Você está na página 1de 4

Nama : Fajar Odiatma

NIM : 0702 1314 79


Mata Kuliah : Audit Forensik

Mengapa Akuntansi Forensik?


Akuntansi forensik adalah praktek pemanfaatan akuntansi, audit, dan
investigasi untuk membantu masalah-masalah hukum. Sebenarnya akuntan dan
akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja. Istilah
pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di
pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi
ada proses penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai.
Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution. Sebagai contoh:
Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International (AWI) melalui proses
yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui
akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam tahun 2003. Dalam sengketa ini, AWI
menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan
penyelesaian dilakukan di luar pengadilan.
D. Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting
menulis:
“Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi
yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan
dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judisial atau administratif.“
Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi suatu proses
sengketa hukum, yang penyelesaiannya dapat dilakukan di luar pengadilan.
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa antara
dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak.
Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi. Dalam hal ini,
penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di luar
pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya
pembunuhan isteri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi,
atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai perusahaan. Bermula dari
penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah
akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar akuntansinya masih
terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan
Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik
pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk akuntansi dan hukum.
Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian harta gono gini. Disini
terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan diterima
pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di
dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang
lebih pelik, ada satu bidang tambahan, yaitu bidang audit.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini
tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1997. Akuntansi
forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor
akuntan publik (KAP) di Indonesia.
Akuntansi forensik mengungkapakan sebuah fakta yang berhubungan
dengan penyelewengan dana sebuah organisasi dan menangkap substasi tertentu. Ini
lebih dari akuntansi, ini lebih dari sekadar pekerjaan seorang detektif. Itu adalah
kombinasi yang dibutuhkan selama manusia masih ada. Seorang akuntan forensik
harus (memiliki):
1. Kreatif, adalah kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain
menganggap situasi bisnis normal dan mempertimbangkan interpretasi lain,
yakni bahwa itu bukan situasi bisnis normal.
2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi
dalam suatu rangkaian peristiwa atau suatu situasi tertentu.
3. Tidak pantang menyerah, adalah semangat yang ditunjukan untuk terus maju
meskipun fakta tidak mendukung dan bukti-bukti sulit diperoleh.
4. Akal sehat, adalah kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia
nyata.
5. Business sense, adalah kemampuan untuk memahami bagaimana sebenarnya
bisnis berjalan, bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri, adalah kemampuan mempercayai diri dan temuan, sehingga
dapat bertahan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jaksa dalam
persidangan.
Singkatnya, akuntan forensik harus memiliki kualitas yang paling penting,
yaitu kemampuan untuk berpikir. Jauh dari kemampuan yang spesifik untuk sukses
dalam bidang tertentu, mengembangkan kemampuan berpikir seseorang
meningkatkan peluang sukses dalam hidup, sehingga meningkatkan seseorang
berharga dalam masyarakat.
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu
memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik
laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal
ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan pendeteksian sejak
dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila kita sebagai
pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat
mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau kita harus mengenal dan memahami
akuntansi forensik ini, sehingga kita bisa segera mengetahui ada yang tidak beres
dalam analisa atau data-data yang disajikan.

Você também pode gostar