Você está na página 1de 29

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman / RSUD Abdul Wahab Sjahranie

ASTROSITOMA

Oleh :
Devy Pratiwi Ibrahim
1710029031

Pembimbing :
dr. William S.Tjeng, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Peranan sentral dari otak dan kelainan fungsional yang terjadi mencerminkan
beratnya akibat yang ditimbulkan oleh tumor otak. Kematian akibat tumor otak
besarnya 2% dari seluruh kematian akibat tumor. Dan insidens tumor otak besarnya 7
per 100.000 penduduk per tahun.(1) Di dalam otak dan medulla spinalis terdap sel-sel
saraf dan juga sel yang mendukung dan memproteksi sel-sel saraf. Sel sel yang
mendukung dikenal dengan nama sel-sel glial yaitu oligodendrosit, astrosit, sel-sel
ependimal, sel-sel schwan, mikroglia, dan sel-sel setelit. Tumor pada sel-sel ini
dikenal dengan glioma. Glioma merupaka salah satu tumor yang memiliki frekuensi
terbesar dari semua jenis tumor di otak. Insidens dari glioma besarnya 5 per 100.000
penduduk.(2) Menurut Badan Kesehatan Sedunia (World Health Organization/
WHO) terdapat tiga jenis glioma yang dapat dibedakan dari pemeriksaan
histopatologis yaitu astrocytoma, oligendroglioma dan mixed oligoastrocytoma. Dari
ketiga jenis glioma ini, astrositoma merupakan tumor yang paling sering dan
mencakup lebih dari 50% tumor ganas primer di otak.(3)
Astrositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel-sel astrosit dan
merupakan tipe tumor otak yang paling banyak ditemukan pada anak-anak maupun
pada orang-orang yang berumur antara 20 sampai 40 tahun. Astrositoma mencakup
tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya di SSP, berpotensi untuk tumbuh
menjadi invasif, progresif dan menyebabkan timbulnya berbagai gejala klinik.
Walaupun berkembang lambat, namun bukan merupakan tumor jinak karena kualitas
dan lokasinya yang bersifat invasif didalam ruang tulang calvarium. (1,2) Tumor ini
memiliki beberapa karakteristik antara lain : dapat timbul pada berbagai lokasi di
susunan saraf pusat (lebih sering ditemukan pada hemisfer serebral); biasanya
menimbulkan manifestasi pada usia dewasa; memberikan gambaran histopatologi dan
perilaku biologi yang berbeda-beda; dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya

2
maupun ke tempat-tempat yang jauh tanpa dipengaruhi oleh gambaran histopatologi;
memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas seperti
anaplastic astrocytoma dan glioblastoma. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan
lebih lanjut agar dapat dilakukan deteksi secara dini dan memberikan pengobatan
yang tepat.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
- Ruang : Melati
- Nama : An. MAA
- Usia : 10 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Anak ke : tiga dari lima bersaudara
- Agama : Islam
- Alamat : Jl. Lumba-Lumba RT.07 Selili,Samarinda
- Nama Ayah : Tn. AA
- Usia : 50 tahun
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Pekerjaan : Swasta
- Suku : Kutai

- Nama Ibu : Ny. K


- Usia : 48 tahun
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Suku : Kutai

MRS tanggal : 07 Maret 2018 Pukul : 20.30

2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama
Kejang

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

4
Alloanamnesis, diberikan oleh : Ibu pasien
Seorang anak laki-laki usia 10 tahun masuk ruang Melati pada tanggal
7 maret 2018 untuk menalani kemoterapi ALL yang ke 13, setelah 2 minggu
dirawat tepatnya pada tanggal 22 Maret 2018 pasien tiba-tiba kejang di ruang
melati selama ± 15 menit, kemudian diberi obat anti kejang dan kejang pun
menghilang. Kejang ini merupakan yang pertama kali, sebelumnya pasien
tidak pernah mengalami episode kejang. Setelah kejang pasien langsung sadar
dan mengatakan bahwa dirinya lapar, 4 jam kemudian kejang yang kedua
kembali muncul selama ± 15 menit. Kejang yang pertama dengan yang kedua
terlihat sama dengan karakteristik mata pasien melihat keatas, bibir miring,
dan badan serta kaki tangannya mendadak kaku dan bergetar-getar. Setelah
mengalami kejang pasien mengeluhkan sakit kepala hingga tidak bisa tidur
semalaman, namun setelah itu pasien tidak pernah lagi mengeluhkan sakit
kepala. Sebelum muncul kejang pasien tidak pernah mengeluhkan sakit
kepala, tidak pernah muntah menyemprot, dan tidak pernah mengalami
kelemahan anggota tubuh. Kejang tidak didahului oleh demam. Pasien tidak
mempunyai riwayat trauma kepala sebelumnya.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah dirawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dengan
keluhan utama saat MRS lemas dan pucat, kemudian didiagnosis ALL.

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami hal serupa.
Kakak ke tiga pasien meninggal karena penyakit jantung.
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes
Mellitus.

2.2.5. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir : 2900 gram

5
Panjang badan lahir : 50 cm
Berat badan sekarang : 31 kg
Tinggi badan sekarang : 105 cm
Gigi keluar : 7 bulan
Tersenyum : 3 bulan
Miring : 5 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : tidak ada
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 10 bulan
Berbicara : 1 tahun

2.2.6. Makan dan Minum Anak


ASI : 0 bulan
Dihentikan : 4 tahun
Alasan dihentikan :-
Susu Formula : 6 bulan
Buah : 7 bulan
Bubur susu : 8 bulan
Tim saring : 11 bulan
Makan padat dan lauknya : 1 tahun

2.2.7. Pemeliharaan Prenatal


Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan : (-)
Obat-obatan yang sering diminum : vitamin
Usia kehamilan 9 bulan, ibu rajin periksa kehamilan di bidan. Selama
hamil tidak ada riwayat ibu pernah menderita penyakit tertentu

6
ataupun mengkonsumsi obat-obatan, minum alkohol, ataupun
merokok.

2.2.8. Riwayat Kelahiran


Lahir ; di praktek bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 10 hari
Jenis partus : Spontan
Riwayat Kelahiran : pasien lahir di praktek bidan. Lahir pada usia
kehamilan 9 bulan 10 hari secara spontan. Berat lahir 2900 gram dan
panjang badan 50 cm.

2.2.9. Pemeliharaan Postnatal


Periksa di : Posyandu
Keadaan anak : sehat

2.2.10. Keluarga Berencana


Keluarga berencana : ya
Memakai sistem : steril

2.2.11. Riwayat Imunisasi


Imunisasi lengkap

2.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 27 April 2018 Jam 11.00 WITA
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Status Gizi : Gizi Baik
Berat badan : 31 kg
Tinggi Badan : 105 cm
Tanda vital : Tekanan Darah = 130/80 mmHg

7
N = 120x /menit regular, kuat angkat.
Temperatur Axilla: 36,50 C
RR= 20x / menit regular

Kepala/leher : Rambut hitam, tidak mudah dicabut.


Mata : Conjunctiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Bentuk simetris
Sekret Hidung (+)
Pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak merah dan basah
sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-).

Thorax
Paru Inspeksi : Tampak simetri, pergerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : Pelebaran ICS (-), Fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus tidak teraba pada ICS IV MCL (S)
Perkusi : Batas kanan parasternal (D), batas kiri ICS V MCL
(S)
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur(-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : distensi tidak ada, soefl, nyeri tekan(-), hepar lien
unpalpable, turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani

8
Auskultasi : BU (+) N

Ekstremitas
Ekstremitas Superior : Akral hangat (+), tidak pucat, edema (-)
Ekstremitas Inferior : Akral hangat (+), tidak pucat, edema (-)

Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I (-),
Brudzinski II (-)
Reflek fisiologis : Refleks bisep (+/+) normal
Refleks achiles (+/+) normal
Reflek patologis : Babinsky (-) Hoffman (-)
Chaddock (-) Openheim (-)

Status antropometri:
Tinggi Badan = 105 cm
Berat Badan = 31 kg
Lila = 14cm
BB/U = 110%
Status Gizi = Baik

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Lekosit : 6700 mm3 (6.000-17.500/μL)
Hb : 11,6 gr/dl (13,4 -19,8 gr/dl)
Ht : 35 % (33-41%)
Trombosit : 131.000/mm3 (150.000-450.000/ μL)
GDS : 82 mg/dL(70-140 mg/dL)
Elektrolit : Natrium 134 (135-155 mmol/L)
Kalium 4 (3,6-5,5 mmol/L)

9
Chloride 102 (98-108 mmol/L)

2.4. Diagnosis Kerja Sementara


Kejang Demam Kompleks

2.5. Usul Pemeriksaan


Pemeriksaan darah lengkap, AGD, SE, GDS, Ureum, Creatinin, SGOT/SGPT
Pemeriksaan CT-Scan Kepala

2.6. Penatalaksaan
IVFD NaCl 0,9%
Fenitoin 20mg/kgBB dalam 20 menit (IV)
Diazepam 10mg (IV)
Manitol 150 cc (IV)
Dexamethasone 30 mg (IV)

2.7. Planing monitoring


Suhu, nadi, RR, kejang, pupil, keluhan subyektif.

2.8. Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanationam : bonam

10
FOLLOW UP
Follow Up I
Tanggal 23 Maret 2018
S/ Kejang (-) A/ ALL + Suspek metastase
Sakit Kepala cereberi

O/ Keadaan umum sakit sedang P/ IVFD NaCl 0,9%


Kesadaran composmentis Fenitoin 20mg/kgBB dalam
TD 130/100 20 menit (IV)
Nadi 101 x/menit Diazepam 10mg (IV)
Nafas 20 x/ menit Manitol 150 cc (IV)
Suhu : 36,5 Dexamathasone 30 mg (IV)

Tanggal 24 Maret 2018


S/ Kejang (-) A/ ALL + Suspek metastase
Sakit Kepala (-) cerebri

O/ Keadaan umum sakit sedang P/ IVFD NaCl 0,9%


Kesadaran composmentis Fenitoin 20mg/kgBB dalam
Nadi 98 x/menit 20 menit (IV)
Nafas 18 x/ menit Diazepam 10mg (IV)
Suhu 36,8 Manitol 150 cc (IV)
Dexamathasone 30 mg (IV)

FOLLOW UP
Follow Up III

11
tanggal 10 Maret 2018 jam 11.00 WITA
S/ Demam (--) A/ Kejang Demam Sederhana
Kejang (-) Faringitis Akut
Batuk-pilek (+)
BAK, BAB dalam batas normal
O/ Keadaan umum baik P/ NAC 3x125 mg
Kesadaran composmentis CTM 3x 1 mg
Nadi 84 x/menit Dexamethason 3 x1/2tab
Nafas 32 x/ menit 3x1 pulv
Suhu 36,70 C
Follow up IV
tanggal 12 Maret 2018 jam 10.00 WITA
S/ Demam (-) A/ Kejang Demam Sederhana
Kejang (-) Faringitis akut
Batuk-pilek (-) berkurang
BAK, BAB dalam batas normal
O/ Keadaan umum baik P/ Aff Infus
Kesadaran composmentis Pasien boleh pulang
Nadi 88 x/menit Obat pulang:
Nafas 36 x/ menit NAC 3x125 mg
Suhu 36,50 C CTM 3x1,5 mg
Salbutamol 3x1 mg (3x1 pulv)
Stesolid sup 5 mg

12
STATUS PRESENS
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah
Heart Rate
Respiratory Rate
Temperatur
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium Compos mentis
Muntah (-)
Peningkatan TIK Kejang (-)
Sakit kepala (+)
Kaku kuduk (-)
Perangsangan meningeal Kernig sign (-)
Brudzinski i/ii (-/-)
NERVUS KRANIALIS
NI Normosmia
N II, III RC +/+, pupil isokor ø 3mm
N III, IV, VI Gerakan bola mata (+)
NV Buka tutup mulut (+)
N VII Sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII Pendengaran (+)
N IX, X Uvula medial
N XI Angkat bahu (+)
N XII Lidah dijulurkan ke medial
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan Kiri
Biceps / Triceps
+/+ +/+
Kanan Kiri
KPR / APR
+/+ +/+

13
REFLEKS PATOLOGIS
Kanan Kiri
Babinsky
- -
Kanan Kiri
Hoffman / Tromner
-/- -/-
KEKUATAN MOTORIK
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Astrositoma merupakan neoplasma intraserebral, berbatas ireguler, tepi
bergerigi (jagged-edged border).(1,2) Terkadang istilah ”astrocytoma” dan ”glioma”
digunakan secara bersamaan, karena sel astrosit berasal dari sel glia.(3) Diketahui
bahwa sel tersebut merupakan sel yang banyak terdapat didalam otak, berfungsi
menyediakan nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu neuron
mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi impuls dan
transmisi sinaptik.(4-5)

II. EPIDEMIOLOGI
Astrositoma merupakan tumor yang banyak terjadi pada dekade pertama
kehidupan dengan puncaknya antara usia 5-9 tahun. Insidens astrositoma difus
terbanyak dijumpai pada usia dewasa muda (30- 40 tahun) sebanyak 25% dari seluruh
kasus. Sekitar 10 % terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, 60% pada usia 20-45
tahun dan 30% di atas 45 tahun. Kasus pada laki-laki didapatkan lebih banyak dari
wanita dengan rasio sebesar 1,18 : 1.(6)
WHO telah melakukan banyak perubahan klasifikasi sejak pertama kali
dipublikasikan pada tahun 1979. Edisi kedua dipublikasi pada tahun 1993 dan telah
mengalami banyak kemajuan dengan diperkenalkannya pemeriksaan
immunohistochemistry. Klasifikasi yang terakhir dipublikasi pada tahun 2000 yang
disusun berdasarkan konsensus yang direkomendasikan oleh International WHO
Working Group of experts di Lyon. Berdasarkan kecenderungannya untuk menjadi
anaplasia, WHO mengklasifikasi astrositoma menjadi pilocytic astrocytoma (grade I),
diffuse astrocytoma (grade II), anaplastic astrocytoma (grade III) dan glioblastoma
multiforme (grade IV), yakni : (7)
1. Grade I (astrositoma pilositik), tumbuh lambat dan jarang menyebar ke
sekitar, sel piloid, serat-serat Rosenthal, badan granular eosinofilik, selularitas

15
rendah. Tipe ini dapat sembuh total. Tumor ini biasa terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan memuaskan.
Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar
dijangkau, masih dapat mengancam hidup.
2. Grade II (astrositoma difusa atau LGA), tumbuh lambat tetapi dapat menyebar
ke jaringan sekitarnya. Sifat sel dapat berdiferensiasi dengan baik, inti atipik,
dan selularitas meningkat. Tipe ini sering berlanjut ke tahap berikutnya.
Banyak terjadi pada dewasa muda.
3. Grade III (astrositoma anaplastik), sering disebut astrositoma maligna, karena
tumbuh cepat dan menyebar kejaringan sekitarnya. Inti atipik dan bermitosis.
Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun.
4. Grade IV (glioblastoma multiforme), tumbuh menyebar dan secara agresif.
Sel-sel sangat berbeda dengan sel normal. Inti atipik, bermitosis dengan
proliferasi endothelial dan atau nekrosis. Menyerang pada orang dewasa
berumur antara 45 sampai 70 tahun. Tumor ini merupakan salah satu tumor
otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.

III. ETIOLOGI
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab
terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X.(8) Anak-anak dengan
leukemia limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf
pusat akan meningkatkan risiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma.(9)
Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa
nitroso (seperti nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). (10) Penyebab tumor otak belum
dapat diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor resiko.(5,11)
1. Faktor Genetik
Ditemukan adanya mutasi kromosom P53 dengan ditemukan platelet-derived growth
factor α-chain dan platelet-derived growth factor α-reseptor. Ditemukan riwayat
tumor otak dalam satu keluarga seperti astrositoma, sklerose tuberos, dan penyakit
Sturge-Weber.

16
2. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic cell Rest)
Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, yang berasal dari
sisa-sisa
embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi. Namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah tim-bulnya suatu
radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar untuk
mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadi-nya neoplasma, tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada
system saraf pusat.
5. Substansi-Substansi
Karsinogenik saat ini telah ditemukan beberapa bahan kimia yang bersifat karsino-
genik, seperti
methylcholan-tren dan nitrosoethyl-urea.

IV. PATOFISIOLOGI
Tumor ini akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi
dan destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena
hipoksia arterial maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan
produk metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai
akibat lanjut dari hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan dapat
menyebabkan gejala defisit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh,
gangguan sensorik, parese nervus kranialis atau bahkan kejang.
Astrocytoma low grade yang merupakan grade II klasifikasi WHO akan
tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling
time untuk astrocytoma low grade kira-kira 4 kali lebih lambat dibandingkan dengan

17
astrocytoma anaplastic (grade III astrocytoma). Sering diperlukan waktu beberapa
tahun antara gejala awal hingga diagnosa low grade astrocytoma ditegakkan, interval
ini kira-kira 3,5 tahun. Astrocytoma low grade ini seringkali disebut diffuse
astrocytoma WHO grade II.Jika tidak diobati dengan benar, astrositoma dapat
menyebabkan kematian. Kematian teijadi karena herniasi tentorium dari desakan
massa. (3,5)

VI. DIAGNOSIS(6,7,8)
Penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik terutama status neurologik. Adapun pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan CT-Scan
dan MRI. Walaupun jarang, pemeriksaan cairan serebrospinal sebagai marker pernah
dilakukan.
Sedangkan diagnosis histologis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi.

Anamnesis
Bentuk gejala neurologis dari astrositoma terutama tergantung dari tempat dan
luas pertumbuhan tumor pada susunan saraf pusat. Dilaporkan gangguan status
mental, gangguan kognitif, sakit kepala, gagguan visual (penglihatan ganda), gagguan
motorik, kejang-kejang, anomali sensoris, atau ataksia. Pasien sering dilaporkan
adanya riwayat sakit lebih dari tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Peningkatan
tekanan intracranial, gejala awal biasa tidak spesifik, tidak terlokasi dan dihubungkan
dengan peningkatan tekanan intracranial. Trias klasik peningkatan intracranial adalah
sakit kepala, muntah dan letargi. Anak-anak umur sekolahan lebih banyak dilaporkan
sakit kepala intermiten yang samara-samar dan kelelahan. Mereka biasanya
mengalami penurunan prestasi akademik dan perubahan kepribadian. Pada bayi
terdapat iritabilitas, anoreksia, pertumbuhan yang lambat atau mengalami regresi.
Kejang biasanya terdapat sedikitnya 25 % pasien dengan astrositoma supratentorial.
Selain itu, pasien astrositoma susah berfikir atau berbicara, kelemahan atau paralysis
pada satu bagian atau satu sisi tubuh serta hilangnya keseimbangan.

18
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan neurologis dengan tepat diperlukan untuk mengevaluasi pasien
astrositoma. Karena tumor ini dapat mempengaruhi bagian system saraf pusat,
mencakup medulla spinalis dan dapat menyebar ke regio yang jauh dari system saraf
pusat. Perhatian khusus ditujukan kepada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial seperti sakit kepala, mual dan muntah, penurunan perhatian, gangguan
kognitif papil edem atau ataksia, hidrosefalus dan resiko herniasi, tanda lokalisasasi
dan lateralisasi, mencakup kelumpuhan nervus kranial, hemiparese, gangguan
sensoris, gangguan refleks tendon dalam dan terdapat refleks patologis seperti tanda-
tanda Hofman dan babinski. Satu abnormalitas neurologis ditemukan, maka
dianjurkan untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut. Astrositoma dengan massa yang
progresif pada parenkim otak menyebabkan menurunnya fungsi otak yang sesuai
dengan area invasi. Invasi pada area motorik atau traktus menyebabkan hemiparese
diikuti dengan hemiplegi. Invasi pada area bicara menyebabkan afasia. Jika korteks
serebral terkena dapat terjadi kejang. Pada anak-anak dengan lesi serebellum terdapat
terjadi ataksia dan obstruksi parsial ventrikel IV. Dengan peningkatan tekanan
intrakranial menyebabkan nausea, vomiting, letargi dan sakit kepala. Lesi serebrum
juga dapat meningkatkan tekanan intracranial oleh massa tersebut. Tekanan dapat
meningkat akibat terbendungnya ventrikel. Peningkatan tekanan dapat juga
disebabkan oleh pembengkakan yang mengelilingi tumor itu sendiri. Gejala lain
astrositoma adalah perubahan sikap dan kepribadian, terjadi akibat posisi tumor
dalam otak. Tumor pada lobus frontal otak dapat meyebabkan perubahan secara
bertahap terhadap mood dan kepribadian. Defisit motorik fokal terjadi pada 40%
pasien dengan tumor hemisfer dan tumor diencepalik sentral. Tumor hipotalamus
berkaitan dengan dengan abnormalitas endokrin, defisiensi hormone pertumbuhan,
diabetes insipidus, perkembangan pubertas yang telalu cepat. Tumor ini juga jika
berada di kiasma optikum menyebabkan atrofi optic dan deficit visual. 3.

19
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan computed tomography imaging (CT scan) dan magnetic resonance
imaging (MRI) di daerah kepala dengan dan tanpa kontras, sangat membantu dalam
diagnosa, penentuan grading, dan evaluasi patofisiologi tumor ini. MRI dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari pada CT scan. Pada pemeriksaan CT
scan, gambaran low grade astrocytoma akan terlihat sebagai lesi dengan batas tidak
jelas, homogen, hipodens tanpa penyangatan kontras (Lihat Gambar 1). Kadang-
kadang dapat ditemukan kalsifikasi, perubahan kistik dan sedikit penyangatan
kontras.

Gambar 1. CT scan low grade astrocytoma, kiri tanpa kontras, kanan dengan kontras, tidak
tampak penyangatan.

Pada astrocytoma anaplastic akan terlihat massa yang tidak homogen, sebagian
dengan gambaran lesi hipodens dan sebagian lagi hiperdens. Umumnya disertai
dengan penyangatan contrast.(11) Pada glioblastoma multiforme akan tampak
gambaran yang tidak homogen, sebagian massa hipodens, sebagian hiperdens dan
terdapat gambaran nekrosis sentral.(12) Tampak penyangatan pada tepi lesi sehingga
memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang tidak teratur. Secara
umum, astrositoma akan memberikan gambaran isointens pada T1 dan hiperintens
pada T2. (Lihat Gambar 2).(12)

20
Gambar 2. MRI, (a) potongan coronal T-1 tampak massa hipointens,
(b) potongan axial T-2 tampak massa hiperintens

Gambaran Patologi Anatomi


Terdapat variasi gambaran histopatologi low grade astrocytoma antara lain(13) :
(i) astrocytoma protoplasmic, umumnya terdapat pada bagian korteks dengan
sel-sel yang banyak mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28%
dari jenis astrositoma yang menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya,
(ii) astrocytoma gemistocytic, sering ditemukan pada hemisfer serebral orang
dewasa terdiri dari sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik
dan eksentrik. Bentuk ini mencakup 5-10% dari glioma hemisfer,
(iii) astrocytoma fibrillary, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
dan berasal dari massa putih serebral dengan sel yang berdiferensiasi baik
berbentuk oval dan kecil. Tumor ini ditandai dengan jumlah sel yang
meningkat dengan gambaran latar belakang yang fibriler.

VII. DIAGNOSIS BANDING


Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses
desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :

21
1. Abses otak
Abses otak adalah sekumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam
jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak
biasanya akibat dari suatu infeksi, trauma, atau tindakan pembedahan.
2. Ependimoma
Tumor yang berasal dari sel-sel ependim dalam sistem ventrikel dan kanalis
sentralis medulla spinalis. Tumor ini lebih banyak pada anak-anak (dekade 1),
biasanya jinak tetapi 10-20% ganas dengan kecenderungan menyebar melalui
ruang subaraknoid.
3. Oligodendroglioma
Merupakan tumor glioma terbanyak ketiga. 5% dari semua tumor susunan saraf
pusat. Dapat ditemukan pada semua usia terbanyak pada dekade 4 dan 5.
Sebagian besar tumor terletak pada lobus frontal, tumbuh dominan pada
substantia alba jarang pada korteks serebri.
4. Meduloblastoma
Tumor ini khas sekali karena selalu ditemukan pada garis tengah serebellum
pada bayi da anak-anak.

VIII. PENATALAKSANAAN (9,10,11)


Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang
akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya kelangsungan hidup
penderita
dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang paling penting adalah
kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Pengobatan utama yang dilakukan saat
in mencakup :
a) pembedahan,
b) radioterapi, dan
c) kemoterapi.

22
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat vital
dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi
untuk operasi. Diagnostik dikonfirmasi melalui biopsi dan dilanjutkan dengan
pemberian radioterapi. Penderita lainnya dapat dilakukan pembedahan, seperti open
craniotomy dan stereotactic biopsy. Biopsi secara stereotaktik merupakan tindakan
minimal invasive terutama terhadap tumor yang letaknya dalam dan di tempat yang
sulit dicapai. Jika disertai dengan hidrosefalus, dapat dilakukan VP Shunt atau
External Ventricular Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi penderita antara
lain untuk:
(i) melakukan dekompresi terhadap massa tumor,
(ii) mengambil jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, sehingga dapat
direncanakan pengobatan adjuvans dan memperkirakan prognosis.
Radioterapi sudah berhasil memperpanjang kelangsungan hidup penderita terutama
dengan grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi pada penderita astrositoma
mampu memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala neurologis sebesar
50 - 75% kasus.(14) Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk
pengobatan astrositoma. Bila tumor menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan
pemberian kemoterapi dapat dilakukan. Astrositoma yang ganas bersifat incurable,
dan tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki gangguan neurologis
(seperti fungsi kognitif) dan memperpanjang kelangsungan hidup penderita.
Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan dukungan psikologis sangat penting.
Pemberian steroid umunya akan memberikan hasil yang membaik karena
pengurangan efek massa tumor yang disertai edema sekitar tumor. Pemberian steroid
harus segera dihentikan setelah dilakukan tindakan pembedahan. Antikonvulsan tidak
diberikan secara sistematik dan hanya diberikan pada penderita yang mengalami
kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek samping dan mengganggu pemberian
kemoterapi. Median dari kelangsungan hidup penderita astrositoma adalah 5-8 tahun.
Penatalaksanaan pasien dengan massa tumor dibedakan dalam 3 bagian :
1. Pasien dengan peningkatan TIK atau tanda-tanda fokal,

23
Diterapi dengan pemberian steroid dosis 12 mg intravenous, diikuti 4 mg yang
diturunkan bertahap. Adapun pemberian ini bertujuan untuk mengurangi edema
pretumoral. Terapi non operatif lainnya adalah dengan pemberian Acetazolamide
sebagai inhibitor enzim karbonik anhidrase sehingga sekresi natrium akan dihambat
yang mengakibatkan menurunnya pro-duksi LCS. Disamping itu posisi tubuh 30º
akan melancarkan pengosongan vena otak sebesar 7 mmHg. Radioterapi
konvensional dengan fraksi beberapa arah dengan dosis 5000-6000 Gy, akan mampu
memperbaiki kerusakan subletal. Pada tipe ganas penata-laksanaan dengan
radioterapi juga sangat dianjurkan. Dari beberapa literatur kemoterapi juga dianjur-
kan untuk penderita tumor otak, yakni dengan PCV (kombinasi dari procarbazine,
nitrosourea dan vinkristine) atau kemoterapi baru pil temozolamide (tremodal),
walaupun demikian hanya sedikit bermanfaat untuk penderita malignant glioma dan
astrositoma tingkat rendah. Tetapi sebaliknya untuk pasien oligodendroglioma.
2. Pasien yang menunjukkan gejala epilepsi
Pasien yang dicurigai astrositoma tingkat rendah, biopsi harus ditunda hingga
CTScan ulang adanya tanda fokal yang menunjukkan adanya progresi. Tumor jenis
ini sebaiknya dilakukan eksisi lengkap atau parsial. Pada lokasi tertentu pembedahan
tidak dapat dilaku-kan. Bila terjadi
hidrosepalus, dapat dilakukan VP-Shunt atau atrial bilateral. Untuk mengatasi kejang,
dapat
diberikan phenitoin 300-400 mg/hari atau phenobarbital 90-150 mg/hari.
3. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan terbaru yang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Dasar pemikirannya bahwa sistem imun tubuh dapat menolak tumor.

IX. PROGNOSIS (16,17,18)


Prognosis pasien dengan astrositoma tergantung pada derajat deferensiasi
tumor, umur pasien saat diagnosis, dan lokasi serta ukuran neoplasma(12). Pada
umumnya untuk astrositoma pielositik survival ratenya sekitar 10 tahun, astrositoma
low grade sekitar 5 tahun, astrositoma anaplastik 2-5 tahun dan glioblastoma

24
multiforme 1 tahun. Tumor-tumor ini cenderung rekurensi dibandingkan tumor grade
1 dan 2. Five year survival rate untuk pasien dengan astrositoma anaplastik sekitar
10-35 %.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki usia 10 tahun masuk ruang Melati pada tanggal 7 maret
2018 untuk menjalani kemoterapi ALL yang ke 13, setelah menjalani kemoterapi
pasien mengeluhkan sakit kepala hingga rewel dan tidak bisa tidur. Keluhan sakit
kepala tersebut dirasakan dalam waktu 2 hari. Setelah 2 minggu dirawat tepatnya
pada tanggal 22 Maret 2018 pasien tiba-tiba kejang di ruang melati selama ± 15
menit, kemudian diberi obat anti kejang dan kejang pun menghilang. Kejang ini
merupakan yang pertama kali, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami episode
kejang. Setelah kejang pasien langsung sadar dan mengatakan bahwa dirinya lapar, 4
jam kemudian kejang yang kedua kembali muncul selama ± 15 menit, setelah itu
bicara pasien menjadi pelo dan tidak kuat mengangkat botol aqua namun keluhan
tersebut membaik dalam waktu beberapa jam. Kejang yang pertama dengan yang
kedua terlihat sama dengan karakteristik mata pasien melihat keatas, bibir miring, dan
badan serta kaki tangannya mendadak kaku dan bergetar-getar. Setelah mengalami
kejang pasien mengeluhkan sakit kepala hingga tidak bisa tidur semalaman, namun
setelah itu pasien tidak pernah lagi mengeluhkan sakit kepala. Sebelum muncul
kejang pasien tidak pernah muntah menyemprot, dan tidak pernah mengalami
kelemahan anggota tubuh. Kejang tidak didahului oleh demam. Pasien tidak
mempunyai riwayat trauma kepala sebelumnya.
Pada pasien ini di diagnosis sebagai metastase cerebri berupa Astrositoma
karena berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dimana didapatkan keluhan
dari pasien berupa kejang yang pertama kali, tidak ada riwayat epilepsi, trauma
kepala dan pasien memiliki riwayat penyakit Acute Limphoblastic Leukemia.
Sebelum kejang pasien mengalami sakit kepala hingga rewel dan tidak bisa tidur.
Kejang teradi dua kali dengan interval 4 jam dan berlangsung selama ± 15 menit,
sehingga kita dapat mengarahkan kecurigaan ke arah SOL.

26
Anamnesis
Teori Kasus
 Kejang umum merupakan  Pasien mengalami kejang umum
manifestasi utama  Setelah kejang bicara pasien
 Kesulitan bicara, perubahan menjadi pelo
sensibilitas, gangguan motorik  Pasien juga mengeluhkan sakit
 Meningginya tekanan intrakranial kepala hingga tidak bisa tidur
sebagai akibat pertumbuhan tumor sebelum kejang dan setelah kejang
(edema vasogenik, sakit kepala  Pasien memiliki riwayat penyakit
yang progresif, nausea, muntah- ALL dan sedang menjalani
muntah, mengantuk, dan gangguan kemoterapi
penglihatan, hidrosefalus).
 Anak-anak dengan leukemia
limfositik akut yang menerima
radioterapi profilaksis pada susunan
saraf pusat akan meningkatkan
risiko untuk menderita astrositoma

Pemeriksaan Penunjang (CT-Scan)


Teori Kasus
Pada pemeriksaan CT scan, gambaran Tampak gambaran perselubungan
low grade astrocytoma akan terlihat massa/nodul bulat kecil 1 buah di
sebagai lesi dengan batas tidak jelas, parietal dextra dengan ukuran
homogen, hipodens tanpa penyangatan 0,6x0,8 cm dan parietal sinistra
kontras. dengan ukuran 0,7x0,7 cm.

27
Penatalaksanaan
Teori Kasus
a) Antikonvulsan Planning Terapi:
Fenitoin - IVFD NaCl 0,9%
15-20 mg/kg IV dengan dosis single atau - Fenitoin 20mg/kgBB dalam 20 menit (IV)
terbagi; dosis tambahan jika diperlukan - Diazepam 10mg (IV)
setelah loading dosis pertama (5-10 - Manitol 150 cc (IV)
mg/kg 10) - Dexamathasone 30 mg (IV)
Maintenance: 4-8 mg/kg/hari IV dosis
terbagi 2x sehari
b) Corticosteroid
Penggunaan kortikosteroid, seperti
deksametason, menghasilkan perbaikan
cepat pada kebanyakan pasien dengan
mengurangkan ukuran massa tumor dan
pembengkakan sekitar massa.
Penggunaan corticosteroid didapati
mengurangkan simptom peningkatan
tekanan intracranial dan memperbaiki
kondisi pasien.
c) Kemoterapi

28
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Astrocytoma merupakan salah satu jenis tumor otak yang pertumbuhannya cepat dan
diawali dalam sel disebut astrosit, astrosit melakukan berbagai fungsi,termasuk dukungan
biokimia sel endotel yang membentuk blood brain barrier,pemberian nutrisi ke jarigan
saraf,pemberian keseimbangan ion ekstraseluler,dan peran utama dalam proses perbaikan jarigan
parut pada otak dan sumsum tulang akibat kecelakaan . Etiologi penyakit ini masih belum
dikenal pasti.
Diagnosa astrositoma ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan
umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang sering
ditemukan pada astrositoma adalah sakit kepala serta kejang apabila tekanan intrakranial
menigkat. Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosa adalah CT Scan dan MRI.
Perawatan untuk astrositoma tergantung pada beberapa hal, termasuk kesehatan umum,
ukuran dan posisi dari tumor, dan apakah telah menyebar ke sekitarnya. Penatalaksanaan berupa
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi dilakukan dalam penanganan astrositoma.

29

Você também pode gostar