Você está na página 1de 10

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Gangguan Penglihatan


Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan
ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley
dan Broman, 2006).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tuna netra ialah tidak dapat melihat,
buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan
tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak
berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak
berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011). Mata adalah organ
sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana
rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak
perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan
menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan
berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk
melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap,
sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi
terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-
angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam,
dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk
membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan
fungsional para lansia.

II.2 Klasifikasi Penyandang Cacat Penglihatan


Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and
Health (ICF) dalam Marjuki (2009), Penyandang Cacat Penglihatan diklasifikasikan menjadi
3, yaitu:
a. Low vision (Penglihatan Sisa) adalah seseorang yang mengalami kesulitan/ gangguan
jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak dapat melihat
dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden memakai kacamata
maka yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat tanpa kacamata
(sumber: modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang
menggunakan kacamata plus, minus ataupun silinder).
b. Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang
dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
c. Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa klasifikasi
tunanetra, seperti di bawah ini:
a. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan:
1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
4) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
b. Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
1) Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki
hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-
program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.
2) Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian
daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
3) Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

II.3 Penyebab Ketunanetraan


Ada berbagai faktor yang menyebabkan kelainan penglihatan (ketunanetraan) seperti
kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea, lensa, retina, saraf mata dan
lain sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan juga dapat diperoleh karena faktor
keturunan misalnya perkawinan antar saudara dekat dapat meningkatkan kemungkinan
diturunkannya kondisi kelainan penglihatan. Secara garis besar kelainan penglihatan dapat
disebabkan karena beberapa hal yaitu:
a. Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai
gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan
menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan refraksi yang telah
dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan penglihatannya kecuali jika
kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya tidak dipakai. Beberapa kelainan
refraksi meliputi:
1) Myopia dan Hyperopia
Dalam penglihatan normal, berkas cahaya paralel yang datang dari jauh akan terfokus
pada retina. Jika bola mata terlalu panjang dari depan ke belakang, maka berkas cahaya itu
terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buram.
Seseorang yang mengalami myopia sering dikatakan memiliki penglihatan dekat
(nearsightedness) karena ketajaman penglihatannya bagus pada jarak dekat tetapi mengalami
masalah pada jarak jauh. Pada penderita myopia image obyek yang dilihat tidak jelas,
masalah ini terjadi selain karena bola mata lebih besar dari pada yang normal juga dapat
terjadi pada bola mata yang normal tetapi elastisitas lensanya kurang baik dan kekuatan
refraksi lensa dan cornea menguat.
Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia
sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung
(lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul
hanya apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus
seperti ini, meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan
berkurang dan kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling.
2) Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi
akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras.
Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka,
keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita
mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca.
Seseorang yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata yang
memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu
menyebarkan (diverge) cahaya dan yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.
3) Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa akibat
kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image yang
terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan memakai
kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi ini
disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain,
koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya ketajaman
penglihatan bahkan kebutaan.
4) Katarak
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam lensa menjadi
keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak dapat
menmbusnya. Orang yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor
karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak merupakan salah
satu penyebab kebutaan yang utama baik pada anak-anak maupun orang tua.
b. Kelainan Lantang Pandangan
Penerimaan cahaya oleh otak sangat tergantung pada kualitas impuls yang ditimbulkan
oleh retina. Terjadinya suatu hambatan atau kerusakan pada pusat penglihatan di otak atau
bagian saraf tertentu akan menimbulkan gangguan penglihatan.
c. Kelainan Lain
1) Buta Warna
Seseorang yang tidak dapat membedakan warna disebabkan karena mengalami kerusakan
atau kelainan pada sel receptor di retina yang berbentuk kerucut yang disebut cone.
Seseorang yang buta warna biasanya ketajaman penglihatannya (visus) normal. Buta warna
lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
2) Strabismus (juling)
Istilah strabismus digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi dimana image obyek yang
dilihat tidak diterima secara baik oleh mata kanan dan mata kiri. Dengan kata lain kedua mata
tidak bekerja secara bersama-sama karena tidak ada koordinasi yang baik antara otot-otot
mata. Akibatnya dalam retina terdapat dua image terhadap satu obyek yang sedang dilihat.
Kondisi ini disebut diplopia. Untuk menolong penderita strabismus dapat dilakukan operasi
pada otot mata.
3) Nystagmus
Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak secara cepat dan tidak teratur.
Nystagmus dapat terjadi pada seseorang karena kelelahan atau stress dan juga dapat terjadi
karena adanya kerusakan pada otak atau gangguan medis lain yang kronis. Penderita
nystagmus tidak dapat melihat suatu obyek dengan baik karena matanya sselalu bergerak dan
tidak dapat memfokuskan obyek yang sedang dilihat.
4) Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola mata yang dapat
mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat
merupakan penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-kondisi lain, misalnya
aniridia. Satu jenis glaucoma yang terjadi pada anak-anak adalah buphthalmos ("mata sapi"),
yang ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah mata. Ini merupakan kondisi
yang berbahaya, yang jika tidak diberi perawatan dapat merusak lensa, retina atau syaraf
optik. Jenis-jenis glaucoma lainnya ditandai dengan berkurangnya bidang pandang dan
kesulitan melihat di tempat yang gelap atau redup.

II.4 Anatomi Fisiologi Mata


Mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang memalui saraf pada otak ke
lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.
a. Mata eksternal
 Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan otot yang
memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang
berkedip secara reflektif dan menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan
mata.
 Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah.
Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk kemata. Intropion
dimana kelopak mata terlipat kedalam sehingga bulu mata menggesek mata
menyebabkan abrasi kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar,
mencegah penutupan, dan menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata.
 Alis mata, terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital
superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk
kemata. sesuai proses penuaan alis berubah kelabu.
 Konjugtiva, suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua
bagian : konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-
masing kelopak mata dan tampak merah muda berkilauan hingga merah dan
konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus
dan tampak jelas. Sesuai dengan proses penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna
kakuningan.
 Apratus Lakrimalis, terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis.
Kelnjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh
saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan
kornea.
b. Mata internal
 Sklera
Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringa elastis dan kolagen yang
memberi bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata. Beberapa
lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.
 Lensa
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang
anterior terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan lensa.
Glokoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan.
 Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat
otot ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pulpil
menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya
akomodasi.
 Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur retina
tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf
optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan optic : macula, dimana
penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan latara belakang retina jingga
kemerahan itu sendiri.
c. Otot-Otot Ekstraokuler
Gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior,
inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam
arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan
mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan otot
oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan
otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral.

II.5 Perubahan Sistem Penglihatan


 Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan.
 Perubahan sistem indera Penglihatan pada penuaan :morfologis dan fisiologis
 Penurunan jaringan lemak sekitar mata
 Penurunan elastisitas dan tonus jaringan
 Penurunan kekeuatan otot mata
 Penurunan ketajaman kornea
 Degenerasi pada sclera, pupil dan iris
 Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit
 Peningkatan densitas dan rigiditas lensa
 Perlambatan proses informasi dari system saraf pusat
 Penurunan penglihatan jarak dekat
 Penurunan koordinasi gerak bola mata
 Distorsi bayangan
 Pandangaan biru-merah
 Compromised night vision
 Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu
 Kesulitan mengenali benda yang bergerak

II.6 Jenis Gangguan Pada Lansia Dengan Gangguan Penglihatan


a. Perubahan Sistem Lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada
system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau
malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system
kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut,
diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita
dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis
masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal
secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus
nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan
tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu
adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan
kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva
bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen.
Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, “Tear film break up time”
b. Perubahan Refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan
bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan
akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang
atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the
rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan
astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi
perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada
kornea, proses penuaan pada kornea.
c. Produksi Humor Aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous
2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan
pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak
sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi
H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
d. Perubahan Struktur Kelopak Mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak
mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada :
1) M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu
terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut
entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang
membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus
tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar
(ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara
mekanik akan memperberat ektropionnya.
2) Retractor Palpebra Inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
3) Tartus
Bilamana tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
4) Tendo Kantus Medial/Lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral
sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.
Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana
bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya
kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional
tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-
perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
5) Aponeurosis Muskulus Levator Palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi
dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan
pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang
usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi
keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.
6) Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke
arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai
dermatokalis.
DAFTAR PUSTAKA

Maryam RS, Ekasari, MF, dkk. 2008. Mengenal Usia Lajut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

Tamher, S,N, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universita Indonesia

Stockslager, Jaime L. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Staney M, Patricia GB. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC

Você também pode gostar