Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
NEUROLOGI
BLOK 19
Sistem Motorik
Koordinasi
Sistem Sensorik
Fungsi Luhur
Tulang Belakang
A. GAMBARAN UMUM
Pemeriksaan neurologi klinik merupakan pemeriksaan yang relatif sulit dan memerlukan
kecermatan serta kehati-hatian. Interpretasi dan / atau penilaian hasil pemeriksaan neurologik
sangat berarti dalam penegakan diagnosis topik maupun prognosis. Dengan demikian
pemeriksaan neurologik secara teliti dan sistematik akan dapat mengungkap kemungkinan
diagnosis klinik dan topik. Dari kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan
tambahan / penunjang dapat disusun secara rasional dan obyektif.
Teknik pemeriksaan fisik neurologis dilakukan sesuai prinsip dasar pemeriksaan klinis
ilmu kedokteran yaitu pemeriksa harus berada di sisi kanan penderita dan pemeriksa
membandingkan sisi yang sehat dengan sisi yang sakit.
Skill lab ini dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam hal
pemeriksaan neurologi klinik agar peserta didik siap untuk melakukan pemeriksaan neurologi
klinik secara benar dan cakap dalam hal pengambilan keputusan klinik.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengerjakan skill lab pemeriksaan klinis neurologis ini, mahasiswa mampu :
1. Pemeriksaan saraf kranial memerlukan bahan ( kopi, teh, tembakau ), dan alat berupa senter,
kapas, funduskopi, dan garpu tala.
3. Pemeriksaan fungsi sensorik memerlukan alat berupa jarum, kapas, botol berisi air
panas/dingin, garpu tala
E. MATERI
Nervus I (Olfaktorius)
a. Persiapan pemeriksaan :
Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan
Yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung
b. Cara pemeriksaan:
Anosmia = hilangnya daya pembauan yang dapat dijumpai pada trauma kapitis di mana
berkas n.I terpotong oleh o skribriformis atau oleh fraktur os ethmoidalis atau terendam
oleh perdarahan di fossa serebri anterior. Dapat juga merupakan komplikasi meningitis,
penekanan oleh meningioma, dll.
Hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam, misalnya pada manifestasi rinitis,
terutama rinitis vasomotor. Hiposmia yang menetap terjadi pada usia lanjut.
Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka, misalnya pada histeria konversi.
Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium, misalnya pada
trauma kapitis.
Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing, bacin,
kakus. Dapat dijumpai pada truma kapitis atau pada histeria konversi.
Nervus II (Optikus)
a. Daya penglihatan
Persiapan pemeriksaan
o Ruang harus cukup terang
o Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis,
glaukoma atau korpus alienum
Cara pemeriksaan
o Dengan memakai kartu Snellen
o Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakan
kartu, yaitu dengan membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapat membaca
hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapat membaca pada
jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60.
b. Penglihatan warna
Persiapan pemeriksaan:
o Disiapkan kartu tes Ischihara dan Stilling, atau
o Disiapkan benang wol berbagai warna
Cara pemeriksaan:
o Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai dengan perintah pada
kartu tes Ischikhara
c. Medan penglihatan
Persiapan pemeriksaan :
o Untuk pemeriksaan medan penglihatan yang sederhana, tanpa menggunakan alat
khusus adalah tes konfrontasi, dengan tangan. Sedangkan yang lainnya menggunakan
alat khusus yaitu perimeter dan kampimeter.
Cara pemeriksaan
o Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan:
tes dengan perimeter
tes dengan kampimeter
tes konfrontasi dengan tangan
- pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di tengah.
- pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan sejajar
dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien sejauh 30 – 40 cm.
- satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa, mata
kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya.
- pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari terhadap
kedua pihak harus sama).
- bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medan
penglihatan pasien menyempit.
Interpretasi hasil pemeriksaan
o Dengan metode ini lesi dapat dideteksi. Misalnya ditemukan hemianopsia bitemporal
berarti ada lesi di garis tengah khiasma optikum. Hemianopsia binasale berarti ada
lesi di khiasma optikum bagian luar.
d. Pemeriksaan fundus okuli
Cara pemeriksaan:
o pasien disuruh untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke atas, medial dan ke
bawah.
o bila terjadi paresis, pasien tidak dapat mengikutinya. Bola mata akan tetap ke
temporal.
a. Strabismus divergen
Karena n. III mempersarafi m. rektus superior, inferior dan medial, maka adanya lesi
pada n. III akan menyebabkan bola mata menyimpang ke sisi lateral/temporal. Jadi, bila tidak
didapatkan bola mata yang menyimpang ke temporal berarti strabismus divergen positif. Tetapi,
adanya strabismus belumlah berarti satu otot okuler lumpuh. Mungkin saja ada kelainan
kongenital pada panjang otot okular.
e. Diplopia
Cover–uncover test
o Bila satu mata yang mengalami kelemahan otot okuler yang sedang menatap satu
obyek secara binokuler pada satu obyek ditutup, maka mata ter5sebut akan bergerak
menyimpang menjauhi otot okuler yang lemah.
o Bila mata yang sehat ganti ditutup, maka bola mata itu tersebut akan memutar ke
arah yang berlawanan dengan arah penyimpangan otot yang paretik.
f. Pmeriksaan ptosis dengan pemeriksaan cahaya kornea (corne light reflex)
Nervus IV (troklearis)
a. Cara pemeriksaan:
Nervus V (trigemius)
Nervus trigeminus mempunyai fungsi motorik dan sensorik, terbagi atas 3 (tiga) cabang.
Pemeriksaan fungsi N.V adalah sebagai berikut:
a. Menggigit
Serabut motorik n. V hanya mengikuti cabang ke-3 (n. mandibularis). Otot yang
dipersarafi adalah m. masseter, m. temporalis, m. pterigoideus eksternus dan internus.
Cara pemeriksaan:
o Pasien disuruh menggigit sekuat-kuatnya
o Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dan
temporalis untuk memeriksa adakah kontraksi
o Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateral tak
mampu mengontraksikan m. masseter dan temporalis.
b. Membuka mulut
Cara pemeriksaan
o Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien: apakah
simetris atau menyimpang.
o Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateral saat
mulut dibuka karena m. pterigoideus eksternus yang sehat akan mendorong
mandibula ke depan tanpa diimbangi oleh sisi yang lain.
c. Sensibilitas
Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah, karena
masing-masing diinervasi oleh cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus, maksilaris dan
mandibularis.
Komponen aferen dan eferen busur refleks kornea disusun oleh serabut sensorik n. V
cabang oftalmik dan serabut eferen n. VII yang mensarafi m. orbicularis okuli.
Cara periksa:
o Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan berkedip bila
kornea hendak disentuh
o Goreskan seutas kapas pada kornea (jangan pada konjungtiva bulbi) pada satu sisi
untuk membangkitkan gerakan reflektorik
Nervus VI (abdusen)
Nervus VI menginervasi m. rektus lateralis yang mengatur gerakan bola mata ke lateral.
Paralisis nervus VI akan melumpuhkan gerakan bola mata ke lateral, menyebabkan
penyimpangan ke medial/nasal.
a. Cara pemeriksaan:
Perhatikan sikap bola mata penderita. Apakah ada penyimpangan ke arah nasal atau tidak.
c. Diplopia
Perhatikan kulit dahi pasien apakah tampak kerutan kulit dahi atau tidak
o Pada kelumpuhan n. VII perifer (hemifasialis), kerutan kulit dahi
pada sisi sakit akan hilang
o Pada kelumpuhan n. VII sentral (hemifasialis), kerutan kulit dahi
masih akan tampak.
b. Kedipan mata
Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada kelumpuhan n. VII perifer
pasien tidak mampu mengerutkan dahinya unilateral dan bilateral
Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien
masih mampu mengerutkan dahinya. Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan
palpasi antara kanan dan kiri dan bandingkan sisi mana yang terkuat, akan didapatkan
perbedaan tonus.
f. Mengerutkan alis
Adanya gerakan involunter di mana sudut mulut terangkat dan kelopak mata terpejam
beberapa kali, berlebihan
Tik fasialis tidak punya dasar organik, tetapi mungkin diduga adanya iritasi di gln.
genikulatum.
k. Lakrimasi
Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknya cairan.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa diteteskan
Penyebut tidak boleh menyebut rasa dengan bicara, melainkan dengan memberi kode
berupa tulisan yang sudah disiapkan. Hal ini akan mencegah kacaunya identifikasi.
m. Gerakan fasial reflektorik
Reflek visuopalpebra
o Ancaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman pada kedua
mata
o Hal ini terjadi pada orang normal.
Refleks glabela
o Pada orang normal setiap kali glabela diketuk akan menyebabkan kedua mata
berkedip
o Akan tetapi setelah berturut-turut diketuk (3 – 4 kali) kedipan mata tidak akan timbul
lagi
o Sebaliknya pada orang dengan demensia, mata akan berkedip terus seiring dengan
ketukan berturut-turut pada glabela itu.
Reflek aurikulopalpebra
o Gerak reflek berupa mata, jika terdengar suara keras dan tak terduga
o Dapat dihasilkan melalui tepuk tangan yang keras dan tiba-tiba.
Tanda Myerson
o Pada orang normal ketukan pada pangkal hidung menyebabkan kedipan mata hanya
sekali saja
o Pada penderita Parkinson menyebabkan kedipan yang gencar.
Tanda Chovstek
o Dengan palu atau ujung jari tangan, cabang-cabang n. fasialis di depan lubang telinga
kita ketuk
o Tanda Chovstek positif bila timbul reflek berupa kontraksi otot-otot rasialis sebagai
jawaban atas pengetukan pangkal cabang-cabang n. fasialis
o Tanda Chovstek positif khas untuk tetani.
Karena fungsi n. VIII terbagi atas fungsi pendengaran (n. koklearis) dan fungsi
keseimbangan (n. vestibularis) maka gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan koklearis
saja atau vestibularis atau keduanya. Cara Pemeriksaan daya pendengaran (n. koklearis) adalah
sebagai berikut:
Tes Rinne prinsipnya membandingkan hantaran sura lewat udara dan tulang
Pada orang normal hantaran suara lewat udara adalah lebih baik dibandingkan lewat
tulang (tes ini positif juga pada tuli sensory neural hearing loss, meskipun
perbandingannya lebih kecil).
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan dengan kaki menempel os. Mastoideum
salah satu pasien
Pasien diminta memberi tanda bila bunyi garpu tala sudah tidak terdengar lagi. Pada saat
itu juga garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga pasien
Bila normal/hantaran udara baik maka bunyi garpu tala masih terdengar minimal 2 kali
lebih lama daripada yang terdengar lewat tulang mastoideum tadi
Bila masih terdengar berarti tes Rinne (+) pada tulang tersebut. Terdapat telinga normal
atau tuli saraf (sensory neural hearing loss).
Bila sudah tak terdengar lagi alias suar garpu tala lebih baik jika lewat os. mastoideum
daripada lewat lubang telinga berarti tes Rinne (-), yang ditemui pada tuli hantaran
d. Tes Weber
Prinsipnya adalah membandingkan antara tulang antara telinga kiri dan kanan, dimana
getaran akan terdengar lebih keras pada tuli hantaran dibandingkan pada telinga normal
dan atau tuli saraf.
Pasien diminta menggigit garpu tala yang sudah digetarkan atau bisa juga garpu tala
tersebut diletakkan di verteks
Bila suara terdengar sama keras berarti kedua telinga normal
Bila salah satu sisi terdengar lebih keras (terjadi lateralisasi) berarti kemungkinan:
Sisi tersebut merupakan telinga yang sakit pada pasien tuli hantaran/tuli konduktif sebab
hantaran tulang sisi yang sakit diperpanjang
Sisi tersebut merupakan telinga yang sehat pada pasien tuli unilateral; sebab tulang sisi
yang sakit diperpendek.
e. Tes Schwabach
Nervus IX (glossofaringeus)
a. Arkus faring
Pembangkitan reflek ini merupakan pemeriksaan penting untuk menilai fungsi kedua
saraf ini
Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita periksa dengan menyentuh
dinding posterior faring dengan spatula lidah; akan timbul reflek muntah.
d. Sengau
Nervus X (vagus)
a. Denyut nadi
Cara pemeriksaan sama seperti fisik diagnostik biasa, yaitu palpasi a. radialis.
b. Arkus faring
Gangguan menelan merupakan manifestasi gabungan dari gangguan n. IX, X, dan VII.
Karena mekanisme menelan merupakan hasil kerja integral saraf tersebut.
Nervus XI (Aksesorius)
a. Memalingkan kepala
Lesi n. hipoglosus dapat terjadi di perifer atau sentral. Ciri khas kelumpuhan perifer
adalah atrofi otot yang cepat terjadi, garis tengah menjadi cekung, bagian lidah yang lumpuh
menjadi tipis dan berkeriput, bila lesinya unilateral lidah akan menyimpang ke sisi yang sehat.
Berbeda dengan kelumpuhan sentral, dimana kita ingat lidah mempunyai intervasi kortikal yang
bilateral, maka pada kelumpuhan unilateral bersifat hanya sementara dan atrofi lidah tidak
tampak. Bila lidah dijulurkan tak akan lurus ke garis tengah, tetapi secara volunter lidah dapat
digerakkan ke kanan dan ke kiri. Pada kelumpuhan bilateral lidah tidak bisa dikeluarkan.
a. Sikap lidah
Pada kelumpuhan perifer, atrofi otot lebih cepat terjadi, tidak tampak lumpuh, tipis dan
berkeringat
Pada kelumpuhan sentral atrofi otot tidak tampak (yang unilateral).
g. Fasikulasi lidah
Fasikulasi merupakan kontraksi otot setempat yang halus, cepat, spontan dan sejenak.
Kekuatan otot dinilai dengan menggunakan tingkatan konvensional skala MRC (Medical
Research Council). Nilai kekuatan otot berdasarkan skala tersebut berkisar dari 0 sampai dengan
5. Berdasarkan kesepakatan1, untuk kekuatan otot dengan nilai 4, dibagi lagi menjadi 4+, 4, dan
4-. Berikut adalah tingkatan kekuatan otot yang dimaksud :
Berdasarkan tabel di atas, pemakaian istilah slight lebih mengacu pada tingkat pergerakan
(slight movement) atau pun tingkat tahanan (slight resistance). Sedangkan istilah slight yang
sering digunakan pada kalimat diagnosis seperti slight parese/slight hemiparese, lebih merujuk
pada kekuatan otot dengan skala nilai 4 (slight weakness).
Pemeriksaan klonus
Klonus adalah respon / gerakan otot secara involuntar dan ritmik yang timbul akibat
peregangan otot atau tendon secara tiba-tiba.
a. Klonus patela
Cara pemeriksaan
o Pasien dalam keadaan berbaring, kedua tungkai dalam keadaan ekstensi / lurus
o Kedua tungkai terbebas dari pakaian / celana
o Pemeriksa mendorong patela ke arah distal secara mendadak dan kuat
Interpretasi: bila terjadi gerakan involuntar dan ritmik yang tampak pada patela maka
berarti klonus patela / paha positif
b. Klonus kaki
Cara pemeriksaan :
o tungkai dan kaki pasien direlaksasikan
o tumit dan lutut sedikit difleksikan
o kaki sedikit diangkat
o dengan tekanan yang kuat, cepat dan bolak balik dorsofleksi dan sedikit plantar fleksi
Interpretasi hasil pemeriksaan : bila positif maka terjadi gerakan involuntar dan ritmik
pada kaki
Pendahuluan
a. Pada umumnya pemeriksaan reflek fisiologik merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pemeriksaan fisik secara keseluruhan; dengan demikian bukan merupakan
pemeriksaan yang eksklusif. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu pemeriksaan
reflek fisiologik merupakan pemeriksaan yang sangat penting sehingga harus dikerjakan
dengan secermat-cermatnya.
b. Kasus-kasus tertentu tadi berkaitan erat dengan keluhan utama: mudah lelah, kesulitan
berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot-otot anggota gerak, gangguan
trofi otot anggota gerak, nyeri punggung, dan gangguan fungsi autonom (ereksi, buang
air besar, buang air kecil).
c. Yang dimaksud dengan reflek fisiologik adalah muscle stretch reflexes, yang muncul
sebagai akibat rangsangan terhadap tendo atau periosteum atau kadang-kadang terhadap
tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Reflek tadi seringkali disebut dengan istilah yang
keliru, misalnya reflek tendo atau reflek periosteum. Yang menimbulkan gerakan reflek
sebenarnya adalah muscle stretch, sedang tendo itu sendiri hanya merupakan tempat di
mana rangsangan mudah diberikan. Oleh karena rangsangan disalurkan melalui organ
sensorik yang lebih dalam misalnya gelondong neuromuskular (neuromuscular spindle),
maka ada pula yang menyebutnya sebagai proprioseptif .
Dasar pemeriksaan refleks
a. Alat yang dipergunakan biasa disebut palu refleks (hammer reflex) yang pada umumnya
dibuat dari bahan karet, walaupun bahan lain dapat pula dipergunakan. Namun demikian
untuk mencapai hasil yang baik, bahan karet yang lunak lebih umum dipakai. Bahan
tersebut tidak akan menimbulkan rasa nyeri pada penderita. Rasa nyeri pada pemeriksaan
refleks memang harus dihindari oleh karena akam mempengaruhi hasil pemeriksaan.
b. Penderita harus dalam posisi yang seenak-enaknya dan santai. Bagian tubuh yang akan
diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan
terjadi dapat muncul secara optimal.
c. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung; kerasnya pukulan harus dalam
batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras.
d. Oleh karena sifat reaksi bergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus
dalam keadaan “sedikit kontraksi”. Apabila akan membandingkan refleks sisi kiri dan
kanan maka posisi ekstremitas harus simetris.
Refleks dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi dan hiperaktif. Ada
pula yang menggunakan kriteria kuantitatif sebagai berikut:
O = negatif
+2 = normal
Pendahuluan
Pada umumnya pemeriksaan reflek patologik merupakan respon yang tidak umum
dijumpai pada individu normal. Beberapa respon yang timbul adalah minimal, dan dalam
keadaan normal munculnya terbatas, namun aktif pada munculnya penyakit. Sebagian besar
refleks patologik berhubungan dengan traktus kortikospinal dan jaras-jarasnya, serta juga terjadi
pada penyakit-penyakit lobus frontal dan gangguan sistem ekstrapiramidal. Refleks patologik
pada ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliabel dan lebih mempunyai
korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.
b. Selain dengan jari-jari tangan untuk pemeriksaan refleks pada ekstremitas atas, adalah
menggunakan palu refleks yang pada umumnya dibuat dari bahan karet, walaupun bahan
lain dapat pula dipergunakan. Namun pada refleks hammer, menggunakan tangkai
dengan ujung yang tidak tumpul untuk memeriksa refleks pada ekstremitas bawah.
c. Pasien harus dalam posisi yang seenak-enaknya dan santai.
d. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung.
a. Babinski’s sign
Cara: pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks
Reaksi: dorsofleksi ibujari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya
b. Chaddock’s sign
Cara: pemerika menggores di bawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan
palu refleks ujung tumpul
Reaksi: sama dengan Babinski’s sign
c. Gordon’s sign
Cara: pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk pada
permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal
Reaksi: sama dengan Babinski’ sign
f. Rossolimo’s sign
Stimulasi
Respon normal dorsofleksi ringan jari-jari kaki/tidak ada gerakan
Respon abnormal : plantar fleksi jari dengan cepat
Refleks kremaster
Prinsipnya adalah rangsangan sensoris yang ditimbulkan dengan cara menggorespaha.
Rangsangan dibawa ke korda spinalis setinggi lumbal 1-2 melalui cabang femoral dari serabut
saraf genitofemoralis. Serabut saraf motorik yang berjalan pada cabang genital dari serabut saraf
genitofemoral menyebabkan refleks kontraksi otot-otot kremaster yang mengangkat testis.
Cara pemeriksaan
o Refleks ini dapat dilakukan pada laki-laki
o Aspek medial dari paha atas digores secara tumpul ke arah bawah
o Gerakan testikel di dalam skrotum diamati
o Kontraksi kremaster menaikkan testikel pada sisi tersebut.
o Aferen: nervus femoralis L1, L2
o Eferen: L1, L2
Interpretasi: jika tidak tampak gerakan maka mungkin terjadi pada patologi fokal non-
neurologis atau bedah lokal sebelumnya, atau ada lesi dalam arkus refleks, atau ada lesi
piramidalis diatas L1
Refleks bulbokavernosus
Prinsip pemeriksaan ini adalah rangsangan sensoris yang ditimbulkan dengan cara
menekan (seperti meremas) gland penis. Rangsangan bergerak menuju ke vertebra sakral 2-4
melalui serabut saraf pudendus. Serabut motorik juga terdapat pada serabut saraf pudendus yang
menyebabkan refleks kontraksi otot bulbokavernosus.
Hal ini dapat juga dirasakan pada garis tengah posterior ke arah skrotum. Refleks
kontraksi pada sfingter anus bagian luar timbul saat jari dimasukkan ke dalam anus juga
menunjukkan keutuhan serabut saraf pudendus dan otot-otot voluntar pada dasar pelvis. Pada
pemeriksaan refleks-refleks tersebut, pasien harus dalam posisi terlentang dan benar-benar rileks
sehingga kontraksi muskulus perineal yang terjadi hanya berhubungan dengan stimulasi yang
kita berikan, bukan karena rangsangan lain
Cara pemeriksaan
o Tes ini memeriksa integritas arkus refleks dengan inervasi segmen S4 dan S5 untuk
komponen sensorik dan motorik
o Baringkan pasien pada satu sisi dengan lutut fleksi.
o Dengan lembut pukul batas anal dengan orange stick
Interpretasi hasil : akan ditemukan kontraksi yang terlihat jelas pada sphincter anal
externa
Istilah nuchae merujuk pada bagian belakang leher. Rigiditas nuchae berarti bahwa baik
pasien maupun pemeriksa tidak mampu melakukan fleksi kepala pasien karena spasme refleks
otot nuchae (ekstensor). Iritasi ruang subarakhnoid, paling sering oleh inflamasi (ensefalitis atau
meningitis) atau karena darah subaraknoid, menyebabkan rigiditas nuchae.
Pasien dalam posisi berbaring telentang dan relaks, tempatkan tangan anda di bawah
bagian belakang kepala pasien dan dengan hati-hati coba lakukan fleksi leher. Pada
keadaan normal, ia akan menekuk dengan bebas. Jika pasien memiliki rigiditas nuchae,
leher melawan fleksi dan pasien merasa kesakitan. Jika rigiditas nuchae berat, anda dapat
menaikkan kepala pasien dan badan dengan tulang belakang seperti batang lurus atau
pasien seperti patung.
Karena rigiditas nuchae yang nyata mengindikasikan iritasi meningeal, pemeriksa harus
membedakannya dari bentuk rigiditas servikal lainnya. Dengan rigiditas nuchae yang
nyata, leher hanya melawan fleksi. Leher bergerak bebas melalui rotasi dan ekstensi,
karena gerakan ini tidak meregangkan meninges, medula spinalis, dan nerve root. Untuk
menunjukkan rigiditas hanya mempengaruhi otot nuchae, lakukan dua hal berikut ini:
o Tempatkan tangan anda pada dahi pasien. Secara pasief gulingkan kepala pasien dari
satu sisi ke sisi lainnya untuk menunjukkan rotasi kepala yang bebas meski ada
resistensi terhadap fleksi
o Kemudian angkat bahu pasien untuk membiarkan kepala jatuh ke arah belakang,
menguji kebebasan ekstensi
o Rigiditas servikal berrarti ada resistensi apapun terhadap gerakan leher ke segala
arah. Sebaliknya, rigiditas nuchae secara khusus berarti resistensi terhadap fleksi
leher, yaitu rigiditas bagian belakang leher
b. Brudzinski neck sign
Cara pemeriksaan
o Pasien dalam posis tidur telentang, kepala difleksikan oleh pemeriksa sehingga dagu
menyentuh dada
Reaksi abnormal: fleksi pangkal paha dan lutut sebagai respon terhadap fleksi leher
c. Brudzinski kontralateral
Cara pemeriksaan
o Salah satu tungkai pasien diangkat dengan sikap lurus di sendi lutut dan fleksi di
sendi panggul, lutut kemudian difleksikan
Reaksi abnormal: tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi di sendi lutut
d. Kernig sign
Cara pemeriksaan
o Pasien berbaring lurus di tempat tidur
o Kaki fleksi pada pangkal paha dengan lutut dalam keadaan fleksi
o Kemudian usahakan ekstensi lutut
o Ulangi untuk sisi yang lain
Interpretasi hasil :
o Lutut lurus tanpa kesulitan: normal
o Resistensi terhadap pelurusan lutut: Kernig’s sign—bilateral mengindikasikan iritasi
meningeal; jika unilateral, mungkin terjadi pada radikulopati (bandingkan dengan
straight leg raising)
f. Lhermitte’s phenomenon
Cara pemeriksaan :
o Fleksikan leher pasien ke arah depan; hal akan menghasilkan perasaan seperti
tersengat listrik, biasanya menjalar ke arah punggun
o Pasien mungkin mengeluhkan hal ini secara spontan atau anda dapat memeriksanya
dengan melakukan fleksi pada leher
o Kadang pasien memiliki perasaan yang sama pada saat ekstensi (reverse Lhermitte’s)
Interpretasi
o Hal ini mengindikasikan adanya proses patologi di daerah servikal—biasanya
demielinisasi.
o Kadang terjadi pada mielopati spondilitik servika atau tumor servikal.
a. Snout reflex
Cara pemeriksaan
o Pasien diminta untuk menutup mata. Ketuk mulutnya dengan palu refleks.
Interpretasi: bila tidak ada reaksi maka berarti normal, bila tampak mengkerutnya bibir
maka berarti snout reflex positif
b. Refleks palmo-mental
Cara pemeriksaan
o Garuk telapak tangan pasien dengan cepat pada tengah telapak tangan dan perhatikan
dagu
Interpretasi: bila tidak ada reaksi maka berarti normal; bila ada kontraksi otot pada sisi
dagu yang sama maka berarti refleks palmo-mental positif
c. Refleks menggenggam
Cara pemeriksaan
o Tempatkan jari tangan anda pada telapak tangan pasien dan tarik tangan anda, minta
pasien untuk melepaskan tangan anda
Interpretasi: bila pasien mampu melepaskan jari-jari pemeriksa maka berarti normal; bila
pasien secara involunter menggenggam tangan anda maka berarti refleks menggenggam
positif
Penjelasan
Semua refleks primitif ini mungkin ditemukan pada orang normal. Mereka lebih sering
muncul pada pasien dengan patologi frontalis dan ensefalopati difus. Jika unilateral mereka
memberikan dugaan kuat adanya patologi lobus frontalis
Tes Romberg
Tes Romberg hanya dilakukan apabila seseorang dapat berdiri tanpa bantuan
Sebelum pasien menjalani tes Romberg, ia harus diberi penerangan yang jelas
Pasien disuruh berdiri dengan kedua kakinya dekat satu dengan yang lain dan kedua
matanya tertutup hanya selama beberapa detik saja
Jika pasien tidak dapat melaksanakan tes tersebut, maka ia diperbolehkan berdiri dengan
kedua tungkainya jauh satu dengan lain, seenaknya sendiri, tetapi dengan mata tertutup
sejenak
Bila pasien berdiri dalam keadaan goyang / akan jatuh maka tes Romberg positif
Tes disdiadokokinesis
Disdiadokokinesis adalah tes untuk menilai kemampuan melakukan gerakan cepat secara
berselingan
Gerakan tersebut misalnya mempronasi-supinasikan tangan, melakukan dorsofleksi dan
volarfleksi di pergelangan tangan secara berselingan seperti kalau menepuk-nepuk paha
atau membolak-balikkan tangan di atas paha secara berulang-ulang atau menyentuh ujung
jari telunjuk dan ujung ibu jari secara berulang-ulang.
Tes ini dianggap valid apabila tangan pasien tidak mengalami kelumpuhan atau penuruna
kekuatan motoriknya
Tes dismetri
Tes ini untuk memeriksa adanya gangguan kemampuan untuk mengelola kecepatan
gerakan, kekuatan, dan jangkuan
Adapun tes-tes yang digunakan dalam klinik adalah : tes telunjuk-hidung, tes hidung-
telunjuk-hidung, dan tes telunjuk-telunjuk.
Dalam melakukan ketiga dismetri tersebut diatas pasien boleh duduk atau baring dengan
mata terbuka dan ditutup secara bergiliran
Dengan adanya dismetri, maka jari telunjuk tidak mendarat secara luwes di ujung hidung
atau ujung jari telunjuk lainnya, melainkan jatuh menabrak atau menerjang tujuannnya.
Tes nistagmus
Cara pemeriksaan di dalam klinik ialah dengan menggunakan teromol berputar yang
dicat seluruhnya dengan kolom putih dan kolom hitam secara bergantian
Tromol itu diputar di depan mata pasien dan diminta utuk mengikuti dengan matanya
deretan kolom putih dan hitam yang melintasi lapangan penglihatannya dari kiri ke kanan
datau sebaliknmya, tergantung cara memutar tromol tersebut.
Tes tandem-gait
Pasien dengan vestibulopati akut mungkin mengalami kesulitan dengan tandem gait,
dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang mengalami lesi, tetapi berjalan lurus masih bisa
terlihat, tidak ada kelainan karena tanda-tanda visual mengkompensasi abnormlaitas
vestibular.
Akan tetapi dengan berjalan lurus dan mata tertutup mungkin bisa memberikan
informasi; individu normal dapat berjalan dengan tanpa tanda visual yang cukup baik
untuk menunjukkan indeks jari pada telapak tangan pemeriksa pemeriksa, tutup matanya,
berjalan sepanjang jalan 20 kali atau lebih, kemudian sentuh jari dari telapak tangan
pemeriksa
Pasien dengan vestibulopati akut akan jatuh ke sisi yang mengalami lesi dan akhirnya
berdiri sesuai target, cara berjalan sesuai dengan sasaran sebelumnya.
Tes kalori
Caranya, sebelumnya yakinkan terlebih dahulu bahwa membrana timpani kedua sisi utuh
dan kedua liang telinga kedua sisi bersih
Pasien diperiksa dalam posisi terlentang dengan kepalanya sedikit diangkat, sehingga
bersudut 300 dengan bidang landasannya
Dalam posisi demikain kanalis semisirkularis lateralis hampir seluruhnya dapat
terangsang secara kalorik
Perangsangan kalorik itu dilakuikan dengan pengisisan liang telinga dengan air yang
berderajat 30 dan 40 celcius, yaitu 70 dibawah dan diatas suhu badan normal
Tekanan hidrostatik yang dieprlukan untuk pengisisan air kedalam telinga ialah kira-kira
60 cm diatas bidang telinga
Irigasi setiap liang telinga dengan air panas (440 C) atau dingin (300 C) harus dilakukans
elama 40 detik
Setiap telinga yang telah diirigasi baru boleh menjalani irigasi lagi 5 menit setelah tes
sebelumnya berakhir.
Pendahuluan
Adanya gangguan pada otak, medula spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan
sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan
sensorik dapat menimbulkan perasaan semutan atau baal (parestesia), kebas atau mati rasa, dan ada pula
yang sangat sensitif (hiperestesi). Pada gangguan di kanalis sentralis medula spinalis dapat terjadi
fenomena disosiasi: analgesia terhadap rangsang panas dan nyeri sementara rangsang lainnya masih dapat
dirasakan oleh penderita. Orang neurotik sering kali mengeluh adanya perasaan tidak enak di seluruh
permukaan tubuh, misalnya ada hewan yang merayap di permukaan kulitnya.
Sehubungan dengan pemeriksaan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami
terlebih dahulu:
Alat yang dipakai dapat berupa kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung
jari tangan yang disentuhkan ke kulit secara halus sekali. Cara memberi rangsangan: stimulasi harus
seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanan dapat
ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan dan telapak kaki yang kulitnya lebih tebal. Penderita
diminta menyatakan “ya” atau ‘tidak” apabila dia merasakan atau tidak merasakan adanya rangsangan,
dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
Cara memeriksa sensasi taktil diskriminatik, secara teknis sama denga apa yang telah diuraikan di
bagian depan. Daerah yang dirangsang ialah daerah yang bebas dari rambut atau bulu; hal ini disebabkan
oleh adanya kemungkinan gangguan dari rambut/bulu yang turut tergerakkan pada saat melakukan
rangsanga taktil sehingga rambut tadi akan mengacaukan panilaian. Penderita diminta untuk menyatakan
tempat mana yang dirangsang, dan juga diminta untuk membedakan dua titik yang dirangsang. Beberapa
istilah sehubungan dengan kelainan sensasi taktil, antara lain:
a. Kelainan sensasi taktil dikenal sebagai ansetesia, hipestesia, dan hiperestesia; akan tetapi istilah
tadi secara rancu juga digunakan untuk semua perubahan sensasi.
b. Apabila sensasi raba ringan negatif disebut tigmanestesia
c. Kehilangan sensasi gerakan rambut disebut trikoanestesia
d. Kehilangan sensasi lokalisasi disebut topoanestesi
e. Ketidakmampuan untuk mengenal angka atau huruf yang “:dituliskan” pada kulit disebut
grafanestesia.
Pasien dalam posisi berbaring, mata tertutup atau secara pasif kedua mata ditutup secara ringan
tanpa menekan bola mata. Pemderita harus dalam keadaan santai, tidak boleh tegang. Bagian tubuh yang
diperiksa harus bebas dari pakaian.
Alat yang dipakai dapat beruba jarum biasa, peniti, jarum pentul (ini yang paling praktis karena
ujung dan kepala.pentul jarum dapat digunakan secara bergantian), atau jarum yang terdapat dalam
pangkal palu refleks; stimulator listrik atau panas tidak dianjurkan.
a. Cara pemeriksaan:
b. Istilah
Beberapa istilah sehubungan dengan gangguan sensasi nyeri superfisial adalah sebagai berikut:
Alganestesia dan anelgesia dipergunakan untuk menunjukkan daerah yang tidak sensitif terhadap
rasa nyeri
Hiperalgesia menunjukkan sensitivitas yang menurun
Hiperalgesia menunjukkan peningkatan sensitivitas
Alat yang dipakai pada prinsipnya adalah tabung yang diisi air dingin atau air panas. Lebih
dipilih tabung metal daripada tabung gelas karena bahan gelas merupakan konduktor yang buruk. Untuk
sensasi dingin diperlukan air dengan suhu 5-10 o C, dan sensasi panas diperlukan suhu 40-45 o C. Suhu
kurang dari 5o dan lebih dari 45o C akan menimbulkan rasa nyeri.
a. Cara pemeriksaan :
a. Pengertian umum
Sensasi gerak juga dikenal sebagai sensasi kinetic atau sensasi gerak aktif/pasif.
Sensasi gerak terdiri dari kesadaraan tentang adanya gerakan di dalam berbagai bagian tubuh.
Sensasi posisi atau sensasi postur terdiri dari kesadaran terhadap posisi tubuh atau posisi bagian
tubuh terhadap ruang
Arteresetesia digunakan untuk persepsi gerakan dan posisi sendi, dan statognosis menunjukkan
kesadaran postur.
Kemampuan pengenalan gerakan bergantung pada rangsangan yang muncul sebagai akibat dari
gerakan sendi serta pemanjangan/pemendekan otot-otot.
Individu normal sudah mampu mengenal gerakan selebar 1-2 derajat pada sendi interfalangeal.
b. Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan
pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal
yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan
posisi jari di dalam ruangan.
c. Cara pemeriksaan:
Sensasi vibrasi disebut pula dengan palestesia yang berarti kemampuan untuk mengenal atau
merasakan adanya rasa getar, ketika garpu tala yang telah digetarkan diletakkan pada bagian tulang
tertentu yang menonjol.
Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung garpu tala dipukulkan pada benda
padat/keras yang lain.
Kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.
Yang dicatat ialah tentang intensitas dan lamanya vibrasi.
Kedua hal tersebut bergantung pada kekuatan penggetaran tabung tala dan interval antara
penggetaran garpu tala tadi dengan saat peletakkan garpu tala pada bagian tubuh yang diperiksa.
c. Hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan disebut normal bila penderita merasakan getaran maksimal; yang lebih
penting lagi ialah kemampuan penderita untuk merasakan getaran ketika garpu tala hampir berhenti
bergetar; hilangnya rasa getar disebut palanestesia.
Sensasi tekan disebut pula sebagai piestesia. Sensasi tekan atau sentuh-tekan sangat erat
kaitannya dengan sensasi taktil tetapi melibatkan persepsi tekanan dari struktur subkutan.Sensasi tekan
juga erat hubungannya dengan sensasi posisi dengan perantaraan kolumna posteriot medula spinalis.
a. Cara pemeriksaan
Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan ujung jari atau dengan
“mencubit” (menekan di antara jari telunjuk dan ibu jari).
b. Hasil pemeriksaan
Pasien diminta untuk menyatakan apakah ada perasaan nyeri atau tidak; pernyataan ini
dicocokkan dengan intensitas tekanan atau cubitan.
KEPUSTAKAAN