Você está na página 1de 3

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang P2A0, 44 tahun, datang dengan rujukan RS Aisyah Madiun dengan keterangan
tumor padat ovarii suspek ganas + anemia (6.4). Pasien mengeluhkan adanya benjolan di
perut pasien sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, dengan perkembangan benjolan cepat,
nyeri, perdarahan di jalan lahir (+), BAB dan BAK baik, dan sekarang pasien sedang
menstruasi. Pasien memiliki riwayat mondok 4 hari di RS Aisyah Madiun. Riwayat penyakit
berupa hipertensi, diabetes melitus, alergi, asma, dan penyakit jantung disangkal.
Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, laju nadi 78
x/menit, laju nafas 20 x/menit, dan suhu 36,40C. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan
konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Thoraks dan pulmo dalam batas normal. Pemeriksaan
abdomen didapatkan abdomen supel, nyeri tekan (-), massa (+), TFU tidak teraba. Dari
pemeriksaan genital inspekulo didapatkan vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio utuh dan OUE tertutup, didapatkan darah (+) dan discharge (-). Dan dari
pemeriksaan VT didapatkan vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
licin dan OUE tertutup, uterus sebesar telur bebek, adneksa teraba pole bawah tumor kesan
adneksa kiri, didapatkan darah (+) dan discharge (-).
Pasien ini didiagnosa dengan kista endometriosis. Kista endometriosis adalah kista
yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan selaput dinding rahim
yang tumbuh di luar rahim) menempel di ovarium dan berkembang menjadi kista. Kista ini
sering disebut juga sebagai kista coklat endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan.
Kista ini berasal dari jaringan peritoneum. Penyebabnya bisa karena infeksi kandungan
menahun, misalnya keputihan yang tidak ditangani sehingga kuman-kumannya masuk
kedalam selaput perut melalui saluran indung telur. Infeksi tersebut melemahkan daya tahan
selaput perut, sehingga mudah terserang penyakit. Gejala kista ini sangat khas karena
berkaitan dengan haid.
Gejala yang dirasakan pasien saat ini adalah nyeri. Nyeri pada pasien endometriosis
dapat berupa nyeri pada benjolan, nyeri saat haid, nyeri saat beraktifitas seksual, dan nyeri
pada pelvis. Sedangkan nyeri pada pasien ini dirasakan pada lokasi benjolan. Benjolan
dirasakan nyeri karena terdapat gangguan sirkulasi darah pada kista endometriosis tersebut,
yang disertai dengan peradangan.
Pasien endometriosis biasanya juga merasakan nyeri pada saat menstruasi, atau
disebut juga dengan dismenore. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dari timbulnya
endometriosis. Gejala nyeri yang luar biasa timbul pada saat menstruasi sejak umur sangat
muda, sejak dari usia menarche atau bahkan sebelumnya. Bertambahnya derajat keparahan
nyeri dan lama waktu dismenore sebanding dengan perjalanan stadium endometriosis.
Selain itu, pasien dengan endometriosis juga sering mengeluhkan sakit saat
berhubungan seksual atau disebut dengan dispareunia. Hal ini dikarenakan ligamentum
uterosakral, ligamentum broad, dan the cavum douglas merupakan beberapa area tersering
ditemukannya endometriosis, sehingga setiap stimulasi fisik pada area tersebut akan dapat
menimbukan nyeri.
Selain itu, seringkali nyeri yang dirasakan pasien merupakan nyeri yang kronik dan
rasa tidak nyaman pada bagian bawah pelvis yang dirasakan terus-menerus. Nyeri pada pelvis
dihubungkan dengan adanya adhesi dan ditemukannya jaringan parut pada pelvis. Penyebab
yang pasti pada nyeri masih belum jelas, namun, adanya substansi sitokin dan prostaglandin
yang dihasilkan oleh implan endometriotik ke cairan peritoneal merupakan salah satu
penyebabnya.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan tekanan darah 140/90, nadi 78 x /
menit, pernafasan 20 kali per menit dan suhu 36.4 derajat celcius. Hasil vital sign terbilang
baik, kecuali tekanan darah yang meninggi, yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal
seperti faktor keturunan pasien memiliki keluarga dengan tekanan darah tinggi ataupun faktor
psikologis pasien yang terlalu memikirkan penyakitnya sehingga tekanan darah pasien naik.
Kemudian hasil laboratorium darah, didapatkan hemoglobin rendah (9.8), hematokrit normal
33%, leukosit naik (11.9 ribu), trombosit naik (541 ribu), dan eritrosit normal 4.30 juta. Hasil
hemoglobin rendah dapat diakibatkan oleh pasien yang sedang mengalami menstruasi. Selain
itu, hasil lab leukosit yang naik menjadi 11.9 ribu mungkin dapat menjadi salah satu
pentunjuk untuk membuat diagnosis banding yaitu telah terjadi suatu infeksi pada pasien,
seperti tubo ovarial abses, yang mana dalam penyakit ini terdapat kenaikan tingkat leukosit.
Dari hasil pemeriksaan penunjang USG didapatkan VU terisi cukup, TVG tampak uterus
ukuran 8 x 7 x 7 cm dalam batas normal, tampak IUD insitu, 1) tampak lesi hipoechoic
monolikulare non papiliforum dengan ukuran 5x4x4 cm kesan dari adneksa, 2) floating gut (-
) kesan menyokong kistoma ovarii. Dari hasil lab USG tersebut, ditemukannya lesi
hipoechoic monolikulare ukuran 5x4x4 cm kesan dari adneksa mendukung penjelasan
sebelumnya tentang benjolan di perut pasien.
Pentalaksanaan yang tepat pada pasien ini adalah menyembuhkan gejala dan
menghilangkan penyebabnya. Pada pasien ini kemudian dilakukan salphingoovorektomi
dextra dan reseksi adenomiosis dan adhesiolisis serta aff IUD. Pada saat pasien dilakukan
operasi, didapatkan hasil tampak tuba dan ovarium kanan yang telah berubah menjadi massa
kistik, sehingga dilakukan adhesiolisis. Setelah dilakukan adhesiolisis, didapatkan kista pecah
dan mengeluarkan pus, sehingga ditegakkan diagnosis tubo oovarial abses. Agar tidak terjadi
infeksi lebih lanjut, maka dilakukan salphingoovorektomi dekstra.
Sedangkan tuba dan ovarium kiri sulit dinilai karena telah terjadi perlengketan dengan
omentum, usus dan dinding posterior uterus. Sehingga dilakukan tindakan adhesiolisis dan
berhasil sebagian. Kemudian pada uterus bagian posterior tampak masa adenomiosis ukuran
4x3x2 cm sehingga ditegakkan diagnosis Adenomiosis.
Setelah operasi, pasien ini mendapatkan terapi berupa injeksi antibiotik untuk mencegah
infeksi, yaitu injeksi Ceftriakson 2 gr/24 jam, injeksi gentamisin 80 mg/8 jam, dan injeksi
metronidazole 500 mg/8 jam. Selain itu pasien juga mendapatkan paracetamol tablet 500
mg/8 jam dan injeksi ranitidin 80 mg/12 jam.

Você também pode gostar