Você está na página 1de 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat

intraseluler dari genus plasmodium. Penyakit ini secara alami ditularkan

oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria ini dapat

menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah dimana

nyamuk dapat berkembang sesuai kebutuhannya. Manusia yang terinfeksi

parasit malaria biasanya merasakan gejala seperti serangan demam dengan

interval tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu periode yang

penderitanya bebas sama sekali dari demam atau disebut periode laten.

Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non imun.

Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh

sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau

muntah semua gejala awal ini disebut gejala prodormal (Arsin, 2012).

Penyebaran parasit malaria ditemukan pada orang yang hidup di

daerah endemis malaria, terutama di daerah tropis yang terletak antara 40˚

Lintang Selatan dan 60˚ Lintang Utara. Di Indonesia penyakit malaria

ditemukan tersebar di seluruh kepulauan terutama di kawasan timur

1
Indonesia. Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang meninggal dunia, terutama

anak-anak berumur di bawah lima tahun (Sutanto dkk, 2011).

Berdasarkan data depkes menggunakan indikator API (Annual

Parasite Incidence), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia

bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di

beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di

Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat

desa/fokus malaria tinggi. Dari tahun 2006 sampai 2009 kejadian luar

biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/ kota

yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009, KLB

dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten),

Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulaswesi (Sulawesi Barat), Nangroe

Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung)

dengan jumlah total penderita sebanyak 1.869 orang dengan jumlah

kematian sebanyak 11 orang (Ditjen P2PL Depkes RI, 2009).

Program pemerintah untuk mengeliminasi malaria, yaitu (Gerakan

Berantas Kembali Malaria) GEBRAK Malaria yang telah dilakukan sejak

tahun 2000 cukup memberikan dampak yang positif berupa penurunan

angka kematian akibat malaria sesuai dengan data statistik rumah sakit,

angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua

kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari

10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR

cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat yakni dari 1,34% hingga

2
3,4%, penyebab kenaikan ini belum diketahui secara pasti sehingga perlu

dilakukan evaluasi dan peninjauan ulang kembali untuk diambil tindakan

pencegahan selanjutnya (Ditjen P2PL Depkes RI, 2009).

Beberapa Kejadian Luar Biasa disebabkan oleh adanya perubahan

lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas dan semakin

bertambah. Secara rinci perubahan lingkungan yang dihubungkan dengan

masalahnya penyebaran malaria antara lain: akibat beberapa pembangunan

proyek konstruksi yang tidak berwawasan pengetahuan, perubahan iklim

setempat, kegiatan pertanian yang diterapkan secara kurang bijaksana,

seperti pola tanam padi sepanjang tahun dan tidak serempak di beberapa

wilayah juga berdampak terhadap timbulnya penyebaran malaria,

demikian pula aktivitas di perkebunan, kawasan pertambangan dan

kawasan pariwisata juga tidak terlepas dari penularan malaria karena

adanya migrasi penduduk (Harijanto dkk, 2009).

Malaria disebabkan parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada

manusia melalui nyamuk. Terdapat empat jenis parasit malaria pada

manusia yang diketahui, yaitu P.falcifarum, .P.vivax , P.malariae, dan

P.ovale (Gracia & Brucker, 1996). Namun pada tahun 2006—2008 telah

ditemukan spesies baru yang dilakukan oleh sebuah tim internasional yang

dimuat di jurnal Clinical Infectious Diseases bahwa hasil tes pada 150

pasien malaria di rumah sakit di Sarawak, Malaysia, dua pertiga kasus

malaria disebabkan oleh infeksi P.knowlesi (Kemenkes RI, 2011). Namun

dari ke lima spesies tersebut yang sering menginfeksi manusia khususnya

3
di wilayah Indonesia adalah P.vivax dan P.falcifarum, P.vivax sering

ditemukan di daerah perkotaan sedangkan P.falcifarum sering ditemukan

di daerah pedesaan dengan proporsi yang berbeda bergantung pada

karakteristik manusia yang diinfeksinya. Pada tahun 2013 sebanyak 0,6%

kasus malaria disebabkan oleh Plasmodium falcifarum yang menginfeksi

masyarakat di pedesaan, 0,5% kasus malaria disebabkan oleh Plasmodium

vivax menyerang masyarakat perkotaan dan 0,3% campuran keduanya

namun tidak menutup kemungkin jenis Plasmodium lainnya dapat

menginfeksi masyarakat di Indonesia karena morfologinya yang hampir

mirip sehingga salah mengidentifikasi jenis Plasmodium yang

menginfeksi. Pengetahuan yang kurang mengenai vaksin anti malaria dan

sanitasi lingkungan yang kurang higienis dapat menjadi masalah yang

penting dalam penularan parasit ini (PUSDATIN, 2016).

Dari kasus di atas peneliti bermaksud mengangkat kasus malaria yang

ada di RSPAD Gatot Soebroto, karena memang RSPAD Gatot Soebroto

merupakan rumah sakit tipe A yang terletak di Jakarta Pusat di bawah

pimpinan komando pusat kesehatan angkatan darat. Rumah sakit ini

menjadi rujukan tertinggi di jajaran TNI yang memberikan perawatan

kesehatan untuk prajurit TNI AD, Pegawai Negeri Sipil dan masyarakat

umum. Rumah sakit ini juga sering melakukan pemeriksaan parasit

khususnya malaria. Pegawai Negeri Sipil dan TNI yang terinfeksi malaria

biasanya disebabkan karena sering dikirim dinas ke daerah endemik

4
malaria dan pada saat berdinas tidak meminum obat profilaksis dan tidak

melakukan vaksin anti malaria sebelum dan sesudah berdinas.

Berdasarkan kondisi tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui prevalensi plasmodium sp penyebab malaria yang ada di

RSPAD Gatot Soebroto.

B. Identifikasi Masalah
1. Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang meninggal karena malaria.
2. Setelah dilakukan program GEBRAK Malaria angka kematian akibat

malaria menurun drastis dari tahun 2004—2006 namun meningkat dua

kali lipat dari tahun sebelumnya yakni dari 1,34% menjadi 3,4%.
3. Penyebab terjadinya Kejadian Luar Biasa adalah karena adanya

perubahan lingkungan, pembangunan proyek tanpa adanya wawasan,

perubahan iklim, aktivitas warga dan migrasi penduduk.


4. Pengetahuan yang kurang mengenai vaksinasi dan perilaku hidup sehat

merupakan faktor penting penularan penyakit.

C. Batasan Masalah
1. Mengetahui prevalensi plasmodium sp penyebab malaria di RSPAD

Gatot Soebroto tahun 2013—2018.

D. Rumusan Masalah
Berapa prevalensi plasmodium sp penyebab malaria di RSPAD Gatot

Soebroto tahun 2013—2018?

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

5
Untuk mengetahui prevalensi plasmodium sp penyebab malaria di

RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk menghitung prevalensi plasmodium falcifarum penyebab

malaria di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


b. Untuk menghitung prevalensi plasmodium vivax penyebab malaria

di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


c. Untuk menghitung prevalensi plasmodium ovale penyebab malaria

di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


d. Untuk menghitung prevalensi plasmodium malariae penyebab

malaria di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


e. Untuk menghitung prevalensi plasmodium knowlesi penyebab

malaria di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


f. Untuk menghitung prevalensi plasmodium campuran/mix

penyebab malaria di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2013—2018.


F. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang prevalensi Plasmodium sp penyebab

malaria di RSPAD Gatot Soebroto selama kurun waktu lima tahun


2. Memberikan informasi mengenai data-data kasus penyakit malaria di

RSPAD Gatot Soebroto.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Malaria
a. Pengertian Malaria

6
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang

disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi

klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan

menurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut

maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk

aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia,

dan pembesaran limpa (Harijanto, 2009).

b. Vektor Malaria

Vektor malaria adalah Anopheles betina yang biasanya terdapat

di daerah dengan tingkat kelembaban tinggi dan suhu hangat

sehingga banyak ditemukan di daerah tropis. (Molla & Ayele,

2015) (Miranti, Djuraidah & Indahwati,2015).

Di dalam tubuh Anopheles, terjadi fase seksual Plasmodium

yang semakin cepat apabila nyamuk berada dilingkungan dengan

kelembaban dan temperatur yang tinggi. Terdapat sekitar 40

spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria antara lain

Anopheles flavirostris, Anopheles dirus, dan Anopheles

barbirostris. Anopheles aktif menghisap darah manusia saat malam

hari dan akan beristirahat setelahnya. Nyamuk mempunyai

kebiasaan menghisap darah manusia yang berada di dalam ruangan

yang sama. Waktu beraktifitas tiap jenis Anopheles berbeda-beda,

7
mulai dari rentang pukul 17.00—18.00, sebelum tengah malam dan

setelah tengah malam (P2PL, 2012) (Taai & Harbach, 2015).

c. Patologi dan Gejala Klinis

Masa prapaten berlangsung sejak saat sporozoit masuk sampai

ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama kalinya,

karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik. Masa

tunas intrinsik parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada

manusia adalah 12 hari untuk malaria falcifarum, 13—17 hari

untuk malaria vivax dan malaria ovale serta 28—30 hari untuk

malaria malariae (kuartana) (Sutanto dkk, 2011).

Perjalanan penyakit malaria berbeda antara orang yang tidak

kebal (tinggal di daerah non-endemik dan orang yang kebal atau

semi-imun (tinggal di daerah endemik malaria). Kesalahan atau

keterlambatan diagnosis malaria pada orang non imun, akan

menyebabkan resiko tinggi terjadinya malaria berat atau malaria

dengan komplikasi (Sutanto dkk, 2011).

Pada orang non imun biasanya demam terjadi dalam 2 minggu

setelah kembali dari daerah endemik malaria. Demam atau riwayat

demam dengan suhu tubuh lebih dari 38ºC biasanya ditemukan

pada penderita malaria. Pada permulaan penyakit, biasanya demam

tidak bersifat remiten (febris remitens) atau terus menerus (febris

kontinua) (Sutanto dkk, 2011).

8
Demam dapat disertai gejala lain yang tidak spesifik seperti

menggigil, lemas, sakit kepala, sakit otot, batuk dan gejala

gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare. Demam harus

dibedakan dengan demam penyakit lain seperti typhoid fever,

dengue fever, infeksi saluran napas akut, hepatitis dll. Setelah lebih

kurang 1—2 minggu serangan demam yang disertai gejala lain

akan diselingi periode bebas penyakit. Demam kemudian bersifat

periodik yang khas untuk penyakit malaria yaitu bersifat intermiten

(febris intermiten) (Sutanto dkk, 2011).

Selain pengaruh spesies dan strain, masa tunas bisa menjadi

lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk pencegahan

(kemoprofilaksis). Suatu parokisme demam biasanya mempunyai

tiga stadium yang berurutan, terdiri dari :

1) Stadium Dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat

dingin. Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari – jari

pucat kebiru – biruan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat,

penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering

terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit – 60

menit (Arsin, 2012).

2) Stadium Demam

9
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini

penderita mengalami serangan demam. Muka penderita

menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas

seperi terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering

disertai dengan rasa mual atau muntah-muntah. Nadi penderita

menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus

dan suhu badan bisa meningkat sampai 41ºC. Stadium ini

berlangsung selama 2–4 jam (Arsin, 2012).

3) Stadium berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali,

sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase

ini turun dengan cepat, kadang–kadang sampai di bawah

normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat

terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini

berlangsung selama 2-4 jam. Sesudah serangan panas pertama

terlewati, terjadi interval bebas panas selama antara 48-72 jam,

lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang

pertama dan demikian selanjutnya. Gejala–gejala malaria

“klasik” seperti diuraikan di atas tidak selalu ditemukan pada

setiap penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit, umur,

dan tingkat imunitas penderita (Arsin, 2012).

d. Pencegahan dan Pengendalian

10
Pencegahan terhadap malaria dilakukan dengan menghindari

gigitan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria. Dalam

upaya menghindari gigitan nyamuk, hal-hal yang harus dilakukan

adalah menggunakan repelen pada malam hari, memasang kawat

nyamuk pada jendela dan pintu rumah dan menggunakan kelambu

berinsektisida pada saaat tidur (P2PL Kemenkes RI, 2012).

Selain menghindari gigitan nyamuk, dapat pula diberikan

kemoprofilaksis dengan doksisiklin 100 mg/hari yang diberikan

kepada orang yang akan bepergian kedaerah endemis malaria. Obat

diberikan 1—2 hari sebelum berangkat, selama orang tersebut

berada di daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah orang

tersebut kembali ke daerah asalnya. Kontraindikasi obat ini pada

ibu hamil dan anak-anak usia di bawah 8 tahun (P2PL Kemenkes

RI, 2012).

2. Daur Hidup dan Ciri Khas Plasmodium

Dalam daur hidupnya plasmodium mempunyai dua pejamu untuk

siklus hidup, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam

pejamu vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual

yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni.

Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui

ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan

tumbuh sebagai skizon (stadium ekso-eritrositer atau stadium pra-

11
eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant)

yang disebut hipnozoit. P.falcifarum hanya terjadi satu kali stadium

pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-

tahun sehingga pada suatu saaat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel

hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit-merozoit

akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai

kromatin kecil yang dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang

mempunyai bentuk cincin disebut tropozoit. Tropozoit membentuk

skizon muda dan setelah matang membelah menjadi merozoit. Setelah

proses pembelahan, eritrosit akan hancur, merozoit, pigmen, dan sel

sisa akan keluar dan berada di dalam sitoplasma. Parasit akan

difagositosis oleh RES (Retikulo Endotelial Sistem), Plasmodium yang

dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk

mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk

skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni, yaitu membentuk

mikro dan makrogametosit (stadium seksual), siklus itu disebut masa

tunas intrinsik (Harijanto dkk, 20009).

Dalam tubuh nyamuk parasit berkembang secara seksual

(sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8—12 hari. Dalam

lambung nyamuk, makrogametosit dan mikrogametosit berkembang

menjadi mikrogamet dan mikrogamet yang akan membentuk zigot

yang disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung nyamuk,

membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian

12
sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk.

Siklus itu disebut masa ekstrinsik (Harijanto dkk, 2009).

Gambar 2.1. Daur Hidup Plasmodium (P2PL, 2008)

a. Plasmodium vivax

Eritrosit yang dihinggapi P. vivax membesar dan menjadi pucat,

karena kekurangan hemoglobin. P. vivax mempunyai afinitas yang

besar terhadap retikulosit, sehingga pembesarannya pun tampak

lebih nyata dari pada sebenarnya. Trofozoit muda tampak sebagai

cincin dengan inti pada satu sisi, sehingga merupakan cincin

stempel. Bila trofozoit tumbuh maka bentuknya menjadi tidak

teratur, berpigmen halus dan menunjukkan gerakan ameboid yang

jelas. Setelah 36 jam mengisi lebih dari setengah sel darah merah

13
yang membesar, intinya membelah dan menjadi skizon.

Gerakannya menjadi kurang, mengisi hampir seluruh sel yang

membengkak dan mengandung pigmen yang tertimbun di dalam

sitoplasma. Setelah 48 jam skizon mencapai ukuran maksimal 8–

10 mikron dan mengalami segmentasi. Pigmen berkumpul

dipinggir, inti yang membelah dengan bagian-bagian sitoplasma

membentuk 16–18 sel berbentuk bulat atau lonjong, berdiameter

1,5–2 mikron yang disebut merozoit. Gametosit berbentuk lonjong,

hampir mengisi seluruh eritrosit. Mikrogametosit mempunyai inti

besar yang berwarna merah muda pucat dan sitoplasma berwarna

biru pucat. Makrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna

lebih biru dengan inti yang padat berwarna merah dan letaknya

biasanya di bagian pinggir parasit. Dengan pewarnaan, butir-butir

halus bulat, uniform, berwarna merah muda atau kemerah-merahan

sering tampak di dalam sel darah merah yang di infeksi oleh P.

vivax (Arsin, 2012).

14
Gambar 2.2 stadium P.Vivax (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2011)

b. Plasmodium Malariae

P.malariae mempunyai ukuran yang lebih kecil, kurang aktif,

jumlahnya lebih kecil dan memerlukan lebih sedikit hemoglobin

dibandingkan dengan P.vivax hanya sitoplasmanya lebih biru dan

parasitnya lebih kecil, lebih teratur dan lebih padat. Trofozoit yang

sedang tumbuh mempunyai butir-butir pigmen yang kasar dan

berwarna tengguli tua atau hitam. Parasit ini dapat berbentuk pita

yang melintang pada sel darah merah, bentuk kromatin seperti

benang dan kadang-kadang vakuol. Pigmen kasar berkumpul

dipinggir parasit, dalam waktu 72 jam skizon menjadi matang dan

bersegmentasi, hampir mengisi seluruh sel darah merah yang tidak

membesar. Parasit menyerupai bungsa seruni atau roset dengan

pigmen tengguli yang padat, dikelilingi oleh 8–10 merozoit

15
lonjong, masing-masing dengan kromatin berwarna merah dan

sitoplasma biru. Di dalam sel darah merah yang mengandung P.

malariae butir-butir kecil merah muda kadang-kadang tampak

(titik zeiman). Gemotosit mirip gametosit P.vivax tetapi lebih kecil

dan pigmennya lebih sedikit (Arsin, 2012).

Gambar 2.3 stadium P.Malariae (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2011)

c. Plasmodium falcifarum

P.falcifarum berbeda dengan plasmodium lain manusia. Hanya

ditemukan bentuk-bentuk cincin dan gemotosit dalam darah tepi,

kecuali pada infeksi berat. Skizogoni terjadi dalam kapiler alat- alat

dalam, juga di dalam jantung, dan hanya beberapa skizon terdapat

di dalam darah tepi. Sel darah merah yang terinfeksi tidak

16
membesar, infeksi multiple di dalam sel darah merah sangat khas.

Dengan adanya bentuk-bentuk cincin halus yang khas, sering kali

dengan titik kromatin rangkap, walaupun tidak ada gametosit,

kadang-kadang cukup untuk identifikasi spesies ini. Dua titik

kromatin (nucleus) sering dijumpai pada bentuk cincin P.

falcifarum, sedang pada P. vivax dan P. malariae hanya kadang-

kadang (Arsin, 2012).

Bentuk skizon lonjong atau bulat, jarang sekali ditemukan di

dalam darah tepi. Skizon ini menyerupai skizon P. vivax, tetapi

tidak mengisi seluruh eritrosit. Skizon matang biasanya

mengandung 16–20 merozit kecil. Gemotosit yang muda

mempunyai bentuk lonjong sehingga memanjangkan dinding sel

darah merah, setelah mencapai perkembangan akhir parasit

menjadi berbentuk pisang yang khas yang disebut juga bentuk

sabit. Di dalam sel darah merah yang dihinggapi P. falcifarum

sering tampak presipitat sitoplasma yang disebut titik Maurer.

Titik-titik ini tampak sebagai bercak-bercak merah yang bentuknya

tidak teratur, sebagai kepingan-kepingan atau batang-batang di

dalam sitoplasma (Arsin, 2012).

17
Gambar 2.4 stadium P.Falcifarum (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2011)

d. Plasmodium Ovale

P.ovale merupakan parasit manusia yang jarang terdapat dan

dalam berbagai hal mirip dengan P.vivax. Sel darah merah yang

dihinggapi sedikit membesar, berbentuk lonjong, mempunyai titik-

titik Scuffner kasar pada stadium dini. Sel darah merah dengan

bentuk yang lonjong dan bergerigi pada satu ujungnya, adalah khas

untuk membuat diagnosis spesies P.ovale. Pigmen tersebar di

seluruh parasit yang sedang tumbuh, sebagai butir-butir tengguli

dan mempunyai corak jelas. Pada skizon matang yang hampir

seluruh eritrosit, pigmen ini terletak ditengah-tengah, P.ovale

menyerupai P.malariae pada bentuk skizon muda dan tropozoit

yang sedang tumbuh, walaupun ini tidak membentuk pita. Skizon

matang mempunyai pigmen padat dan biasanya mengandung 8

18
merozoit. Pada sediaan darah tebal sangat sukar untuk

membedakan P.ovale dengan P.malariae kecuali bila titik-titik

scufner tampak sebagai zona merah (Arsin, 2012).

Gambar 2.5 stadium P.Ovale (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2011)

e. Plasmodium Knowlesi

P.knowlesi adalah parasit malaria yang bereplikasi dengan

siklus hidup 24 jam karena siklus hidupnya yang singkat, jumlah

parasit dalam tubuh dapat cepat meningkat, sehingga infeksi

P.knowlesi berpotensi menjadi penyakit yang berat (Cox dkk,

2008)

19
Vektor utama P.knowlesi adalah nyamuk Anopheles. Penularan

dapat terjadi dari kera ke kera, kera ke manusia, manusia ke

manusia atau manusia ke kera. Manusia dapat terinfeksi

P.knowlesi yang ditularkan dari kera atau dari manusia lain melalui

perantara gigitan nyamuk Anopheles cracens dan Anopheles

maculates (Kusriastuti, 2011). Di dalam tubuh nyamuk, P.knowlesi

mengalami siklus hidup gametosit → (mikrogamet atau

makrogamet) → zigot → ookinet → ookista → sporozoit. Saat

nyamuk Anopheles menghisap darah manusia penularan terjadi

melalui saliva. Di dalam hati manusia akan terjadi siklus sporozoit

→ skizon → merozoit. P.knowlesi tidak memiliki bentuk

hypnozoite di hati. Setelah menjadi merozoite, parasit akan

menginfestasi eritrosit melalui siklus merozoit → trophozoite →

skizon → merozoit. Sebagian schizont dari eritrosit akan

berkembang menjadi gametosit dan dapat ditularkan kembali oleh

nyamuk Anopheles (Vythilingam dkk, 2008).

Masa inkubasi infeksi P.knowlesi sekitar 11 hari. Gejala paling

khas malaria akibat infeksi P.knowlesi adalah demam yang

berlangsung setiap 24 jam atau setiap hari, disebut juga quotidian

fever. Selain itu gejala malaria yang disebabkan oleh P.knowlesi

meliputi nyeri kepala, demam, menggigil dan keringat dingin

(Bronner dkk, 2009).

20
Gambar 2.3. Bentuk Stadium Knowlesi

(diagnosticparasitology.weebly.com/malaria.html)

3. Pemeriksaan
a. Rapid Diagnostic Test (RDT)

Test ini berdasarkan deteksi antigen dari parasit malaria yang

lisis dalam darah dengan metoda imunokromatografi. Prinsip uji

imunokromatografi adalah cairan akan bermigrasi pada permukaan

membran nitroselulosa. Uji ini berdasarkan pengikatan antigen di

darah perifer oleh antibodi monoklonal yang dikonjugasikan

dengan zat pewarna atau gold particles pada fase mobile. Antibodi

monoklonal kedua/ketiga diaplikasikan pada strip nitroselulosa

sebagai fase immobile. Bila darah penderita mengandung antigen

tertentu, maka kompleks antigen antibodi akan bermigrasi pada

21
fase mobile sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat dengan

antibody monoklonal pada fase “immobile” sehingga terlihat

sebagai garis yang berwarna (Dirjen P2PL, 2011).

b. Mikroskop

Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa,

sampel yang digunakan biasanya adalah darah rutin yang diambil

dibagian ujung jari atau tumit kaki (bayi), hal ini dikarenakan

konsentrasi parasit malaria dalam darah cukup merata, namun

akhir-akhir ini darah vena dengan antikoagulan lebih sering

digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Hal yang harus

diperhatikan adalah jumlah darah yang diambil harus sesuai

dengan volume antikoagulannya. Jika digunakan tabung komersial

yang berisi antikoagulan maka tabung tersebut harus diisi penuh

dengan darah penderita. Hal tersebut untuk menghindrai

ketidaktepatan rasio darah dan antikoagulan yang dapat

mempengaruhi morfologi malaria. Untuk itu pemeriksaan <1 jam

sangat penting untuk dilakukan. (Harijanto dkk, 2009).

Pada pemeriksaan parasit malaria sumber cahaya dan

pengaturan cahaya penting untuk diperhatikan agar dalam

menegakkan suatu diagnosa benar-benar sesuai dengan kondisi

klinisnya. Morfologi parasit malaria kemudian dilihat pada sediaan

darah tipis dan sediaan darah tebal yang telah diwarnai dengan

22
giemsa dengan perbesaran 100x dan jumlah parasit yang

ditemukan dihitung perlapang pandang (kualitatif) atau

menghitung jumlah leukosit atau eritrosit per µl darah (Harijanto

dkk, 2009).

B. Kerangka Berfikir

Malaria

Pemeriksaan Laboratorium

Mikroskopik Imunoserologi

P. Vivax P. Ovale P. Falcifarum P. Malariae P. Knowlesi

Campura
n

Keterangan:

23
Area yang diteliti

Area yang tidak diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel


1. Penderita malaria adalah seseorang yang terinfeksi virus malaria

yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina dengan

gejala utama demam, menggigil, mual dan terkadang muntah.


2. Plasmodium adalah genus protozoa penyebab malaria yang dapat

menginfeksi manusia khususnya yang tinggal di daerah endemik

malaria. Cara dan alat ukur menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari RSPAD Gatot Soebroto, hasil ukur ditetapkan dalam

positif atau negatif malaria dengan skala ukur ordinal.


B. Desain Penelitian

24
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan dekriptif berupa survey

yang dilakukan peneliti terhadap pasien penderita malaria di RSPAD Gatot

Soebroto yang bertujuan untuk memberikan gambaran kejadian/prevalensi

malaria yang ada di RS tersebut.


C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan

pemeriksaan malaria di RSPAD Gatot Soebroto.


Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan

pemeriksaan malariadi RSPAD Gatot Soebroto dari tahun 2013—2018

yang dihitung dengan rumus:

2 1−α
z x p (1− p)
2
n=
d2

1,962 x 0,15 (1−0,15)


n=
0,12

3,8416 x 0,15 (0,85)


n=
0,01

0,489
n=
0,01

ɳ= 48,9 ≈ 49 responden (sampel)

keterangan:

n : jumlah sampel minimal

z21-α/2: alpha derajat kemaknaan

25
p : proporsi

d : presisi

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat pengambilan sampel penderita malaria

dilakukan di laboratorium RSPAD Gatot Soebroto pada bulan April-Mei

2018.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Mengajukan izin pengambilan data pasien yang melakukan

pemeriksaan malaria.
2. Memilah data pasien yang melakukan pemeriksaan malaria dari

tahun 2013—2018.
3. Melakukan rekapitulasi data dengan uji statistika presentase.
4. Menyajikan data dalam bentuk tabel dan narasi.
F. Teknik Penyajian dan Pengolahan/Analisis Data
Teknik penyajian dan pengolahan data dilakukan dengan

menghitung presentase dari data sekunder kemudian dianalisis

menggunakan uji statistik (SPSS) dalam bentuk tabel dan narasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arsin.A.A. 2012. Malaria di Indonesia Tinjaun Aspek Epidemiologi. Masagena

Press. Makassar.

Bronner U, dkk. 2009. Swedish traveller with Plasmodium knowlesi malaria after

visiting Malaysian Borneo. Malar J.

26
Cox Singh J, dkk. 2008. Plasmodium knowlesi malaria in humans is widely

distributed and potentially life threatenin.

Dikertorat Jendral P2PL. 2011. Pedoman Teknis Pemeriksaan Parasit Malaria.

Jakarta. GEBRAK MALARIA.

Gracia, L.S., Brucker, D.A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. EGC.

Jakarta.

Harijanto, Nugroho dan Gunawan Carta A. 2009. Malaria Dari Molekuler Ke

Klinis. Edk 2. Buku Kedokteran EGC . Jakarta.

Jongwutiwes S, Putaportip C, Iwasaki T, Sata T, Kanbara H. 2004. Naturally

acquired Plasmodium knowlesi malaria in human, Thailand. Emerging

Infectious Diseases.

Kemenkes RI. 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Data dan

Informasi Kesehatan. Pusat Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta.

Miranti I, Djuraidah A, Indahwati. 2015. Modeling of malaria prevalencein

Indonesia with geigraphycally weighted regression. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. 9(2):109—18.

Molla E, Ayele B. 2015. Prevalenceof malaria and associated factorsin Dilla

27
Town and The surrounding rural areas, Gedeo Zone, SouthernEthipia, J

Bacteriol Parasitol. 6(5):1—7.

Nelwan.RHH. (Alm.). 2013. Malaria Plasmodium knowlesi. Continuing

Medical Education. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2016. Malaria. InfoDATIN. Jakarta

Rikesdas. 2013. Situasi Malaria di Indonesia. Pusat Data dan Informasi

Kesehatan. Jakarta.

Sutanto Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K.Sjarifuddin, Saleha Sungkar. 2011.

Parasitologi Kedokteran. Edk 4. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Vythilingan I, Noorazian YM, Huat TC, Jiram Al, Yusri YM, Azahari AH, et al.

2008. Plasmodim knowlesi in humans, macaques and mosquitoes in

Peninsular Malaysia. Parasit Vectors. 1 (1):26.

Taai K, Harbach RE. Systematics of the Anopheles barbirostris species complex

In Thailand. The Anoopheles barbirostris complex. Zoological Journal of

the Linnean Society. 2015; 174 (2):244—64.

28
29

Você também pode gostar