Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung dan sinus paranasal adalah organ yang berperan penting sebagai garis
terdepan pertahanan tubuh pada saluran nafas terhadap mikroorganisme dan
bahan-bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya. Selain itu, organ ini juga
berfungsi sebagai alat respirasi, pengatur humidifikasi, penghidu, dan
penyeimbang tekanan lokal. Fungsi-fungsi ini tidak lepas dari struktur anatomi
kedua organ tersebut.1

Dalam referat ini penulis membahas dua hal pokok yaitu anatomi dan fisiologi
hidung serta anatomi dan fisiologi sinus paranasal.

1
BAB II
HIDUNG

2.1. Anatomi Hidung Luar

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung
luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak
dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya
dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (hip),
4) ala nasi,
5) kolumela,
6) lubang hidung (nares anterior).

2
Gambar 1.HidungLuar

Gambar 2. Tulang hidung luar

3
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubanghidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1) tulang hidung (os nasal)
2) prosesus frontalis os maksila
3) prosesus nasalis os frontal;

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
3) tepi anterior kartilago septum.1

2.2. Anatomi Hidung Dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.
internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan
rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding
lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah
antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan
sebelah atas konka media disebut meatus superior.2

4
Gambar 3. Anatomi Hidung Dalam

2.2.1 Septum nasi


Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior
oleh kartilago septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela
membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila,
Krista palatine serta krista sfenoid. (2)

2.2.2 Kavum nasi


Kavum nasi terdiri dari:
a. Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.

b. Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid.
Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui
oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah

5
bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan
permukaan kranial konka superior.

c. Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan
bagian dari osetmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum
dan lamina pterigoideus medial.

d. Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka. Celah
antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior, celah
antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah
atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan
konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka
superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
maksila bagian superior dan palatum.3

2.2.3 Meatus Superior


Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok
sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu
atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka
superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal,
tempat bermuaranya sinus sfenoid.2

2.2.4 Meatus Media


Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih
luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus
maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian
anterior konkamedia yang letaknya menggantung, pada dinding lateral

6
terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai
infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan
hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk
tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang
dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila,
dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus
frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas,
dan sinus maksilabermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-
sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium
tersendiri di depan infundibulum.2

2.2.5 Meatus Inferior


Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai
muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm
di belakang batas posterior nostril.2

2.2.6 Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.
Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis
os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.2

2.2.7 Sinus Paranasal


Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid.Sinus maksilaris merupakan
sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang
irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya
menghadap ke arahapeks prosesus zygomatikus os maksilla.2

7
2.3. Kompleks Ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang
berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka
media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk
KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris,
bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.4

Gambar 3. Sinus paranasal

Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena


sekretyang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah
sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada
sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang
disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase
sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah
di antara prosesus unsinatus dan konka media.4

8
Gambar 4. Kompleks Ostio Meatal

2.4. Perdarahan Hidung


Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari
a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari
cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan
a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior
konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang –
cabang a.fasialis.5

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang


a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor
yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach
letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama pada anak.2,5

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan


dengan arterinya .Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di

9
hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.2,5

Gambar 5. Perdarahan hidung

2.5. Persyarafan Hidung


Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang
berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan
sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila
(N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior
konka media. Nervus olfaktorius : saraf ini turun dari lamina kribrosa dari

10
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.5

2.6. Fisiologi Hidung


Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka
fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :
1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
dan mekanisme imunologik lokal;
2) Fungsi Penghidu. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan
pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior, dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik nafas dengan kuat.
3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang;
4) Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas;
5) Refleks nasal. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin
dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung, dan pankreas.2

2.7. Sistem Mukosiliar Hidung

Gambar 6. Sistim Mukosiliar / Mucociliary Clearance

11
Transportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme mukosa hidung
untuk membersihkan dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel
asing yang terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring. Merupakan
fungsi pertahanan local pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut
juga clearance mucosiliar atau sistem pembersih mukosiliar
sesungguhnya.6

Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu
gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya masuk menembus
gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior bersama dengan materi
asing yang terperangkap di dalamnya ke arah nasofaring. Aliran cairan pada
sinus mengikuti pola tertentu. Transportasi mukosiliar pada sinus maksila
berawal dari dasar yang kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar
ke ostium sinus alami. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat
diukur dengan menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam
permukaan mukosa. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim
(muramidase), dimana enzim ini dapat merusak bakteri. Enzim tersebut
sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa
zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (IgG) dan
Interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut
infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk
menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior
bersama materi asing yang terperangkap ke arah faring. Cairan perisiliar
yang di bawahnya akan di alirkan kearah posterior oleh aktivitas silia, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosiliar yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem
ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut
lender akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari
TMS sangatlah bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20
mm / menit.6

12
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka
gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan
menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini.
Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat
yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif
saat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan
kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.6

Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan
bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior
di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium
tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari
sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid,
kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju
nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan
menelan.5

Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada setiap bagian
hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin
hanya 1/6 segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm / menit.6

13
BAB III
SINUS PARANASAL

3.1. Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.
Sinusparanasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan)
sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila, yang terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan
sinus sfenoidalis kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh
mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua
bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.1

Gambar 7. Sinus Paranasal

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian
anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media,
atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-
sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat

14
di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus
sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung
merupakan batas antara keduakelompok. Proctor berpendapat bahwa salah
satu fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar
dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung.4

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi


udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus
alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian
inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk
oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui
ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi
sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.4

3.1.1 Sinus Maksila


Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal
yangterbesar. Merupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan
pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat
lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan
cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat
dewasa.6

Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan
ektodermal yang terletak di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat
berupa celah kecil di sebelah medial orbita. Celah ini kemudian akan
berkembang menjadi tempat ostium sinus maksila yaitu di meatus media.
Dalam perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga
terbentuk rongga yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga
sinus maksila. Perluasan rongga tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan
berkembang sebesar 2 mm vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun.
Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan pada
usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi dasar

15
hidung dan kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan
perluasan rongga. Perkembangan sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi
permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun.2

Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke


fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina,dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau
dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus
os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior, dan sebagaian kecil os
lakrimalis. Dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid. Menurut Morris, pada buku anatomi tubuh
manusia, ukuran rata-rata sinus maksila pada bayi baru lahir 7-8 x 4-6 mm
dan untuk usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm. Antrum mempunyai
hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil,
yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial
sinus. Ostium ini biasanya terbentuk dari membran. Jadi ostium tulangnya
berukuran lebih besar daripada lubang yang sebenarnya. Hal ini
mempermudah untuk keperluan tindakan irigasi sinus.2

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut
tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi
premolar kedua dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan
dasar sinus. Bahkan kadang-kadang tumbuh ke dalam rongga sinus,
hanya tertutup oleh mukosa saja. Proses supuratif yang terjadi di sekitar
gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah

16
atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan
hubungan dengan rongga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis.
2 Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3 Os sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase
hanya tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus
etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.2

3.1.2 Sinus Frontal


Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke
emapat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada
usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20
tahun.2

Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-
kadang juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri
biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan
oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya
tidak berkembang. Ukuran rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5
cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari
sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.2

17
3.1.3 Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi
bagi sinus-sinus lainnya.2

Sel-sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari
meatus superior dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid
anterior dan posterior. Sinus etmoid sudah ada pada waktu bayi lahir
kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai mencapai
masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-
5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di
bagian posterior, volume sinus kira-kira 14 ml.2

Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya,
sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di
bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.
Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sinusitis maksila.2

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sphenoid.2

18
3.1.4 Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan
evaginasi mukosa di bagian posterior superior kavum nasi.
Perkembangannya berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi
mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis posterior
maupun os sfenoid. Sebelum anak berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil,
namun telah berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya
di dalam korpus os etmoid dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang
sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang
letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar
daripada sisi lainnya.6

Letak os sfenoid adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid


posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya
1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang,
pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sfenoid. Batas-batasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri
media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya adalah atap nasofaring,
sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna
(sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons.2

3.2. Fisiologi sinus paranasal


Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-
macam.Bartholini adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa
ronga-rongga ini adalah organ yang penting sebagai resonansi, dan Howell
mencatat bahwa suku Maori dari Selandia Baru memiliki suara yang sangat
khas oleh karena mereka tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas
dan lebar. Teori ini dipatahkan oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki
suara yang kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar.

19
Beradasarkan teori dari Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah
sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan bunyi yang masuk. Jadi
sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang
muka.2,7

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain
adalah:2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini
ialah ternyata tidak didapati pertukaran udara yangdefinitif antara
sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi
sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas,
sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total
dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi
dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas ,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya, sinus-sinus yang besar
tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

3. Membantu keseimbangan kepala


Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara

20
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat ,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi antara resonansi
suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara


Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

6. Membantu produksi mukus.


Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun
efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan
udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat
yang paling strategis.2

21
KESIMPULAN

a. Berdasarkan struktur anatomisnya, hidung terdiri atas hidung luar dan


hidung bagian dalam. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-
bagiannya dari atas ke bawah: pangkal hidung, batang hidung, puncak
hidung,ala nasi,kolumela, dan lubang hidung. Bagian hidung dalam
terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior dan terdiri dari cavum nasi, septum
nasi, konka-konka, dan meatus diantaranya
b. Fungsi fisiologis hidung adalah : 1) Fungsi respirasi untuk mengatur
kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik
lokal; 2) Fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu;
3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang;
4) Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) Refleks nasal.
c. Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi
udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus
alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian
inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Secara klinis sinus paranasal
dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian anterior dan posterior.
Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat
infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior
sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas
konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus
sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung
merupakan batas antara keduakelompok.

22
d. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain adalah : sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning), penahan
suhu (thermal insulators) , peredam perubahan tekanan udara membantu
keseimbangan kepala, resonansi suara, produksi mukus.

23

Você também pode gostar

  • Olahraga Pada Anak
    Olahraga Pada Anak
    Documento2 páginas
    Olahraga Pada Anak
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Perspektif Psikologis Tentang Stres Dan Keselamatan Kerja
    Perspektif Psikologis Tentang Stres Dan Keselamatan Kerja
    Documento14 páginas
    Perspektif Psikologis Tentang Stres Dan Keselamatan Kerja
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Psikologi Industri Tugas
    Psikologi Industri Tugas
    Documento14 páginas
    Psikologi Industri Tugas
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Aryo
    Aryo
    Documento51 páginas
    Aryo
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Jasa
    Jasa
    Documento5 páginas
    Jasa
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento4 páginas
    Daftar Isi
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Documento526 páginas
    Pengantar Sistem Operasi Komputer
    Leader Mechanizer
    Ainda não há avaliações
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Documento1 página
    ABSTRAK
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Documento23 páginas
    Graphical User Interface (GUI) Dan Multimedia: Syamsudin Arif 14020016
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • 10.implementasi Sistem File
    10.implementasi Sistem File
    Documento14 páginas
    10.implementasi Sistem File
    Ebiet Mansyur
    Ainda não há avaliações
  • Tuberkulosis Okular
    Tuberkulosis Okular
    Documento21 páginas
    Tuberkulosis Okular
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • 1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    Documento37 páginas
    1 Konsep Dasar Sistem Berkas
    Ippo Nardie
    Ainda não há avaliações
  • Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Documento23 páginas
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    Documento39 páginas
    Pemeriksaan Fisik Mata PDF
    tanahbasah
    Ainda não há avaliações
  • Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Documento8 páginas
    Indonesia Vs Timor Leste - Agung
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Case Pterigium
    Case Pterigium
    Documento40 páginas
    Case Pterigium
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • DM Puskes
    DM Puskes
    Documento8 páginas
    DM Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Referat Ikj Ika
    Referat Ikj Ika
    Documento24 páginas
    Referat Ikj Ika
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Hipertensi Puskes
    Hipertensi Puskes
    Documento12 páginas
    Hipertensi Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • DM KKN
    DM KKN
    Documento15 páginas
    DM KKN
    Rosi Indah
    Ainda não há avaliações
  • Hipertensi Puskes
    Hipertensi Puskes
    Documento12 páginas
    Hipertensi Puskes
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Documento1 página
    Cover Skripsi
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento52 páginas
    Bab Ii
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento4 páginas
    Daftar Isi
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • Tugas Kadek
    Tugas Kadek
    Documento29 páginas
    Tugas Kadek
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • HM
    HM
    Documento1 página
    HM
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações
  • DOPS
    DOPS
    Documento18 páginas
    DOPS
    Aulia Sari Pratiwi
    Ainda não há avaliações