Você está na página 1de 3

Nama : Istiqomah

Nim : 16030224005
Artikel Elektromagnetika
Spektroskopi Inframerah dalam Mikroarkeologi

Spektroskopi inframerah (IR) muncul sebagai salah satu alat analitis paling kuat yang
tersedia bagi para arkeolog. Alat ini telah digunakan untuk mendokumentasikan proses
pembentukan situs dan memahami pelestarian sisa-sisa zat organik di dalam situs, untuk
mengidentifikasi subtansi yang tidak diketahui di dalam maupun di permukaan artefak seperti
peralatan yang terbuat dari batu. Spektroskopi inframerah (IR) berperan penting dalam bidang
mikroarkeologi karena mampu menganalisis bagian dari catatan arkeologi yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang, namun mengandung banyak data untuk mengatasi beberapa
penelitian di atas. Munculnya spektroskopi IR dalam arkeologi dikaitkan dengan tiga faktor
utama: pertama, dapat digunakan untuk mengkarakterisasi komposisi dan struktur berbagai zat,
baik molekul organik dan anorganik, senyawa dan campuran dalam sebuah artefak. Kedua
yaitu relatif murah, mudah digunakan, dan hanya membutuhkan beberapa miligram artefak.
Bahkan spektroskopi IR mampu bersifat tidak merusak ketika menggunakan sistem
karakterisasi non-kontak dengan artefak, sedimen, bahan fauna maupun residu mikro pada
peralatan batu. Ketiga yaitu instrumen FTIR bersifat portable, dapat dibawa ke tempat dimana
terdapat situs arkeologi yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (Monnier, 2017).
Wilayah inframerah (IR) pada spektrum elektromagnetik terdiri dari radiasi yang
panjang gelombangnya 700 nm hingga 1 mm. Frekuensi inframerah lebih kecil daripada cahaya
tampak. Oleh karena itu, energi sinar inframerah lebih kecil daripada cahaya tampak. Namun
radiasi sinar inframerah mengandung energi yang cukup untuk menghasilkan getaran molekul
atau rotasi pada sebagian besar molekul yang memiliki ikatan kovalen (Hesse et al., 2008).
Spektroskopi inframerah (IR) didasarkan pada prinsip bahwa material tertentu mampu
menyerap radiasi inframerah. Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola
khas yang berguna untuk identifikasi material dan keberadaan gugus-gugus fungsi yang ada.
Senyawa yang berikatan kovalen mempunyai kemampuan menyerap radiasi elektromagnetik
dalam daerah spektrum inframerah. Absorbsi radiasi IR pada material tertentu berkaitan
dengan bergetarnya molekul atau atom. Atom-atom dalam molekul selalu mengalami vibrasi
(getaran atom dalam molekul). Getaran atom dalam molekul (frekuensi getaran) dapat
digambarkan dalam tingkat energi vibrasi. Jika suatu molekul menyerap radiasi inframerah,
maka molekul tersebut akan tereksitasi ke tingkatan yang lebih tinggi. Frekuensi radiasi yang
diserap haruslah sama dengan frekuensi getaran. Molekul atau atom bergetar dengan frekuensi
yang bersesuaian dengan frekuensi radiasi inframerah. Getaran datang dalam dua bentuk yaitu
peregangan getaran yang ditandai dengan perubahan jarak interatomik antara dua atom
sepanjang sumbu ikatan, dan vibrasi lentur yang ditandai dengan perubahan sudut antara dua
ikatan. Setiap getaran memiliki frekuensi tertentu yang didasarkan pada jenis gerak, massa
atom dan kekuatan ikatannya. Frekuensi ini sesuai dengan wilayah inframerah spektrum
elektromagnetik. Frekuensi sering dinyatakan dalam bilangan gelombang, yaitu jumlah
gelombang atau panjang gelombang per centimeter. Daerah yang sering dianalisa dean
spektroskopi IR adalah dalam kisaran 4000-600 cm-1. Hasil analisa dicatat dalam modus
pemancar (T%) atau serapan (Abs) (Mudzakir, 2010). Ketika sumber radiasi inframerah
diarahkan pada suatu zat (yang dapat berupa gas, cait maupun padatan), molekul di dalamnya
akan mengalami perubahan momen dipol dan menyerap foton yang energinya sesuai dengan
perbedaan antara dua level energi vibrasi. Absorbsi energi ini dapat diukur menggunakan
spektrometer IR dan menghasilkan spektrum IR yang menggambrakan subtansi tertentu.
Spektra IR disajikan menggunakan skala yang disebut bilangan gelombang yang berbanding
lurus dengan energi, menurun dari kiri ke kanan.

Gambar 1. Grafik absorbansi spektrum inframerah (IR) (Monnier, 2017)


Spektrofotometer inframerah (IR) bekerja dengan sumber cahaya yang dibagi menjadi
dua, salah satunya dilewatkan melalui sampel dan yang lain melalui udara sebelum
digabungkan dan dianalisis oleh monokromator yang merekam spektrum inframerah sebagai
fungsi panjang gelombang. Oleh karena itu spektrometer inframerah (IR) mampu bekerja
dalam dua mode yaitu mode transmisi dan mode refleksi (Hesse et al., 2008).
Pada mode transmisi, teknik pelet KBr digunakan, yaitu radiasi ditransmisikan melalui
suatu zat untuk mendapatkan spektrum IR. Pertama sampel padat harus dicampur dengan
pelarut yang transparan, yaitu tidak menyerap energi dalam wilayah inframerah. Beberapa
mikrogram sampel dihaluskan dengan mortal alu kemudian dicampur dengan garam halida
hingga menjadi bubuk yang kemudian ditekan dibawah tekanan tinggi hingga menjadi pelet.
Garam halida yang umum digunakan adalah potasium bromida (KBr) karena dapat berubah
menjadi transparan ketika ditekan. Pelet kemudian dimasukkan ke dalam sptektrofotometer
FTIR dan spektrum yang dihasilkan mencatat persentase radiasi yang telah ditransmisikan
melalui sampel pada setiap bilangan gelombang .
Pada mode refleksi, spektrofotometri didasarkan pada radiasi yang dipantulkan dari
permukaan sampel, bukan ditransmisikan melaluinya. Ada tiga jenis refleksi yaitu specular,
diffuse, dan total internal. Specular refleksi terjadi ketika radiasi dipantulkan dari permukaan
yang halus. Dalam hal ini, sudut refleksi identik dengan sudut insiden radiasi. Jika permukaan
adalah penyerap IR, spektrum pantulannya akan mirip dengan spektrum transmisi untuk
spesies molekuler yang sama. Refleksi spekuler spektra biasanya digunakan oleh mikroskop
FTIR yang dilengkapi dengan Cassegrain. Teknik ini biasa disebut dengan mikroskop FTIR,
FTIR microspectroscopy atau microFTIR. Refleksi difus terjadi ketika seberkas radiasi
diarahkan ke permukaan sampel bubuk yang merefleksikan radiasi tersebut ke banyak bidang
permukaan. Radiasi tersebut terefleksi ke semua arah, dan kombinasi kompleks refleksi,
penyerapan, dan hamburan terjadi sebelum sinar mencapai detektor. Spektrum yang dihasilkan
biasanya dikonversi menggunakan model matematika untuk memfasilitasi perbandingan
dengan spektrum absorpsi. Spektrum yang dikonversi cenderung memiliki puncak di lokasi
yang sama tetapi dalam intensitas yang berbeda dari spektrum penyerapan tradisional. Refleksi
difus adalah dieksploitasi dalam reflektansi difus inframerah Fourier transform spektroskopi
(DRIFTS), yang memungkinkan pengukuran spektrum IR pada sampel bubuk (Monnier, 2017).
Teknik refleksi lain yang bisa digunakan dalam bidang arkeologi adalah teknik ATR
(Attenuated Total Reflectance). Attenuated Total Reflectance (ATR) didasarkan pada prinsip
ketika seberkas radiasi lewat dari medium dengan indeks refraktif yang lebih tinggi ke satu
dengan indeks refraktif yang lebih rendah, refleksi terjadi pada antarmuka antara dua medium.
Jika sudut insiden radiasi berada di luar sudut kritis (yang tergantung pada indeks bias dari dua
bahan), maka refleksi internal total akan terjadi. Namun sebagian kecil dari radiasi akan
menembus medium hingga kedalaman 2 μm. Spektrometri ATR memanfaatkan prinsip ini
untuk memungkinkan pengumpulan data spektrum IR dari sampel, seperti film, gel, atau pasta,
yang sulit disiapkan menggunakan teknik persiapan sampel IR tradisional yang dijelaskan di
atas. Instrumen ATR dirancang untuk memungkinkan sampel menekan kristal dengan indeks
bias tinggi, seperti intan atau germanium. Sinar radiasi melewati kristal, dan memungkinkan
untuk memantulkan dari kristal / sampel antarmuka beberapa kali sebelum dikumpulkan oleh
detektor. Spektrum yang dihasilkan mirip dengan metode transmisi spektrum, tetapi tidak
identik dengan mereka, karena intensitas relatif dari beberapa ikatan mungkin berbeda.
Spektroskopi ATR dan mikro-ATR (‘μATR’) menjadi semakin populer karena kemudahan
penggunaan metode ini dan kemampuannya untuk dierapkan ke berbagai sampel.
Spektroskopi IR akan menjadi alat yang semakin berharga untuk penelitian arkeologi.
Instrumen baru dan teknik analisis data akan terus diperluas penerapannya untuk partikel yang
lebih kecil dan lebih halus. Teknik reflektansi tidak diragukan lagi akan memainkan peran
kunci dalam pengembangan ini teknik dalam arkeologi. Oleh karena itu, peluang untuk terus
mengeksplorasi aplikasi baru untuk spektroskopi IR di arkeologi, dan untuk memperbaiki yang
sudah ada, akan berlimpah. Hal ini juga akan menjadi pelengkap yang berguna untuk teknik
mikroskopik dan analitik seperti mikroskop visiblelight, scanning electron microscopy,
spektroskopi Xray energi-dispersif, difraksi sinar-X, dan sejenisnya. Tidak diragukan lagi,
spektroskopi IR akan terus memainkan peran dalam pengembangan ilmu arkeologi dan
membantu memberikan catatan arkeologi yang semakin akurat.

Você também pode gostar