Você está na página 1de 12

Infeksi Payudara (Mastitis & abses payudara) +infeksi Perineum dan luka abdominal

I. Infeksi Payudara
1. Mastitis

Mastitis merupakan
masalah yang sering dijumpai
pada ibu menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami
mastitis. Sebagain besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir
(paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang
masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui.
Mastits adalah suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara
yang mungkin disertai dengan infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal
pula istilah statis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI
menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara
bengkak maka ini disebut statis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan maka akan
terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi dan bila telah
terinfeksi bakteri disebut dengan mastitis terinfeksi.
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka
pada putting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Bila tidak segera
ditangani menyebabkan abses payudara (pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara) dan merupakan komplikasi berat dari masititis.

A. Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat statis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Statis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu
melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar
limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh
darah). Organisme yang paling sering adalah staphylococcus aureus , Escheria
coli dan Strptococcus.

B. Faktor Resiko
Faktor yang menyebabkan terjadinya mastitis payudara yaitu primipara, stres,
teknik menyusui yang tidak benar sehingga pengosongan payudara tidak terjadi
dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu ketat, dan pengisapan bayi yang
kurang kuat juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi kelenjar payudara.
Adanya luka pada puting payudara juga dapat sebagai faktor resiko terjadinya
mastitis.

C. Jenis Mastitis
1) Berdasarkan tempat
Berdasarkan tempatnya mastitis dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.
2) Berdasarkan penyebab dan kondisinya
a. Mastitis Periducal
Yaitu mastitis yang muncul pada wanita di usia menjelang menopause.
Penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan
sebutan mammary duct ectasia yang berarti peleburan saluran
penyumbatan pada saluran di payudara.
b. Mastitis Pueperalis atau Loctational
Merupakan mastitis yang banyak dialami oleh wanita hamil atau
menyusui. Penyebab utamanya yaitu kuman yang menginfeksi payudara
ibu yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.

c. Mastitis Supurativa
Merupakan mastitis yang paling banyak dijumpai. Penyababnya bisa dari
kuman staphylococcus, jamur, kuman TBC, dan juga sifilis. Infeksi kuman
TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif.

D. Tanda Gejala Kegawatdaruratan Ibu Nifas


Untuk menentukan adanya kegawatdaruratan ibu nifas dengan mastitis, dapat
dilihat dari tanda dan gejala yang muncul, biasanya terjadinya akhir minggu
pertama pasca partum. Hal ini berkaitan erat dengan produksi dari ASI yang
dihasilkan oleh kelenjar acinin yang dalam alveoli dan tidak dapat dipancarkan
keluar. Dengan demiakan maka gejala awal mastitis adalah demam yang disertai
menggigil, mialgia(nyeri otot), nyeri, sakit kepala, dan takikardi. Pada
pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan
batas tegas, dan disertai rasa sangat nyeri.
Untuk memperjelas adanya mastitis pada ibu post partum, maka dapat
memilahkan tanda gejala tersebut dengan mencari data subyektif maupun obyektif
seperti dibawah ini:
1) Data Subyektif
a. Ibu menyampaikan kalau baru melahirkan hari yang lalu
b. Mengeluh payudaranya terasa berat dan sakit
c. Tidak berani untuk menyusui bayinya
d. Badan terasa demam seperti hendak flu: nyeri otot, sakit kepala, keletihan
2) Data Obyektif
a. Adanya nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperbedat jika
bayi menyusu
b. Teraba keras dan tampak memerah
c. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah-pecah
d. Peningkatan suhu yang cepat dari (39.5-40oC)
e. Nadi kecil dan cepat
f. Mengigil
g. Sakit kepala
h. Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras

E. Penatalaksanaan Penanganan
Penanganan utama mastitis adalah dimulai dengan memperbaiki teknik
menyusui ibu untuk aliran ASI yang baik dengan lebih sering menyusui dimulai
dari payudara yang bermasalah. Bila ibu merasa sangat nyeri, menyusui dimulai
dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke
payudara yang bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri
sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara, dagu atau ujung hidung berada
pada tempat yang mengalami sumbatan agar membantu mengalirkan ASI dari
daerah tersebut. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah
ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Pijatan payudara yang dilakukan
dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari
daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Kemudian lakukan konseling suportif yaitu dengan memberikan dukungan,
bimbingan, dan keyakinan kembali tentang menyusui yang aman untuk
diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan
bayi, serta payudara akan pulih baik secara bentuk maupun fungsinya. Bantu ibu
perbaiki kenyutan bayi pada payudara serta pengeluaran ASI yang efektif. Berikan
dorongan untuk sering menyusui selama bayi menghendaki dan apabila
diperlukan peras ASI dengan tangan atau pompa sampai menyusui dapat dimulai
lagi.
Kemudian berikan kloaksilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhan akan berkurang, bila
diperlukan berikan Paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Kompres dingin,
dan ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2. Abses Payudara

Abses payudara merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri


salah satunya adalah bakteri Stahpylococcus aureus, bakteri yang secara alami bisa
ditemukan pada kulit manusia yang dapat masuk apabila ada luka pada payudara
terutama disekitar puting susu. Abses payudara adalah komplikasi akibat peradangan
payudara atau mastitis yang sering timbul pada minggu ke dua post partum, karena
adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara dapat terjadi apabila
mastitis tidak tertangani dengan baik sehingga memperberat infeksi.

A. Tanda dan Gejala


1) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
2) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
3) Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Keluar cairan nanah melalui puting
susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah pada payudara adalah stafilokokus
aureus dan spesies streptokokus.
4) Pada lokasi
payudara yang terkena
akan tampak

membengkak.
5) Terasa panas pada area yang terkena abses.
6) Demam dan menggigil.
7) Rasa sakit secara keseluruhan.

B. Penyebab dan Faktor Resiko


Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum
ditemukan pada kulit normal (Staphylococcus Aureus). Infeksi terjadi khususnya
pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak,
biasanya pada awal menyusui dan area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Faktor resiko abses payudara yaitu:
1) Diabete Mellitus
2) Perokok
Wanita perokok dapat meningkatkan resiko abses payudara 6 kali lipat
dibandingkan wanita yang tidak merokok. Selain itu, rokok juga membuat
peluang kekambuhan menlonjak hingga 15 kali lipat.
3) Infeksi setelah melahirkan
4) Kelelahan
5) Rendahnya sistem imun

C. Pencegahan
1) Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah
hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffman’s
exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles sedikit pelicin
(contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan jempol
diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut ditarik dengan
arah horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal,
lakukan pada keduanya beebrapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali
per hari, akan membantu mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah
penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat
kehamilan.
2) Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah
menyusui.Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau
vitamin A dan D
3) Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
4) Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
5) Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
6) Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu.
7) Minum banyak cairan
8) Menjaga kebersihan puting susu
9) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

D. Penanganan dan pengobatan


1) Mengajarkan pada ibu cara menyusui yang benar :
a. Teknik menyusui yang benar.
b. Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
c. Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
d. Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan.
2) Lakukan perujukan.

Terapi : Evakuasi abses dengan cara dilakukan operasi (insisi abses) dalam anestesi
umum. Setelah diinsisi, diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses yang ‘mungkin’
masih tertinggal dalam payudara.Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur
resistensi dan pemeriksaan PA. Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal
dalam payudara, selain dipasang drain juga dilakukan bebat payudara dengan elastic
bandage. Setelah 24 jam tindakan, pasien kontrol kembali untuk mengganti kassa.
Pasien diberikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit.

II. INFEKSI PERINEUM


Infeksi perineum adalah sebuah peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman kuman ke alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Ambarwati dan
Wulandari, 2010). Infeksi perineum ditandai dengan kenaikan suhu 38°C atau lebih
yang terjadi selama 2 hari berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam
pasca persalinan dan 10 hari pertama masa nifas (Syafrudin, dkk. 2011). Infeksi
Perineum adalah peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab
apapun dengan ketentuan meningkatnya suhubadan melebihi 38 derajat celcius tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 hari (Sujiyatini,dkk 2009).

A. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya
vena yang di tutupi trombus.Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman dan masuknya jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Infeksi
nifas dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu infeksi yang terbatas pada
perineum,vulva,vagina,servik dan endometrium, kedua penyebaran dari tempat
tersebut melalui vena-vena,melalui jalan limfe dan melalui permukaan endometrium
(Ambarwati dan Wulandari,2010).

B. Etiologi
Infeksi perineum disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam alat kandungan,
berdasarkan masuknya kuman ke alat kandungan:
1) Eksogen (bakteri ini masuk kedalam vagina dari luar).
2) Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh).
3) Endogen (bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rectum tanpa
menimbulkan bahaya)(Wulandari dan Handayani,2011).

C. Cara Terjadinya Infeksi


1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina dalam uterus.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu- pembantunya.
3) Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari
penderita-penderita berbagi jenis infeksi.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksipenting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi intrapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan (Dewi dan Sunarsih,2011).

D. Faktor Resiko
1) Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.
2) Tindakan operasi persalinan.
3) Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.
4) Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi 6 jam.
5) Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum yaitu perdarahan antepartum
dan postpartum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan, dan ibu hamil
dengan penyakit infeksi (Sukarni dan Sudarti, 2014).

E. Tanda dan Gejala

Infeksi akan ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi,berwarna


kemerahan,fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat
berbentuk:

1) Infeks lokal
Pembengkakan luka episiotomy, terjadi penanahan, perubahan warna kulit,
pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri,
temperatur badan dapat meningkat.
2) Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah menurun dan nadi
meningkat, pernafasan dapat meningkat dan terasa sesak, kesadaran gelisah
sampai menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan
bernanah serta kotor (Ambarwati dan Wulandari,2010).

F. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih
ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi
kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir (Rukiyah,2010).

G. Pencegahan Infeksi
1) Lakukan mobilisasi dini sehingga daerah lochea keluar dengan lancar.
2) Perlukaan dirawat dengan baik.
3) Rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi nasokomial (Ambarwati
dan Wulandari,2010).
H. Penatalaksanaan Penanganan Infeksi
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), penatalaksanaan infeksi luka perineum
meliputi :
1) Melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital klien, tinggi fundus
uteri,kontraksi uterus.
2) Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
3) Memberikan KIE tentang rasa nyeri pada luka jahitan dan rasa mulas pada perut.
4) Menganjurkan ibu untuk menjaga agar perineum selalu bersih dan kering.
5) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
6) Menganjurkan ibu makan-makanan yang bergizi.
7) Menganjurkan ibu untuk perawatan perineum dengan baik dan benar.
8) Menganjurkan ibu untuk mengikuti kb sesuai dengan keinginannya.

III. LUKA ABDOMEN (INFEKSI LUKA OPERASI)

Kejadian infeksi luka operasi pasca tindakan seksio sesarea berkisar antara 3 – 15 %
dengan rata-rata 6%. Bila pada tindakan seksio sesarea diberikan antibiotika profilaksis,
maka kejadian infeksi luka operasi akan menurun sampai dengan 2%. Menurut Sopper
dan kawan-kawan (1992) infeksi luka operasi merupakan penyebab utama kegagalan
pengobatan antibiotika pada penderita metritis. Faktor resiko untuk timbulnya infeksi
luka operasi ini adalah obesitas, diabetes, pengobatan kortikosteroid, imunosupresi,
anemia dan hemostatis yang jelek disertai terbentuknya hematom.

Penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotika dan drainase abses atau hematom


yang terbentuk serta memperhatikan secara khusus bahwa fasia abdomen masih tetap
intak.

Sumber Pustaka

Buku Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

Didien Ika,dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia

www.idai.or.id

Você também pode gostar