Você está na página 1de 9

PENTINGNYA TEORI DALAM PRAKTIK

PEKERJAAN SOSIAL
 PENTINGNYA TEORI DALAM PRAKTIK
PEKERJAAN SOSIAL
Ada beberapa teori yang digunakan dalam praktik pekerjaan sosial, diantaranya adalah
teori sistem, teori belajar sosial, teori pertukaran sosial, teori konflik, teori motivasi,
teori ekologi, teori kritis, teori feminis, dan teori konstruksi realitas. Di sini, saya akan
menjelaskan pentingnya teori-teori tersebut dalam praktik pekerjaan sosial, terutama
di bidang makro (masyarakat, organisasi, dll).

Teori Sistem

Sistem merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen/sub elemen/sub sistem
yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Teori sistem adalah suatu model yang
menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit yang bisa
saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh, dan organisasi pemerintah. Apabila suatu sub sistem
tidak berfungsi, maka sistem tidak akan berjalan maksimal atau bahkan tidak berjalan. Intinya,
setiap bagian berpengaruh terhadap keseluruhan atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan
yang lain. Contoh dari sistem sosial adalah keluarga, di mana anggota-anggota di
dalam keluarga disebut sebagai sub sistem atau bagian dari sistem. Dalam pekerjaan sosial
makro, kita mengenal masyarakat sebagai suatu sistem.
Sumbangan teori sistem terhadap praktik pekerjaan sosial makro adalah untuk mengetahui
pengaruh dari suatu sub sistem terhadap sub sistem lainnya atau terhadap sistem yang
menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, baik dilihat dari aspek objektif, seperti
masyarakat, maupun aspek subyektif, seperti nilai-nilai budaya, agama, dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui pengaruh dari setiap sub sistem terhadap sub sistem lainnya atau terhadap
sistem, seorang pekerja sosial dapat mencari solusi untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, di
terminal bis Garut terdapat banyak sekali anak jalanan, pengamen, pedagang asongan, dan
pengemis. Hal tersebut dikarenakan mayoritas masyarakatnya miskin. Banyaknya anak jalanan,
pengamen, pedagang asongan, dan pengemis pun membuat keadaan terminal tidak nyaman bagi
pengunjung, karena sering terjadinya pencopetan, penculikan, dan lain sebagainya. Dari satu
aspek saja, yaitu kemiskinan, sudah menimbulkan banyak masalah dalam sistem sosial di
terminal. Itu sebabnya seorang pekerja sosial perlu memahami teori sistem untuk dapat
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada.

 Teori Social Learning (Pembelajaran Sosial)

Teori ini mengatakan bahwa orang dapat mempelajari informasi baru dan perilaku dengan
cara melihat orang lain (belajar observasional). Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa orang-
orang dapat belajar melalui observasi atau pengamatan, kemudian dilanjutkan dengan peniruan.
Mereka mengubah perilakunya melalui penyaksian terhadap bagaimana orang lain merespon
sebuah stimulus tertentu. Teori ini menjelaskan bagaimana kita dipengaruhi dan mempengaruhi
lingkungan melalui penguat dan pembelajaran observasional. Contohnya seorang anak
menyaksikan temannya sering membaca buku pelajaran, kemudian memperoleh rapot yang
bagus. Anak tersebut kemudian memiliki keinginan memperoleh rapot yang bagus pula. Dia pun
akhirnya meniru temannya dengan rajin membaca buku pelajaran.
Sumbangan teori ini terhadap praktik pekerjaan sosial makro adalah seorang pekerja sosial
dapat mengetahui dan memahami penyebab masyarakat berperilaku dan bagaimana mereka
merubah perilakunya sehingga perilaku tersebut berpengaruh terhadap lingkungan sosial.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut, pekerja sosial mampu membuat pemecahan masalah.
Misalnya, masyarakat di stasiun Bandung kurang mendapatkan pendidikan, sementara
masyarakat di perkotaan mayoritas berpendidikan tinggi, sehingga banyak yang mengalami
kesuksesan karena pendidikan. Dengan adanya perbedaan tersebut, pekerja sosial mampu
mencari solusi agar masyarakat di daerah stasiun Bandung mampu berkembang seperti
masyarakat di daerah perkotaan, misalnya dengan memperlihatkan bagaimana kondisi
masyarakat di daerah perkotaan, di mana sebagian besar masyarakatnya mampu berwirausaha
ataupun bekerja di kantoran. Kemudian setelah mereka termotivasi, pekerja sosial membangun
fasilitas-fasilitas untuk membantu mereka mencapai pendidikan yang tinggi.

 Teori Social Exchange (Pertukaran Sosial)

Teori ini mengatakan bahwa seseorang berhubungan dengan orang lain karena
mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Teori pertukaran sosial pun melihat
antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Di dalam
hubungan tersebut, tedapat unsur imbalan, pengorbanan, dan keuntungan. Jadi, perilaku sosial
terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.
Misalnya, di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan, dan lain sebagainya. Jika
imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi antar individu atau
kelompok akan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka
untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari. Teori pertukaran sosial ini penting, karena
berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku
mengenai biaya dan imbalan.
Teori ini penting diketahui oleh pekerja sosial dalam melakukan praktikum, terutama oleh
pekerja sosial di perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan istilah CSR atau Corporate Social
Responsibility. CSR adalah tanggungjawab sosial perusahaan atau media perusahaan untuk
menjawab berbagai kritik dari masyarakat. Untuk memiliki hubungan yang baik antara
perusahaan dengan masyarakat, perusahaan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat,
sehingga adanya hubungan harmonisasi dan simbiosa mutualisme atau saling menguntungkan,
bahkan pendongkrakan citra atau performa perusahaan. Karena perusahaan beroperasi dalam
suatu tatanan lingkungan masyarakat, maka perusahaan harus menyadari bahwa tanggung
jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan keuntungan (profit) demi
kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Teori pertukaran
sosial penting bagi pekerja sosial, terutama pekerja sosial yang bekerja di perusahaan agar
pekerja sosial memahami apa yang membuat keadaan sosial baik. Seperti yang disebutkan dalam
teori, keadaan sosial akan baik jika semua sub sistem atau elemen dalam sistem sosial
mendapatkan keuntungan dan saling memberikan keuntungan.

 Teori Organisasi
Cakupan pekerja sosial makro antara lain salah satunya adalah organisasi. Organisasi
merupakan suatu wadah atau tempat terjadinya kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama
dan memiliki visi dan misi untuk menampung dan menyalurkan pendapat atau pikiran yang
berbeda. Unsur-unsur organisasi adalah orang-orang, kerjasama, tujuan bersama, peralatan atau
sarana, lingkungan, dan kekayaan alam. Teori organisasi merupakan studi yang memandang
suatu organisasi, baik dari segi fungsi maupun struktur, dengan meninjau pendekatan untuk
mencari solusi dari permasalahan dalam suatu organisasi, di mana seluruh pelaku dalam
organisasi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan bersama. Teori
organisasi terdiri dari teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, dan teori organisasi
modern. Teori organisasi klasik menganggap manusia sebagai komponen-komponen yang setiap
saat dapat dipasang dan diganti sesuai kehendak pemimpin. Teori organisasi klasik berkembang
dalam tiga aliran, yaitu teori birokrasi, teori administrasi, dan teori manajemen ilmiah. Selain itu,
ada teori organisasi neoklasik. Teori ini menekankan pada aspek psikologis dan sosial karyawan
sebagai individu ataupun kelompok kerja. Yang terakhir adalah teori organisasi modern. Teori
ini melihat semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak dapat
dipisahkan. Ada banyak masalah yang dihadapi organisasi dan memerlukan pemecahan
tersendiri. Masalah-masalah tersebut bisa dikarenakan kesalahpahaman dalam komunikasi,
kurangnya koordinasi, tujuan-tujuan yang berbeda, dan lain sebagainya. Peran pekerja sosial
makro dalam hal ini adalah sebagai fasilitator, perunding, pembela, juru bicara, penggerak,
penengah, dan konsultan.
Dalam melaksanakan perannya sebagai pekerja sosial makro, pekerja sosial harus mampu
mengetahui bagaimana sebuah organisasi berjalan, apa yang menggerakkan sebuah organisasi,
apa yang menjadi hambatan dalam berjalannya organisasi, dan lain sebagainya. Teori ini
membantu pekerja sosial untuk dapat mendukung dan membantu keberfungsian organisasi.
Ketika organisasi mengalami masalah-masalah, pekerja sosial dapat berperan sebagai konsultasi
untuk membantu mereka menunjukkan kesulitan-kesulitan dengan tepat, sehingga dengan
memfasilitasi proses pemecahan masalah. Oleh karena itu, seorang pekerja sosial makro
membutuhkan teori ini untuk dapat memahami sebuah organisasi.

 Teori Konflik

Teori ini menolak anggapan bahwa masyarakat ada dalam situasi stabil dan tidak berubah.
Masyarakat selalu dilihat dalam suatu kondisi tidak seimbang atau tidak adil, dan keadilan dapat
dicapai dengan penggunaan kekuatan revolusi terhadap kelompok-kelompok yang
berkuasa. Masyarakat juga terbentuk dari individu-individu yang bersaing untuk sumber daya
yang terbatas. Dalam hal ini, kelompok-kelompok yang berkuasalah yang memiliki sumber daya
lebih dan berusaha untuk mempertahankannya. Sementara kelompok-kelompok sub ordinat atau
yang dikuasai, berusaha untuk merebut suber daya tersebut. Contoh dari teori ini adalah pada
proses politik, di mana kelompok yang berkuasa selalu berusaha mempertahankan kekuasaan
mereka. Teori ini sangat cocok untuk menjelaskan perubahan sosial. Perubahan terjadi bukan
karena adaptasi, melainkan adanya persaingan. Teori ini juga menjelaskan bahwa konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya.
Teori ini memiliki sumbangan terhadap praktik pekerjaan sosial makro. Contohnya masalah
antarnegara, seperti Indonesia dan Malaysia, diantaranya kasus perebutan wilayah dan hak milik
kebudayaan terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Bila kasus-kasus tersebut dibiarkan, akan
mengakibatkan dampak yang buruk bagi hubungan kedua negara tersebut. Selain itu, Malaysia
juga memiliki kekuasaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia atau TKI yang membuat marah
bangsa Indonesia, karena bangsa Malaysia seringkali melakukan tindak kekerasan dan
penyiksaan terhadap TKI. TKI pun seringkali tidak dibayar oleh bangsa Malaysia. Hal tersebut
merupakan penghinaan terhadap masyarakat Indonesia. Adapun peran pekerja sosial makro
dalam menangani masalah antarnegara tersebut, yaitu diantaranya sebagai konselor, fasilitator,
pemberdaya, pembela, broker, dan mediator. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut, seorang
pekerja sosial harus memiliki landasan tentang bagaimana perubahan sosial terjadi dan seperti
apakah proses perubahan sosial itu terjadi, serta harus mengetahui bagaimana kelompok
penguasa menguasai kelompok yang dikuasai, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut tentunya
terdapat dalam teori konflik.

 Teori Motivasi

Motivasi pada dasarnya merupakan alasan untuk bertindak atau dorongan manusia untuk
mencapai tujuannya. Motivasi juga merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan. Teori motivasi menjelaskan
bagaimana alasan bisa muncul pada diri seseorang. Seseorang dapat bertindak jika dia telah
memiliki motivasi. Apabila seseorang tidak bertindak, maka motivasinya terhambat. Ada dua hal
yang menyebabkan terhambatnya motivasi seseorang, yaitu ketakutan dan malas. Agar motivasi
meningkat, maka hambatan-hambatan tersebut harus dikurangi.
Teori ini sangat penting untuk seorang pekerja sosial. Karena untuk membantu dan memberi
manfaat kepada masyarakat, seorang pekerja sosial harus dapat mengetahui apa yang harus dia
miliki agar dia dapat bertindak untuk membantu masyarakat. Bayangkan saja bila seorang
pekerja sosial memiliki rasa malas atau takut untuk bertindak. Dia tidak akan pernah bertindak
jika dia tidak mengetahui apa pentingnya motivasi dan bagaimana hambatan-hambatan
motivasinya dihilangkan. Tidak mungkin tidak ada seorang pekerja sosial yang tidak pernah
merasa takut dan malas. Setiap manusia pasti memiliki kedua hambatan tersebut dalam
hidupnya.Teori ini juga berguna untuk seorang pekerja sosial untuk dapat berperan sebagai
penyemangat dan penggerak masyarakat.

 Teori Ekologi

Teori ini menekankan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan. Ada
lima sistem dalam teori ini, yaitu mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan
kronosistem. Mikrosistem merupakan tempat di mana seseorang hidup, misalnya mikrosistem
seorang anak meliputi keluarga, guru, teman sebaya, dan lain-lainnya yang sering ditemui anak.
Dalam mikrosistem, terjadinya interaksi, misalnya anak dengan orang tua, anak dengan guru, dan
sebagainya. Dalam sistem ini, seseorang dipandang membantu membangun setting. Sistem
berikutnya adalah mesosistem, yang merupakan hubungan antara beberapa mikrosistem,
misalnya hubungan antara orang tua dengan guru, teman dengan guru, dan sebagainya. Dalam
ekosistem, seseorang tidak memiliki peran aktif, melainkan terpengaruh oleh berbagai sistem,
misalnya pekerjaan orang tua mempengaruhi hubungan antara suami istri dan anaknya.
Kemudian makrosistem membicarakan tentang budaya, gaya hidup, dan masyarakat di mana
seseorang berada, dan mempengaruhi seseorang. Dan yang terakhir, kronosistem meliputi
pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang kehidupan, misalnya mempelajari dampak negatif
terhadap perceraian terhadap anak-anak, dan lain sebagainya. Teori ini pada intinya menjelaskan
mengenai perilaku manusia sesuai dengan lingkungan dan interaksi antara manusia dengan
lingkungan yang terjadi dalam berbagai level dan fungsinya.
Teori ini memberikan sumbangan terhadap praktik pekerjaan sosial makro, yaitu dengan
memegang teori ini, seorang pekerja sosial mampu mencari penyelesaian masalah di masyarakat,
seperti pengaruh budaya asing terhadap masyarakat Indonesia, berkembangnya gaya hidup
modern yang menyebabkan terjadinya masalah sosial, seperti kenakalan remaja, kemiskinan,
mental masyarakat yang tidak sehat, dan terutama kerusakan lingkungan. Masyarakat miskin
paling menderita jika terjadi kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, untuk memperbaiki
dan memenuhi kelangsungan hidup masyarakat, seorang pekerja sosial harus mengetahui
bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat dan seberapa besar
pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat, dengan memperhatikan landasan teori ekologi.

 Teori Kritis

Teori ini membahas tentang emansipasi dan penindasan. Tujuan daripada teori ini adalah
untuk menghilangkan segala bentuk dominasi dan penindasan, serta mendorong adanya
kebebasan dan keadilan. Teori ini mempertanyakan sebab-sebab yang mengakibatkan
penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat. Struktur masyarakat yang rapuh harus
diubah. Intinya, teori kritis ini memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari
irasionalisme atau ketidakmasukakalan. Teori kritis berupaya untuk mengidentifikasi
kemungkinan perubahan sosial, sekaligus mempromosikan bentuk refleksi diri dan masyarakat
yang bebas dari dominasi. Teori ini erat kaitannya dengan teori konflik, di mana adanya pihak
yang mendominasi dan yang didominasi. Teori ini juga berkaitan dengan teori feminis, di mana
adanya pihak tertindas, seperti penindasan kaum wanita oleh kaum pria dalam kedudukan sosial
ekonomi.
Teori ini penting untuk dipahami seorang pekerja sosial dalam mencari penyelesaian
masalah. Misalnya, masalah tindak kekerasan terhadap wanita dalam rumah tangga. Dalam
menyelesaikan masalah tersebut, seorang pekerja sosial yang profesional harus memperhatikan
dan mengamati sebab-sebab tindak kekerasan tersebut dan bagaimana akibatnya terhadap
perubahan sosial. Pekerja sosial profesional tidak dapat melompat pada solusi yang instan tanpa
penelitian, namun mereka harus mencari tahu dahulu dengan melakukan berbagai penelitian,
temasuk memegang landasan teori agar tidak salah dalam mengambil pemecahan masalah, sebab
masyarakat bukanlah objek eksperimen atau percobaan untuk pekerja sosial.

 Teori Feminis

Secara umum, permasalahan mengenai gender muncul karena posisi kaum wanita yang
dianggap lebih rendah dari kaum pria. Posisi wanita dalam kehidupan sosial sering dianggap
lebih rendah dengan posisi laki-laki. Laki-laki dianggap bekerja dalam posisi yang lebih
menguntungkan daripada wanita karena laki-laki bekerja untuk mendapatkan upah, sedangkan
wanita bekerja mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah apapun. Selain itu dalam dunia
kerja, lebih banyak laki-laki yang mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari wanita, umpamanya
menduduki jabatan sebagai presiden, direktur, parlemen, dll. karena hanya sedikit wanita yang
bisa menduduki jabatan seperti itu. Wanita lebih banyak menduduki posisi yang lebih rendah
bahkan sangat merendahkan posisi wanita itu sendiri, seperti pembantu, bahkan pelacur. Selain
itu, kaum wanita sering mendapatkan perlakuan kekerasan. Lalu, dari tingkat pendidikan pun
bisa dilihat kenyataan bahwa wanita masih lebih rendah dari laki-laki terutama di negara-negara
berkembang.
Teori feminis menekankan kepada harapan kaum wanita untuk mendapatkan penghidupan
yang lebih layak atau sama posisinya dengan laki-laki. Dalam feminis terdapat tiga pendekatan
utama, yaitu feminisme liberal, feminisme marxis, dan feminisme radikal. Feminisme liberal
sesuai dengan namanya menekankan kebebasan untuk mendapatkan hak-hak dalam kehidupan
yang diperoleh kaum wanita. Feminisme liberal menginginkan persamaan derajat antara kaum
wanita dan laki-laki sehingga keadilan dapat ditegakkan dalam kehidupan sosial bagi kaum
wanita. Lalu, pendekatan lain, yaitu feminisme marxis melihat bahwa posisi perempuan yang
lebih rendah dalam struktur ekonomi, sosial, dan politik dari sistem kapitalis. Feminisme Marxis
beranggapan bahwa sistem kapitalis harus dihancurkan karena tidak menguntungkan kaum
wanita. Pendekatan lain, yaitu feminisme radikal menginginkan analisis pengembangan
feminisme yang lebih nyata dan bebas.
Teori ini memberikan sumbangan terhadap praktik pekerjaan sosial makro, berupa
pemahaman mengenai sebab timbulnya masalah gender yang juga berpengaruh terhadap
perubahan sosial. Dengan memahami permasalahan tersebut, seorang pekerja sosial kemudian
mampu menyusun cara untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah tersebut dapat
dilakukan dengan mendirikan organisasi kemasyarakatan wanita yang dinamakan National
Organization of Women untuk menyetarakan kedudukan wanita dalam bidang politik, ekonomi,
dan kehidupan sosial. Selain itu, pekerja sosial juga mendorong pembentukan serikat-serikat
pekerja berdasarkan gender dan kelas, seperti NWTUL atau National Women’s Trade Union
League. NWTUL ini memiliki program-program perlindungan tenaga kerja wanita yang
mencakup penetapan jam kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lain sebagainya. Tentu
saja strategi penyelesaian masalah seperti itu tidak dapat dilakukan dengan pemecahan masalah
secara instan. Dibutuhkan landasan teori feminis untuk dapat menjalankan upaya-upaya tersebut
dengan baik.

 Teori Reality Construction (Konstruksi Realitas)

Teori ini mengandung pemahaman bahwa realitas atau kenyataan dibangun secara sosial.
Realitas merupakan hasil ciptaan manusia melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia
sosial di sekelilingnya. Realitas sosial tercipta, dipertahankan, dan diubah melalui tindakan
dan interaksi manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan produk masyarakat. Dalam teori ini
juga, dibedakan antara pengetahuan dan realitas. Pengetahuan merupakan kepastian bahwa
realitas itu riil adanya dan memiliki karakteristik khusus dalam kehidupan sehari-hari. Sementara
realitas merupakan kualitas dari kenyataan yang memiliki keberadaan dan tidak bergantung pada
kehendak manusia. Intinya, teori ini menjelaskan bahwa apa yang ada di dunia dalam kehidupan
sehari-hari merupakan kenyataan yang ditafsir oleh manusia. Salah satu contoh realitas sosial di
masyarakat adalah kenakalan remaja. Kenakalan remaja disebabkan oleh manusia sendiri.
Manusialah yang menciptakan maraknya kenakalan remaja dan hancurnya moral generasi muda
bangsa. Maraknya kenakalan remaja disebabkan oleh perbuatan anak remaja sendiri yang
bertentangan dengan norma.
Teori ini penting untuk dijadikan landasan pekerja sosial profesional. Dengan memahami
bagaimana kenyataan sosial itu dibangun, pekerja sosial dapat mencari penyelesaian masalah
dengan memfasilitasi masyarakat agar masyarakat mampu berubah menuju perubahan yang lebih
baik. Sebelum upaya tersebut dilakukan, pekerja sosial profesional membutuhkan landasan teori.
Jadi, teori sangat penting bagi pekerja sosial profesional dalam melaksanakan praktek
pekerjaan sosial. Tanpa teori, praktek hanya didasarkan atas alasan-alasan yang
kebetulan. Sementara, masalah sosial yang ada di masyarakat ini bukanlah suatu hal yang
dieksperimen pemecahan masalahnya, apalagi objek dalam masalah sosial adalah
manusia. Jika pemecahan masalah tidak didasari dengan praktek, maka pemecahan
masalah itu bisa jadi penyebab masalah baru. Oleh karena itu, teori dan praktek haruslah
seimbang, karena teori merupakan pedoman untuk memudahkan berjalannya praktek.

Unsur-Unsur Kebijakan
Menurut Abdullah di dalam buku Tachjan, 2006: 28, terdapat tiga unsur-unsur kebijakan sosial,
antara lain adalah implementor, program, dan target group. Selain ketiga unsur tersebut, faktor
lingkungan dan formulator pun menjadi unsur kebijakan sosial yang penting. Unsur-unsur
tersebut merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kebijakan.
Implementor bisa juga disebut dengan pelaksana kebijakan. Apabila kita mendengar kata
“kebijakan”, kita seringkali beranggapan bahwa pelaksana kebijakan adalah pemerintah, padahal
non pemerintah pun dapat melaksanakan kebijakan.Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak
yang menjalankan kebijakan, yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional,
analisis, serta perumusan kebijakan. Selain itu, juga terdiri dari strategi organisasi, pengambilan
keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia,
pelaksanaan operasional, pengawasan, serta penilaian.
Unsur yang selanjutnya adalah program atau kebijakan. Program merupakan rencana
yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan, dan
terpadu dalam satu kesatuan. Program menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode,
standar, dan budjet. Program-program yang bersifat operasional adalah program yang dapat
dipahami dan dilaksanakan oleh implementor dengan mudah.
Unsur kebijakan sosial yang ketiga adalah target group atau kelompok sasaran.
Kelompok sasaran ini merupakan kelompok orang atau organisasi yang ada di dalam masyarakat
yang akan menerima barang dan jasa dan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan. Kelompok
sasaran ini diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan pola-pola interaksi yang ditentukan
oleh kebijakan.
Faktor lingkungan merupakan unsur kebijakan sosial yang sangat penting. Faktor
lingkungan terdiri dari aspek budaya, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek politik. Unsur ini
menentukan alasan suatu kebijakan dapat diimplementasikan atau tidak. Sementara itu,
formulator merupakan pihak yang merancang suatu kebijakan. Formulator ini bisa pemerintah
maupun non pemerintah seperti LSM.
ANALISIS PRODUK KEBIJAKAN DI INDONESIA
Pelayanan kesehatan merupakan aspek penting dalam kebijakan sosial. Kesehatan
merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial. Salah satu produk kebijakan yang
membahas mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia adalah UU No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Di dalam Undang-Undang tersebut, terdapat beberapa bentuk
jaminan nasional, seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Namun, yang akan dibahas di sini adalah bentuk
jaminan kehatan yang terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 2004. Di dalam Undang-Undang
tersebut, jaminan kesehatan terdapat pada Bagian Kedua, Pasal 19.
Jika dilihat dari unsur-unsur kebijakan sosial, pelaksana/implementor dari kebijakan
tersebut adalah fasilitas-fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit,
puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, dan lain sebagainya. Fasilitas-fasilitas kesehatan
tersebut telah menjalankan kewajibannya dengan baik, sehingga memuaskan hampir seluruh
masyarakat yang merasakan pelayanannya. Hal ini dinyatakan dalam berbagai media massa.
Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut
membuat kebijakan dan program jaminan kesehatan ini terus didukung dan diterapkan.
Unsur kebijakan sosial yang kedua adalah program atau kebijakan. Salah satu program
jaminan kesehatan yang dihasilkan adalah Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan agar derajat kesehatan masyarakat meningkat secara efektif dan efisien. Selain
diharapkan menjaga masyarakat sehat dan produktif, program ini pun diharapkan dapat
melindungi para pesertanya dari resiko pengeluaran yang besar. Program ini telah membawa
kesuksesan, karena peserta dari program ini telah merasakan banyak manfaat. Selain kesehatan
mereka terjamin, biaya pengeluaran pengobatannya pun lebih ringan meskipun mereka harus
membayar premi, karena menggunakan sistem asuransi. Hanya saja, kekurangan dari program ini
adalah masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan dari program ini, terutama
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Selain itu, pemberian pelayanan kesehatan dari
program ini pun masih tidak tepat sasaran, akibat pendataan peserta program yang kurang jelas.
Masih banyak masyarakat yang berhak menerima belum terdata identitasnya.
Unsur kebijakan sosial yang ketiga adalah target group atau kelompok sasaran.
Kelompok sasaran atau peserta dari program ini adalah masyarakat yang miskin dan kurang
mampu, gelandangan, pengemis, semua peserta Program Harapan Keluarga, semua penderita
penyakit Thalasemia mayor, dan semua peserta yang menerima jaminan persalinan. Menurut
saya, kelompok sasaran dari program Jamkesmas ini sudah tepat, karena memang golongan
masyarakat tersebut lah yang harus mendapat bantuan dalam biaya dan pelayanan kesehatan.
Namun pada kenyataannya, seperti yang telah saya jelaskan pada unsur kebijakan sosial
sebelumnya, yaitu program, kelompok sasaran yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang
dan program justru tidak sesuai dengan implementasinya. Kelompok sasaran tersebut masih
banyak yang belum merasakan program. Sementara itu, masyarakat yang tidak memenuhi target
sebagai kelompok sasaran mendapatkan pelayanan kesehatan dari program tersebut. Itulah
sebabnya, pelaksanaan program harus ditata ulang supaya menjadi tepat sasaran.
Unsur kebijakan sosial berikutnya adalah faktor lingkungan. Unsur ini merupakan alasan
program atau kebijakan dapat diimplementasikan atau tidak di dalam masyarakat. Kondisi
budaya masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan dan kesehatan memberi perhatian
kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat. Alasannya, jika
masyarakat tidak memperhatikan kebersihan pada dirinya dan lingkungan, maka potensi
rendahnya kualitas kesehatan mereka akan semakin meningkat. Latar belakang budaya
mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan
dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke
memiliki beribu-ribu suku dengan adat istiadat yang berbeda-beda pula. Sebagian dari adat
istiadat tersebut ada yang masih bisa dibilang “primitif” dan tidak mempedulikan aspek
kesehatan. Misalnya saja, pada suku Baduy yang tidak memperbolehkan masyarakat
menggunakan alas kaki.
Selain kedua aspek tersebut, aspek ekonomi pun sangat jelas menjadi alasan kebijakan
mengenai pelayanan kesehatan diimplementasikan melalui program Jamkesmas. Faktor-faktor
sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan, pekerjaan, dan ketahanan
pangan dalam keluarga merupakan faktor yang berpengaruh besar pada penentuan derajat
kesehatan seseorang. Dalam masalah gizi buruk misalnya, masyarakat dengan tingkat ekonomi
dan berpendapatan rendah biasanya lebih rentan menderita gizi buruk.Hal tersebut bisa terjadi
karena orang dengan tingkat ekonomi rendah sulit untuk mendapatkan makanan dengan nilai gizi
yang bisa dibilang layak. Hal ini pun mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan
kebijakannya mengenai kesehatan.
Aspek selanjutnya adalah aspek politik. Aspek ini pun dapat mendorong implementasi
kebijakan. Aspek politik berkaitan dengan kesungguhan pemerintah dalam menyelenggarakan
kebijakannya dalam bentuk program jaminan kesehatan, yaitu Program Jamkesmas. Selain itu,
antara pemerintah dan pemangku kepentingan harus memiliki persamaan persepsi tentang
pentingnya jaminan kesehatan. Dengan demikian, program yang direncanakan untuk
mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif mendapat dukungan yang luas. Tanpa
dukungan luas dari masyarakat, program akan sulit dicapai. Gangguan keamanan nasional seperti
kerusuhan yang masif, terorisme, konflik horizontal dan vertical, kriminalitas yang tinggi, serta
korupsi yang meluas pun merupakan faktor politik lainnya yang dapat menghalangi pencapaian
program jaminan sosial nasional.
Unsur kebijakan sosial yang terakhir adalah formulator atau perancang kebijakan.
Perancang kebijakan jaminan kesehatan ini adalah pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Menurut saya, perancang kebijakan jaminan kesehatan seperti ini seharusnya
tidak hanya pemerintah saja, namun juga pihak-pihak swasta. Namun seringkali, pihak-pihak
swasta merancang sebuah kebijakan untuk kepentingannya semata, dan bertujuan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari program yang dihasilkan, sehingga
pelayanan yang diperoleh masyarakat tidak semaksimal yang diberikan oleh pemerintah.

http://ginakesos.blogspot.com/2014/08/unsur-unsur-kebijakan.html

Você também pode gostar