Você está na página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS EROSIF

A. Definisi Gastritis Erosif

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa


lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain (Hirlan dalam Suyono, 2006).

Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana


terjadi erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai sistem
pembuluh darah lambung atau duodenum (Priyanto dan Lestari, 2008).

B. Klasifikasi Gastritis

Gastritis Akut

1. Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk
gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:
a. Gastritis akut erosif

Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam


daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).

b. Gastritis akut hemoragic

Disebut hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai


perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi
yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut ( Hirlan,
2001).

1
2. Gastritis Kronis

Menurut Muttaqin (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan


permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :

a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta


perdarahan dan erosi mukosa.
b. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa
pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker
lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari
penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
c. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul
pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.
C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan
seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen
kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung. OAINS dan alkohol merupakan zat
yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar permeabilitas
sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini
menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat
mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi
edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler
dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif
serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk
lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.

2
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor

Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian


dalam lambung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi
kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yang
diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding
lambung yang disebut gastritis

4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus


5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik dan psikis
Stres fisik yaitu yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan
refluks usus lambung. Sedangkan stres psikis karena system persarafan di
otak berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami
stress, bisa muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan
terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan
merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam
secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa
nyeri, perih dan kembung. Lamakelamaan hali ini dapat menimbulkan
luka di dinding lambung
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan

Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan


alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa lambung. Alkohol dan cafein
seperti kopi. dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan
hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding
lambung.

3
D. Manifestasi Klinis

Menurut Mansjoer (2001), tanda dan gejala pada gastritis adalah:

1. Gastritis akut
a. Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.

b. Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering


muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan mual
hingga muntah.

c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan


melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan.

2. Gastritis kronis

Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan.


Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

E. Komplikasi

Menurut Mansjoer (2001), komplikasi yang terjadi dari gastritis adalah:

1. Gastritis akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan
melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan syok hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian.
b. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hampir
sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak
peptic penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar
100 % pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.

4
2. Gastritis kronis
a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap
vitamin.
b. Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsik
dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan
terhadap vitamin B12
c. Gangguan penyerapan zat besi.
F. Patofisiologi

Terjadinya gastritis adalah karena adanya gangguan keseimbangan faktor


agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-
obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif,
merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. (Brunner, 2000).

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya,
seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan
faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter
pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang
memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga
integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport
ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-)
serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen
utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat
menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.
Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau

5
rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam
lambung (Prince, 2005).

Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung


melalui beberapa mekanisme, obat-obat ini dapat menghambat aktivitas
siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting
untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin
mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat
penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal,
kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan
obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
mukus oleh lambung sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.

Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa
lambung rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka akan terjadi
difusi kembali HCl dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini
menimbulkan peradangan. Iritasi yang terus menerus dapat menyebabkan
jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat
seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan
dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi
dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

6
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa
lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan
sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus)
dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi
HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi
(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada
sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga
berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam
waktu 24-48 jam setelah perdarahan

7
PHATWAY

8
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2000)
sebagai berikut
1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopi : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan
gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus
jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik
dan pembentukan asam noktura
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah
besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

9
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
f. Diet
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
2) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan
secara bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya
tahan terima perorangan).
7) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-
48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:

Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk


menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien
mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala
menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi,
maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan
untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan
oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri
dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.

10
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal :
alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi

Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004), penatalaksanaannya jika


terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa
pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien gastritis ditemukan sebagai berikut

1. Nyeri akut berhungan dengan mukosa lambung teriritasi


2. Mual berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna
makanan karena iritasi lambung
3. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif (perdarahan, mual,
muntah dan anoreksia )
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan nutrisi tidak adekuat.

11
J. Nursing Care Planning (NCP)
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Clasification)

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management


berhungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Kaji nyeri secara
mukosa lambung jam, diharapkan nyeri akut komprehensif
teriritasi dapat teratasi dengan 2. Observasi tanda
kriteria hasil: non verbal dari
indikator IR ER ketidaknyamanan
1. Melaporkan 3. Ajarkan untuk
nyeri menggunakan
2. Frekuensi teknik relaksasi
nyeri nafas dalam
3. Panjang 4. Anjurkan pasien
episode menggunakan
nyeri relaksasi nafas
4. Ekspresi dalam saat nyeri
wajah 5. Kolaborasi dengan
terhadap dokter dalam
nyeri pemberian terapi
Keterangan: analgesic
1. Sangat parah 6. Anjurkan pasien
2. Parah untuk
3. Sedang meningkatkan
4. Ringan istirahat
5. Tidak parah 7. Kaji keefektifan
kontrol nyeri

12
2. Mual berhubungan Setelah dilakukan tindakan Nausea Management
dengan keperawatan selama 2x24 1. Lakukan
ketidakmampuan jam diharapkan masalah pengkajian secara
pemasukan atau mual klien dapat teratasi komprehensif rasa
mencerna makanan dengan kriteria hasil: mual termasuk
karena iritasi indikator IR ER frekuensi, durasi,
lambung
1. Frekuensi tingkat mual, dan
mual faktor yang
2. Intensitas menyebabkan
mual mual.
3. Peningkatan 2. Evaluasi efek mual
ekskresi terhadap nafsu
saliva maka, aktivitas
4. Penurunan sehari-hari, dan
intake pola tidur pasien.
makanan 3. Anjurkan pasien
5. Peningkatan makan dalam
intake jumlah sedikit tapi
cairan sering dan dalam
Keterangan: keadaan hangat.
4. Anjurkan pasien
1. Sangat parah
mengurangi
2. Parah
jumlah makanan
3. Sedang
yang bisa
4. Ringan
menimbulkan
5. Tidak parah
mual.
5. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
istirahat dan tidur

13
yang adekuat.
6. Kolaborasi
pemberian
antiemetik:
Ondansentron dan
Ranitidin

3. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Fluid Management


volume cairan b/d keperawatan selama 2x24 1. Pertahankan
kehilangan aktif jam diharapkan klien dapat catatan intake dan
(perdarahan, mual, terpenuhi kebutuhan output yang akurat
muntah dan cairannya dengan kriteria 2. Monitor status
anoreksia ) hasil: hidrasi
Indikator IR ER (kelembaban
1. TTV dalam membran mukosa,
batas nadi, tekanan
normal darah)
2. Turgor kulit 3. Monitor tanda-
3. Tidak ada tanda vital
tanda-tanda 4. Dorong pasien
dehidrasi untuk
4. Membran meningkatkan
mukosa masukan oral
lembab (minum yang
5. Tidak ada banyak)
tanda 5. Kolaborasi
kehausan pemberian cairan
Keterangan: IV.

1. Sangat parah
2. Parah
3. Sedang

14
4. Ringan
5. Tidak parah

4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Bleeding reduction


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 2 x 24 gastrointestinal
kebutuhan tubuh jam cairan tubuh pasien 1. Observasi adanya
berhubungan seimbang dengan kriteria darah dalam feses.
dengan masukan hasil: 2. Monitor Hb
nutrisi tidak Indikator IR ER 3. Kurangi faktor
adekuat.
1. Darah stress
dalam feses 4. Monitor status
(melena) nutrisi pasien.
2. HB dalam 5. Monitor status
batas cairan termasuk
normal intake dan output.
3. TTV dalam 6. Catat warna,
batas jumlah dan
normal karakter feses.
Keterangan: 7. Berikan cairan
intravena.
1. Sangat parah
8. Kolaborasi
2. Parah
pemberian obat
3. Sedang
untuk
4. Ringan
menghentikan
5. Tidak parah
perdarahan

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC)


Sixth Edition. United States of America: Elsevier.

Dermawan,D. T. R. (2010). Keperawatan medikal bedah ( sistem pencernaan ).


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.


Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing
Diagnosis: Definitions & Classification, 2015-2017. 10nd ed. Oxford: Wiley
Blackwell.
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Profil kesehatan indonesia tahun 2008.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Moorhead, Sue, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.

Muttaqin, A. K. S. (2011). Gangguan gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.


Price, A. W. dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Priyanto, Agus dan Lestari, Sri. (2008). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika.
Saydam. (2011). Memahami berbagai penyakit (penyakit pernapasan dan
gangguan pencernaan). Bandung : Alfabeta.
Suyono, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Nanda, NIC-NOC 2015.

16

Você também pode gostar