Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan
berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-
konsekuensi kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan, kita dapat menganalisis pembentukan
snhstansi dan dampak dari kebijakan-kebijakan tertentu, seperti siapakah yang diuntungkan
dalam kebijakan tata niaga cengkeh pada masa Orde Baru, siapa aktor-aktor yang terlibat dalam
perumusan kebijakan tersebut dan apa dampaknya bagi petani45. Analisis ini dilakukan tanpa
mempunyai pretensi untuk menyetujui atau menolak kebijakan-kebijakan itu.
Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan, yakni:Pertama, fokus
utamanya abalah mppgenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang
"pantas". Kedua, sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik
diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga analisis dilakukan
dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-
kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga
dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda. Dengan demikian, analisis kebijakan dapat bersifat
ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah, politik sosial sekarang ini46. Pada tataran tertentu
analisis kebijakan sangat berguna di dalam merumuskan maupun mengimplementasikan
kebijakan publik.
Tahap-tahap kebijakan
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak
proses maupun variabel yang narus dikau. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh
minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke
dalam beberapa tahap.
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publjk.
Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam
agenda kebijakan Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan, para perumus
kebijakan.
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak
diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi
maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat seiauh
mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah, Kebijakan publik pada
dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah
yang dihadapi masyarakat.
Kesimpulan
Dalam sub bagian ini akan dijabarkan secara garis besar bagaimana proses formulasi
kebijakan itu berlangsung sehingga menjadi keputusan yanp ditetapkan menjadi kebijakan
publik. Pertama, model sistem. Model ini sebenarnya merupakan pengembangan dari teori sistem
David Easton. Dimana menurutnya baliau suatu kebijakan tidak mungkin berwujud dalam ruang
vakum tetapi ia menjadi suatu kebijakan oleh karena interaksinya dengan lingkungan sekitar.
Dalam pendekatan ini dikenal lima instrumen penting untuk memahami proses
pengambilan keputusan sebuah kebijakan: input proses/transformasi, output, feedback, dan
lingkungan itu sendiri. Selain itu, umpanbalik (feedback) menjadi hal penting lain selain ketiga
komponen tersebut dimuka. Di bawah ini gambar formulasi kebijakan publik yang bermodel
sistem.
Lingkungan
Input
Tranformasi
1.Tuntutan Output
2. Dukungan Proses
Feedback
Kedua, Model Elite. Model ini hendak menyatakan bahwa proses formulasi kebijakan
publik merupakan abstraksi dari keinginan elite yang berkuasa. Hal ini dapat kira rujuk
pemahaman teorinya, dalam, konteks teop politik konvensional yang mengaratakan bahwa dalam
masyarakat hanya terdapat dua kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat pertama adalah
kelompok masyarakat yang berkuasa yang biasanya jumlahnya lebih sedikit daripada kelompok
masyarakat kedua, kelompok masyarakat yang dikuasai. Kelompok masyarakat pertama, yang
terdiri atas elite yang berkuasa menyatakan bahwa kenyataan yang berlangsung dalam dunia real
pragmatis bahwa pemegang kekuasaan politiklah yang akan melaksanakan tugas formulasi
kebijakan.
Pembuatan kebijakan
Elite
Ketiga, Model Institusional. Model institusional atau disebut juga dengan model
kelembagaan merupakah model formulasi kebijakan yang berangkat dan turunan politik
tradisional yang mengatakan bahwa tugas formulasi kebijakan merupakan tugas seritral lembaga-
lembaga pemerintahan secara otonom, tanpa perlu melakukan interaksi dengan lingkungannya.
B
A
Kesetimbangan Baru
Kelima, Model Proses. Djalam model pendekatan ini, kebijakan publik, dimaknai sebagai
suatu aktivitas yang menyertakan rangkaian-rangkaian kegiatan (yang berproses) yang berujung
evaluasi kebijakan publik. Secara singkat model ini hendak menyatakan bahwa dalam
memformulasi kebijakan ada standar-standar yang seharusnya dilakukan oleh para formulator
kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan minimal sesuai dengan apa yang hendak dicapai.
Identifikasi Masalah
( Melaksankan Pengidentifikasian atas masalah-masalah yang ada )
Agenda setting
( Memutuskan Isu-isu yang hendak diselesaikan )
Legitimasi Kebijakan
( Mencari dukungan politik agar dapat diterima dan direalisasi penatapan
dan pelaksanaan kebijakan )
Implementasi Kebijakan
( Pelaksanaan Keputusan politik yang telah ditetapkan )
Evaluasi Kebijakan
( Melakukan studi evaluasi atas program mulai dari output, outcome,
hingga rekomendasi penyempurnaan kebijakan )
Keenam, Model Rasional Prinsip dasar dari model formulasi kebijakan ini adalah,
bagaimana keputusan yang diambil oleh pemerintah harus sudah diperhitungkan rasionalitas
costs and benefits-nya pagi warga masyarakat. Ada beberapa tahapan cara yang yang. disusun agar
kemanfaat yang optimum bagi publik dapat terwuiud dalam Keputusan-Keputusan yang diambili
(1) mengetahui pilihan-, pilihan dan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan oleh warga;
(2) menemukan pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin untuk diimplementasikan; (3) menilai
konsekuensi masing-masing pilihan kebijakan; (4) menilai perbandingan perhitungan
keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang akan diperoleh apabila kebijakan tersebut
diimplementasikan;.(5) memilih alternatif kebijakan yang paling efisien dan ekonomi. Model
rasional juga dikenal dengan Model Rasional Komprehensif yang telah disampaikan pada bagian
pertama buku ini.
Ketujuh. Model Inkremental. Bila kita melihat pada buku-buku kebijakan yang ada, maka
model inkeremental merupakan rnodel formulasi kebijakan publik yang berusaha untuk merevisi
formulasi kebijakan model rasional.
Kedelapan, Model Pilihan Publik Model ini menyatakan bahwa kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah haruslah kebijakan yang memang berbasis pada publik choices ( pilihan publik yang
mayoritas).
Terakhir, Model Teori Permainan ( game theory) Prinsip dasar dari model ini adalah
bahwa kebijakan publik berada dalam kondisi kompetisi yang sempurna, sehingga pengaturan
strategi agar kebijakan yang ditawarkan pada pengambil keputusan lain dapat
diterima, khususnya oleh para pfnentang. Dalam model teori permainan pengaturan /pemilihan
strategi menjadi hal yang paling utama. Artinya, kapan bersikap proponen atau bersikap
proponen harus dianalisis secara mendalam; atau kapan harus mengulurkan
waktu agar ketegangan dapat diredam atau konflik dapat dihindari sekali lagi strategi menjadi
kenyataan yang perlu diperhitungkan masak-masak.
EVALUASI DAN DAMPAK KEBIJAKAN^
Kedua, evaluasi kebijakan berfungsi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik
terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan . tujuan dan target Pemilihan nilai dalam mencapai
tujuan dan target; sejatinya, tidak didasari oleh kepentingan-kepentingan nilai dan
kelompok/golongan/partai tertentu. Ia harus didasari atas nilai yang memang dibutuhkan oleh
warga masyarakat Karena itu, nilai perlu diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan
tujuan-tujuan dan target-target yang hendak dicapai. Nilai-nilai, yang mendasari pengambilan
keputusan oleh para decision-maker perlu dikritik dengan menanyakan secara sistematis
kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah-masalah yang hendak dituju.
Ketiga, evaluasi kebijakan bejjungsi juga untuk memberi sumbangan pada aplikasi
metode-metode analisis kebijakan lainnya termasuk bagi perumusan masalah maupun pada
rekomendasi kebijakan informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan yang dihasilkan
dari proses evaluasi kebijakan dapat memberi sumbangan bagi reformulasi masalah kebijakan
dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu diredefinisi ulang.
Pengaruh Kebijakan
Dalam diskusi mengenai pengaruh Evaluasi, yang penting untuk dipikirkan adalah
memahami perbedaan antara policy output dengan policy outcome. Output kebijakan adalah sesuatu
biasanya berupa benda yang dikerjakan pemerintah (seperti: konstruksi jalan, program
pembayaran kesejahteraan pada masyarakat, atau bantuan operasional sekolah, dan lain-lain).
Evaluasi kebijakan menjadi lebih sulit: bila kita memberikanpertimbangan secara eksplisit
pada fakta dimana efek dari kebijakan berbentuk simbolik ( tidak nyata) dan juga pada bentuk
material ( atau nyata ). Hasil kebijakan yang berbentuk simbolik, menurut Gabriel Almond dan
G. Powell (1966:199), "... penegasan nilai-nilai tertentu
oleh elite berbentuk: arak-arakan bendera. pasukan, dan upacara militer; kunjungan pejabat atau
petinggi. Hasil kebijakan yang berbentuk simbolik memberikan perubahan yang tidak nyata
pada kondisi sosialnya.
Analisis dari kebijakan publik biasanya dititikberatkan pada apa yang sesungguhnya
dilakukan pemerintah, mengapa,dan dengan dampak material apa. Bagaimanapun kita tidak
seharusnya menyia-nyiakan aspek simbolis pemerintah, meskipun keadaannya tidak nyata dan
samar-samar. Pidato pemerintah (apa yang dikatakan pemerintah atau apa yang muncul dalam
perkataannya) jelas perlu dan memerlukan perhatian dari para analis kebijakan.
Pertama, Ketidakpastian Arah/Tujuan Kebijakan. Apabila arah dari suatu kebijakan tidak
jelas, membingungkan, atau menyimpang, seperti yang sering muncul, maka dalam menentukan
kelanjutan yang akan dicapai menjadi suatu tugas yang sulit dan sering membuat frustasi.
Kedua, Hubungan Sebagian Akibat (Causality). Evaluasi yang sistematik harus dapat
menunjukkan perubahan dalam kondisi kehidupan nyata sebagai akibat dari kegiatan kebijakan.
Tetapi dengan adanya kenyataan bahwa kegiatan A dilaksanakan dan kondisi B dikembangkan
tidak berarti bahwa ada hubungan sebagian akibatnya. Sesuatu dapat terjadi dengan atau
tanpa kebijakan.
Keempat, Kesulitan dalam Memperoleh Data. Kekurangan data yang relevan dani akurat
secara statistik serta informasi lainnya merupakan ketidaksempurnaan bagi evaluator kebijakan.
Model ekonometrik dapat memperkirakan dampak pajak yang diambil dari kegiatan
perekonomian, tetapi data, yang sesuai untuk mengukur dampak ekonomi yang sesungguhnya
sangat sulit dicapai.
Kelima, Penolakan Pejabat .Kantor (Ofiicial Resistance). Evaluasi kebijakan, apakah itu
disebut analisis kebijakan, ukuran pengaruh kebijakan, atau lainnya, didalamnya pastilah juga
memuat ketetapan mengenai manfaat dari kebijakan.
Pertama, Parlemen. Salah satu fungsi utama dari Parlemen, meskipun tidak tidak tercantum
dalam konstitusi, adalah melakukan kontrol sekaligus evaluasi dari penerapan, administrasi dan
pelaksanaan hukum atau kebijakan:
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui sejurnlah teknik, yaitu: (1) Casework, yaitu evaluasi
yang dilakukan pada bagian instansi sebagai konsekuensi dari keinginan dan permintaan pemilih;
(2) Penyelidikan dan dengar pendapat; (3) Persetujuan presiden; dan.(4) studi staf parlemen.
Pemeriksaan Parlemen pada intinya lebih merupakan bagian-bagian dan terpisah-pisah daripada
kontinyu dan sistematis. Informasi yang sedikit dan sepotong-potong, pendapat yang
mengesankan, serta intuisi dan penilaian anggota parlemen dicampur untuk menghasilkan
evaluasi kebijakan.
Kedua. General Accounting Office (G10). Kasus di Amerika Serikat misalnya instansi General
Accounting Office biasanya merupakan "kepanjangan tangan Parlemen" yang mempunyai
wewenang untuk memeriksa kegiatan pelaksanaan dan keuangan dari instansi Negara. Federal,
mengevaluasi programnya, dan melaporkan penemuannya pada Pademen (Anderson, 1984:162).
Tidak itu saja General Accounting Office saat ini semakin memperhatikan evaluasi^program sama
seperti memeriksa pelaksanaan program
Keempat, Kantor Administrasi Banyak program dan evaluasi kebijakan dikeluarkan oleh
kantor administrasi juga atas usul mereka sendiri atau yang berhubungan dengan, faktor lainnya.
Beberapa perkembangan dan contoh akan dibahas mengenai peran Kantor Administrasi dalam
melakukan evaluasi kebijakan publik. Kasus-kasus yang dideskripsikan di sini akan banyak
mengambil studi kasus Amerika Serikat.
FORMULASI KEBIJAKAN
Studi mengenai formulasi kebijakan memberikan perhatian yang sangat dalam pada sifat-
sifat, ( perumusan) permasalahan publik. Karena (perumusan) permasalahan publik merupakan
fundamen dasar dalam merumuskan kebnakan publik sehingga arahnya menjadi benar tepat, dan
sesuai. Perumusan masalah menurut William Dunn (1999:26)-akan sangat' membantu para analis
kebijakan untuk menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebagian
penyebagian masalah publik, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan
pandangan-pandangan yang berseberangan/bertentangan, dan merancang peluang-peluang
kebijakan yang baru. Karenanya, menurut Dunn lebih lanjut, terdapat fase-fase yang harus
dilakukan secara hati-hati dalam merumuskan masalah, sehingga hasil akhir dari kebijakan yang
di tetapkan minimal dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi. Fase-fase tersebut
terdiri atas (Dunn, 1999:226): problem search (pencarian masalah), problem defimtion
(pendefinisian masalah). problem spesification (menyepesifikasi masalah ). dan problem sensing (
pengenalan masalah).
Pendefinisian
Pencarian Masalah Masalah
Masalah Formal
Menurut Theodore Lowi dalam buku James Anderson. (1984:54), permasalahan dapat
juga dikatagorikan, sebagai: masalah distributif, masalah regulatori. dan masalah redistributif.
Pengelompokan ini tergantung pada jumlah orang yang terkena dampak dan hubungan mereka
satu dengan yang lainnya.; Masalah distributif melibatkan sejumlah kecil orang dan dapat.dikelola
satu demi satu, misalnya| penyelidikan masyarakat untuk proyek pengendalian banjir, industrii
untuk kelonggaran tarif, dan perusahaan untuk kontrak-kontrak pemerintah. Masalah regulatori
sangat mungkin untuk menimbulkan pembatan bagi yang .lain, sehingga dapat melibatkan (
relatif ) sedikit dan banyak orang Dan, masalah redistributif adalah masalah yang memerlukan
pertukaran sumber penghasilan diantara kelompok atau kias di masyarakat.
William Dunn bahkan membedakan lagi antara masalah bukan kebijakan dan masalah
kebijakan (1995). Menurutnya terdapat karakteristik yang menonjol antara masalah kebijakan
dan nonkebijakan yaitu: pertama, .saling bergantung (interdependensi) Maksudnya masalah
kebijakan seringkah berkelit atau mempengaruhi masalah kebijakan lainnya. Kedua, menurut
Dunn, ialah subjektif (subjective). yaitu suatu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah
didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif Meskipun terdapat
pandangan yang mengatakan bahwa masalah merupakan hal yang. objektif tetapi banyak data
yang diperoleh dari lapangan dapat diinterpretasi dalam berbagai cara (sehingga berlaku sifat
yang subjektif didalamnya). Ketiga, adalah arafiasial. Masalah kebijakan hanya mungkin ada jika
individu mempertimbangkan mengenai perlunya merubah situasi problematis menjadi masalah
yang objektif melalui kontruksi sosial dalam mekanisme formulasi kebijakan.
Dan, Keempat, masalah kebijakan memiliki ciri yang dinamis. Banyak, pemecahan yang dapat
diambil sebanyak definisi yang dapat, diberikan kepada suatu masalah. Hal yang dapat kita petik
dari karakteristik paparan Dunn adalah semakin membuat kita berhati-hati terhadap
kemungkinan adanya akibat tak terduga (unantjcipated consequences) manakala kita salah
memahami masalah kebijakan, sehingga dapat menimbulkan pemecahan yang benar untuk
masalah yang salah, atau pemecahan yang salah yang masalah yang benar, atau bahkan
memecahkan masalah yang salah pada masalah yang salah.
Menurut mereka bahwa masalah dapat terjadi oleh karena salah satu atau gabungan dari
beberapa hal yang ditesiskan mereka tidak berjalan dengan baik. Hal-hal tersebut, ialah: Rule
(peraturan), Opporiunity. (peluang/kesempatan), Capacity (kemampuan). Communicatiott
(Komunikasi), Interest (kepentingan), Process (proses), dan ideology (nilai dan / atau sikap) yang
dapat disingkat menjadi ROCCIPI.
Pertama, peraturan yang niscaya dapat mengatur perilaku manusia ke arah yang
diharapkan melalui kebijakan yang dibuat, alih-alih dapat juga sebaliknya. Masalah publik,.
dalam konteks peraturan, dapat muncul manakala: (1) bahasa yang digunakan
dalam peraturan, rancu atau membingungkan, atau peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang
harus dan apa yang dilarang dilakukan oleh warga sehingga bersifat mendua atau menyesatkan:
(2) beberapa peraturan mungkin malah memberi peluang bagi terjadinya perilaku bermasalah;
(3) peraturan tidak menghilangkan penyebagian-penyebagian perilaku bermasalah justru
memperluasnya; (4) peraturan membuka pejuang bagi perilaku yang tidak transparan; dan (5)
peraturan berkemungkinan juga untuk memberikan wewenang yang berlebih kepada pelaksana
peraturan untuk bertindak represif.
Kedua, kesempatan atau peluang; mungkin sebuah peraturan secara tegas melarang
perilaku tertentu. Namun jika terbuka kesempatan untuk tidak mematuhinya, para individu bisa
dengan mudah untuk melakukan perilaku yang bermasalah Dengan kata lain, terbukanya
kesempatan bisa sangat mempengaruhi individu untuk berperilaku tertentu yang bermasalah,
yang diciptakan oleh lingkungan.
Ketiga, kemampuan pertukaran tidak dapat memerintah para individu untuk melakukan
hal-hal diluar kemampuannya. Dengan demikian, kita mesti mengetahui kondisi-kondisi didalam
diri para individu.
Keempat, komunikasi; perilaku bermasalah dapat terjadi oleh karena ketidaktahuan para
individu,
Kelima, kepentingan: kategori ini berguna untuk menjelaskan epitesme atau pandangan
individu tentang akibat dan manfaat dari setiap perilakunya. Akibat dan manfaat itu bukan saja
bersilat material (seperti Tceuntungan ekonomis) tetapi juga yang bersifat nonrnaterial(seperti.
misalnya, pengakuan dan penghargaan).
Agenda Kebijakan
Dalam sistem politik akan terdapat sejumlah agenda kebijakan. Roger Cobb dan Charles
Elder melihat dua tipe dasar agenda, yaitu: agenda sistemik (the systemtc agenda) dan agenda
institusional (insritutional agenda) (atau agenda pemerintahan <govermental agenda>) (1972;85).
Agenda sistemik, menurut pemahaman dan pengertian yang merek ajukan dalam bukunya
Participation in American Politics: the Dynamics of_ Agenda-Building, berisi,mengenai semua
persoalan yang dipandang secara umum oleh anggota kelompok politik sebagai sesuatu hal yang
patut memperoleh perhatian publik Han mencakup masalah-masalah yang berada dalarn
kewenangan sah dari setiap tingkat pemerintahan yang ada. Karena itu, agenda sistemik akan ada
pada variasi level sistem politik baik dalam aras lokal, regional, dan nasional.
Menurut Cobb dan Elder ada tiga persyaratan agar issu-issu kebijakan dapat masuk ke
dalam agenda sistemik Pertama, issu itu memperoleh perhatian yang luas atau setidak-tidaknya
dapat menimbulkan kesadaran publik; kedua, adanya persepsi dan pandangan publik yang luas
bahwa beberapa tindakan perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut; dan ketiga,
terakhir, adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu adalah merupakan suatu
kewajiban dan tanggung jawab yang sah pemerintah untuk menyelesaikan/mengatasinya
(1972:84-85).
Agenda yang kedua adalah agenda institusional atau agenda pemerintahan yang terdiri
dari persoalan-persoalan yang termaktub dalam agenda sistemik dimana kemudian para pejabat
publik memberikan perhatian yang serius dan aktif atas.issu-issu yang berkembang dalam agenda
sistemik.
Agenda institusional, merujuk pada Cobb dan elder, dapat berisi "masalah-masalah lama"
(old items) dan masalah-masalah baru (new items). Masalah-masalah lama merupakan problem
yang selalu muncul secara reguler pada agenda pemerintah seperti misalnya: peningkatan
pembayaran para pegawai. negeri, keamanan, penambahan fasilitas publik; atau alokasi
anggaran. Masalah-masalah lama mi sudah biasa bagi para pengambil kebijakan (cukup dikenali)
sehingga alternatif yang berhubungan dengan permasalahan tersebut relative sudah agak
terpolakan jalan keluarnya.
Sedangkan, masalah-masalah baru timbul karena situasi atau kejadian tertentu, seperti;
pemogokan karyawan kereta api, atau krisis kebijakan luar negeri, atau karena perkembangan
dukungan yang meluas bagi suatu tindakan pada masalah-masalah seperti pengawasan senjata
atau pengurangan polusi udara.
Charies OMones (1996:122-123) ada empat langkah strategis yang harus diperhatikan
dalam menyusun agenda kebijakan, ialah:
1. Dilihat dari Peristiwa itu Sendiri.
a. Ruang lingkup/ Scope. Berapa banyak orang yang terkena pengaruh atau akibat dari
peristiwa yang tengah terjadi?
b. Persepsi. Bagaimana pandangan mereka? Berapa banyak erang yang merasakan
kosekuensinya? Apa hasil dari persepsi-persepsi ini?
c. Definisi. Apakah konsekuensi-konsekuensi yang diratakan dapat disebut sebagai
sebuah problem? Apakah problem-problem yang berlainan didefinisikan oleh orang-
orang yang berlainan?
d. Intensitas: berapa banyak orang yang terlibat? Apakah intensitasnya berbeda diantara
mereka yang terlibat?
2. Organisasi Kelompok
a. Jumlah (extent) Berapa banyak anggota . yang terdapat dalam kelompok yang terlibat?
Apakah, komitmen kelompok tersebut?
b. Struktur. Apakah hubungan antara anggota dengan pemimpinnya (Hirarkis
/Demokratis)? Apakah terdapat staf-staf yang professibnal?
c. Kepemimpinan:. Bagaimana pemimpinnya dipilih? Berapa, besar kekuasaan yang
mereka miliki? Apakah mereka itu agresif?
3. KernudahaanAkses
a. Perwakilan: Apakah mereka yang akan terkena akibat kebijakan telah terwakili dalam
posisi pembuatan kebijakan? '
b. Empati: Apakah mereka yang ada dalam posisi pembuat kebijakan mau berempati
(menaruh perhatian) kepada mereka yang akan terkena dampak kebijakan?
c. Dukungan: Dapatkah mereka yang akan terkena dampak kebijakan memperoleh
dukungan?
4. proses Kebijakan
a. Struktur. Bagaimana hubungan antara pemerah kebijakan dengan mereka yang
terlibat/terkena pengaruh kebijakan tersebut (hirarkis demokratis berdasarkan
bergaining)? Apakah syarat-syarat formal dari pembuatan kebijakan?
b. Daya Tanggap (Rtsponsipeness): Bagaimana tanggapan para pemeran kebijakan
terhadap mereka yang terlibat/terkena dampak kebijakan? Bagaimana nilai/ tradisi
yang ada dalam menanggapai hal'seperti ini?
c. Kepemimpinan: Bagaimana pemimpinnya dipilih? Berapa besar kekuasaan yang
mereka miliki? Apakah mereka itu agresif?
Perumusan kebijakan dapat dipandang sebagai kegiatan yang dikemudian hari kelak akan
menentukan masa depan suatu kehidupan publik (tertentu) apakah menjadi lebih baik atau
sebaliknya. Karenanya perumusan kebijakan tidak dapat di anggap sebagai sebuah kegiatan
yang main-main. Dalam perumusan kebijakan analis akan bersinggungan, minimal, dengan
upaya untuk merumuskan permasalahan yang benar dan memutuskannya sehingga dapat
dikerjakan guna menyelesaikan permasalahan tertentu. Jalan konteks pertanyaan perumusan
kebijakan akan, sangat mungkin menampilkan pertanyaan-pertanyaan, seperti: "Sistem asuransi
kesehatan nasional seperti apakah yang akan dipakai?" Dalam kasus lain, pertanyaannya
mungkin, "Program bantuan luar negeri macam apa yang kita butuhkan sekarang dan bagaimana
penggunaan dan pertanggungjawab annya?" Atau "Beiapakah seharusnya tingkat upah
minimum kota?" dan seterusnya.
Charles O’Jones pernah mengingatkan dalam bukunya Pengantar Kebijakan Publik (1996)
bahwa untuk menghasilkan perumusan usulan kebijakan yang komprehensif ada beberapa hal
yssig perlu dicermati, seperti:
Keputusan kebijakan termasuk tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang pejabat atau
sebuah badan untuk menyetujui/memutuskan, merubah. atau menolak alternatif kebijakan yang
dipilih.
Lebih jauh lagi, suatu keoutusan kebijakan biasanya merupakan puncak dari bermacam-
macam keputusan, baik yang rutin maupun yang tidak rutin, yang dibuat selama proses kebijakan
itu berlangsung.v
Pertama, Nilai. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa nilai (sosial, rehgios, politik,
organisasi, dan lainnya) akan sangat mempengaruhi pilihan individu dalam membuat
keputusan kebijakan. Beberapa aspek dari nilai-nilai individual sebagai kriteria keputusan
disinyalir merupakan kriteria, yang paling berhubungan dan tepat dalam memutuskan apa yang
akan dikerkajakan.
Kedua, Afiliasi pada Partai Politik. Kesetiaan pada partai politik merupakan kriteria penting
untuk sebagian besar anggota Parlemen, meskipun .sering sulit dipisahkan dan pertimbangan
lain, seperti: pengaruh kepemimpinan dan kesetiaan ideologinya. Namun demikian, afiliasi
pada partai tetap merupakan perkiraan yang paling baik untuk, mengetahui bagaimana anggota
Parlemen akan mengambil suara dalam- menyelesaikan suatu permasalahan kebijakan.
Ketiga. Kepentingan Para Pemilih (Konstituen). Sangat kuat pandangan dalam Parjemen
yang mengatakan bahwa apabila kepentingan partai dan kepentingan para pemilih (konstituen)
berlawanan dalam beberapa kasus, maka anggota partai politik harus mulai berjuang untuk
"mempertahankan suara para pemilihnya, karena apabila tidak maka partai politik lain, siap
membujuk para floatini voters kedalam tubuh partainya.
Dalam konteks demokrasi representatife bahwa anggota partai politik akan dapat
dipastikan bereaksi bagi kepentingan para pemilihnya. Ia dalam hal ini bertindak sebagai seorang
wakil delegasi yang membawa instruksi dari para pemilihnya. Namun disisi lain dia juga
sangat dapat bereaksi sebagai wakil partainya dan menjalankan keputusan pasti dalam
pengambilan suara kebijakan.
Keempat, Pendapat Publik. Ilmuwan politik telah mencurahkan banyak waktu dan usaha
untuk mempelajari pembentukan isi, dan perubahan pendapat publik dalam masalah-masalah
politik. Secara filosofi upaya yang dilakukan oleh jara scholars ilmu politik adalah berupaya
untuk melihat hubungan antara peran yang dapat dibuat oleh pendapat publik dalam proses
pemerintahan. "Yangmenjadi perhatian di sini adalah pengaruh pendapat publik terhadap
kegiatan para pembuat keputusan. Apakah pilihan dari pembuat keputusan dibentuk atau
ditentukan oleh pendapat publik? Apakah pendapat publik termasuk dalam kriteria keputusan?
Secara ringkas, pembuat kebijakan sangat dapat dipengaruhi oleh pendapat publik dalam
menentukan pilihannya. Hubungan antara pendapat publik dan kegiatan yang menyangkut
kebijakan, bagaimanapun juga, tidak Sesederhana' ataupun seperti yanp; diperkirakan seseorang..
Tetapi sangatlah bodoh bila'pejabat publik terpilih sama sekali mengabaikan pendapat publik dan
tidak memasukkan diantara kriteria keputusannya.
Kelima, Perbedaan. Pejabat yang dihadapkan dengan kewajiban membuat keputusan dapat
menentukan bagaimana ia bertindak sesuai dengan keputusan lembaga lain. Lembaga lain yang
memberi keputusan secara hirarki dapat lebih tinggi tetapi dapat juga lebih rendah. Pejabat
adrninistrasi sering membuat keputusan sesuai dengan perintah kepala departemen atau kepada
eksekutif.
Agenda setting
-perception of problem
produces Agenda of government
-definition of problem
Program implementation
necessitates
-resources acquisition
-interpretation
Policy action
produces
-planning
-organizing
lead to
-providing benefits, service, coercion
stimulate Policy and program
Evaluation of implementation, performance and
performance, and impacts impacts
lead to
terminasi agenda
kebijakan setting
perubahan formulasi
kebijakan kebijakan
evaluasi implementasi
kebijakan kebijakan