Você está na página 1de 19

KONTRAKSI OTOT JANTUNG

Laporan Praktikum

Untuk memenuhi tugas Matakuliah Fisiologi Hewan Manusia


yang dibimbing oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 2

Ajeng Fadhillah 170341615005


Claresia Tsany Kusmayadi 170341615042
Dorris Ningtyas Bidarsis 170341615113
Hidayati Maghfiroh 170341615082
Mahesti Puspa Parnasukma 170341615091
Mohammad Sukarno Putra 170341615063

Pendidikan Biologi/Offering C 2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
OKTOBER 2018
A. TANGGAL KEGIATAN : 9 Oktober 2018

B. TUJUAN
Tujuan Praktikum ini adalah untuk mengetahui:
1. Melihat sifat otomatis dan ritmis dari tiap-tiap bagian jantung
2. Memahami peran sinus venosus pada kontraksi otot jantung
3. Mengamati pengaruh beberapa faktor ekstrinsik terhadap aktivitas jantung
C. DASAR TEORI

Jantung adalah suatu pembesaran dari otot spesifik dari pembuluh darah atau suatu
struktur muskular yang berongga dan bentuknya menyerupai kerucut dan diselimuti oleh
kantung perikardial (perikardium). Jantung memiliki peranan yang sangat penting dalam
hubungannya dengan pemompaan darah keseluruh tubuh melalui sistem sirkulasi darah.
Sirkulasi darah adalah sistem yang berfungsi dalam pengangkutan dan penyebaran enzim, zat
nutrisi, oksigen, karbondioksida (Affandi, 2001). Otot jantung ini berbeda dari otot kerangka
dalam hal struktur dan fungsinya. Untuk berkontrasksi otot jantung tidak memerlukan
stimulus sebab otot jantung memiliki sifat otomatis. Sel otot jantung juga dapat terjadi
peristiwa depolarisasi secara spontan tanpa ada stimulus. Selain itu jantung memiliki sifat
ritmis yaitu adanya peristiwa depolarisasi dan repolarisasi yang berjalan sesuai irama tertentu.
Keefektifan kerja jantung dikendalikan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Walaupun
kontraksi pada otot jantung tidak tergantung pada impuls saraf tetapi laju kontraksi
dikendalikan oleh saraf otonom. Selain itu aktivitas jantung dapat juga dipengaruhi oleh
bermacam-macam bahan kimia, hormon, ion-ion, dan metabolit (Susilowati dkk, 2016).

Bagian jantung pada katak yang bertindak sebagai pemacu jantung adalah sinus
venosus. Katak dan amphibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua atrium
dan satu ventrikel. Ventrikel disini akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri
bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit yaitu pulmokutaneuscircuit dan
systemiccircuit. Pulmokutaneuscircuit merupakan mengarahnya pertukaran gas ke jaringan
(dalam paru-paru dan kulit pada katak), dimana darah akan mengambil oksigen sembari
mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya oksigen ini akan kembali ke atrium kiri jantung,
dan kemudian sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam systemiccircuit .
Systemiccircuit disini digunakan untuk membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh organ
tubuh dan selanjutnya akan mengembalikan darah yang miskin oksigen ke atrium kanan
melalui vena. hal ini juga bisa disebut sebagai sirkulasi ganda (doublecirculation) dimana
aliran darah yang keluar ke otak, otot, dan organ-organ lain, karena darah itu akan dipompa
untuk kedua kalinya setelah kehilangan tekanan dalam hamparan kapiler pada paru-paru atau
kulit (Campbell, 2004:45)/

D. ALAT DAN BAHAN


Papan dan alat seksi, cawan petri, pipet tetes, lup/ kaca pembesar, kait logam/ peniti,
benang, jarum pentul, katak, larutan Ringer, asetilkolin (1/ 5000) 2%, adrenalin 1%, KCl 0,9
%, CaCl2 1%, NaCl 0, 7 %

E. PROSEDUR KERJA
1. Sifat Otomatis dan Ritmis Jantung

Dipisahkan atrium dari ventrikelnya

Disingle pith seekor katak

Dengan cepat dibuka rongga dadanya

Dibuka bagian perikardiumnya

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Dipisahkan jantung dari tubuhnya

Diletakkan dalam cawan petri berisi larutan ringer


Diamati dan dihitung denyut jantung per 30 detik

Dipisahkan sinus venosus dari jantung

Diamati dan dihitung denyutnya per 30 detik

Bila tidak berdenyut, sentuh dengan batang gelas


secara pelan-pelan

Diamati dan dihitung denyut masing-masing per 30


detik

2. Pengaruh Faktor Fisik ddan Kimia Terhadap Aktivitas Jantung

Disingle pith seekor katak

Dibuka rongga dada dan perikardium sampai jantung


terlihat jelas

Dihitung denyut jantung per 30 detik

o
Jantung ditetesi dengan larutan ringer 5 C

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Larutan ringer dingin diganti dengan larutan ringer


normal
Diamati sampai denyut jantung terlihat mendekati
normal

o
Ditetesi larutan ringer 40 C

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Diamati sampai denyut jantung terlihat mendekati


normal

Larutan ringer panas diganti dengan larutan ringer


normal

Ditetesi dengan asetilkolin

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Asetilkolin diganti dengan larutan ringer normal

Diamati sampai denyut jantung terlihat mendekati


normal

Ditetesi dengan adrenalin

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Adrenalin diganti dengan larutan ringer normal

Diamati sampai denyut jantung terlihat mendekati Normal


3. Pengaruh Ion Terhadap Aktivitas Jantung

Disingle pith seekor katak

Dengan cepat dibuka rongga dadanya

Dihitung denyut jantung per 30 detik

Dipisahkan jantung dari tubuhnya

Dikaitkan dengan peniti atau kait logam yang diikatkan


dengan benang (pada bagian superior)

Diletakkan dalam cawan petri berisi larutan


ringer

Diamati dan dihitung denyut jantung per 30


detik

Dengan cara yang sama seperti percobaan 2,


diberikan
perlakuan dengan CaCl2 1%, NaCl 0,7%, dan
KCl
0,9%

F. DATA PENGAMATAN

1. Sifat Otomatis dan Ritmis


N Perlakuan
∑1 ∑2 ∑3 ×
O
1. Di dalam tubuh 50 50 46 48,67
Dilepas dari
2. 54 58 58 56,67
tubuh
3 Sinus venosus - - - -
Atrium+Ventrikel
4. tanpa sinus 48 50 48 48,67
venosus
5. Atrium - - - -
6. Ventrikel - - - -

2. Pengaruh Fisik dan Kimia


N Perlakuan
∑1 ∑2 ∑3 ×
O
1. Di dalam tubuh 56 56 54 55,33
2. Di luar tubuh - - - -
3. Ringer dingin 52 52 50 51,33
4. Ringer biasa 52 - - 17,33
Ringer hangat
5. 40 52 42 44,67
(+ 40o C)
6. Ringer biasa 40 40 38 39,33
7. Asetilkolin 16 8 - 8
8. Ringer biasa - - - -
9. Adrenalin - - - -
10. Ringer biasa - - - -

3. Pengaruh Ion
N Perlakuan
∑1 ∑2 ∑3 ×
O
1. Di dalam tubuh 36 42 38 38,67
2. Di luar tubuh 20 26 36 27,33
3. CaCl2 50 52 52 51,33
Cuci+Ringer
4. 20 26 32 26
biasa
5. NaCl 38 46 54 46
Cuci+Ringer
6. 22 30 28 26,67
biasa
7. KCl 54 62 64 60
8. Ringer biasa 42 40 44 42

G. ANALISIS DATA

1. Sifat Otomatis dan Ritmis


Pada sifat otomatis dan ritmis kontraksi otot jantung, jantung katak yang
masih berada dalam tubuh atau dalam keadaan berdetak normal, selanjutnya
ditetesi dengan larutan ringer dan diamati detak jantungnya dalam waktu 60 detik
(1 menit) yakni pada ulangan ke-1, ke-2, dan ke-3 secara berurutan 50, 50, dan 46
dan di rata-rata dihasilkan 48, 67 kali / 60 detik dengan detakan jantung yang
berirama. Jantung katak yang sudah dilepas dari tubuh diletakkan didalam gelas
arloji berisi larutan ringer dan dibiarkan beberapa saat. selanjutnya dihitung detak
jantungnya, yakni pada ulangan ke-1, ke-2, dan ke-3 secara berurutan 54, 58, dan
58 serta dan dirata-rata dihasilkan 56,67 kali / 60 detik dengan detakan jantung
yang masih berirama lebih cepat daripada saat jantung didalam tubuh
Selanjutnya yaitu memisahkan sinus venosus dari jantung dan mengamati
serta menghitung denyut jantungnya per menit. Namun, berdasarkan praktikum
kelompok kami begitu sinus venosus dipisahkan dari jantung, sinus venosus tidak
lagi berdenyut. Sedangkan atrium dan ventrikel tanpa sinus venosus masih
berdenyut dengan rata-rata denyut 48, 67 per menit (tiga kali ulangan
penghitungan). Kemudian memisahkan atrium dari ventrikel, ketika diamati kedua
bagian yang terpisah itu tidak berdenyut.

2. Pengaruh Fisik dan Kimia

Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung


Pada kelompok perlakuan kedua ini di single pith katak baru (karena
jantung pada katak sebelumnya sudah tidak utuh lagi), dan diberi perlakuan
sebagai berikut:
a. Saat jantung masih berada dalam tubuh katak
Pada saat ini katak dibedah dan dilihat jantungnya, kemudian
jantungnya ditetesi larutan ringer dan diamati detakannya. Pada ulangan
ke-1 jantung berdetak sebanyak 56, ke-2 sebanyak 56, dan ke-3 sebanyak
54 sehingga rerata detak jantungnya sebesar 55,33 kali/menit.
- Jantung ditetesi larutan ringer dingin. (5 derajat celcius)
Pada perlakuan ini, detak jantung pada ulangan ke-1 sebanyak 52
kali/menit, ulangan ke-2 sebanyak 52 kali/menit, ulangan ke-3 sebanyak
50 kali/menit sehingga reratanya sebesar 51,33 kali/menit. Setelah ditetesi
dengan ringer dingin dan dihitung detak jantungnya, jantung katak
dibersihkan dari larutan ringer dingin, dibiarkan beberapa saat hingga
jantung katak segar kembali dan kemudian ditetesi larutan ringer biasa.
Kemudian dihitung detak jantungnya, hasil pengamatan yang didapatkan
hanya pada ulangan ke-1 saja sebanyak 52 kali/menit. Tidak didapatkan
data pada ulangan ke-2 dan ke-3 diakibatkan karena kurang lamanya
membiarkan jantung setelah diberi ringer biasa dan kurang akurat dalam
mengamati denyut jantung.
- Jantung ditetesi larutan ringer hangat (+ 40o C).
Sesudah jantung diistirahatkan dan dihitung detaknya, jantung
tersebut ditetesi larutan ringer hangat dan dihitung detak jantungnya. Pada
perlakuan ini, detak jantung pada ulangan ke-1 sebanyak 40 kali/menit,
ulangan ke-2 sebanyak 52 kali/menit, ulangan ke-3 sebanyak 42 kali/menit
sehingga reratanya sebesar 44,67 kali/menit. Kemudian jantung katak
dibersihkan dari bekas ringer panas dan dibiarkan beberapa saat hingga
jantung katak segar kembali. Kemudian jantung ditetesi dengan ringer
bersuhu ruangan. Kemudian dihitung detak jantungnya. Pada ulangan ke-1
jantung berdetak sebanyak 40 kali/menit, ulangan ke-2 sebanyak 40
kali/menit, ulangan ke-3 sebanyak 38 kali/menit sehingga reratanya
sebesar 39,33 kali/menit.
- Jantung ditetesi dengan Asetilkolin
Sesudah jantung diistirahatkan, jantung tersebut ditetesi dengan
larutan asetilkolin dan dihitung detak jantungnya. Pada perlakuan ini,
detak jantung pada ulangan ke-1 sebanyak 16 kali/menit, ulangan ke-2
sebanyak 8 kali/menit, tetapi pada ulangan ke-3 jantung tidak berdetak.
Sehingga reratanya sebesar 8 kali/menit. Setelah melakukan perhitungan,
jantung dibersihkan dari bekas larutan asetilkolin dan diistirahatkan.
Kemudian jantung tersebut ditetesi ringer bersuhu ruangan. Kemudian
dihitung detak jantungnya. Namun, pada saat ini jantung sudah tidak
berdetak lagi.
- Direndam dengan Adrenalin
Pada saat ini jantung sudah tidak berdetak lagi. Pemberian
Adrenalin merupakan perlakuan terakhir pada jantung katak. Setelah
diistirahatkan pada larutan ringer biasa jantung katak juga tetap tidak
berdetak lagi.
b. Setelah Jantung dilepas dari tubuh
Pada saat ini jantung ditetesi dengan ringer bersuhu ruangan biasa,
tetapi tidak bereaksi. Kemudian disentuh dengan batang kaca, juga tidak
bereaksi.

3. Pengaruh Ion

Pada pengamatan pengaruh ion terhadap kontraksi otot janutng katak,


berdasarkan data yang di kompilasi dengan kelompok 5, saat jantung didalam
tubuh katak detak per menit rata-rata 93,3 lalu saat jantung diberi CaCl rata-rata
menjadi 79,3 per menit, setelah diberi CaCl 2 kemudian jantung dicuci dengan
ringer dan ditetesi ringer kembali, rata-ratanya menjadi 75 per menit. Jantung
diberi perlakuan kembali degan NaCl didapatkan rata-rata 65 per menit. Ulangi
mencuci dan ditambah ringer jantung berdetak rata-rata 65,3. Perlakuan terakhir
dalam tubuh jantung diberi KCl dan rata-rata 56,7 per menit. Saat jantung dicuci
dan ditambah ringer terakhir kali rat-rata menjadi 65,3.
Jantung dilepas dari dalam tubuh dan ditaruh pada gelas arloji yang berisi
larutan ringer, diamati detak jantung per menit didapat hasil rata-rata 27,33 per
menit. Saat jantung dipindah ke gelas arloji kering dan ditambah CaCl 2, janutng
berdetak dengan rata-rata 51,33 per menit. Saat jantung sudah dibersihkan dan
ditaruh ke gelas arloji yang berisi ringer, rata-rata menjadi 26 per menit. Saat
diberi perlakuan NaCl rata-rata menjadi 46 per menit, dan saat dikembalikan pada
larutan ringer, rata-rata menurun menjadi 26, 67 per menit. Percobaan terakhir
menggunakan KCl rata-rata detak jantung sebanyak 60 kali per menit, dan saat
dikembalikan ke larutan ringer, rata-rata menjadi 42 per menit.

H. PEMBAHASAN

1. Sifat Otomatis dan Ritmis


Jantung katak ketika masih dalam tubuh dan diluar tubuh terdapat kedaan
ritmis (berirama) dan normal. Jantung katak ritmis (berirama) karena beberapa
serabut jantung bersifat autoritmik, yaitu keadaan dimana adaanya kontraksi irama
yang dilakukan dengan sendirinya. Kontraksi serat-serat otot jantung tersusun
seperti spiral yang menghasilkan efek penting agar pemompaan berlangsung
efisien.Serabut-serabut autoritmik mempunyai 2 fungsi yang sangat penting, yaitu
bekerja sebagai suatu pacemaker (perintis jalan) yang menyusun irama bagi
keseluruhan denyut jantun dan membentuk sistem konduksi dimana adanya jalur
bagi penghantar impuls ke seluruh otot jantung (Soewolo, 2003). Sel otot jantung
dalam tubuh juga terjadi peristiwa depolarisasi secara spontan tanpa adanya
stimulus dan terjadinya peristiwa repolarisasi yang berjalan menurut irama
tertentu. Ketika jantung berada di dalam tubuh, jantung masih memiliki
keefektifan dalam kerja jantung, yang dikendalikan oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Walaupun kontraksi otot tidak bergantung pada impuls saraf,
tetapi laju kontraksinya dikendalikan oleh saraf otonom, sehingga ketika jantung
dikeluarkan dari dalam tubuh, laju kontraksinya menjadi menurun (Tortora, 1984).

Saat praktikum, mengamati sinus venosus setelah dipisahkan dari jantung


dan hasilnya sinus venosus tidak berdetak. Sedangkan menurut Reeceet al. (2009)
terdapat sekelompok sel autoritmik yang terletak di dinding atrium kanan, dekat
vena cava superior memasuki jantung yang disebut nodus sinoatrial (SA) atau
pacemaker yang mengatur laju dan waktu dimana semua sel otot jantung
berkontraksi. Karena sinus venosus (pacemaker) merupakan autoritmik maka
seharusnya sinus venosus tetap berdetak meskipun sudah dipisahkan dari jantung.
Namun saat praktikum didapati bahwa sinus venosus tidak berdetak, hal ini
diakibatkan ukuran sinus venosus yang kecil sehingga jika sinus venosus berdetak
lemah tidak dapat teramati oleh pengamat. Atrium dan ventrikel tanpa sinus
venosus masih berdenyut namun denyutnya tidak lagi ritmis karena sudah terpisah
dari sinus venosus sebagai pemicu gerakan ritmis.

Sedangkan saat memisahkan atrium dari ventrikel hasilnya pada atrium maupun
ventrikel tidak berdetak. Hasil praktikum sesuai dengan Reeceet al.(2009) yang
menyatakan bahwa impuls dari nodus SA pertama menyebar dengan cepat melalui
dinding atria, menyebabkan kedua atria berkontraksi serempak. Selama kontraksi
atrium, impuls yang berasal dari nodus SA mencapai sel autoritmik lain yang
terletak di dinding antara atrium kiri dan kanan.Sehingga jika tidak ada nodus
sinoatrial (SA) atau pacemaker (sinus venosus) maka sudah tidak ada pemicu
dalam keadaan ritmis dan atrium atau ventrikel tidak lagi dapat berdetak.

2. Pengaruh Fisik dan Kimia


Pengamatan pada kontraksi jantung yang dirubah sifat fisis dan kimiawi
pada sekitar jantung, ditemukan hasil yang berbeda mengenai denyut jantung
dalam 30 detik. Percobaan pertama jantung katak diamati dan belum diberi
perlakuan apapun pada suhu ruangan. Denyut jantung rata-rata 55,33 detak/ menit
Pengamatan kedua, jantung katak diteesi dengan larutan Ringer dingin
yang bersuhu 5° C. Denyut jantung mengalami perlambatan dari 55,33
detak/menit. Hal ini denyut jantung melambat disebabkan penurunan suhu yang
berimbas kepada penurunan sifat permeabilitas dari membran sel otot jantung
terhadap ion, sehingga untuk mencapai nilai ambang batas membutuhkan waktu
yang lama dan juga berimbas kepada self excitation menurun yang berakibat
kepada kontraksi otot jantung menurun (Eckert, & Randall. 1978).
Setelah melakuakan perlakuan kedua, larutan ringer yang terdapat pada
jantung dibuang, dan digantikan dengan larutan ringer bersuhu ruangan, denyut
jantung rata-rata yang didapatkan adalah rata-rata 17,33 detak/menit. Hal ini tidak
sesuai dengan Soewolo, et al. (2000) yang menjelaskan bahwa kenaikan suhuh
dapat menyebabkan kenaikan denyut jantung. Sifat termolabil jantung
dipengaruhi oleh rangsangan fisis dari luar (Eckert, & Randall. 1978).
Pengamatan ketiga, jantung katak ditetesi dengan Ringer bersuhu 40° C.
Denyut jantung mengalami perlambatan detak dari rata-rata 55,33 detak/menit
menjadi 44,67 detak/menit. Peristiwa tersebut tidak sesuai dengan Soewolo, et al.
(2000) yang seharusnya mengalami percepatan detak/menit karena jantung
bersifat termolabil. Kesalahan tersebut disebabkan karena kurang akurat dalam
menghitung detak, keadaan jantung yang hampir rusak dan dalam memberikan
perlakuan terhadap jantung katak. Selanjutnya, ringer panas dibersihkan dari
jantung katak dan ditetesi dengan larutan ringer beruhu ruangan. Denyut jantunng
menjadi 39,33 detak/menit. Jantung mengalami penurunan yang disebabkan oleh
sifat termolabil jantung (Eckert, & Randall. 1978).
Pengamatan pada jantung yang ditetesi asetilkolin, denyut jantung
menurun drastis menjadi rata-rata 8 detak/menit. Hal Ini sesuai dengan Sukohar
(2014) bahwa larutan asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter yang
dilepaskan oleh saraf parasimpatik dan preganglionik. Menurut Sukohar (2014),
penurunan denyut jantung terjadi karena peningkatan aktivitas parasimpatis yang
meningkatkan permeabilitas simpul SA terhadap K+ dengan memperlambat
penutupan saluran K+. Didalam AV node, hiperpolarisasi menyebabkan
penghambatan junctional yang berukuran kecil untuk merangsang AV node
sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls yang akhirnya menyebabkan
terjadinya penurunan kontraksi. Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter
pada sistem saraf otomatis, dan merupakan satu-satunya neurotransmitter pada
sistem saraf sadar (Soewolo, et al. 2000)
Pada pengamatan kelima, adrenalin diteteskan pada jantung. Hasilnya
jantung tidak mengalami denyutan. Hal ini tidak sesuai dengan Abdurahmat
(2015) yang menjelaskan bahwa kehadiran adrenalin akan membentuk kompleks
adrenalin-reseptor yang akan menimbulkan peningkatan depolarisasi dengan di
daerah motor end-plate (misalnya SA Node/miokardium). Peningkatan
depolarisasi ini akan memperpendek waktu istirahat otot jantung sehingga terjadi
peningkatan frekuensi denyutan jantung.
3. Pengaruh Ion
Saat pengamatan jantung dalam tubuh katak dan diberi larutan CaCl2
jantung melemah, saat diberi NaCl denyut jantung juga menurun, begitu pula saat
pemberian KCl juga menurun. Pada saat pemberian CaCl 2 jantung menurun, hal
ini tidak sejalan dengan pernyataan dari Halwatiah (2009) menyatakan
peningkatan permeabilitas terhadap Ca akan meningkatkan kontraksi otot
semakin cepat . Sedangkan pada larutan NaCl berfungsi untuk memacu jantung
melakukan potensi aksi yang pada pengamatan jantung malah menjadi semakin
lambat. Saat diberikan KCl jantung juga semakin melemah, ini disebabkan karena
bertambahnya ion K+ menyebabkan repolarisasi pada membran paralisis atrium.
Menurut (Buridge,1912), menyatakan bahwa semua larutan garam sementara
menghapuskan aktivitas ritmis jantung.

Pada pengamatan jantung yang berada di luar tubuh katak, didapatakan


hasil yang menunujukkan bahwa pengaruh ion terhadap kontraksi otot jantung
dapat meningkatkan kinerja janutng. Saat jantung dikeluarkan dalam tubuh
memperoleh hasil 27,33/menitnya, namun pada saat diberikan larutan CaCl
jantung pada katak mengalami peningkatan kontraksi sehingga rata-rata
permenitnya menjadi 51,33. Hal ini sesuai dengan pernyaataan dari Dukes, H.
(1955) bahwa ion kalisum berfungsi untuk mengubah fungsi jantung, jika ion
kalsium berkurang secara besar maka akan terjadi kematian. Begitu pula saat
diberikan larutan NaCl rata-ratanya dari keadaan normal diluar tubuh meningkat
menjadi 46, namun jika dibandingkan dengan CaCl 2 maka hasilnya mnurun. Hal
ini membuktikan bhawa NaCl tidak lebih berpengaruh dibandingankan dengan
CaCl. Ion natrium menekan fungsi jantung, dan memiliki efek sama seperti ion
kalium,. NaCl bersifat hipotonis yang mempengaruhi regulasi tekanan osmotis
pada sel-sel otot jantung sehingga kontraksi otot jantung akan melemah (Buridge.
1912). Pengamatan terakhir menggunakan larutan KCl diperoleh hasil yang
menunjukkan rata-rata permenit dari kontraksi otot jantung 60. Dibandingkan
dengan keadaan normal dengan rata-rata 27,33 permenit maka dapat disimpulkan
bahwa jantung mengalami peningkatan kontraksi yang sangat pesat. KCl memiliki
sifat hipotonis dan memiliki elektrolit tinggi sehingga kontraksi pada jantung
meningkat drastis, namun lama kelamaan jantung akan melambat sesuai dengan
ion yang dikandung dari KCl. Menurut Buridge (1912) kelebihan kalium dalam
cairan ekstrasel menyebabkan jantung menjadi sangat dilatasi dan lemas, serta
frekuensi jantung melambat.
Setiap pergantian perlakuan pada jantung katak, maka harus bersihkan
dengan larutan ringer yang berfungsi sebagai penetral atau mengembalikan denyut
jantung kedenyut awal, dan juga digunakan sebagai memperpanjang waktu
kelangsungan hidup jaringan yang dipotong. Larutannya mengandung natrium
klorida, kalium klorida, klasium klorida, dan sodium bikarbonat dengan
konsentrasi tertentu dimana mereka terdapat dalam cairan tubuh. Jika natrium
laktat digunkan sebagia pengganti natrium bikarbonat, campuran ini disebut solusi
laktat ringer (Spealman, 1940)
Pada pengamatan yang dilakukan bahwa pada saat jantung berada di
dalam tubuh dan diberi larutan pengaruh ion akan menurunkan kontraksi jantung,
sedangkan pada saat jantung berada di luar tubuh maka pengaruh ion akan
semakin kuat, terutama pada KCl.

I. KESIMPULAN

Sifat otomatis dan ritmis jantung katak bisa di lihat dari perlakuan jantung
katak saat berada di dalam tubuh dan di luar tubuh. Irama yang dihasilkan juga
berbeda pada saat diberi perlakuan maupun tidak.
Sinus venosus berperan pada bagian jantung katak yang bertindak sebagai
pemacu jantung. Karena sinus venosus (pacemaker) merupakan autoritmik maka
seharusnya sinus venosus tetap berdetak meskipun sudah dipisahkan dari jantung.
Atrium dan ventrikel tanpa sinus venosus masih berdenyut namun denyutnya
tidak lagi ritmis karena sudah terpisah dari sinus venosus sebagai pemicu gerakan
ritmis.

Faktor ekstrinsik pada pengamatan kali ini berupa pengaruh dari luar
seperti suhu ringer, asetil, adrenalin, dan juga ion-ion yang digunakan seperti
CaCl, NaCl, dan KCl.

DAFTAR RUJUKAN
Abdurahmat., A., S. 2015. Efek Adrenalin terhadap Kerja Jantung. Jurnal Entropi
“Inovasi Penelitian, Pendidikan dan Pembelajaran Sains. Jurusan
Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Gorontalo
Affandi, R., Usman, M.T. 2001.Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Press.
Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Buridge. 1912. Researches on the perfused Heart: The effect of Inorganic Salt.
Experimental Physiology (5)347-371

Dukes, H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. New York : Comstock Pub.
Associated.

Eckert, R., and Randall, D. 1978. Animal Physiology. W. H. Freeman and Co. San
Fransisco.
Sukohar, A. 2014. Buku Ajar Farmakologi “Neufarmakologi - Asetilkolin dan
Noreefinefrin”. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Susilowati., Lestari, S. R., Wulandari, Nuning., Gofur, Abdul. 2016. Petunjuk
Praktikum Fisiologi Hewan dan Manusia. Malang: FMIPA UM.

Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Tortora, Gerard dan Nicholas P.A. 1984. Principles of Anatomy and Physiology.
New York: D Van Nostran Company.

Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, and Jackson. 2009. Campbell Biology
Ninth Edition. Amerika: Pearson Education Inc.

LAMPIRAN

1. Sifat otomatis dan ritmis

Di dalam tubuh Dilepas dari tubuh Sinus venosus

Atrium dan ventrikel tanpa Atrium Ventrikel


sinus
2. Pengaruh fisik dan kimia

Di dalam tubuh

Ringer dingin Ringer biasa

Ringer hangat Ringer biasa

Asetil Ringer biasa


adrenalin Ringer biasa

3. Pengaruh ion

Di luar tubuh CaCl


Cuci + ringer NaCl

Cuci + ringer KCl

Cuci + ringer

Você também pode gostar