Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
َو َرأَى.» ُش ْع َره َ ُش ْع ُرهُ فَقَا َل « أ َ َما َكانَ َي ِجدُ َهذَا َما ي
َ س ِك ُن ِب ِه َ َش ِعثًا قَ ْد تَفَ َّرق َ ًفَ َرأَى َر ُجال
اب َو ِسخَةٌ فَقَا َل « أ َ َما َكانَ َهذَا َي ِجد ُ َما ًء َي ْغ ِس ُل ِب ِه ث َ ْو َبهُ» ( ابوداود
ٌ َر ُجالً آخ ََر َو َعلَ ْي ِه ثِ َي
)والنسائ
Artinya: “Beliau melihat seorang lelaki yang acak-acakan rambutnya. Rasulullah bersabda,
‘Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu untuk merapikan rambutnya?’ Kemudian beliau melihat
seorang lelaki yang kotor pakaiannya. Beliau bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan air
untuk mencuci pakaiannya?‘” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i).
ور ِه َو ِفى شَأ ْ ِن ِه ُ ى – صلى هللا عليه وسلم – يُ ْع ِجبُهُ الت َّ َي ُّم ُن ِفى تَنَعُّ ِل ِه َوت َ َر ُّج ِل ِه َو
ِ ط ُه ُّ َكانَ النَّ ِب
ُك ِل ِه
Artinya: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan sebelah kanan
dalam semua pekerjaannya, ketika bersuci, memakai sandal, dan bersisir.” (Hadits shahih riwayat
Al-Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268).
Berdasar pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat orang yang rambutnya
acak-acakan,
ْ
ِ َع ِن القَزَ ع-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا
َّ سو ُل
ُ نَ َهى َر
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang al-qaza’.” (HR Al-Bukhari dan
Muslim)
Al-Qaza’ ialah mencukur kepala sebagian dengan meninggalkan rambut pada bagian sebalah depan
(cukur kuncung). Potongan rambut seperti ini banyak merebak di kalangan para pemuda dan
dianggap sebagai mode. Itu merupakan tipu daya iblis terhadap umat manusia yang didukung pula
oleh kaum Yahudi dan Nasrani dalam menyebarkan pemikiran busuk dan kesesatan sebagai upaya
untuk merusak kaum muslimin.
Apabila seseorang sudah menghabiskan waktunya untuk mengurus dan menghias rambut, maka ini
merupakan tindakan berlebih-lebihan dan makruh hukumnya. Dari hadits Abdullah bin
Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن يمتشط أحدنا كل يوم
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami bersisir setiap hari.” (HR.
Hakim).
Maksudnya ialah Rasulullah melarang menyisir rambut secara berlebihan, apabila rambut masih
terlihat bagus dan rapi. Berlebihan dalam bersisir memungkinkan seseorang untuk berpaling dari
mengurus perkara-perkara yang lebih penting, dan lebih parah, dapat melalaikannya dari dzikrullah.
Banyak wanita muslimah yang senang pergi ke salon untuk mengurus rambut, padahal itu
merupakan salah satu sikap berlebih-lebihan dalam mengurus rambut. Selain itu, sering pergi ke
salon dapat membuang harta secara mubazir (boros). Ditambah lagi, kebanyakan salon masih
mencampurbaurkan antara laki-laki dan wanita, sehingga memungkinkan wanita untuk
memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki asing. Karena itu, wajib bagi kita sebagai muslimah
untuk menghindari tempat semacam itu yang mana banyak sekali kemungkarannya.
Pada hari pembebasan kota Mekkah Abu Quhafah dihadapkan kepada Rasulullah yang saat itu
rambutnya terlihat sangat putih. Kemudian Rasul menyuruhnya untuk pergi ke tempat isterinya agar
isterinya mewarnai rambutnya dan menghindari warna hitam.
Anas bin Malik pernah ditanya tentang cat rambut Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Kemudian ia menjawab: “Rambut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tidak beruban kecuali
sedikit. Akan tetapi, Abu Bakar dan Umar sepeninggal beliau mewarnai rambut mereka dengan
daun pacar/ inai dan daun katam (sejenis tumbuhan untuk menyuburkan rambut).”
Berdasarkan hal itu, para salafush sholeh dan tabi’in berpendapat bahwa tidak mencatnya lebih baik
berdasarkan hadits Rasulullah yang melarang mencat Uban juga beliau tidak mencat ubannya.
Diriwayatkan Abu Daud, dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
اص ِل ْال َح َم ِام الَ يَ ِري ُحونَ َرائِ َحةَ ْال َجنَّ ِة
ِ س َوا ِد َك َح َو
َّ ان ِبال َّ آخ ِر
ِ الز َم ِ ضبُونَ فِى ُ َي ُك
ِ ون قَ ْو ٌم َي ْخ
(والحديث صححه األلباني في صحيح أبي داود
“Akan ada di akhir zaman, kaum yang menyemir rambutnya seperti bulu merpati, maka dia tidak
mencium bau surga.” (Dalam Shahih Abu Daud)
Faedah Faedah