Você está na página 1de 3

Agar Truk ODOL Jera

Definisi Truk ODOL


Akibat Truk ODOL
Tinjauan hukuman untuk Truk ODOL
Akar Permasalahan Truk ODOL
Fungsi Jembatan Timbang
Distribusi Moda dan Jalan sebagai alternative solusi

Fenomena Truk Over Dimension Over Loading atau yang biasa disebut sebagai truk ODOL
bukanlah fenomena baru di Indonesia. Truk ODOL adalah julukan bagi truk yang mengalami
kelebihan. Dalam hal ini, kelebihan tersebut terbagi menjadi dua yaitu kelebihan dimensi
(ukuran fisik yang tidak sesuai dengan aturan) serta kelebihan muatan (Beban). Masing-
masing kelebihan ini memiliki cara sendiri untuk mengukurnya.
Jika di jalan arteri primer atau jalan nasional dan provinsi Pemerintah melalui Kementrian
Perhubungan aktif dalam melakukan pengawasan dan penegakan regulasi, kita pun sebagai
masyarakat harus mengerti berapa dimensi serta muatan truk yang diijinkan melintas di
jalanan lingkungan perumahan kita. Jalanan perumahan merupakan jalan kelas III C. Menurut
Undang-undang No 22 tahun 2009, jalanan jenis ini diijinkan untuk dilewati kendaraan
dengan lebar maksimum 2100 milimeter, Panjang maksimal 9000 milimeter, serta beban
sumbu terberat maksimal sebesar 8 ton.
Sebagai warga negara yang peduli dengan lingkungan sekitar, kita berkewajiban melakukan
penolakan andai terdapat truk dengan ukuran melebihi ketentuan tersebut melintas di area
perumahan kita. Bukan untuk sok pintar, kehadiran truk melebihi ketentuan ini lah yang
menjadi sumber dari kerusakan jalan. Kerusakan jalan ini juga yang membuat Pemerintah
kemudian merasa harus melakukan usaha lebih guna menindak dan mencegah beroperasinya
truk ODOL.
Bukan main-main, Menhub Budi Karya dalam salah satu wawancara beliau mengatakan
negara dirugikan sebesar 43 T setiap tahunnya akibat truk ODOL. Nilai ini belum dijumlahkan
dengan kerugian yang disebabkan oleh kemacetan, serta kecelakaan dan hilangnya jiwa.
Tentu nilainya akan bertambah besar ketika semua unsur kerugian ini dijumlahkan. Oleh
karena itu, keseriusan Pemerintah dalam menangani hal ini perlu kita sambut baik dan
berikan apresiasi. Terhitung tanggal 1 Agustus 2018, Kemenhub akan serius menindak semua
truk ODOL yang nekat masuk jalan tol dengan denda Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) serta
ancaman pidana maksimal 1 tahun penjara.
Angka denda ini sesungguhnya masih tergolong ringan. Sebut saja negara tetangga kita
Malaysia. Disana diberlakukan denda sebesar 1000 RM per 1% kelebihan beban hingga
maksimal 500.000 RM. Dengan nilai terkecilnya saja, denda ini senilai dengan 3.5 jt rupiah
(kurs 1RM= Rp. 3500). Begitu pula dengan Australia yang menerapkan denda sebesar AU$
4.260 untuk kelebihan beban dibawah 5%, AU$ 6.400 untuk kelebihan 5-20% dan AU$ 10.650
untuk kelebihan diatas 20%. Denda terkecil untuk truk overload di Australia senilai dengan
45.5jt (Kurs 1AU$ = Rp. 10.700,-).
Penyebab Truk ODOL
Beroperasinya Truk ODOL di jalanan hemat saya tidak hanya disebabkan oleh keengganan
pengusaha dalam menaati peraturan maupun ketidaktahuan operator logistik terkait
ketentuan yang berlaku. Banyaknya truk ODOL adalah respon alamiah pengusaha dalam
mencari product competitiveness -nya. Bagaimana sebuah barang dapat bernilai tepat, di
tempat yang tepat, dengan jumlah yang tepat. Persaingan bisnis lah yang memaksa
pengusaha untuk melakukannya. Dalam hal ini diperlukan pula ketegasan Pemerintah dalam
hal penindakan. Truk ODOL bukan muncul kemarin, melainkan telah dimulai sejak bertahun
tahun yang lalu. Jika seorang pengusaha melihat lawan bisnisnya mengoperasikan Truk ODOL
dan tidak diberi sanksi, lantas kemudian lawan bisnisnya tersebut mendapatkan manfaat
harga yang lebih murah akibat turunnya biaya logistik, tentu pengusaha ini akan terpaksa
melakukan hal yang sama. Kebutuhan pengusaha terhadap competitiveness product serta
“Pembiaran” oleh pemerintah merupakan dua alasan yang kuat untuk mengoperasikan truk
ODOL di jalanan.
Disini, perlu kita pertanyakan pula seberapa besar sesungguhnya biaya logistik di Indonesia?
Kenapa biaya tersebut sedemikian besar? Dalam hal ini Bank Dunia setiap tahun telah merilis
angka LPI atau Logistics Performance Index. Bank Dunia mengukur LPI berdasarkan 6 faktor
penting yaitu: Efisiensi ke pabeanan serta pengelolaan perbatasan, kualitas perdagangan
serta infrastruktur transportasi, kemudahan mengatur pengiriman dengan harga kompetitif,
kompetensi dan kualitas layanan logistic, kemampuan melacak dan menelusuri kiriman, serta
frekuensi pengiriman yang tepat waktu.
Hasilnya, berdasarkan data Bank Dunia tahun 2016, Indonesia berada di urutan 63 dengan
skor 2.98. Posisi ini jauh di bawah Malaysia yang menduduki peringkat 32 dengan skor 3.43.
Indonesia juga berada sangat jauh di bawah Singapura yang merupakan Top Performer di
Kawasan Asia Tenggara diurutan ke-5 dengan skor 4.14. Rendahnya angka LPI ini merupakan
indikasi bahwa truk ODOL di Indonesia merupakan produk akibat dari ketidak efektifan
pengelolaan ke-6 faktor penilaian LPI tersebut.
Jika kita berbicara peringkat Indonesia hari ini, tentunya kita sedang menunggu pengaruh
positif dari berbagai infrastruktur, khususnya jalan tol, yang dibangun pada era Presiden
Jokowi. Perbaikan infrastruktur ini tentu akan dapat memperbaiki peringkat LPI Indonesia.
Hal lain yang dapat dikejar oleh Pemerintah adalah perbaikan pola distribusi barang di
Indonesia. Saat ini, pola distribusi cenderung satu arah sehingga banyak truk kembali dengan
muatan kosong. Dengan mengangkat potensi daerah, melakukan pemerataan Pendidikan,
serta mendorong iklim investasi sehat di daerah, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun
mendatang kita akan melihat semakin banyak industri dibangun di luar Jawa.
Penggunaan teknologi informasi kedepan adalah sebuah keharusan. IT sangat berpotensi
untuk meningkatkan efisiensi logistik. Selain itu, penggunaan IT juga dapat membantu
pemerintah dalam melakukan fungsinya sebagai pengawas dan penindak pelanggaran.
Pendeteksian dini truk ODOL melalui CCTV di ruas jalan tol merupakan salah satu kegiatan
yang dapat dijalankan dengan mudah melalui bantuan teknologi IT. Saat ini, telah tersedia
kamera pemantau CCTV yang memiliki tingkat keakuratan hingga 99% dalam mengenali plat
nomor kendaraan.
Selain itu, pengaktifan jembatan timbang modern yang berbasis IT serta pemangkasan
birokrasi dalam kepabeanan dan administrasi logistic dapat diwujudkan dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Pungutan liar di lapangan dapat dihindari apabila jembatan timbang
nantinya telah langsung terkoneksi ke dalam sistem Kementrian Perhubungan dan
pembayaran pelanggaran dilakukan melalui channel online. Jembatan timbang sesungguhnya
juga memiliki peranan penting dalam pemantauan alur produk dan komoditi di Indonesia.
Analisa Big Data terkait hal ini tentu akan memberikan gambaran yang lebih baik tentang pola
distribusi yang ada. Berdasarkan data ini, Pemerintah akan dapat lebih cermat mengambil
kebijakan pembangunan.
Prinsip sharing resources dapat pula diterapkan untuk memangkas biaya logistic. Melalui
prinsip ini, Gudang-gudang logistic dapat digunakan Bersama oleh beberapa perusahaan
sehingga dapat memaksimalkan tingkat pemanfaatannya. Pemerintah juga bisa lebih serius
lagi dalam memangkas biaya logistik melalui jalur kereta api yang saat ini masih 1,5 kali dari
biaya jalan darat. Penggunaan gerbong tambahan barang yang dirangkaikan kepada gerbong
penumpang reguler pada musim sepi dapat dijadikan sebagai salah satu opsi. Pembangunan
Rel juga dapat lebih terintegrasi jika dapat mencapai ke dalam area pelabuhan ataupun
Kawasan Industri dan Pergudangan.
Penindakan pelanggaran aturan oleh Truk ODOL tanpa menyentuh sumber permasalahannya,
hanya akan meningkatkan biaya logistik di Indonesia. Efek dominonya, harga barang akan
merangkak naik, daya beli masyarakat akan berkurang, serta inflasi akan tinggi. Tentu, kita
semua tidak ingin hal ini terjadi.

Você também pode gostar