Você está na página 1de 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFEKSIA

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Asfeksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir, mungkin bayi lahir dalam
keadaan asfeksia primer atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami
asfeksia beberapa saat setelah lahir (asfeksia sekunder). (Menurut Departemen
Kesehatan RI, 2004, hal 4-11).
Langkah-langkah pencegahan:
 Meningkatkan status nutrisi ibu.
 Manajemen persalinan yang baik dan normal.
 Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan
melakukan resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.
 Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur dan berkualitas.
2. FISIOLOGI PERNAPASAN BAYI BARU LAHIR
 Oksigen sangat penting
 Sebelum dan sesudah persalinan
 Selama di dalam rahim, janin mendapatkan O 2 dan nutrien
dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu.
 Sebelum lahir alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh
cairan.
 Paru janin tak berfungsi sebagai sumber O2 dan pengeluaran
CO2. Sehinga paru tidak perlu di aliri darah dalam jumlah yang besar.
 Setelah lahir bayi tidak berhubungan lagi dengan placenta.
 Segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama
oksigen.
 Beberapa saat setelah lahir paru harus segera terisi oleh O2
dan pembuluh darah paru berelaksasi untuk memberikan perfusi pada
alveoli dan menyerap O2 untuk dialirkan keseluruh tubuh.
3. REAKSI BAYI PADA MASA TRANSISI NORMAL
 Biasanya bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup
udara ke dalam parunya.
 Mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan intestinal di
paru sehingga oksigen diantarkan ke arteri pulmonal menyebabkan arteriol
berelaksasi.
 Jika keadaan ini terganggu arteriol pulmonal tetap kontriksi dan
pembuluh darah arteri tidak mendapatkan O2, seperti otak, jantung, ginjal dan
lain-lain.
 Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian
atau kecacatan.
4. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SAAT ASFEKSIA
 Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru
lahir kekurangan oksigen.
 Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat (Rapid Breating)
yang disebut dengan gasping primer.
 Setelah periode awal akan diikuti dengan keadaan tidak bernapas
(apnu)  Apnu Primer
 Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, tekanan darah tetap
bertahan.
 Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan
maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap  gasping sekunder
dan masuk ke dalam periode Apnu Sekunder.
 Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah
semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian.
 Sehingga setiap menemukan kasus dengan apnu harus dianggap apnu
sekunder sehingga segera Resusitasi.

Kalau bayi mengalami apnea primer:


Dengan rangsangan saja sudah mulai bernapas tapi kala apnea sekunder harus
dengan ventilasi tekanan positif.
5. PENYEBAB:
 Faktor ibu:
 Pre eklampsia dan eklampsia
 Perdarahan ante partum abnormal
 Partus lama atau partus macet
 Demam sebelum dan selama persalinan
 Infeksi berat (malaria, spilis, TBC, HIV)
 Kehamilan > bulan (> 42 minggu)
 Faktor placenta dan tali pusat:
 Infark placenta
 Hematom placenta
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapus tali pusat
 Faktor bayi:
 Bayi kurang bulan/prematur (< 37 minggu)
 Air ketuban bercampur mekonium
 Kelainan konginital yang memberi dampak pada pernapasan
bayi.
 Kekurangan surfaktan pada bayi
6. TANDA DAN GEJALA:
 Tidak bernapas atau napas megap-megap atau napas lambat kurang
dari 30 x/mnt
 Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan pada
dada)
 Tangisan lemah/merintih
 Warna kulit pucat/biru
 Tonus otot lemah, atau ekstremitas terkulai
 Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) dimana denyut
jantung bayi kurang dari 100 x/mnt
7. PATOFISIOLOGI ASFEKSIA:
Asfeksia terjadi jika konsentrasi oksigen yang dihirup terlalu sedikit dan terlalu
banyak CO2 serta asam laktat didalam darah akibat prematuritas, aspirasi
mekonium, RDS maupun kekurangan surfaktan pada paru bayi, sehingga
konsentrasi dari kondisi ini adalah gagal napas yang akibatnya menyebabkan
metabolisme pernapasan bayi berubah berubah dari aerob menjadi anaerob
(asidosis respiratory).
Skema Patofisiologi
RDS, Surfaktan Paru (-), aspirasi mekonium, prematuritas

Proses inspirasi & ekspirasi terganggu (tidak efektif)

Suplai O2 kurang (gagal napas)

Metabolisme aerob terganggu

Metabolisme anaerob berlangsung

CO2 + Asam laktat meningkat dalam darah (asidosis respiratory)

Asfeksia

8. DIAGNOSTIK:
 Anamnesis
 Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat,
sungsang, ekstremitas vakum, ekstraksi forsep, dan lain-lain)
 Lahir tak bernapas/menangis
 Air ketuban bercampur mekonium
 Pemeriksaan Fisik
 Bayi tak bernapas atau megap-megap
 Denyut jantung kurang dari 100 x/mnt
 Kulit sianosis, pucat, turgor kulit menurun
 Untuk diagnosis asfeksia tidak perlu menunggu nilai AS.
9. MANAJEMEN ASFEKSIA:
1. Resusitasi
2. Terapi Medika Mentosa
a. Epinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60 x/mnt. Setelah paling tidak 30
detik setelah dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada
respons.
 Asistolik
Dosis: 0,1 – 0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 ml-0,03
mg/kgBB). Cara IV atau endotrakeal, dapat diulang setiap kali 3-5
menit bila perlu.
b. Cairan pengganti volume darah
Indikasi:
 Bayi baru lahir yang dilakukam resusitasi mengalami
hipovolumia dan tak ada respon dengan resusitasi.
 Hipovolumia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya : pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah
dan pada resusitasi tak memberi respon yang adekuat.
 Jenis caran :
Larutan kristolid yang isotonic (NaCl 0,9%, RL).
 Tranfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak dan bila fasilitas tersedia.
Dosis :
Dosis awal 10ml/kgBB IV pelan selama 5-10 menit, dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.
c. Bikarbonat
Indikasi:
 Asidosis metabolik secara klinis (napas cepat dan dalam,
sianosis).
Prasyarat: Bayi telah dilakukan resusitasi secara efektif.
Dosis: 1-2 meq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2 %) atau 1 ml/kgBB (7,4
%).
IV dengan kecepatan minimal 2 menit.
Cara: diencerkan dengan aqua atau dextrose 5 % sama banyak.
Efek samping: pada keadaan hiper osmolaritas dan kandungan CO2
dari bicarbonat merusak fungsi miakardium dan otak.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Faktor Ibu:
 Penyakit infeksi berat (malaria, spilis, TBC, IIV)
 Pre eklampsia dan eklampsia
 Perdarahan ante partum abnormal
 Partus lama atau partus macet
 Demam sebelum dan selama persalinan
 Kehamilan > bulan (> 42 minggu)
b. Faktor Plasenta:
 Infark plasenta
 Haematom plasenta
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolaps tali pusat
c. Faktor Bayi:
 Bayi kurang bulan (< 37 minggu)
 Air ketuban bercampur meconium
 Kelainan konginital yang memberi dampak pada pernapasan bayi
 Kekurangan surfactan pada bayi
d. Kaji adanya:
 Tidak bernapas, napas megap-megap
 Pernapasan tidak beratur, dengkuran
 Adanya putraksi dinding dada
 Tangisan lemah/merintih
 Warna kulit pucat/biru
 Tonus otot lemah atau ekstremitas terkulai
 Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) dimana
denyut jantung bayi < 100 x/mnt
e. Adanya Trauma:
 Trauma dari luar: tindakan forceps
 Trauma dari dalam: akibat obat bius.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan:
a. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
tidak adekuatnya persendiaan O2.
Tujuan: Masalah resiko gangguan perfusi jaringan tidak menjadi aktual.
Kriteria Standart:
TTV : DBN
S : 36-370C
RR : 30-40 x/mnt
N : 140 x/mnt
 Tidak ada disprea
 Tidak ada pernapasan cuping hidung
 Tidak ada cyanosis
 Tidak ada suara napas tambahan
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Observasi dan catat 1. Tanda-
tanda-tanda distress pernapasan (stridor, tanda ini menunjukkan mekanisme
retraksi, takipneu). kompensasi pada hypoxia.
2. Kaji bayi terhadap 2. Sianosis
adanya lokasi dan derajat sianosis. perifer dihubungkan dengan
ketidakmampuan vaso-motor,
hipotermi, obstruksi vena / arteri
menetap selama periode transisi.
Sianosis ringan terjadi pada fluktuasi
frekuensi jantung dengan pernafasan.
Sianosis berat dengan menangis lebih
mengarah ke masalah jantung.
3. Observasi warna kulit 3. Akrosianos
terhadap lokasi dan luasnya sianosis. is menunjukkan lam-batnya sirkulasi
Kaji tonus otot. perifer terjadi normalnya pada bayi
baru lahir selama 1 jam.
4. Pernatikan nada dan 4. Menangis
intensitas menangis. kuat meningkatkan PO2 alveolar dan
menghasilkan perubahan kimia (yang
merubah sirkulasi janin ke sirkulasi
5. Berikan rangsangan bayi).
taktil dan sensori yang tepat. 5. Merangsan
g upaya pernapasan dan meningkatkan
inspirasi O2.

b. Resiko penurunan suhu tubuh berhubungan dengan


INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Atur suhu ruangan. 1. Menyesuai
kan antara suhu tubuh klien dengan
2. Monitor suhu tiap 4 suhu lingkungan .
jam. 2. Mengetahui
perkembangan suhu tubuh klien.
3. Beri lampu (5 watt) 3. Menghanga
dan letakkan bayi pada incubator. tkan dan meningkat-kan suhu tubuh
klien agar bayi tidak kedinginan.
4. Observasi intike- 4. Output yang berlebihan dapat
output. menyebabkan dehidrasi dan evaporasi
sehingga terjadi penurunan suhu.
5. Mempertahankan suhu tubuh bayi
5. Beri selimut/bungkus agar tetap stabil.
bayi rapat-rapat dengan pakaian 6. Mencegah penurunan suhu yang
(gendong). berlebihan pada klien.
6. Hindari bayi kontak
langsung dengan udara dingin, kipas 7. Mengetahui perkembangan klien
angin, jendela dan ventilasi. bila terjadi hipotermi sehingga dapat
7. Observasi tanda- segera dilakukan tindakan yang tepat.
tanda hipotermi.
8. Informasi yang benar akan
berdampak pada perilaku ibu
yangbenar.
8. Jelaskan pada ibu 9. Dekapan ibu memberikan keha-
tentang memandikan bayi dan merawat ngatan bayi yang sesuai dengan suhu
bayi. tubuh yang dibutuhkan bayi.
9. Anjurkan ibu untuk
mendekat ke bayinya ketika meneteki
bayi.

c. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan


INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Cuci tangan sebelum 1. Mencuci
dan sesudah kontak dengan bayi. tangan yang benar meru-pakan faktor
penting untuk melin-dungi bayi dari
2. Batasi kontak dengan infeksi.
bayi. 2. Membantu
mencegah penyebaran infeksi pada
3. Pelihara peralatan bayi.
kebutuhan bayi (pakaian, botol, susu). 3. Membantu
4. Anjurkan ibu untuk mencegah kontaminasi terhadap bayi
menyusui secara dini. secara langsung.
4. Kolostrum
5. Monitor TTV dan ASI mengandung IGA yang tinggi
dapat memberi-kan imunitas pasif.
5. Peningkata
n suhu merupakan indikator terjadinya
infeksi.
6. Observasi tanda-tanda 6. Meng
infeksi pada tali pusat (kalor, robor, etahui tanda-tanda infeksi secara dini
dolor, fungsiola). sehingga dapat menen-tukan tindakan
7. Rawat tali pusat selanjutnya.
dengan alkohol 70%. 7. Mem
8. Kolaborasi dengan percepat proses pengeringan tali
tim medis untuk pemberian medikasi / pusat.
anti-biotika. 8. Antib
iotik dapat mencegah kuman
penyebab infeksi.

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji reflek menghisap 1. Mengetahu
dan menelan. i apakah bayi mampu menghisap dan
menelan sehingga kebutuhan
2. Pertahankan suhu nutrisinya terpenuhi.
lingkungan, upayakan sedikit mungkin 2. Mengatur
meng-ganggu klien dengan tindakan suhu ruangan tetap stabil agar
yang tidak diperlukan. oksigenasi jaringan terpenuhi.
Oksigen jaringan yang cukup akan
3. Timbang berat badan membutuhkan nutrisi yang tidak
klien setiap hari. terlalu banyak.
3. Mengetahu
i sejauh mana keber-hasilan tindakan
4. Beri minum ASI keperawatan yang diberikan pada
sedikit tapi sering. klien ber-katian dengan
keberhasilannya.
5. Auskultasi peristaltik 4. Melatih
usus dan kaji status fisik. reflek menghisap dan menelan klien
agar bertambah baik.
5. Mengetahu
i faal saluran pencernaan berfungsi
dengan baik atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA:
Dorland. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta
Jumiarti, Drs dkk. 1994. Askep Perinatal. EGC: Jakarta
Mayers. Marlene. 1995. Perinatal/Neonatal Nursing. Mc. Graw Hill. Inc: USA
Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Você também pode gostar