Akuntansi forensik adalah praktek pemanfaatan akuntansi, audit, dan investigasi untuk membantu masalah-masalah hukum. Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution. Sebagai contoh: Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam tahun 2003. Dalam sengketa ini, AWI menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaian dilakukan di luar pengadilan. D. Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis: “Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judisial atau administratif.“ Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi suatu proses sengketa hukum, yang penyelesaiannya dapat dilakukan di luar pengadilan. Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan. Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai perusahaan. Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan, yaitu bidang audit. Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1997. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia. Akuntansi forensik mengungkapakan sebuah fakta yang berhubungan dengan penyelewengan dana sebuah organisasi dan menangkap substasi tertentu. Ini lebih dari akuntansi, ini lebih dari sekadar pekerjaan seorang detektif. Itu adalah kombinasi yang dibutuhkan selama manusia masih ada. Seorang akuntan forensik harus (memiliki): 1. Kreatif, adalah kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan situasi bisnis normal. 2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu rangkaian peristiwa atau suatu situasi tertentu. 3. Tidak pantang menyerah, adalah semangat yang ditunjukan untuk terus maju meskipun fakta tidak mendukung dan bukti-bukti sulit diperoleh. 4. Akal sehat, adalah kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. 5. Business sense, adalah kemampuan untuk memahami bagaimana sebenarnya bisnis berjalan, bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. 6. Percaya diri, adalah kemampuan mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jaksa dalam persidangan. Singkatnya, akuntan forensik harus memiliki kualitas yang paling penting, yaitu kemampuan untuk berpikir. Jauh dari kemampuan yang spesifik untuk sukses dalam bidang tertentu, mengembangkan kemampuan berpikir seseorang meningkatkan peluang sukses dalam hidup, sehingga meningkatkan seseorang berharga dalam masyarakat. Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila kita sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau kita harus mengenal dan memahami akuntansi forensik ini, sehingga kita bisa segera mengetahui ada yang tidak beres dalam analisa atau data-data yang disajikan.