Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
GASTRITIS EROSIF
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.
B. Klasifikasi Gastritis
Gastritis Akut
1. Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk
gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:
a. Gastritis akut erosif
1
2. Gastritis Kronis
2
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor
3
D. Manifestasi Klinis
1. Gastritis akut
a. Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.
2. Gastritis kronis
E. Komplikasi
1. Gastritis akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan
melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan syok hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian.
b. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hampir
sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak
peptic penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar
100 % pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.
4
2. Gastritis kronis
a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap
vitamin.
b. Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsik
dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan
terhadap vitamin B12
c. Gangguan penyerapan zat besi.
F. Patofisiologi
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya,
seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan
faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter
pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang
memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga
integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport
ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-)
serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen
utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat
menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.
Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau
5
rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam
lambung (Prince, 2005).
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa
lambung rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka akan terjadi
difusi kembali HCl dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini
menimbulkan peradangan. Iritasi yang terus menerus dapat menyebabkan
jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat
seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan
dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi
dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
6
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa
lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan
sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus)
dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi
HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi
(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada
sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga
berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam
waktu 24-48 jam setelah perdarahan
7
PHATWAY
8
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2000)
sebagai berikut
1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopi : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan
gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus
jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik
dan pembentukan asam noktura
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah
besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
9
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
f. Diet
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
2) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan
secara bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya
tahan terima perorangan).
7) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-
48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
10
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal :
alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi
I. Diagnosa Keperawatan
11
J. Nursing Care Planning (NCP)
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Clasification)
12
2. Mual berhubungan Setelah dilakukan tindakan Nausea Management
dengan keperawatan selama 2x24 1. Lakukan
ketidakmampuan jam diharapkan masalah pengkajian secara
pemasukan atau mual klien dapat teratasi komprehensif rasa
mencerna makanan dengan kriteria hasil: mual termasuk
karena iritasi indikator IR ER frekuensi, durasi,
lambung
1. Frekuensi tingkat mual, dan
mual faktor yang
2. Intensitas menyebabkan
mual mual.
3. Peningkatan 2. Evaluasi efek mual
ekskresi terhadap nafsu
saliva maka, aktivitas
4. Penurunan sehari-hari, dan
intake pola tidur pasien.
makanan 3. Anjurkan pasien
5. Peningkatan makan dalam
intake jumlah sedikit tapi
cairan sering dan dalam
Keterangan: keadaan hangat.
4. Anjurkan pasien
1. Sangat parah
mengurangi
2. Parah
jumlah makanan
3. Sedang
yang bisa
4. Ringan
menimbulkan
5. Tidak parah
mual.
5. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
istirahat dan tidur
13
yang adekuat.
6. Kolaborasi
pemberian
antiemetik:
Ondansentron dan
Ranitidin
1. Sangat parah
2. Parah
3. Sedang
14
4. Ringan
5. Tidak parah
15
DAFTAR PUSTAKA
16