Você está na página 1de 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LYMPOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)

A. Definisi
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan,
dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit
T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan
sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya
keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1: 60.000
orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi
pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

B. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit
atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel
batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada
kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.
Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang
tengkorak, tulang belakang, panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada
tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan
sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten,
kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel
plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit
matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali.
Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat,
yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001,
Betz & Sowden, 2002).

Pathway
Virus
(Enzyme Retrovirus
Transcriptase) Sinar Radioaktif
Genetik

Invasi ke Sumsum Kelainan Kromosom 21 Perubahan Ionisasi Sumsum


Tulang (Syndroma Down) Tulang Belakang

Leukemia Limfositik Akut

Kemotrapi Proliferasi Sel Darah Putih


Immatur

Asam Lambung Ketidaktahuan Imunosupresi Hematopiosis


(Hcl) Tentang Sumsung Eritrosit, Neutrofil
Efek Samping Tulang & Trombosit
Mual dan Muntah Obat
Eritroprnia Neutropeni
Gangguan a
Anoreksia Kecemasan Rasa
Nyaman Hemoglobin Pertahanan
Nyeri Imunitas
Resiko Sirkulasi O2
Gangguan Dalam Darah Risiko
Nutrisi
Infeksi
Intoleransi Aktivitas Kelelahan

Risiko Pendarahan Trombositopenia


Hipovolemia

(Dijaya, K. 2012)

C. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu:
1. Genetik
a) Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
a. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-
obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada
leukemia akut, khususnya ALL.
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain: produk-produk minyak, cat, ethylene
oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .

D. Tanda dan Gejala


Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda
dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan
sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah
perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain
yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan status mental. (Aryati, A. 2015)

E. Masalah Keperawatan
1. Risiko gangguan nutrisi
2. Kecemasan
3. Gangguan rasa nyaman nyeri
4. Risiko hipovolemi
5. Risiko infeksi
6. Intoleran aktivitas (Dijaya, K. 2012)

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah:
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit: jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP: mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT: memanjang
7. LDH: mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine: mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim): penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum: meningkat
11. Zinc serum: meningkat/menurun
12. Biopsi Sumsum Tulang: SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe: dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
(Aryati, A. 2015)

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a) Pelaksanaan Kemoterapi
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel)
d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal
e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase
yang digunakan untuk semua orang.

1) Tahap 1 (terapi induksi)


Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual
untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
3) Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup
yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95%
anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar
80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

1. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel
leukemia.

2. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia
ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang.)
3. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk
(stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama
beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan
sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

4. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.

5. Kortikosteroid

6. Sitostatika.

7. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam


kamar yang suci hama).

8. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai


remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap
sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani,
2003)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PASIEN ACUTE LYMPOBLASTIC LEUKEMIA

A. Pengkajian
a) Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15
tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam,
lesu dan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu: Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann
seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
c. Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan: Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-
bahan kimia dari orangtua.
d. Pola Nurisi: Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
e. Pola Eliminasi: Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal,
serta adanya hematuria.
f. Pola Tidur dan Istrahat: Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
g. Pola Kognitif dan Persepsi: Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”,
adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
h. Pola Mekanisme Koping dan Stress: Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga
ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.
i. Pola Seksual: Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
j. Pola Hubungan Peran: Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
k. Pola Keyakinan dan Nilai: Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
l. Pengkajian tumbuh kembang anak.
m. Pemeriksaan Diagnostik
a. Count Blood Cells: indikasi normocytic, normochromic anemia
b. Hemoglobin: bisa kurang dari 10 gr%
c. Retikulosit: menurun/rendah
d. Platelet count: sangat rendah (<50.000/mm)
e. White Blood cells: >50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)
f. Serum/urin uric acid: meningkat
g. Serum zinc: menurun
h. Bone marrow biopsy: indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
i. prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
j. Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa: menunjukkan tingkat kesulitan tertentu

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
6. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia. (Aryati, A. 2015)

c. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC: NIC:
Definisi: Peningkatan resiko  Immune Status 1. Infection Control (Kontrol
masuknya organisme patogen  Knowledge: infeksi)
Faktor-faktor resiko: Infection control a. Bersihkan lingkungan
 Risk control
o Prosedur Infasif setelah dipakai pasien lain
o Ketidakcukupan Kriteria Hasil: b. Pertahankan teknik isolasi
pengetahuan untuk 1. Klien bebas dari c. Batasi pengunjung bila
tanda dan gejala perlu
menghindari paparan d. Instruksikan pada
patogen infeksi
2. Mendeskripsikan pengunjung untuk mencuci
o Trauma
o Kerusakan jaringan dan proses penularan tangan saat berkunjung dan

peningkatan paparan penyakit, factor setelah berkunjung

lingkungan yang meninggalkan pasien


o Ruptur membran e. Gunakan sabun
mempengaruhi
amnion antimikrobia untuk cuci
penularan serta
o Agen farmasi tangan
penatalaksanaannya f. Cuci tangan setiap sebelum
(imunosupresan) , dan sesudah tindakan
o Malnutrisi 3. Menunjukkan
kperawtan
o Peningkatan paparan kemampuan untuk g. Gunakan baju, sarung
lingkungan patogen mencegah tangan sebagai alat
o Imonusupresi
o Ketidakadekuatan timbulnya infeksi pelindung
4. Jumlah leukosit h. Pertahankan lingkungan
imum buatan
o Tidak adekuat dalam batas normal aseptik selama pemasangan
5. Menunjukkan
pertahanan sekunder alat
perilaku hidup sehat i. Ganti letak IV perifer dan
(penurunan Hb,
line central dan dressing
Leukopenia, penekanan
sesuai dengan petunjuk
respon inflamasi)
o Tidak adekuat umum
j. Gunakan kateter intermiten
pertahanan tubuh primer
untuk menurunkan infeksi
(kulit tidak utuh, trauma
kandung kencing
jaringan, penurunan kerja k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotik
silia, cairan tubuh statis,
bila perlu
perubahan sekresi pH,
2. Infection Protection
perubahan peristaltik)
(proteksi terhadap infeksi)
o Penyakit
a. Monitor tanda dan gejala
kronikhiperplasia dinding
infeksi sistemik dan lokal
bronkus, alergi jalan nafas, b. Monitor hitung granulosit,
asma. WBC
o Obstruksi jalan nafas: c. Monitor kerentanan
spasme jalan nafas, sekresi terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
tertahan, banyaknya mukus, e. Saring pengunjung
adanya jalan nafas buatan, terhadap penyakit menular
sekresi bronkus, adanya f. Partahankan teknik aspesis
eksudat di alveolus, adanya pada pasien yang beresiko
g. Pertahankan teknik isolasi
benda asing di jalan nafas.
k/p
h. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
i. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
j. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur positif
2 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC: NIC:
Definisi: Ketidakcukupan  Energy conservation 1. Energy Management
energu secara fisiologis  Self Care: ADLs a. Observasi adanya
maupun psikologis untuk pembatasan klien dalam
meneruskan atau Kriteria Hasil: melakukan aktivitas
b. Dorong anak untuk
menyelesaikan aktifitas yang 1. Berpartisipasi
dalam aktivitas mengungkapkan perasaan
diminta atau aktifitas sehari
fisik tanpa disertai terhadap keterbatasan
hari.
c. Kaji adanya factor yang
peningkatan
menyebabkan kelelahan
Batasan karakteristik: tekanan darah, nadi d. Monitor nutrisi dan sumber

o melaporkan secara verbal dan RR. energi tangadekuat


2. Mampu melakukan e. Monitor pasien akan
adanya kelelahan atau
aktivitas sehari hari adanya kelelahan fisik dan
kelemahan.
o Respon abnormal dari (ADLs) secara emosi secara berlebihan
mandiri f. Monitor respon
tekanan darah atau nadi
kardivaskuler terhadap
terhadap aktifitas
o Perubahan EKG yang aktivitas
g. Monitor pola tidur dan
menunjukkan aritmia atau
lamanya tidur/istirahat
iskemia
o Adanya dyspneu atau pasien
ketidaknyamanan saat 2. Activity Therapy
beraktivitas. a. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
Faktor factor yang dalammerencanakan
berhubungan: progran terapi yang tepat.
b. Bantu klien untuk
o Tirah Baring atau
mengidentifikasi aktivitas
imobilisasi
o Kelemahan menyeluruh yang mampu dilakukan
o Ketidakseimbangan antara c. Bantu untuk memilih

suplei oksigen dengan aktivitas konsisten

kebutuhan yangsesuai dengan


o · Gaya hidup yang kemampuan fisik, psikologi
dipertahankan. dan social
d. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
e. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
f. Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
g. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
k. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual
3 Resiko perdarahan yang Tujuan: klien tidak a. Gunakan semua tindakan
berhubungan dengan menunjukkan bukti- untuk mencegah
penurunan jumlah trombosit bukti perdarahan perdarahan khususnya pada
daerah ekimosis
b.Cegah ulserasi oral dan
rectal
c. Gunakan jarum yang kecil
pada saat melakukan
injeksi.
d.Menggunakan sikat gigi
yang lunak dan lembut
e. Laporkan setiap tanda-
tanda perdarahan (tekanan
darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat)
f. Hindari obat-obat yang
mengandung aspirin
g.Ajarkan orang tua dan anak
yang lebih besar ntuk
mengontrol perdarahan
hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC: Fluid management
Definisi: Penurunan cairan  Fluid balance a. Timbang popok/pembalut
intravaskuler, interstisial,  Hydration jika diperlukan
 Nutritional Status: b. Pertahankan catatan intake
dan/atau intrasellular. Ini
Food and Fluid dan output yang akurat
mengarah ke dehidrasi,
Intake c. Monitor status hidrasi
kehilangan cairan dengan
pengeluaran sodium Kriteria Hasil: ( kelembaban membran
1. Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
Batasan Karakteristik: urine output sesuai tekanan darah ortostatik ),
o Kelemahan dengan usia dan BB, jika diperlukan
o Haus d. Monitor vital sign
BJ urine normal, HT
o Penurunan turgor e. Monitor masukan makanan
normal
kulit/lidah / cairan dan hitung intake
2. Tekanan darah, nadi,
o Membran mukosa/kulit kalori harian
suhu tubuh dalam
kering f. Kolaborasikan pemberian
o Peningkatan denyut nadi, batas normal
cairan IV
3. Tidak ada tanda
penurunan tekanan darah, g. Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi, h. Berikan cairan IV pada
penurunan volume/tekanan
Elastisitas turgor suhu ruangan
nadi i. Dorong masukan oral
o Pengisian vena menurun kulit baik, membran
j. Berikan penggantian
o Perubahan status mental mukosa lembab,
nesogatrik sesuai output
o Konsentrasi urine
tidak ada rasa haus k. Dorong keluarga untuk
meningkat yang berlebihan membantu pasien makan
o Temperatur tubuh l. Tawarkan snack ( jus buah,
meningkat buah segar )
o Hematokrit meninggi m. Kolaborasi dokter jika
o Kehilangan berat badan
tanda cairan berlebih
seketika (kecuali pada third
muncul meburuk
spacing) n. Atur kemungkinan tranfusi
o. Persiapan untuk tranfusi

Faktor-faktor yang
berhubungan:
o Kehilangan volume cairan
secara aktif
o Kegagalan mekanisme
pengaturan

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC:


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status: food 1. Nutrition Management
b/d pembatasan cairan, diit, and Fluid Intake
dan hilangnya protein a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi: Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil:
untuk menentukan jumlah
cukup untuk keperluan 1. Adanya
kalori dan nutrisi yang
metabolisme tubuh. peningkatan berat
dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik: badan sesuai
c. Anjurkan pasien untuk
o Berat badan 20 % atau dengan tujuan
meningkatkan intake Fe
2. Berat badan ideal
lebih di bawah ideal d. Anjurkan pasien untuk
o Dilaporkan adanya intake sesuai dengan
meningkatkan protein dan
makanan yang kurang dari tinggi badan
vitamin C
3. Mampu
RDA (Recomended Daily e. Berikan substansi gula
mengidentifikasi f. Yakinkan diet yang
Allowance)
o Membran mukosa dan kebutuhan nutrisi dimakan mengandung
4. Tidak ada tanda
konjungtiva pucat tinggi serat untuk
o Kelemahan otot yang tanda malnutrisi
mencegah konstipasi
5. Tidak terjadi
digunakan untuk g. Berikan makanan yang
penurunan berat
menelan/mengunyah terpilih ( sudah
o Luka, inflamasi pada badan yang berarti
dikonsultasikan dengan ahli
rongga mulut gizi)
o Mudah merasa kenyang, h. Ajarkan pasien bagaimana
sesaat setelah mengunyah membuat catatan makanan
makanan harian.
o Dilaporkan atau fakta i. Monitor jumlah nutrisi dan
adanya kekurangan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang
makanan
o Dilaporkan adanya kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien
perubahan sensasi rasa
o Perasaan ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrisi
untuk mengunyah yang dibutuhkan
makanan
o Miskonsepsi 2. Nutrition Monitoring
o Kehilangan BB dengan
a. BB pasien dalam batas
makanan cukup
o Keengganan untuk makan normal
o Kram pada abdomen b. Monitor adanya
o Tonus otot jelek penurunan berat badan
o Nyeri abdominal dengan c. Monitor tipe dan
atau tanpa patologi jumlah aktivitas yang
o Kurang berminat terhadap biasa dilakukan
makanan d. Monitor interaksi anak
o Pembuluh darah kapiler atau orangtua selama
mulai rapuh makan
o Diare dan atau steatorrhea e. Monitor lingkungan
o Kehilangan rambut yang
selama makan
cukup banyak (rontok) f. Jadwalkan pengobatan
o Suara usus hiperaktif
dan tindakan tidak
o Kurangnya informasi,
selama jam makan
misinformasi
g. Monitor kulit kering
dan perubahan
Faktor-faktor yang
pigmentasi
berhubungan: h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan,
o Ketidakmampuan
rambut kusam, dan
pemasukan atau mencerna
mudah patah
makanan atau j. Monitor mual dan
mengabsorpsi zat-zat gizi muntah
berhubungan dengan k. Monitor kadar
faktor biologis, psikologis albumin, total protein,
atau ekonomi. Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan
kesukaan
m. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
n. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
o. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
p. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
q. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
6 Nyeri NOC: NIC:
Definisi:  Pain Level, 1. Pain Management
Sensori yang tidak  Pain control, a. Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level
menyenangkan dan secara komprehensif
pengalaman emosional yang termasuk lokasi,
Kriteria Hasil:
muncul secara aktual atau karakteristik, durasi,
1. Mampu
potensial kerusakan jaringan frekuensi, kualitas dan
mengontrol nyeri
atau menggambarkan adanya faktor presipitasi
(tahu penyebab b. Observasi reaksi nonverbal
kerusakan (Asosiasi Studi
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
Nyeri Internasional): serangan
menggunakan c. Gunakan teknik
mendadak atau pelan
tehnik komunikasi terapeutik
intensitasnya dari ringan
nonfarmakologi untuk mengetahui
sampai berat yang dapat
untuk mengurangi pengalaman nyeri pasien
diantisipasi dengan akhir yang d. Kaji kultur yang
nyeri, mencari
dapat diprediksi dan dengan mempengaruhi respon
bantuan)
durasi kurang dari 6 bulan. 2. Melaporkan bahwa nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri berkurang
masa lampau
Batasan karakteristik: dengan f. Evaluasi bersama pasien
Laporan secara verbal atau non menggunakan dan tim kesehatan lain
verbal manajemen nyeri tentang ketidakefektifan
Fakta dari observasi 3. Mampu mengenali
Posisi antalgic untuk kontrol nyeri masa lampau
nyeri (skala, g. Bantu pasien dan keluarga
menghindari nyeri
intensitas, untuk mencari dan
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati frekuensi dan menemukan dukungan
Muka topeng tanda nyeri) h. Kontrol lingkungan yang
Gangguan tidur (mata sayu, 4. Menyatakan rasa dapat mempengaruhi nyeri
tampak capek, sulit atau nyaman setelah seperti suhu ruangan,
gerakan kacau, nyeri berkurang pencahayaan dan
5. Tanda vital dalam
menyeringai) kebisingan
Terfokus pada diri sendiri rentang normal i. Kurangi faktor presipitasi
Fokus menyempit (penurunan nyeri
persepsi waktu, kerusakan j. Pilih dan lakukan
proses berpikir, penurunan penanganan nyeri
interaksi dengan orang dan (farmakologi, non
lingkungan) farmakologi dan inter
Tingkah laku distraksi, contoh: personal)
jalan-jalan, menemui orang k. Kaji tipe dan sumber nyeri
lain dan/atau aktivitas, untuk menentukan
aktivitas berulang-ulang) intervensi
Respon autonom (seperti l. Ajarkan tentang teknik non

diaphoresis, perubahan farmakologi


m. Berikan analgetik untuk
tekanan darah, perubahan
mengurangi nyeri
nafas, nadi dan dilatasi n. Evaluasi keefektifan
pupil) kontrol nyeri
Perubahan autonomic dalam o. Tingkatkan istirahat
tonus otot (mungkin dalam p. Kolaborasikan dengan

rentang dari lemah ke kaku) dokter jika ada keluhan


Tingkah laku ekspresif dan tindakan nyeri tidak
(contoh: gelisah, merintih, berhasil
q. Monitor penerimaan
menangis, waspada, iritabel,
pasien tentang manajemen
nafas panjang/berkeluh
nyeri
kesah)
Perubahan dalam nafsu makan
dan minum 2. Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
Faktor yang berhubungan: karakteristik, kualitas,
Agen injuri (biologi, kimia, dan derajat nyeri
fisik, psikologis) sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
(Aryati, A. 2015)
DAFTAR PUSAKA
American Cancer Sosiety. 2014. What Is Acute Lymphocytic Leukemia (ALL).
https://www.cancer.org/cancer/acute-lymphocytic-leukemia/about/what-is-all.html,
diakses pada tanggal 6 Februari 2018

Anwar C. 2013. Web Of Cautation (WOC) Leukemia Limfoblastik Akut (ALL).


https://www.academia.edu/19810536/Web_Of_Cautation_WOC_Leukemia_Limfobl
astik_Akut_ALL_, diakses pada tanggal 6 Februari 2018

Aryati, A. 2015. LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK


LEUKIMIA (ALL.
https://www.academia.edu/31339334/LAPORAN_PENDAHULUAN_AKUT_LIMF
OBLASTIK_LEUKIMIA_ALL, diakses pada tanggal 6 Februari 2018

Dijaya, K. 2012. Pathway Acute Limfoblastik Leukemia.


https://www.scribd.com/doc/113460475/Pathway-Acute-Limfoblastik-Leukemia, diakses
pada tanggal 6 Februari 2018

Hospital Authority. 2015. Leukemia.


https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Leukae
mia-Indonesian-201801.pdf?ext=.pdf, diakses pada tanggal 6 Februari 2018

Umam, E. 2016. Lp Akut Limfoblastik Leukemia.


https://www.scribd.com/doc/310262646/Lp-Akut-Limfoblastik-Leukemia, diakses
pada tanggal 6 Februari 2018

Você também pode gostar