sangat tergantung dari sifat tanah dasar dari TPA. Pada

dasarnya, sifat tanah dasar lokasi TPA dapat dibagi menjadi dua golongan

yaitu tanah yang kedap air atau tidak dapat ditembus oleh air dan tanah

yang mudah dirembesi oleh leachate secara perlahan. Pada lokasi TPA

dengan struktur tanah kedap air, leachate tidak dapat merembes dan justru

dapat melimpah keluar TPA sehingga mencemari air sekitar TPA

(Martono, 1996:43). Pada lokasi TPA dengan struktur tanah yang mudah

dirembesi oleh leachate, jika aliran air tanah dibawah lokasi TPA tidak

begitu dalam, maka leachate akan mencapai aliran tersebut dengan

kandungan zat berbahaya bagi lingkungan. Aliran leachate yang dibawah

tanah akan mempengaruhi kesehatan sumur penduduk, seperti munculnya

penyakit koreng, kudis, mencret dan mual. Dampak yang lebih parah dapat

mengakibatkan keracunan, disentri dan penyakit perut lainnya (Sudrajat,

2009:72).

23
b. Sumber Pencemaran Udara

Pada proses pengangkutan sampah dengan menggunakan truk

terbuka akan berterbangan debu. Sedangkan pada proses pembakaran

sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam menambah jumlah

zat pencemar di udara, terutama debu dan hidrokarbon (Moestikahadi

Soedomo, 2001:5). Debu adalah aerosol yang berupa butiran padat yang

terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin (Wisnu

Arya Wardhana, 2004:57). Debu berukuran antara 0,1-25 mikron (Juli

Soemirat S., 2011:77). Makin tinggi kadar debu di udara makin besar

risiko terpapar debu dan makin besar pula risiko terganggunya fungsi paru.

Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan

terhirup ke dalam paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru

akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut.

Pada proses penimbunan sampah khususnya sampah organik di TPA

akan menghasilkan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan

menghasilkan gas karbondioksida (CO2), sedangkan penguraian bahan

organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),

hidrogen sulfide (H2S), dan amonia (NH3). Gas karbondioksida (CO2),

metan (CH4), hidrogen sulfide (H2S), dan amonia (NH3) merupakan

sumber bau busuk yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

c. Perkembangan Vektor Penyakit

TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar

tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya

diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan

24
tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi

keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat

pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah

masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan

fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan

pembangunan sektor lainnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah

dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara

cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis

sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal

ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih

ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat

mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan

terhadap TPA yang telah ditutup.

Cara open dumping tidak direkomendasikan lagi mengingat

banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya

seperti perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll.

2. Solusi Dampak kesehatan Masyarakat

a. Sanitasi Lingkungan

TPA tipe open dumping sudah tidak tepat untuk menuju Indonesia

sehat. Oleh sebab itu, secara bertahap semua Kota dan Kabupaten harus

segera mengubah TPA tipe open dumping menjadi sanitary landfill.

Dianjurkan untuk membuat TPA yang memenuhi kriteria minimum, seperti

adanya zona, blok dan sel, alat berat yang cukup, garasi alat berat, tempat

25
pencucian alat berat, penjaga, truk, pengolahan sampah, dan persyaratan

lainnya dalam pengendalian faktor risiko penyakit pada sarana dan

bangunan umum.

b. Tingkat Kesehatan Masyarakat

 Prasarana Drainase

Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan

air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke

timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama

terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan

yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi

yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit

pengolahannya.

Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran

limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area

timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling

blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup

tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran

limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk

itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada

saluran drainase.

 Lapisan Kedap Air

Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi

yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk

itu lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik

26
dasar maupun dinding.Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal +

50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun

bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya

dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.

 Fasilitas Pengamanan Gas

Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida

dan metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang

sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar

dalam proses pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu

dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke

atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat

keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu

diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup

yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih

mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara

pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan

global.

 Fasilitas Pengamanan Lindi

Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang

melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki

kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat

berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun

permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

27
Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas

pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang,

saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga

lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai

kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan.

Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung

yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit

pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara

gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak

memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan.

Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:

penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering,

sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas

maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya

pengolahan air limbah.

 Penghijauan

Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud

diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone

untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan

daerah penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan

masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll)

 Penutupan Tanah

Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai

berikut:

28
a. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi

lalat

b. Mencegah perkembangbiakan tikus

c. Mengurangi bau

d. Mengisolasi sampah dan gas yang ada

e. Menambah kestabilan permukaan

f. Meningkatkan estetika lingkungan

Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan

metode/teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem

sanitary landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control landfill

dianjurkan 3 kali sehari.

29

Você também pode gostar