Você está na página 1de 10

SISTEM EKONOMI ALI-BABA

Revina Amelia Maharani (2288160044)

revinaamelia209@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana kebijakan ekonomi sistem Ali-
Baba merupakan kebijakan perekonomian yang menjadi program dari kabinet Ali I (1953-1955)
yang bertujuan untuk mengunah struktur perekonomian nasional, yaitu adanya suatu usaha untuk
menciptakan kerjasama antara pengusaha pribumi dengan pengusaha Cina. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kebijakan tersebut terhadap perkembangan
perekonomian nasional.

Kata Kunci : Iskak Tjokroadisurjo dan Sistem Ekonomi Ali-Baba.

Pendahuluan

Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring
perkembangan zaman,tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh karena itu ekonomi
secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang secara umum
terjadi pada perekonomian yang dialami suatu Negara seperti inflasi, pengangguran, kesempatan
kerja, hasil produksi, dan sebagainya. Jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatu Negara
mengalami keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk
yang ada Negara tersebut.

Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi
yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada Oktober
1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Namun adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar
negeri mengakibatkan kekosongan kas negara.

Pada masa Demokrasi Liberal, perekonomian diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal
pengusaha pribumi masih belum mampu bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian
kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah untuk memajukan pengusaha pribumi. Agar para
pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional. Pertumbuhan dan perkembangan
pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan
non pribumi. Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi khususnya Cina.

Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk


memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar
dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-
usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab
pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam
memperoleh bantuan kredit.

Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.


Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas. Kabinet Ali Sastroamijodjo I
merupakan kabinet keempat masa Demokrasi Liberal. Indonesia pada masa Demokrasi Liberal
menganut prinsip-prinsip kebebasan yang mana setiap partai politik dan individu berhak tumbuh
dan berkembang di Indonesia. Kondisi politik yang kurang stabil sangat mempengaruhi proses
pembentukan kabinet. Persaingan antar partai politik dapat dilihat dari usaha formatir dalam
menempatkan personalia kabinet yang lebih cenderung memihak pada kepentingan partainya

Iskak Tjokroadisurjo

Iskak Tjokroadisurjo, lahir di Jombang, 11 Juli 1896 merupakan salah satu politisi dan
pakar hukum dari Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh pendiri Partai Nasional Indonesia
(PNI) di Bandung, 4 Juli 1927 (ketika itu masih bernama Perhimpunan Nasional Indonesia)
bersama Soekarno, Mr. Sartono, Mr. E.S. Budyarto Martoatmodjo, Mr. Sunario, Dr. Samsi
Sastrowidagdo, Ir. Anwari, dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo sekaligus menjabat sebagai
sekretaris dan bendahara pertama perkumpulan tersebut. Pada masa kemerdekaan, ia pernah
memangku jabatan sebagai Residen Banyumas saat perang fisik kemerdekaan, Menteri Dalam
Negeri dalam Kabinet Sukiman-Suwiryo (1951-1952), Anggota Konstituante mewakili PNI dan
Menteri Perekonomian dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955). Ketika menjabat
sebagai Menteri Perekonomian, ia mencetuskan ide sistem ekonomi Ali-Baba. Suatu sistem
ekonomi yang berusaha untuk membangkitkan wiraswasta lokal Indonesia.

Riwayat Hidup

Masa Sebelum Kemerdekaan

Ia lahir di Ngoro, Jombang pada 11 Juli1896. Setelah menyelesaikan Sekolah Kehakiman


(1917), ia melanjutkan ke bagian hukum Universitas Leiden, Belanda dan lulus pada tahun 1925.
Setamat Sekolah Kehakiman, ia menjadi pegawai kehakiman (1917-1922) dan sebagai pengacara
di Surabaya (1925).

Sebagai tokoh muda pergerakan, ia turut mempersiapkan pendirian Partai Nasional


Indonesia oleh kalangan Perhimpunan Pelajar di Bandung dalam Komite Persediaan (April
1927). Komite ini terdiri atas Ir. Soekarno, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo, Dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo, Budhiarto Martoatmojo, S.H., Mr. Soenario, Ir. Anwari, Mr. Sartono dan Dr.
Samsi. Dalam perkembangannya, ia juga menjadi pengurus Partai Indonesia dan Partai Indonesia
Raya (Parindra). Pada zaman pendudukan Jepang, beliau menjadi anggota Chuo Sangi In di
Jakarta dan kemudian anggota Surabaya-Syu Sangi Kai. Ia pernah berkunjung ke Jepang
bersama 25 utusan dari Jawa lainnya.

Masa Setelah Kemerdekaan

Ketika menjabat sebagai menteri perekonomian, ia mencetuskan ide sistem ekonomi Ali-
Baba. Selain itu, kebijakan lain yang dikeluarkan Iskaq cenderung memiliki kebijakan yang
berbau proteksi (proteksionisme) terhadap pengusaha lokal. Untuk mencegah tentangan dari
Partai Masyumi, Iskaq digantikan oleh Prof. Ir. Rooseno.

Diperiksa Terkait Tuduhan Korupsi

Pada 14 April 1958, Kejaksaan Agung memeriksa Iskaq dan menemukan bukti yang
cukup untuk mengajukannya ke pengadilan yakni terkait kepemilikan devisa di luar negeri
berupa uang, tiket pesawat terbang dan kereta, serta mobil tanpa seizin Lembaga Alat-Alat
Pembayaran Luar Negeri (LAAPLN). Iskaq menjawab semua tuduhan itu dengan menjelaskan
satu per satu.

Pada 1953, sebelum menjadi Menteri Perekonomian, dia menangani klien di Makassar
mengenai perkara klaim asuransi jiwa sebesar fl.100.000 yang dibayarkan di Belanda. Dia
berhasil dan mendapatkan honor 10 persen atau fl.10.000. Pada akhir masa jabatannya sebagai
Menteri Perekonomian, pertengahan tahun 1954, Iskaq mendapat tugas untuk berunding soal
pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan Belanda. Di sana, sahabatnya, Mr
Muchjidin, meminjamkannya uang fl.7.200 untuk mencukupi pembelian Mercedes Benz 300
seharga fl.17.200. Merujuk keputusan Dewan Moneter tanggal 26 Juli 1954, Iskaq menganggap
mobil itu sebagai devisa bebas yang tak perlu izin LAAPLN, bukan devisa negara.

Iskaq menguatkan argumennya dengan keputusan rapat ke-81 Kabinet Ali Sastroamidjojo
I tanggal 4 November 1954 bahwa Menteri Keuangan mengeluarkan instruksi umum untuk
membebaskan presiden, wakil presiden, dan para menteri dari pembayaran Tambahan
Pembayaran Impor (TPI) dalam pembelian sebuah mobil di luar negeri yang dibawa ke
Indonesia. Jika dijual, baru mobil tersebut dikenakan TPI. Dia juga mengajukan pengalaman
Menteri Agama yang bisa memasukkan mobilnya ke Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
Dewan Moneter No. 5/I tanggal 5 Februari 1955. Sebulan setelah membeli mobil itu, Iskaq
memberitahukan jaksa agung dalam suatu pembicaraan. Selain itu, kepemilikan devisa di luar
negeri yang kemudian dibelikan mobil telah diketahui oleh Inspeksi Keuangan dan dilaporkan ke
ketua Dewan Moneter.

Sementara mengenai uang dari Lim Kay, utusan Dewan Pimpinan Pusat PNI, sejumlah
M$3.363 atau US$1.008 untuk pembelian tiket pesawat Singapura-Jerman Barat pada 1954 dan
menerima uang sebanyak fl.5.000 dari Seylhouwer di Jerman Barat untuk tiket kereta api dari
Jerman Barat ke Paris, Perancis. Iskaq menganggap tuduhan itu aneh dan salah alamat karena
kejadian tersebut terjadi pada tahun 1955 ketika dia tak lagi menjabat menteri. Tetapi, saat itu
Iskaq hendak ditangkap terkait kebijakannya selama menjadi menteri yang menguntungkan PNI.
Menerima sumbangan tak bisa dianggap sebagai penyalahgunaan dan sama sekali tak merugikan
pemerintah sehingga tak perlu izin LAAPLN.
Setelah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum Mr. Baharsan dan pembelaan Iskaq,
pada 4 Januari 1960 Hakim Pengadilan Ekonomi Jakarta M. Soebagio memutuskan menolak
eksepsi Iskaq dan menjatuhkan vonis hukuman penjara sembilan bulan dan denda Rp 200.000
dan tambahan hukuman kurungan lima bulan jika denda tak dibayar. Terdakwa juga menanggung
biaya perkara. Barang bukti berupa mobil Mercedes Benz 300 disita untuk negara. Iskaq naik
banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Dia berharap pengadilan membebaskannya dari segala
tuduhan dan mengembalikan mobil Mercedes Benz 300. Bandingnya ditolak. Tak patah arang,
Iskaq meminta grasi kepada presiden. Presiden mengabulkan karena Soekarno bagaimanapun
mengenal Iskaq sebagai sesama pendiri PNI pada 1927 di Bandung. Berkat grasi tersebut, Iskaq
tak harus menjalani hukuman. Tapi dia tak bisa mendapatkan kembali mobilnya, Mercedes Benz
300.

Sistem Ekonomi Ali Baba

Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955),


menteri perekonomian Mr. Isqak Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi baru yang
dikenal dengan sistem Ali-Baba. Artinya, bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi
yang diidentikan dengan Baba.

Sistem ekonomi ini merupakan penggambaran ekonomi pribumi-China. Sistem Ali-Baba


digambarkan dalam dua tokoh, yaitu Ali sebagai pengusaha pribumi dan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi yang diarahkan pada pengusaha China.

Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk


memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar
dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-
usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab
pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam
memperoleh bantuan kredit.

Tujuan Dan Hambatan


Tujuan dari program ini adalah untuk memajukan pengusaha pribumi. Agar para
pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional. Pertumbuhan dan perkembangan
pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan
non pribumi.

Sistem ekonomi ini kemudian didukung dengan pemerintah yang menyediakan lisensi
kredit dan lisensi bagi usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar
pengusaha nasional mampu bersaing dengan pengusaha asing. Sistem ekonomi ini lebih
menekankan pada kebijakan indonesianisasi yang mendorong tumbuh berkembangnya
pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha pribumi akhirnya hanya dijadikan sebagai alat
bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.

Sistem Ali-Baba pada awalnya bertujuan untuk memberikan peluang kepada para
pengusaha agar bisa memajukan perekonomian indonesia waktu itu dengan cara pemberian dana
segar pada pengusaha tersebut. sistem ini mengalami kegagalan karena kredit yang digunakan
ternyata tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (Indonesia) dalam rangka
mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha Tionghoa secara sepihak.

Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untuk mendorong kegiatan produksi
tapi malah diselewengkan untuk kegiatan konsumsi. Kegagalan pengusaha pribumi dalam
memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap
perekonomian Indonesia waktu itu.

Alasan kegagalan Kabinet Ali jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni
soal pimpinan TNI-AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa
menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD. Persaingan ideologi juga
tampak dalam tubuh konstituante. Pada saat itu negara dalam keadaan kacau disebabkan oleh
pergolakan di daerah. Persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang berlangsung
sampai awal tahun 1960-an mengakibatkan keadaan politik nasional tidak stabil. Hal tersebut
sangat mengganggu jalannya pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Ingin menyatukan pengusaha pribumi & Tionghoa, tapi gagal karena pengusaha pribumi
lebih konsumftif dibandingkan dengan pengusaha Tionghoa yang menghasilkan. Menjadi ladang
korupsi dan kolusi orang-orang pribumi yang terlatih dan berpengalaman terlalu sedikit kaum
pribumi tidak memiliki modal kuat dan nyaris tidak mungkin untuk bersaing..

Politik dagang sapi dilakukan antar partai untuk memperoleh kedudukan yang dianggap
menguntungkan kehidupan partainya. Menteri Perekonomian masa Kabinet Ali I dijabat oleh Mr.
Iskaq Cokrohadisurjo. Kebijakan ekonomi Menteri Iskaq dikenal oleh kaum pengusaha dan
kalangan pemerintahan dengan sebutan Indonesianisasi. Indonesianisasi merupakan suatu upaya
untuk menjadikan ekonomi nasional Indonesia dalam rangka membangun perekonomian
nasional Indonesia. Pelaksanaan Indonesianisasi dimulai dengan cara pemberian lisensi pada
sektor impor kepada pengusaha pribumi. Pelaksanaan kebijakan ekonomi masa kabinet Ali
Sastroamidjojo I memberikan dampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia.

Dampak positif dari kebijakan ekonomi Menteri Iskaq yaitu berkembangnya peranan
pengusaha pribumi dalam usaha membangun perekonomian Indonesia. Hal ini membuktikan
bahwa rasa nasionalisme ekonomi di kalangan pengusaha nasional telah muncul. Bank swasta
nasional dan perusahaan perkapalan swasta nasional mulai tumbuh karena kemudahan kredit
yang diberikan oleh Bank Indonesia.

Dampak negatif dari kebijakan ekonomi menteri Iskaq yaitu penjualan lisensi secara
ilegal yang berakibat pada berkembangnya perusahaan “Ali-Baba”. Perusahaan “Ali-Baba”
semakin berkembang pada masa Kabinet Ali I sehingga masyarakat lebih mengenal kebijakan
ekonomi Kabinet Ali I sebagai kebijakan ekonomi “Ali-Baba” daripada Indonesianisasi.

Penjualan lisensi secara ilegal dari pengusaha pribumi (importir nasional) kepada
pengusaha asing (Cina) membuktikan bahwa mentalitas pengusaha pribumi sangat lemah.
Kebijakan ekonomi masa Kabinet Ali I lebih dikenal masyarakat luas sebagai kebijakan ekonomi
“Ali-Baba”. Penyebutan nama kebijakan ekonomi Ali-Baba dimaksudkan untuk menyindir
kebijakan ekonomi Kabinet Ali I yang dinilai pihak oposisi sebagai suatu kegagalan. Kegagalan
dari kebijakan Indonesianisasi tidak semata-mata karena kesalahan Menteri Iskaq, tetapi juga
dipengaruhi oleh mentalitas pengusaha pribumi yang belum siap untuk bersaing dengan
pengusaha asing dan ketidakstabilan kondisi politik di Indonesia akibat persaingan antar partai
politik. Persaingan antara partai politik dapat dilihat pada pertentangan antara pihak pemerintah
dan pihak oposisi mengenai suatu kebijakan kabinet. Pada hakikatnya kebijakan ekonomi suatu
kabinet mempunyai tujuan sama yaitu membangun ekonomi nasional agar terbebas dari bayang-
bayang ekonomi kolonial warisan penjajah.

Tujuan membangun perekonomian nasional harus disadari oleh seluruh masyarakat


Indonesia agar kemerdekaan ekonomi dapat terlaksana. Terlepas dari penilaian pihak oposisi,
pemerintah menilai kebijakan Indonesianisasi Menteri Iskaq memberikan konstribusi positif
dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Penilaian pemerintah berdasarkan pada setiap
kebijakan ekonomi mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif dari
kebijakan Indonesianisasi Menteri Iskaq masa Kabinet Ali I dapat menjadi evaluasi dalam
penerapan kebijakan ekonomi selanjutnya di Indonesia.

Memasuki zaman pemerintahan Demokrasi Terpimpin, berbagai upaya dilakukan oleh


pemerintah. Namun, kondisi kehidupan rakyat tetap menderita. Kondisi buruk ini diperparah
dengan tidak berjalannya distribusi bahan makanan dari pusat produksi kedaerah konsumsi
akibat pemberontakan diberbagai daerah. Sementara itu, jumlah uang yang beredar semakin
banyak karena pemerintah terus mencetak uang tanpa kendali. Uang tersebut digunakan uang
mebiayai proyek-proyek mercusuar, seperti Games of the New Emerging forces (Ganefo) dan
Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Akibatnya, Inflasi semakin tinggi dan
mencapai hingga 300%. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan
dengan pemotongan nilai mata uang. Misalnya, uang Rp.500,00 dihargai Rp.50,00 dan uang
Rp.1000,00 dihargai Rp.100,00. Tindakan pemerintah tersebut ternyata tidak menambah
perbaikan kehidupan ekonomi rakyat.

Kesimpulan

Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Menteri Perekonomian Mr. Iskaq
Cokrohadisuryo memprakarsai sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sistem Ali-Baba.
Sistem ini ditujukan untuk memajukan pengusaha pribumi. Sistem ekonomi Ali-Baba
maksudnya “Ali menggambarkan pengusaha pribumi” sedangkan “Baba menggambarkan
pengusaha non pribumi”, khususnya Cina. Tujuan sistem ini agar pengusaha pribumi bekerja
sama memajukan ekonomi. Pemerintah menyediakan bentuan berupa kredit melalui bank.
Namun, sistem tersebut mengalami kegagalan, karena pengusaha nonpribumi lebih
berpengalaman dari pengusaha pribumi untuk memperoleh bantuan kredit. Karena Indonesia
melaksanakan sistem liberal, maka persaingan bebas lebih diutamakan. Dalam persaingan bebas
pengusaha pribumi belum sanggup bersaing.

Daftar Pustaka

Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo - PNI (Partai Nasional Indonesia) - Profil Anggota - Konstituante.Net.

Konstituante.Net. Diakses tanggal 2018-10-07

Sulindo, Admin koran. "Iskaq Tjokrohadisoerjo, Pendiri dan Kader Abadi PNI | Koran Sulindo".

koransulindo.com. Diakses tanggal 2017-11-28.

Aksi Soedirman Melucuti Senjata Jepang Tanpa Kontak Senjata (9). MerahPutih. Diakses

tanggal 2018-10-07.

Mustopo, M. Habib. 2005. Sejarah. Jakarta: Yudhistira.

Jakarta.go.id • Detail | Encyclopedia. www.jakarta.go.id. Diakses tanggal 2017-11-28.

Willmott, Donald Earl. 2009. The national status of the Chinese in Indonesia 1900-1958. Jakarta

[Indonesia]: Equinox Publishing.

Yanto., Bashri., Retno., Suffatni. 2005. Sejarah tokoh bangsa. Yogyakarta: Pustaka Tokoh

Bangsa.

Mobil Mercy Mantan Menteri Ekonomi Disita. historia.id. Diakses tanggal 2017-12-01

Biografi

Revina Amelia Maharani adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Tahun 2016; Kelahiran Tangerang tanggal 18 Februari 1998; Alumni SMAN 3
Rangkasbitung 2016; Alamat Kp. Tegal RT 010/ RW 004 Desa Selaraja, Kecamatan
Warunggunung, Kabupaten Lebak. Artikel ini ditunjukan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai Amerika Serikat Dengan Demokrasinya.

Você também pode gostar