Você está na página 1de 1

Kisah Abu Bakar

Dalam sejarah, terdapat salah satu sosok manusia yang mampu menampilkan kejujuran yang
benar, selain Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫ )صلى هللا عليه و سلم‬adalah Abu Bakr.
Dia merupakan sahabat yang pertama yang beriman ke pada Nabi dari golongan laki-laki
dewasa.
Kejujurannya telah teruji semenjak awal dia masuk Islam. Hal tersebut terbukti -salah satunya- di
tengah-tengah kaum Quraisy mengingkari dan bahkan menghina Nabi dengan peristiwa Isra’ dan
Mi’raj, Abu Bakr justru menjadi orang pertama yang meyakini kebenaran hal tersebut.
Bahkan, dia berani menantang kaum kafir, bahwa kalau saja ada berita yang lebih dahsyat dari
peristiwa Isra’ dan Mi’raj, maka dia akan mempercayai hal tersebut tanpa sedikitpun
meragukannya.
Kejujuran Abu Bakr ini, kemudian terwujud dengan tindakan nyata. Dia tidak pernah meragukan
akan apa yang telah menjadi janji Allah dan Rosul-Nya. Dan hal itu setidaknya tergambar dengan
keberaniannya menyerahkan kepada Nabi seluruh harta bendanya demi memperjuangkan
kejayaan Islam pada suatu peperangan.
“Aku tinggalkan mereka Allah dan Rosul-Nya”. Hanya kalimat singkat ini lah yang terlontar dari
lisan Abu Bakr, ketika Rosulullah bertanya tentang apa yang dia sisakan untuk keluarganya, kalau
semua kekayaannya dia serahkan fii sabilillah.
Karena kejujurannya ini, yang telah menjadi gaya hidupnya, beliau pun mendapat julukan sebagai
As-Shiddiq (orang yang membenarkan). Tidak itu saja, jaminan ‘tiket’ masuk surga secara
langsung, pun telah beliau genggam dari Rosulullah. Allahu Akbar !!!.
Lain Abu Bakr, lain pula Abu Tholib. Beliau adalah orang jujur, yang meyakini akan kebenaran
ajaran Rosulullah. Selain itu, beliau pun membuktikan akan kejujuran hatinya dengan
tindakannya yang selalu melindungi perjalanan dakwah Rosulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam
(‫)صلى هللا عليه و سلم‬. Sayang hanya karena kurang satu dimensi saja, pengucapan (lisan), perilaku
jujur itu pun ‘mandul’, tidak menghasilkan apa-apa di sisi Allah. Dia pun akhirnya mati dalam
kekafiran yang tempat kembalinya adalah neraka.
Apa lagi dengan sosoknya Abu Lahab. Secara naluri (Baca: hati) beliau mengakui akan
kebenaran risalah Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلى هللا عليه و سلم‬. Namun,
karena lisannya dan tindakkannya berpaling dari keyakinan hatinya, maka dia pun mati dalam
keadaan kafir pula, dan tempat kembalinya adalah neraka.

Você também pode gostar