Você está na página 1de 106

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN FUNGSIONAL BROWNIES


KUKUS DARI TEPUNG KECAMBAH DAN TEPUNG TEMPE
KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

Oleh:

EKA FEBRIAL
F24104055

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN FUNGSIONAL BROWNIES KUKUS DARI
TEPUNG KECAMBAH DAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK (Lablab purpureus
(L.) sweet)

Product Development of Steamed Brownies as Functional Food from Germinated Flour and Tempeh
flour of Hyacinth bean (Lablab purpureus (L.) sweet)

Eka Febrial, Arif Hartoyo


Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan - FATETA IPB

ABSTRACT

Protein fraction as well as non-protein fraction of hyacinth bean (Lablab purpureus (L.)
sweet) had been proven to have positive effect in decreasing cholesterol in blood plasma. The next
processing of hyacinth bean by fermentation and germination had also been known to have increasing
effect of its quality such as protein digestivity, food fibre content, and effectivity of mineral
reservation. These increases would have significant influence in leveraging functional characteristic
of hypocholesterolemic of hyacinth bean. The development product of this fermented and germinated
hyacinth bean to be steamed brownies was aimed to elevate consumer preference.
This research was aimed to develop hyacinth bean into a food product which had better
consumer preference, as well as increasing nutritional content and food fibre content. This
development covered fermentation and germination process, flouring of each germinated (sprout) and
fermented (tempeh) product. Each sprout and tempeh brownies had three formulations to be analysed:
F1K, F2K, and F3K for sprout brownies; and F1T, F2T, and F3T for tempeh brownies. Hedonic
rating test was used to analyze organoleptic quality of these products over some parameters: texture,
aroma, and taste.Analysis result for tempeh hyacinth brownies showed by taste,by texture, and by
aroma; F1T had the best consumer preference. While for sprout hyacinth brownies, by taste the result
showed equal quality for each formulation; by texture and by aroma, F1K had the best performance
among two others.
Based on this hedonic analysis, for three formulations of each kind brownies would be chosen
one the best using weighting method. F1T was chosen as the best formulation for tempeh hyacinth
brownies and F1K for sprout hyacinth brownies. These two products were compared with market
brownies (MB) using “different from control” test. Analysis result showed that F1T and F1K were
significantly different from control (MB) with average different value 1,77 for F1T and 2,67 for F1K.
Proxymate analysis toward the three samples (F1T, F1K, and MB): F1T (water content 30,26
%, protein 10,43 %, fat 14,27 %, mineral1,09 %, carbohydrate 43,95 %, and crude fiber 19,56 %);
F1K (water content 30,00 %, protein 9,37 %, fat13,14 %, mineral1,34 %, carbohydrate 46,15 %, and
crude fiber 24,21 %). While analysis result for MB are: water content 26,88 %, protein 5,94 %, fat
19,59 %, mineral 0,92 %, carbohydrate 46,67 %, and crude fiber19,64 %. Based on this proximate
result, we could conclude that fat content of sprout hyacinth brownies as well as tempeh hyacinth
brownies was much lower than market brownies while their protein content was much higher.

Keywords: hyacinth bean, tempeh, sprout, brownies


Eka Febrial. F24104055. Pengembangan Produk Pangan Fungsional Brownies
Kukus dari Tepung Kecambah dan Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab
purpureus (L.) sweet). Di bawah bimbingan Arif Hartoyo.

RINGKASAN

Kacang komak telah terbukti memiliki kadar serat cukup tinggi (6,8 %)
yang mampu membantu mengontrol kadar lemak penyebab hiperkolesterolemia
dan penyakit-penyakit kardiovaskular. Selain itu karakter fraksi protein dan sifat
fungsionalnya juga berpengaruh positif pada penurunan kolesterol dalam darah.
Pengolahan lanjutan dengan fermentasi dan germinasi diketahui dapat
meningkatkan kualitas dan daya cerna protein, kadar antioksidan, kadar serat
pangan, serta meningkatkan efektivitas penyerapan mineral sehingga dapat
meningkatkan potensi fungsional hipokolesterolemiknya.
Brownies dengan karakter tekstur yang agak bantat sangat sesuai dengan
karakter pengembangan tepung tempe dan kecambah komak yang minim. Selain
itu dengan cita rasa brownies yang secara umum disukai masyarakat diharapkan
preferensi konsumen terhadap produk olahan ini meningkat.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk brownies kukus yang
dikembangkan dari tepung tempe dan tepung kecambah kacang komak (Lablab
purpureus (L.) sweet) dengan karakter mutu sensori yang dapat diterima
konsumen serta memiliki kandungan protein dan serat kasar yang cukup tinggi
sehingga mampu memenuhi karakter fungsional hipokolesterolemik.
Produk yang dihasilkan kemudian dianalisis mutu organoleptiknya dengan
uji rating hedonik pada taraf kepercayaan 0,05 dengan parameter mutu tekstur,
aroma, rasa, dan over all. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor rasa dari
setiap formulasi tidak berbeda nyata ditunjukkan dengan nilai F hitung 1,318 (F
hitung < F tabel). Hal itu berbeda dengan hasil uji hedonik parameter tekstur,
keenam sampel menunjukkan perbedaan nyata ditunjukkan dengan nilai F hitung
(10,323), lebih besar dari nilai F tabel. Begitu juga dengan hasil uji hedonik aroma
brownies kukus juga menunjukkan perbedaan nyata terhadap keenam sampel
yang diuji.
Berdasarkan hasil analisis hedonik, kemudian dilakukan pembobotan
untuk memperoleh formulasi terbaik. Untuk formulasi brownies kukus tempe
kacang komak, hasil terbaik didapat pada F1T dengan nilai total 29,09; sementara
hasil terbaik pada formulasi brownies kukus kecambah kacang komak diperoleh
oleh F1K dengan nilai 28,03. Sebagai pembanding hasil diatas digunakan
parameter overall. Pada taraf kepercayaan 0,05. Nilai tertinggi diantara keenam
formula ini diperoleh oleh sampel F1K (4,47), dan F1T (4,77) yang berada pada
kisaran netral-agak suka. Hasil ini sesuai dengan hasil nilai pembobotan.
Tahap kedua yang menggunakan uji beda dari kontrol menguji dua sampel
terbaik (F1K dan F1T), untuk dibandingkan dengan kontrol brownies pasaran
berlabel MB. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel F1T dan F1K berbeda
nyata dengan kontrol (MB) masing-masing dengan nilai perbedaan rata-rata 1,77
dan 2,67. Faktor utama yang menjadikan F1T berbeda dengan MB adalah
teksturnya, sementara F1K berbeda nyata dengan MB karena aroma dan rasanya.
Sebagai tambahan uji organoleptik dilakukan analisis tekstur dan aw.
Analisis tekstur dengan parameter mutu springiness atau elastisitas, dilakukan
dengan alat texture analyzer memperlihatkan elastisitas rata-rata sebagai berikut:
F1T 41,99 %, F1K, 42,81 %, dan MB 54,25 %. Hal ini menunjukkan bahwa
produk pasaran yang diwakili MB lebih lembut dan elastis dibandingkan brownies
kecambah dan brownies tempe kacang komak. Brownies kecambah kacang
komak memperlihatkan nilai elastisitas sedikit lebih tingi dari brownies tempe
kacang komak. Sementara hasil analisis kadar aw dengan aw meter menunjukkan:
F1T (0,816 pada suhu 29,1 OC); F1K 0,814 pada suhu 29,9 OC); dan MB (0,865
pada suhu 29,1 OC). Makanan semi basah memiliki aw antara 0.70-0.90, maka
ketiga sampel brownies kukus ini termasuk kedalam pangan semi basah yang
cukup potensial untuk ditumbuhi mikroorganisme.
Analisis proksimat terhadap tiga sampel (F1T, F1K, dan MB)
menunjukkan data sebagai berikut: F1T (kadar air 30,26 %, kadar protein 10,43
%, kadar lemak 14,27 %, kadar abu 1,09 %, kadar karbohidrat 43,95 %, dan kadar
serat kasar 19,56 %); dan F1K (kadar air 30,00 %, kadar protein 9,37 %, kadar
lemak 13,14 %, kadar abu 1,34 %, kadar karbohidrat 46,15 %, dan kadar serat
kasar 24,21 %). Sementara hasil analisis pada produk MB didapat kadar air 26,88
%, kadar protein 5,94 %, kadar lemak 19,59 %, kadar abu 0,92 %, kadar
karbohidrat 46,67 %, dan kadar serat kasar 19,64 %.
Berdasarkan data proksimat dapat diketahui bahwa dibandingkan brownies
pasar, kandungan lemak brownies kecambah dan brownies tempe kacang komak
jauh lebih rendah sementara kadar protein dan mineralnya lebih tinggi. Kadar
serat kasar kedua produk brownies komak juga menunjukkan nilai yang cukup
tinggi. Karakter proksimat ini sesuai dengan tujuan pengembangan produk, yakni
menciptakan produk pangan fungsional kaya akan fraksi protein dan serat kasar
sehingga diharapkan memiliki efek hipokolesterolemik yang lebih baik. Dengan
profil proksimat seperti ini, brownies kecambah dan brownies tempe kacang
komak dapat menjadi alternatif pangan fungsional hipokolesterolemik yang
potensial. Selain itu produk bebas gandum yang aman bagi penderita celiac
disease ini juga diharapkan dapat membantu program diversifikasi pangan
nasional sekaligus mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan
impor seperti gandum.
PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN FUNGSIONAL BROWNIES
KUKUS DARI TEPUNG KECAMBAH DAN TEPUNG TEMPE
KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
EKA FEBRIAL
F24104055

2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN FUNGSIONAL BROWNIES


KUKUS DARI TEPUNG KECAMBAH DAN TEPUNG TEMPE
KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
EKA FEBRIAL
F24104055

Dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1986


di Serang, Banten

Tanggal lulus : 23 Juni 2009

Menyetujui,
Bogor, 9 September 2009

Ir. Arif Hartoyo, MSi


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1986 di Serang, Banten. Penulis


adalah putra dari pasangan Bachroni dan Hayati dan merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Artha Kencana, SDN 3
Serang, SLTPN 4 Serang, dan SMU Hayatan Thayyibah, Sukabumi. Penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian yang
diterima melalui jalur USMI.
Selama kuliah di IPB, penulis terlibat aktif dalam beberapa organisasi
seperti Keluarga Mahasiswa Banten (KMB), IAAS (International Association of
Agriculture and Related Sciences Student) IPB, BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa) Fateta IPB, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)
IPB, Menteri Kebijakan Daerah BEM KM IPB 2008, dan Presidium BEM Se-
Bogor 2008.
Selain itu, penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitian dan kegiatan :
Sekretaris Seminar Buah Merah Himitepa 2004, Steering Committee dalam
kegiatan-kegiatan BEM Fateta 2006-2007 dan BEM KM IPB 2008, Moderator
dalam National Food Seminar IAAS 2007 dan Seminar Pangan Halal Himitepa
2008, serta Trainer Outbond dalam kegiatan-kegiatan kampus. Penulis juga
pernah mengukir beberapa prestasi selama masa kuliah, diantaranya Juara I IPB
English Debate Competition 2005, Juara II English Debate Competition BEM
Fateta se-IPB 2006, Peraih Medali Setara Perak PIMNAS XIX di Malang 2006,
dan peraih beasiswa PPSDMS Nurul Fikri 2006-2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB mulai
bulan Juli 2008 sampai bulan November 2008, dengan judul “Pengembangan
Produk Pangan Fungsional Brownies Kukus Kacang Komak (Lablab purpureus
(L.) sweet) dari Tepung Kecambah dan Tepung Tempe Kacang Komak” di bawah
bimbingan Bapak Ir. Arif Hartoyo, MSi.
KATA PENGANTAR

Selaksa puji beribu syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi Al-
Ghafur, beriring shalawat cinta dan kasih kepada inspirator hidup nan luar biasa,
Rasulullah saw. Rasa syukur tak terhingga, bahwa akhirnya penulis dapat jua
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Pangan Fungsional
Brownies Kukus Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet) dari Tepung
Kecambah dan Tepung Tempe Kacang Komak” ini. Tulisan ini merupakan
laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian tugas akhir ini tentu tidak terlepas dari peranan banyak
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta: Mama (doamu, harapanmu, dan kasih-sayangmu adalah
nutrisi bagi hidupku), Papa (sang inspirator-motivator perjalanan hidup –ayah,
sahabat, donatur, dan partner diskusiku), serta kedua adikku Dwi (lanjutkan
perjuangan Aa!), dan Hadi (tawa mungilmu akan menjadi senyum
keberhasilanmu kelak)
2. Bapak Ir. Arif Hartoyo, MSi selaku dosen pembimbing dan orang tua kedua
yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan.
Terima kasih atas kesabaran dan pengertian Bapak dalam membimbing,
menasihati, dan mengarahkan saya selama masa studi di IPB.
3. Seluruh Staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang
telah memberikan ilmu dan nasihat yang sangat berharga kepada penulis,
khususnya Pak Cahyo, Bu Dian, Pak Dahrul, Pak Adil, Pak Sugiyono, Pak
Musa, dan Pak Purwiyatno. Semoga ilmu dan nasihat dari Bapak/ Ibu akan
menjadi amal yang dibalas berlipat ganda oleh Sang Penguasa Ilmu.
4. Guru dan tutor kehidupan (Nde’, Kakek, Pak Musholli, Pak Herry, Pak Arif,
Ust.Zaki, Ust.Saimun, Ust.Ihsan, Ka Anto, Ka Misbah, Ust.Sopian). Terima
kasih untuk internalisasi nilai-nilai kehidupan yang amat berharga.

i
5. Semua teknisi dan laboran Departemen ITP: Pak Wahid, Pak Rojak, Pak
Sobirin, Bu Rubiah, Pak Solihin, Bu Antin, dkk. Terima kasih atas bantuan,
saran, dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian.
6. Tim penelitianku yang cantik dan baik hati : Sri, Nita, Anjun, dan Ella.Thanks
a lot komakers! Tetep komak n kompak yo..
7. Editor skripsiku: listya dan chie2, hatur nuhun pisan teteh
8. Semua ITP 41;esp Taqi, Dikun, Binjai, Novi, Dy, Rin, Fina, Bina, Indra, UQ,
April, Klateners cha-nang, Ancha, Wardi, Anto, Aris, Triwul, Sofyan, Hesti,
Iqbal, Farid, Nene, Ade, Eci, Tin, Puke, Yuke, PL Citra dan Devi Citra, Arum,
Cece, Tux, Jamz, Umul, Risma, Andri, Ofa, Auu, Ode, Dini, Nona, Suki,
Bima, Ratih, Terimakasih atas kebahagiaan dan kebersamaannya selama ini.
9. Saudaraku yang telah berbagi senyum, canda, letih, dan airmata dengan tekad
totalitas dalam berjuang: Gema, Fahmi, Irvan, Afidh, Dani, Wahyu, Soib,
Reza, Rudi, Feri, Tri, Cici, Nidya, Melput, Eka, Gadiez, Ike, Fina, Ame, dan
DJ. Istimewa jua teruntuk Sesmen dan sahabat di Departemen Kajian Strategis
Daerah (Yun, Yuda, Harry, Zizah, Uvi, Cinin, Rita, Ndra, Bambang, Kindi,
Suci, Dean, Alfa, Ery, Ihsan, Riky,dan Ricki). Love you all with my heart.
10. Saudaraku calon pemimpin bangsa: PPSDMS NF angkatan I-IV (Edy, Afu,
Fitroh, Ikin, Ahsan, Ary, Galih, Ogie, Ihsan, Najmi, Ucok, Warid, Dika, Panji,
Kani, Ical, Syafril, Husni, Aad, Imam, MasDar, Mas Andi, sang sutradara:
Uda Fahri). Teruslah berjuang: Indonesia menanti kontribusimu bung!.
11. Rekan-rekan Aktivis Pergerakan di BEM Se-Bogor dan BEM-SI (Kabay Ka
Jenal, Ka Yuda, Ka Alim, Kang Iwan, Kang Asep, Andri, Bahtiar, Farni,
Aldian, Shofi, Andi, Rizki, Dede, Tanto, Anto, Reza, Riza, Gettar, Fero,
Syamsul, Taufik, Fahri, Nidya, Ria, Ruri, Indra, Bambang, Husna, Nadia,
Banghas, Ahmad, dkk). Bergeraklah Bung! Bergeraklah! Karena diam adalah
mati.
12. Partner dan guru pergerakan di HMI, PMII, GMNI, KNPI, Pers, jajaran aparat
keamanan, serta para pejabat birokrat. Thanks for the great experiences.
13. Ikhwah Al-Mahbub Fillah di KAMMI (K Fadli, K Hermawan, Dindin, Eko,
Kang Ape, K Jamal, Jefri, Marifah, Desi, Ciciw, Ihsan, Dita, Tri, Rai, Husen)

ii
14. Ikhwah paling cool di IPB (K Ibot, K Ocim, K Irawan, K Andri, K Redy,
Helmi, Rangga, Harry, Kukuh, Dwi, Aryo, Hendro,Ka Maya, Ka Lala, dkk)
15. Keluarga Besar KMB (Keluarga Mahasiswa Banten) dan asrama KMB (Aang,
Firdi, Heri, Ferdi, Devialina, Yuliya, Lystia, Reti, Bowo, Yasser, Fehmi,
Septian, Ihsan, Kang Ipung, Kang Adi, Kang Ahmad, Kang Solihin, Kang
Sulhan, Adit, Aris, Dede, Suardi, dkk). Mari kembali membangun Banten!
16. Keluarga Besar Malta (Duta, Ardi, Ade). Keep our secret inside guys..hehe
17. The Jong of Klapa Muda and Sejuk Voices (Iqbal, Munir, Ovik, Fred, Ndra,
Aryono, Dani, Edo, Ilham, Nunu, Yudi, Cecep, Iwan) Sing it loud bro!
18. Brotherhood of Hometown (Firli, Isa, Randi, Aji) dan diariku di Kota Tua:
Suci, Anes, Ria, Riesha, Nazia, Aida, Desi, Wulan, Reni, Irna, Fitri, Eka,
Adis, Yusti, Edo, Gagan, Ilham, Miftah, GP, Victor, Fauzan, Irhasy, Indra,
Andi, Agri, Ihsan, Cep. Dan aku kan kembali tuk menapaki jejak memoarmu..
19. Keluarga besar International Islamic Boarding School Hayatan Thayyibah
(Hatoy): Asatidz, Ragazzo El-Moslemo, Balconight, Sanskerta, etc
20. All Jogeters, thanks for the chance joining SAP world in a familiar
atmosphere.
21. Penunggu Villa Cempaka: Irvan, Mas Heri, Asif, Zein, Faried, Desti, Binda,
Ardi.Kapan kita durian drunken lagi?
22. Seseorang yang slalu mewarnai mimpi dan kehidupanku dengan canda, tawa,
dan senyumnya yang sederhana. Tunggu aku di batas waktu…
23. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengarungi samudera
kehidupan nan luar biasa, yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh


karena itu, penulis mengharapkan perbaikan di kemudian hari. Semoga tulisan ini
bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal shalih bagi penulis.
Bogor, Juni 2009

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
A. KACANG KOMAK ......................................................................... 5
B. TEMPE KACANG KOMAK ........................................................... 7
C. KECAMBAH KACANG KOMAK ................................................. 9
D. TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG KECAMBAH .......................... 11
E. BROWNIES KUKUS ....................................................................... 11
F. PANGAN FUNGSIONAL ............................................................... 14
G. HIPOKOLESTEROLEMIK ............................................................. 15
III. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 19
A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 19
1. Bahan .......................................................................................... 19
2. Alat .............................................................................................. 19
B. METODE PENELITIAN.................................................................. 20
1. Kerangka Penelitian……………………………………………. 20
2. Metode Pembuatan dan Formulasi Brownies Kukus............. 20
3. Analisis ......................................................................................... 23
2.1. Analisis Organoleptik .......................................................... 23
2.2. Analisis Tekstur ................................................................... 24
2.3 Analisis Kadar Aw ............................................................... 25
2.2. Analisis Proksimat ............................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 30
A. FORMULASI ................................................................................... 30

iv
B. ANALISIS ORGANOLEPTIK ........................................................ 35
1. Uji rating Hedonik ........................................................................ 35
2. Uji Beda dari Kontrol ................................................................... 43
3. Uji Instrumental ............................................................................ 44
C. ANALISIS NILAI GIZI (PROKSIMAT) ......................................... 47
1. Kadar Air ................................................................................ 47
2. Kadar Protein ................................................................................ 48
3. Kadar Lemak ................................................................................ 50
4. Kadar Abu ................................................................................ 50
5. Kadar Karbohidrat ........................................................................ 52
6. Informasi Nilai Gizi dan Serat Kasar ........................................... 53
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 56
A. KESIMPULAN ................................................................................. 56
B. SARAN ............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 58
LAMPIRAN .................................................................................................. 62

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Visualisasi tanaman kacang komak ......................................... 5
Gambar 2. Biji kacang komak..................................................................... 7
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan program ........................................... 20
Gambar 4. Metode pembuatan brownies kukus tempe dan kecambah komak 21
Gambar 5. Texture analyzer TAXT Stable Micro Systems ........................ 24
Gambar 6. aw meter Shibaura WA 360 ....................................................... 25
Gambar 7. Brownies kukus F0 kecambah kacang komak .......................... 31
Gambar 8. Brownies kukus F0 tempe kacang komak ................................ 32
Gambar 9. Formulasi F1T, F2T, dan F3T (dari kiri ke kanan). ................... 33
Gambar 10. Formulasi F1K, F2K, dan F3K (dari kiri ke kanan)................. 33
Gambar 11. Nilai hasil survei mutu sensori terpenting pada brownies…….. 35
Gambar 12. Nilai mutu sensori rasa dari brownies tempe komak ................. 37
Gambar 13. Nilai mutu sensori rasa dari brownies kecambah komak .......... 38
Gambar 14. Nilai mutu sensori tekstur dari brownies tempe komak ............ 39
Gambar 15. Nilai mutu sensori tekstur dari brownies kecambah komak ..... 39
Gambar 16. Nilai mutu sensori aroma dari brownies kecambah komak ...... 41
Gambar 17. Nilai mutu sensori aroma dari brownies kecambah komak ...... 41
Gambar 18. Perbandingan rataan elastisitas F1T, F1K, dan MB…………. 45
Gambar 19. Perbandingan kadar air brownies kukus F1T, F1K, dan MB … 47
Gambar 20. Perbandingan kadar protein brownies kukus F1T, F1K, dan MB 49
Gambar 21. Perbandingan kadar lemak brownies kukus F1T, F1K, dan MB 50
Gambar 22. Perbandingan kadar abu brownies kukus F1T, F1K, dan MB … 51
Gambar 23. Perbandingan kadar karbohidrat brownies F1T, F1K, dan MB .. 52

vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Komak ................................................. 6
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Kacang Komak...................................... 6
Tabel 3. Kandungan Gizi Kacang Komak Sebelum dan Setelah
Perkecambahan .............................................................................. 10
Tabel 4. Formulasi awal brownies kukus kacang komak ............................ 22
Tabel 5. Formulasi lanjutan brownies kukus kacang komak ....................... 22
Tabel 6. Perbandingan formulasi F0 kecambah (K) F0 tempe (T) dan
Mr.Brown Co (MB) ....................................................................... 30
Tabel 7. Formulasi lanjutan brownies tempe kacang komak ....................... 32
Tabel 8. Formulasi lanjutan brownies kecambah kacang komak ................ 33
Tabel 9. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies kecambah ............ 42
Tabel 10. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies tempe ................. 42
Tabel 11. Hasil pengukuran nilai aw pada sampel brownies kukus............... 46
Tabel 12. Hasil analisis proksimat brownies kukus F1T, F1K, dan MB ...... 47
Tabel 13. Informasi nilai gizi dan kadar serat kasar F1T, F1K, dan MB ..... 54

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Form Kuesioner Karakter Terpenting Brownies Kukus ....... 62
Lampiran 2. Form Uji Rating Hedonik ..................................................... 63
Lampiran 3. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Aroma......... 64
Lampiran 4. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Tekstur ....... 65
Lampiran 5. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Rasa ............ 66
Lampiran 6. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Overall ....... 67
Lampiran 7. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Aroma ....... 68
Lampiran 8. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Tekstur ...... 69
Lampiran 9. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Rasa........... 70
Lampiran 10. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Overall ...... 71
Lampiran 11. Komentar Hasil Uji Rating Hedonik ..................................... 72
Lampiran 12. Komentar Hasil Uji Beda dari Kontrol ................................. 73
Lampiran 13. Form Uji Beda dari Kontrol .................................................. 74
Lampiran 14. Hasil Uji Beda dari Kontrol .................................................. 75
Lampiran 15. Hasil Analisis Proksimat Brownies Kukus Formula F1T,
F1K, dan MB ........................................................................ 76
Lampiran 16. Hasil Analisis Tekstur Brownies Kukus Formula F1T, F1K,
dan MB.................................................................................. 77
Lampiran 17. Hasil Analisis Uji Proksimat ................................................. 78

viii
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Prevalensi terhadap penyakit-penyakit yang bersifat degeneratif
dewasa ini semakin meningkat seiring meningkatnya tren pangan siap saji
khas budaya barat dengan kadar lemak dan kolesterol tinggi tetapi miskin akan
serat. Salah satu penyakit degeneratif yang muncul di masyarakat adalah
penyakit kardiovaskular. Bentuk penyakit kardiovaskular antara lain
aterosklerosis, penyakit jantung koroner, serangan jantung (heart attack),
stroke, hipertensi, gagal jantung, dan penyakit vaskuler perifer (Spark, 2007).
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
kardiovaskular. Faktor resiko yang terutama adalah peningkatan kadar
kolesterol khususnya kolesterol Low Density Lipid (LDL) yang biasa disebut
sebagai hiperkolesterolemia (Marinetti, 1990). Peningkatan kadar kolesterol
dalam tubuh berhubungan erat dengan konsumsi lemak dalam jumlah tinggi
dalam diet harian.
Kacang komak (Lablab purpureus (L) sweet) selain memiliki
kandungan lemak yang rendah, juga mengandung kadar protein dan serat yang
cukup tinggi. Fraksi protein dan nonprotein kacang komak terbukti dapat
menurunkan kadar kolesterol darah (Nugroho, 2007) dan kandungan
trigliserida darah (Chau et al., 1998).
Fraksi protein dari kacang komak terbukti secara in vitro dapat
menurunkan kadar kolesterol dan LDL karena hidrofobisitasnya yang tinggi
mampu untuk berikatan kuat dengan sterol seperti asam empedu. Ikatan
peptida dan asam empedu ini dibuang melalui feses tanpa direabsorbsi ke
dalam usus halus sehingga kadar kolesterol menurun (Nakai dan Modler
(2000)). Selain itu, fraksi protein kacang komak juga mampu menurunkan
absorbsi usus terhadap kolesterol atau asam empedu dan mengubah
metabolisme kolesterol dan lipoprotein dalam hati (Kahlon dan Shao (2004)).
Fraksi non protein kacang komak dapat menurunkan kadar kolesterol
dan LDL karena fraksi ini mengandung serat yang dapat menurunkan kadar
kolesterol. Jenis serat dominan terdapat pada kacang komak dan memiliki efek

1
hipokolesterolemik (menurunkan kolesterol darah) sebagaimana telah
diidentifikasi oleh Ramakrishna et al., (2007) adalah serat tak larut atau
insoluble dietary fibre (IDF). Mekanisme penurunan kolesterol oleh IDF
adalah meningkatnya pengeluaran asam empedu bersama feses yang berarti
semakin sedikit empedu yang diresirkulasi ke liver. Berkurangnya asam
empedu akan menyebabkan hati mensintesis asam empedu lagi dari kolesterol,
sehingga jumlah kolesterol sebagai bahan dasar asam empedu dalam plasma
akan berkurang (Wolever et.al.,1997).
Asam lemak rantai pendek (ALRP) hasil fermentasi serat juga diduga
mempengaruhi metabolisme kolesterol dan lipoprotein. Fermentasi serat
pangan dalam usus akan menghasilkan ALRP seperti asam asetat, asam
propionat, dan asam butirat serta gas lainnya. Asam propionat yang dihasilkan
dibawa ke hati diduga dapat menekan sintesis kolesterol (Chen et al, 1984).
Proses fermentasi polong-polongan menjadi tempe diketahui dapat
meningkatkan kualitas maupun kuantitas beberapa substansi yang terdapat
pada polong-polongan seperti protein, mineral, vitamin, dan isoflavon. Pada
kedelai, fermentasi mampu meningkatkan jumlah asam-asam amino esensial
bebas seperti metionin-sistein, treonin, valin, lisin, leusin, fenilalanin-tirosin,
isoleusin, dan triptofan (Hidayat, 2008). Peningkatan ini disebabkan adanya
penguraian protein yang dikatalisasi oleh enzim protease yang dihasilkan
kapang melalui proses fermentasi. Penguraian protein menjadi asam-asam
amino bebas meningkatkan kualitas dan kemampuan daya cernanya (Astuti et
al., 2000).
Selama fermentasi, kadar dan kelarutan beberapa mineral yang
berperan membantu proses metabolisme dan bekerjanya fungsi organ tubuh
seperti zat besi, kalium, dan natrium juga turut mengalami peningkatan. Astuti
et al. (2000) mengatakan bahwa zat besi dalam sampel polong-polongan
kacang kedelai sebagian besarnya berbentuk besi organik yang terikat pada
protein dan senyawa organik lain. Seiring terurainya protein menjadi peptida
dan asam-asam amino bebas, zat besi pun terbebaskan dari ikatan kompleks
besi-proteinnya sehingga kadar zat besi terlarut meningkat (Astuti et al.,
2000). Selain besi, pada percobaan yang dilakukan Handajani (2001) dengan

2
sampel kacang benguk memperlihatkan terjadinya peningkatan kadar kalium
dan natrium terlarut. Peningkatan ini disinyalir akibat menurunnya kandungan
asam fitat penghambat penyerapan mineral selama proses fermentasi
(Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Sejumlah vitamin seperti B kompleks (kecuali B12) dan tokoferol
(kecuali alfa tokoferol) juga meningkat selama fermentasi. Menurut Astuti et
al., (2000), meskipun aktivitas biologis beta tokoferol hanya 40 % dari alfa
tokoferol, namun peningkatannya yang cukup signifikan (222,5 % pada tempe
kedelai) memberikan nilai lebih pada aktivitas antioksidan alaminya.
Antioksidan lainnya dalam percobaan kacang benguk seperti daidzin, genistin,
glisitein, dan faktor II (6, 7, 4; trihidroksi isoflavon) juga meningkat
(Handajani, 2001).
Sementara, proses germinasi kacang komak yang diidentifikasi oleh
Osman (2007) memiliki banyak nilai lebih dari bentuk bijinya. Germinasi atau
perkecambahan diketahui dapat meningkatkan konsentrasi asam-asam amino
bebas yaitu lisin 24 %, threonin 19 %, dan fenilalanin 7 % yang dikatalisasi
oleh enzim-enzim hidrolitik (Winarno, 1980). Bentuk kecambah mempunyai
lebih banyak vitamin dibandingkan bijinya. Pada kacang hijau, kandungan
vitamin B meningkat 2,5 sampai 3 kali, sedangkan kandungan vitamin C yang
jumlahnya sangat sedikit pada biji keringnya meningkat hingga 20 mg/ 100 g
(Sathe et al.,(1983)).
Proses germinasi mampu meningkatkan kandungan senyawa
antioksidan legum dengan memproduksi metabolit sekunder seperti antosianin
dan flavonoid serta mengeluarkan aglukon hasil aktivasi enzim di bagian
kotiledon dan lapisan biji (Yin Lin dan Mei Lai, 2006). Hal yang juga penting
adalah berkurangnya kandungan beberapa zat antinutrisi seperti tripsin
inhibitor, tannin, dan asam fitat selama proses germinasi (Osman, 2007).
Berkurangnya zat antinutrisi memiliki efek positif diantaranya peningkatan
kadar mineral terlarut, dan peningkatan aktivitas enzim tripsin yang berperan
dalam penguraian protein pada proses pencernaan (Osman, 2007).
Kedua proses ini diduga mampu meningkatkan potensi kacang komak
untuk menurunkan kadar kolesterol dan kadar LDL dalam darah serta

3
mengurangi resiko penyakit-penyakit degeneratif, terutama penyakit
kardiovaskular. Akan tetapi, produk-produk tempe maupun germinasi
(kecambah) kacang komak masih belum populer sehingga kurang memiliki
nilai jual.
Kondisi ini menuntut adanya upaya pengembangan produk dari tempe
maupun kecambah komak yang bertujuan memberikan nilai tambah dan
meningkatkan nilai jual, seperti pengembangannya menjadi produk brownies
kukus. Brownies dengan karakter tekstur yang agak bantat sangat sesuai
dengan karakter pengembangan tepung tempe dan kecambah komak yang
minim. Selain itu, brownies kukus sangat diminati masyarakat karena
warnanya menarik, teksturnya lembut dan lembab, serta citarasanya khas
(Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo (2006)). Dengan karakter ini, diharapkan
preferensi konsumen terhadap produk olahan kacang komak ini meningkat.
Brownies kukus yang menggunakan bahan baku dari tepung tempe dan
tepung kecambah kacang komak sebagai pengganti tepung terigu, selain
diduga memiliki efek hipokolesterolemik dan meningkatkan nilai nutrisi juga
memiliki nilai lebih dari kandungannya yang bebas dari gluten (Anonim,
2009). Produk pangan bebas gluten sangat bermanfaat bagi penderita celiac
disease, yakni kelainan genetik yang menunjukkan sensitivitas pada protein
jenis gluten (Anonim, 2009). Kelebihan lain produk ini adalah penggunaan
bahan non terigu sehingga membantu usaha diversifikasi pangan nasional dan
mengurangi ketergantungan bangsa terhadap bahan pangan impor, khususnya
yang berbasis gandum. Potensi-potensi inilah yang menjadi latar belakang
penelitian pengembangan produk pangan fungsional brownies kukus komak
dari kecambah dan tempe kacang komak.

B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk brownies kukus yang
dikembangkan dari tepung tempe dan tepung kecambah kacang komak
(Lablab purpureus (L.) sweet) dengan karakter mutu sensori yang dapat
diterima konsumen serta memiliki kandungan protein dan serat kasar yang
tinggi sehingga mampu memenuhi karakter fungsional hipokolesterolemik.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KACANG KOMAK
Kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet) diklasifikasikan ke
dalam subkelas Rosidae, ordo Fabales, famili Fabaceae dan genus Lablab
adans. Kacang komak diduga berasal dari India, Asia Tenggara, dan Afrika.
Kacang komak dibudidayakan di daerah tropik dan subtropik, terutama India,
Asia Tenggara, Mesir, dan Sudan. Kacang komak diketahui memiliki varietas
yang berbeda di berbagai tempat di dunia, sehingga namanya bermacam-
macam pula, seperti Dolichos lablab, Hyacinth Bean, Country bean, Dolichos
bean, Lablab vulgaris, Lubia bean, Lablab niger, Frijol jacinto, Poroto
japones, India Butter bean, dan lain-lain (Murphy dan Colucci, 1999).
FAO mendeskripsikan kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet)
sebagai tanaman yang tumbuh di musim panas, merambat, dan memiliki umur
yang pendek. Batangnya tegap dengan panjang 3-6 m, daun bercabang tiga
(trifoliate), daun muda lebar berbentuk oval-belah ketupat dengan panjang
7,5-15 cm, bunga berwarna putih, biru atau ungu, dan panjang polong 4-5 cm
seperti terdapat pada Gambar 1. Kacang komak hanya dapat hidup di atas
2000 m di atas permukaan laut (dpl) dan sangat baik tumbuh pada curah hujan
antara 750-2500 mm per tahun. Tanaman ini toleran terhadap tanah yang
ekstrim namun tidak dapat tumbuh pada lahan basah.

Gambar 1. Visualisasi tanaman kacang komak

Kacang komak populer sebagai sayuran polong muda atau digunakan


dalam sayur kari, biji mudanya yang masih hijau dimakan setelah direbus atau
disangrai, daun, pucuk, perbuangaannya dimanfaatkan sebagai kacang-

5
kacangan, sebagai “dhal” (Maesen dan Somaatamadja, 1993). Biji kacang
komak dapat diolah menjadi kue atau difermentasi seperti tempe. Di beberapa
daerah di Indonesia seperti di Bondowoso, Situbondo, dan Probolinggo,
kacang komak sering digunakan sebagai campuran nasi beras.
Kacang komak dapat membantu dalam usaha mengatasi kekurangan
protein karena kacang ini mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi berupa
protein, lemak, dan zat gizi yang lain. Komposisi kimia dari ketiga komponen
tumbuhan ini (biji kering, kulit, dan daun) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia kacang komak


Biji kering Kulit (polong) Daun
Komponen (setiap 100 g berat (setiap 100 g yang (setiap 100 g berat
basah) dapat dimakan) basah)
Kalori (kal) 334.0 30.0 31.0
Protein (g) 21.5 3.1 2.4
Lemak (g) 1.2 0.3 0.4
Karbohidrat (g) 61.4 8.2 6.1
Serat (g) 6.8 1.9 6.7
Abu (g) 3.8 0.9 1.4
Ca (mg) 98.0 75.0 120.0
P (mg) 345.0 50.0 57.0
Fe (mg) 3.9 1.2 17.0
Sumber: Duke (1983)

Selain itu, komposisi asam aminonya juga baik. Hal ini ditunjukkan
pada Tabel 2. Kadar protein kacang komak sebesar 21.5 % dengan susunan
asam amino yang mendekati pola protein kedelai membuatnya cocok sebagai
suplemen dalam pembuatan bahan makanan campuran yang tersusun atas
kacang-kacang yang umumnya kekurangan lisin (Martoyuwono, 1984).

Tabel 2. Komposisi asam amino kacang komak


Asam amino mg/ g N Asam amino mg/ g N
Isoleusin 256 Tirosin 197
Leusin 436 Treonin 207
Lysin 360 Alanin 266
Metionin 36 Valin 294
Sistein 57 Arginin 393
Fenilalanin 299 Histidin 186
Asam aspartat 727 Asam glutamat 978
Glisin 240 Prolin 288
Sumber : Kay (1979)

6
Nilai gizi kacang komak menempati urutan ketiga setelah kacang tanah
dan kedelai. Selain itu, kandungan lemak dan serat biji kacang komak
memiliki nilai terendah diantara kacang-kacangan di Indonesia. Hal tersebut
membuat kacang komak berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh
bahan baku produk pangan misalnya kedelai. Tempe, tauco, dan kecambah
adalah produk yang dapat dihasilkan dari kacang komak (Utomo et al., 1991).
Visualisasi biji ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Biji kacang komak

B. TEMPE KACANG KOMAK


Tempe merupakan produk pangan yang diolah dengan proses
fermentasi kacang-kacangan dalam waktu tertentu menggunakan jamur
Rhizopus sp. (Syarif dkk., 1996). Tempe didefinisikan sebagai suatu massa
hasil fermentasi kapang dengan bahan baku biji-bijian yang terikat bersama
miselium kapang tersebut (Nout dan Kiers, 2005). Tempe juga
diklasifikasikan sebagai salah satu contoh produk fermentasi kacang-kacangan
dan atau serealia yang menghasilkan protein nabati berstruktur pengganti
daging (Steinkraus, 2002).
Bahan baku utama dari tempe adalah kedelai atau legum lain dan ragi
tempe alias laru atau usar. Beberapa legum sekaligus nama tempe yang dapat
ditemukan antara lain tempe gembus, tempe lamtoro, tempe benguk, tempe
koro, tempe bongkrek, dan tempe gude (Sapuan dan Sutrisno, 1996). Tempe
yang dibuat dari bahan baku kacang komak dapat pula disebut sebagai tempe
kacang komak atau tempe komak.

7
Tempe dihasilkan melalui proses pemasakan dan pengupasan legum
serta inokulasi beberapa galur Rhizopus yang berbeda (R. oligosporus, R.
oryzae, dan R. stolonifer). Menurut Harnani (2009), pembuatan tempe komak
meliputi dua tahap, yakni tahap pendahuluan dan fermentasi. Sebagai
pendahuluan dilakukan pemasakan dan pengupasan legum. Pemasakan ini
menggunakan air yang dicampur abu sebanyak 5% dimana abu berperan
menghilangkan bau komak yang kurang sedap. Kemudian, komak yang sudah
direbus di rendam dalam air selama 36 jam, lalu dilakukan pengupasan kulit,
pengukusan selama 15 menit, dan penirisan.
Tahap berikutnya adalah inokulasi bahan legum dengan ragi dari
beberapa galur Rhizopus yang berbeda (R. oligosporus, R. oryzae, dan R.
stolonifer). Fermentasi tempe merupakan fermentasi kultur padat yang
melibatkan kapang, bakteri, dan khamir. Fermentasi ini dilakukan selama 24
jam.
Tempe yang baik dicirikan oleh permukaan yang ditutupi oleh
miselium kapang secara merata, kompak dan berwarna putih, antara butiran
kacang atau serealia dipenuhi oleh miselium dengan ikatan yang kuat dan
merata sehingga apabila diiris tempe tersebut tidak hancur (Yeong et al.,
1999). Fermentasi pada tempe merupakan jenis fermentasi yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas nilai gizi dan karakter organoleptik (Nout dan
Kiers, 2005).
Legum pada proses fermentasinya akan mengalami perubahan baik
fisik maupun kimia. Aktivitas proteolitik kapang akan menguraikan protein
menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami
peningkatan. Adanya peningkatan dari nitrogen terlarut menyebabkan pH
meningkat. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5.
Legum yang telah menjadi tempe akan lebih lunak dan mudah dicerna
(Steinkraus, 1983).
Selama fermentasi, asam amino bebas akan mengalami peningkatan
dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72
jam. Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama
fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Astuti

8
et al., 2000). Selain itu, proses fermentasi ini juga dapat menurunkan
kandungan antitripsin yang menghambat penyerapan asam amino tripsin, asam
fitat yang menghambat penyerapan mineral, dan oligosakarida penyebab
flatulensi.
Tahap perendaman, perebusan, dan pengukusan dapat mengurangi
aktivitas antitripsin. Kapang Rhizopus oligosporus pada tempe memiliki
aktivitas fitase yang sangat kuat sehingga dapat merusak asam fitat menjadi
inositol dan asam fosfat. Asam fitat dapat membentuk ikatan kompleks
dengan kalsium, seng, mangan, besi, dan fosfor sehingga tidak dapat dicerna
oleh tubuh. Penurunan oligosakarida penyebab flatulensi, seperti rafinosa dan
stakiosa, terjadi pada proses perendaman, perebusan, dan fermentasi (Shurtleff
dan Aoyagi, 1979).
Proses fermentasi ini juga meningkatkan kadar beberapa jenis
antioksidan yang terdapat pada legum. Hasil penelitian terhadap kacang
benguk menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan kadar aglukon
akibat aktivitas hidrolisis isoflavon yang dilakukan oleh kapang Rhizopus
oligosporus (Handajani, 2001). Beberapa aglukon yang meningkat antara lain
daidzin dan genistin yang merupakan isoflavon utama yang berperan dalam
aktivitas antioksidatif. Selain itu dihasilkan juga faktor II (6, 7, 4; trihidroksi
isoflavon) yang turut membantu aktivitas antioksidan. Faktor II diidentifikasi
sebagai hasil aktivitas bakteri (Handajani, 2001).

C. KECAMBAH KACANG KOMAK


Kecambah adalah biji-bijian yang mengalami perubahan fisik dan
kimiawi yang disebabkan oleh proses metabolisme (Winarno et al., 1980).
Kecambah muncul karena hipokotil (bagian kecambah di bawah buku
kotiledon) yang memanjang sehingga mendorong kotiledon ke permukaan dan
titik tumbuh mulai tumbuh.
Selama proses perkecambahan, beberapa kandungan pati diubah menjadi
bagian yang lebih kecil yaitu bentuk gula dan maltosa. Kandungan glukosa
dan fruktosa meningkat sepuluh kali lipat, serta kandungan sukrosa meningkat
dua kali dan galaktosa menghilang. Molekul protein dipecah menjadi asam-

9
asam amino yaitu lisin 24 %, threonin 19 %, dan fenilalanin 7 %. Lemak juga
dihidrolisis menjadi asam-asam lemak yang lebih mudah dicerna. Beberapa
mineral (Ca dan Fe) yang biasa terikat dilepaskan sehingga menjadi bentuk
yang lebih bebas. Dengan demikian lebih mudah dicerna dan diserap oleh
saluran pencernaan (Winarno, 1980).
Hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Osman (2007) bahwa
perkecambahan pada kacang komak dapat meningkatkan kadar protein secara
signifikan. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan aw selama perkecambahan
yang dapat mengaktifkan enzim hidrolitik. Selain itu juga, perkecambahan
secara signifikan dapat menurunkan kadar karbohidrat dan trypsin inhibitor
activity (TIA). Perkecambahan juga dapat meningkatkan in vitro protein
digestibility (IVPD). Hal ini terjadi karena hilangnya aktivitas enzim inhibitor
dan hidrolisis phytic acid. Kandungan gizi kacang komak yang mengalami
perkecambahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi kacang komak sebelum dan setelah perkecambahan

Komponen Sebelum (% berat kering) Setelah (% berat kering)


Air 11,40 12.95
Protein 24,90 28.55
Lemak 2,59 1.19
Abu 3,76 3.83
Karbohidrat 67,23 66,40
Sumber : Osman (2007) dan Chau et.al.,(1998)

Menurut Sathe et al., (1983), kecambah mempunyai kandungan vitamin


lebih banyak dari bentuk bijinya. Jika dibandingkan dalam biji, kadar vitamin
B meningkat 2.5 sampai 3 kali lebih besar, sedangkan vitamin C yang
jumlahnya sangat sedikit pada biji kacang hijau kering, dalam bentuk
kecambah meningkat menjadi 20 mg/100 g. Selain itu perkecambahan juga
dapat menurunkan faktor antinutrisi seperti tripsin inhibitor.
Cabrejas et al., (2008) juga menyebutkan bahwa germinasi merupakan
proses yang efisien untuk mereduksi jumlah α-galaktosida. Kehilangan
oligosakarida disebabkan oleh terjadinya peningkatan aktivitas enzim α-

10
galaktosida yang dapat menghidrolisis ikatan α-glikosidik sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah total gula terlarut.
Terdapat banyak sekali metode germinasi. Menurut Anita (2009),
germinasi kacang komak dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
sortasi, perendaman biji selama 12 jam dengan air hangat 50oC, penirisan
selama 1 jam, dan terakhir perkecambahan dilakukan dalam wadah yang
ditutup rapat dengan daun pisang selama 30 jam.

D. TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG KECAMBAH


Proses penepungan dilakukan dengan tujuan memperbesar luas
permukaan bahan. Luas permukaan yang lebih besar dapat membantu
kelancaran beberapa proses seperti membantu ekstraksi suatu senyawa dengan
meningkatkan luas kontak bahan dengan pelarut, mempercepat waktu
pengeringan bahan, mempercepat proses pemasakan dan lain-lain. Selain itu
pengecilan ukuran juga bertujuan meningkatkan efisiensi proses pengadukan
(Wirakartakusumah, 1992).
Berdasarkan metode yang dilakukan Anita (2009) dan Harnani (2009),
penepungan diawali dengan melakukan pengeringan dalam oven pengering
pada suhu 50oC selama 24 jam. Khusus untuk tempe, menurut Harnani (2009),
perlu dilakukan pengirisan tempe menjadi lembaran-lembaran tipis (ketebalan
± 5 mm). Setelah itu, bahan digiling dengan disc mill. Alat ini biasa digunakan
untuk menghaluskan serealia menjadi grits atau tepung (Subarna dkk., 2004).
Tepung yang dihasilkan kemudian diayak dengan saringan yang ukurannya
kurang dari 100 mesh sehingga hasilnya tidak sehalus tepung (Fellows, 1992).
Proses penepungan dapat membantu pemisahan fraksi kaya karbohidrat dan
fraksi kaya protein sehingga dapat meningkatkan keberagaman produk serta
memperluas pemanfaatan tanaman polong-polongan (Han & Khan, 1990).

E. BROWNIES KUKUS
Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna coklat
kehitaman. Brownies dapat dibagi menjadi dua macam, yakni brownies kukus
dan brownies oven. Struktur brownies sama seperti cake yaitu ketika dipotong

11
terlihat keseragaman pori remah, berwarna menarik, dan jika dimakan terasa
lembut, lembab, dan menghasilkan citarasa yang baik (Sunaryo (1985) di
dalam Sulistiyo (2006)). Tekstur yang dikehendaki dari brownies agak bantat
sehingga ia tidak membutuhkan pengembangan gluten sebagaimana cake.
Bahan penyusun utamanya antara lain telur, lemak, gula, dan terigu. Sebagai
bahan tambahan dapat ditambahkan emulsifier dan bahan pengembang
(Sulistiyo, 2006).
Tepung yang umum digunakan sebagai bahan pembuat brownies
adalah terigu. Tepung ini, didalam adonan, berfungsi sebagai pembentuk
struktur dan tekstur brownies, pengikat bahan-bahan lain, dan pendistribusi
bahan-bahan lain secara merata, serta pembentuk citarasa (Matz, 1992).
Tepung terigu yang biasanya digunakan adalah terigu lunak (Subarna, 1996).
Alasan penggunaan terigu jenis lunak adalah kelebihannya dalam membentuk
adonan yang lebih lembut dan lengket (Matz, 1992).
Bahan utama lain dalam pembuatan brownies adalah gula yang
berfungsi memberikan rasa manis. Selain itu, ia juga berperan dalam
pembentukan struktur, tekstur, keempukan, pengikat air, serta penjaga
kelembaban (Berenbaum, 2003). Gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet
karena gula dapat mengurangi aw bahan pangan yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1981).
Lemak sebagai bahan penyusun utama brownies berfungsi
melembutkan tekstur, membentuk citarasa, memacu pengembangan,
membantu aerasi dan emulsifikasi adonan. Selain itu, lemak juga berperan
meningkatkan nilai gizi. Adapun lemak yang biasa digunakan adalah butter
dan margarin. Margarin lebih sering digunakan karena harganya lebih murah
dari butter. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi
parsial minyak nabati (Hariyadi et al., 2000).
Telur dalam pembuatan brownies berfungsi sebagai pengganti air,
pembentuk struktur, pelembut, pengikat udara (aerasi), dan pendistribusi
adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Lesitin pada
kuning telur memiliki daya pengemulsi sedangkan putih telurnya membentuk
tekstur yang lebih ringan (Beranbaum, 2003).

12
Sebagai pemberi warna dan rasa utama brownies adalah dark cooking
chocolate yang khusus digunakan untuk membuat produk-produk bakery.
Selain ditambahkan dark cooking chocolate dapat juga ditambahkan bubuk
coklat. Bahan tambahan lainnya adalah emulsifier seperti valet. Fungsi
emulsifier ini adalah mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi
agar tetap stabil. Selain itu valet juga berperan sebagai pelembut tekstur.
Penambahan garam dan flavor lain juga dapat dilakukan dalam pembuatan
brownies. Keduanya berperan dalam meningkatkan cita rasa serta
meningkatkan penerimaan produk.
Terdapat dua proses inti dalam pembuatan brownies, yakni pembuatan
adonan dan pengukusan. Pembuatan adonan, sebagaimana dikutip dari
Ketaren (1986) di dalam Sulistiyo (2006), dapat dilakukan dengan tiga metode
pencampuran yaitu sugar-batter, flour-batter, dan single step.
Metode sugar-batter mencampurkan bagian gula dan margarin terlebih
dulu, baru kemudian ditambahkan telur, tepung, dan bahan-bahan lainnya.
Keuntungan dari metode ini adalah daya serap lemaknya terhadap udara dapat
maksimal. Pada metode flour-batter, tepung dan margarinlah yang dicampur
terlebih dulu. Metode ini lebih efektif dalam mendistribusikan dan
mendispersikan margarin dalam adonan serta menghasilkan cake dengan
tekstur yang lebih halus. Sedangkan metode single step (mencampurkan dan
mengaduk semua bahan sekaligus dan menambahkan baking powder ketika
mendekati akhir pengadukan) memiliki kelebihan pada pengerjaannya yang
lebih sederhana meskipun mutu cake yang dihasilkan tidak sebaik kedua
metode lainnya.
Sulistiyo (2006) melakukan proses pembuatan adonan dengan metode
yang berbeda: telur dan gula dikocok terlebih dahulu, kemudian ditambahkan
tepung, cokelat bubuk, baking powder dan garam yang sudah diayak.
Margarin dan dark cooking chocolate yang sudah dicairkan diaduk dengan
sendok dan dicampur ke dalam adonan hingga merata.
Setelah pembuatan adonan, proses inti berikutnya adalah pengukusan.
Pengukusan (steaming) merupakan salah satu teknik pengolahan produk cake
yang menggunakan uap air dari air panas bersuhu 100oC. Waktu pengukusan

13
dikisarkan oleh Potter (1973) di dalam Nurhaida (1999) antara 1-11 menit
bergantung pada jenis dan massa adonan.
Perubahan yang terjadi selama proses pengukusan (pemanasan) antara
lain gelatinisasi pati membentuk struktur jaringan yang kokoh, koagulasi
protein membentuk struktur yang lebih keras, penguapan zat volatil, serta
reaksi Maillard dan hidrolisis yang menyebabkan perubahan flavor dan warna
pada brownies (Matz, 1992). Haris dan Karmas (1992) di dalam Nurhaida
(1999) mengatakan bahwa proses pemanasan yang ekstrim dapat
mengakibatkan kandungan asam lemak menurun karena berubah menjadi
hidroperoksida, kandungan protein menurun karena teruapkan dalam bentuk
amoniak dan sebagiannya bereaksi dengan gugus gula (reaksi Maillard), serta
teruapkannya zat-zat volatil lain.
Fennema (1985) menjelaskan bahwa proses pengukusan dapat menarik
sebagian air dari luar yang menyebabkan jaringan menjadi lunak. Selain itu
jaringan pati pada saat pengukusan cenderung membentuk struktur yang lebih
elastis dan mengembang (Fellows, 1992). Fenomena ini terjadi karena pada
saat pengukusan terjadi perubahan terhadap membran sitoplasmik jaringan
bahan pangan (Fellows, 1992) dengan karakteristik: laju viskositas pati
meningkat, suhu granula pecah menurun, laju viskositas balik dan laju
viskositas pendinginan menurun (Muharram, 1992). Akibatnya pati dalam
jaringan ini mengalami gelatinisasi parsial sehingga memiliki daya serap air
yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya (Muharram, 1992). Bahan yang
dikukus dalam waktu yang lebih lama akan memberi kesempatan kepada
bahan tersebut untuk menyerap uap air lebih besar sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar air bahan (Fellows, 1992).

F. PANGAN FUNGSIONAL
Istilah pangan fungsional dipilih dari sederet istilah yang pernah
dipopulerkan sebelumnya seperti pharmafoods, nutraceutical food, health
foods, therapeutic foods dan banyak lagi (Wijaya, 2002). Istilah pangan
fungsional pertama kali diperkenalkan di Jepang sekitar pertengahan tahun
1980-an dan mengacu pada pangan yang diproses dengan memiliki komposisi

14
khusus yang mendukung fungsional sebagai tambahan terhadap gizi.
Umumnya pangan fungsional dianggap sebagai bagian pangan yang memiliki
fungsi diet, dan memiliki komponen biologi aktif yang berguna untuk
meningkatkan kesehatan atau mengurangi resiko penyakit.
Pangan fungsional termasuk dalam konsep pangan yang tidak hanya
penting bagi kehidupan tetapi juga sebagai sumber mental dan fisik,
mendukung pencegahan dan mengurangi faktor resiko sakit untuk beberapa
penyakit atau penambahan terhadap fungsi fisiologis tertentu. Produk susu
merupakan produk pangan fungsional yang paling besar (Toma dan
Pokrotnieks, 2006).
Fungsi bahan pangan saat ini tidak lagi sekedar memenuhi segi nutrisi
dan citarasa, namun juga memiliki kemampuan fisiologis aktifnya. Fungsi
pangan yang terakhir ini bukanlah hal baru dalam dunia kuliner. Masakan
Tiongkok kuno misalnya, banyak sekali yang memadukan antara khasiat dan
cita-rasa dalam seni kulinernya. Pada masakan ini banyak digunakan bahan
baku yang dikenal mempunyai komponen bio-aktif yang berkhasiat bagi
kesehatan tubuh. Ahli ilmu pengobatan kuno, Hippocrates pun pernah berujar
“Let Food be The Medicine” (Wijaya, 2002).

G. HIPOKOLESTEROLEMIK
Kolesterol merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk
golongan lipid. Metabolisme kolesterol erat hubungannya dengan
metabolisme lipid (Girindra, 1988). Kolesterol mempunyai rumus molekul
C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi -5,6 kolesten.
Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber, yaitu makanan yang disebut
kolesterol eksogen dan diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol
endogen (Piliang dan Djojosoebagio, 1990). Di dalam tubuh tidak dapat
dibedakan kolesterol eksogen maupun endogen. Jika jumlah kolesterol dari
makanan kurang, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus meningkat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain. Sebaliknya jika jumlah
kolesterol di dalam makanan meningkat, maka sintesis kolesterol di dalam hati
dan usus menurun (Muchtadi et al., 1993).

15
Fungsi kolesterol di dalam tubuh adalah sebagai prekursor pembentuk
asam empedu dan berperan penting pada sintesis hormonal. Selain itu dalam
tubuh kolesterol merupakan prazat semua senyawa steroid, seperti
kortikosteroid dan vitamin D (Mayes, 1996). Peranan lain kolesterol yaitu
membantu sel syaraf dalam menjalankan fungsinya (Herman, 1991).
Kolesterol merupakan lipid utama yang terdapat dalam golongan lipoprotein.
Lipoprotein berdasarkan berat jenisnya dikelompokkan menjadi empat kelas
utama berturut-turut dari terendah hingga tertinggi, yaitu kilomikron, VLDL
(very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), dan HDL (high
density lipoprotein) (Gurr et al., 1992).
Kilomikron adalah lipoprotein yang banyak mengandung
triasilgliserol, disintesis di dalam mukosa usus halus dari lemak eksogen dan
berukuran paling besar dengan diameter lebih dari 100 nm (Marinetti, 1990).
VLDL adalah lipoprotein endogen yang disintesis di dalam hati, berfungsi
membawa triasilgliserol, fosfolipid, dan kolesterol dari hati ke jaringan lain
dalam tubuh. Ukuran VLDL kecil dengan diameter antara 30-90 nm serta
densitas kurang dari 1.006 g/ml (Marinetti, 1990).
LDL sebagian besar terbentuk dari VLDL, namun terdapat bukti
bahwa sebagian diproduksi langsung oleh hati (Mayes, 1996). LDL
merupakan pembawa kolesterol terbanyak yaitu kurang lebih 60 % dari
kolesterol total plasma, sedangkan triasilgliserol merupakan komponen paling
sedikit dalam LDL. Fungsi utama dari LDL adalah membawa sterol ke dalam
jaringan perifer, digunakan untuk konstruksi membran atau untuk
pembentukan hormone steroid (Groff et al., 1995).
HDL adalah partikel lipoprotein yang padat dan kecil, disintesis di hati
maupun usus. Bila diisolasi dengan menggunakan ultrasentifugal, HDL
terpecah menjadi dua kelas utama yaitu HDL2 dan HDL3 (Kane dan Malloy,
1997). HDL2 berukuran lebih besar dan kaya lipid bila dibandingkan dengan
HDL3 yang lebih kecil dan padat. Fungsi HDL sebagai pembawa kolesterol
dari jaringan perifer ke hati disebut sebagai transport kolesterol terbalik. Hal
tersebut diduga merupakan mekanisme utama dari HDL guna melindungi

16
terhadap terjadinya aterosklerosis. Rendahnya kadar HDL di dalam plasma
akan meningkatkan resiko jantung koroner (Ginsberg dan Goldberg, 1998).
Aktivitas hipokolesterolemik pada kacang komak diperankan oleh
fraksi protein dan non proteinnya. Aktivitas fraksi protein kacang komak
paralel dengan hidrofobisitasnya. Fraksi protein mampu berikatan kuat dengan
sterol seperti asam empedu karena hidrofobisitasnya tinggi. Ikatan peptida dan
asam empedu ini dibuang melalui feses tanpa direabsorbsi ke dalam usus
halus sehingga kadar kolesterol menurun (Nakai dan Modler, 2000). Selain
itu, fraksi protein kacang komak juga mampu menurunkan absorbsi usus
terhadap kolesterol atau asam empedu dan mengubah metabolisme kolesterol
dan lipoprotein dalam hati (Kahlon dan Shao, 2004).
Fraksi non protein kacang komak dapat menurunkan kadar kolesterol
dan LDL karena fraksi ini mengandung serat yang dapat menurunkan kadar
kolesterol. Jenis serat dominan terdapat pada kacang komak dan memiliki efek
hipokolesterolemik (menurunkan kolesterol darah) sebagaimana telah
diidentifikasi oleh Ramakrishna et al., (2007) adalah serat tak larut atau
insoluble dietary fibre (IDF). Mekanisme penurunan kolesterol oleh IDF
adalah meningkatnya pengeluaran asam empedu bersama feses yang berarti
semakin sedikit empedu yang diresirkulasi ke liver. Berkurangnya asam
empedu akan menyebabkan hati mensintesis asam empedu lagi dari kolesterol,
sehingga jumlah kolesterol sebagai bahan dasar asam empedu dalam plasma
akan berkurang (Wolever et.al.,1997).
Selain serat, dalam fraksi non protein kacang komak juga terdapat
oligofruktosakarida yang menyebabkan penekanan terhadap triasilgliserol hati
dan sintesis VLDL pada hewan sehingga kadar triasilgliserol berkurang dan
terjadi penurunan kadar kolesterol (Guillon dan Champ, 2002).Kadar total
kolesterol berhubungan searah dengan kadar LDL, artinya apabila kadar total
kolesterol turun maka kadar LDL juga akan turun. Hal ini karena LDL
merupakan pembawa kolesterol terbanyak yaitu kurang lebih 60 % dari
kolesterol total plasma (Groff et al., 1995). Penurunan kadar LDL terjadi
karena terhambatnya proses penyerapan kolesterol di usus dan ekskresi asam
empedu lebih besar. Asam empedu terbuat dari kolesterol, rangsangan untuk

17
ekskresi asam empedu berarti semakin banyak kolesterol yang dimanfaatkan
dalam pembuatan asam empedu dalam mengemulsi lemak sehingga total
kolesterol menurun yang berakibat pada turunnya kadar LDL serum
(Sihombing, 2003).
Kadar HDL pada serum darah yang tinggi sangat bermanfaat dalam
menurunkan resiko terjadinya atherosklerosis karena HDL berfungsi
mengangkut kolesterol dari jaringan periferal menuju ke hati sehingga
mencegah terjadinya pengapuran. Fungsi HDL berlawanan dengan fungsi
LDL. LDL berfungsi mengirim kolesterol dari hati ke jaringan periferal dan
ditimbun di sana sehingga dapat menyebabkan pengapuran pada pembuluh
koroner. Peningkatan kadar HDL sebesar 1 poin dapat menurunkan resiko
menderita penyakit jantung koroner sebesar 2-3 % (Kahl`s, 1999).

18
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan brownies kukus adalah
air, tepung tempe kacang komak, tepung kecambah kacang komak, gula
pasir, garam, telur, baking powder, valet, dark cooking chocolate, cokelat
bubuk, margarin, dan pencita rasa. Sedangkan bahan yang digunakan
untuk analisis proksimat adalah buffer phosphate, K2SO4, HCl, aseton,
H2SO4 pekat, NaOH 60%, Na2S2O3, asam borat, metal merah, H3BO3, dan
alkohol 36%.

2. Alat
Alat yang digunakan untuk membuat brownies kukus antara lain
sendok, wadah plastik, mixer, loyang, mangkok, timbangan, dan alat
pengukus. Alat-alat untuk analisis kimia yaitu peralatan gelas. Alat-alat
untuk analisis organoleptik antara lain gelas-gelas saji, sendok plastik,
kuesioner, dan sebagainya. Sedangkan, alat yang digunakan untuk analisis
proksimat meliputi alat-alat gelas, erlenmeyer, timbangan analitik,
desikator, labu didih, oven vakum, tanur, cawan, gegep, sudip, pipet Mohr,
pipet tetes, botol aquades, penangas, buret, shaker jar, crusible, soxhlet,
dan labu Kjeldahl. Instrumen lainnya seperti aw meter dan texture analyzer
TAXT Stable Micro Systems.

B. METODE PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni tahap pencarian metode
dan formulasi serta tahap analisis. Kerangka penelitian dapat dilihat di
Gambar 4.

19
Perumusan masalah dan tujuan penelitian

Studi pustaka

Persiapan sampel tepung tempe dan


tepung kecambah kacang komak

Tahap 1
Metode pembuatan Metode pembuatan
brownies tempe komak brownies kecambah komak

Formulasi brownies Formulasi brownies


tempe komak kecambah komak

Tahap 2 Analisis sifat fisik, kimia,


organoleptik,dan proksimat

Analisis data dan penyusunan


laporan hasil penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Pelaksanaan Program

2. Metode Pembuatan dan Formulasi Brownies Kukus


Adonan dibagi menjadi tiga, yaitu : (1) telur, gula, dan valet; (2)
tepung dan coklat bubuk; dan (3) margarin dan coklat batang. Margarin dan
coklat batang dicairkan dengan cara dikukus. Telur, gula, dan valet diaduk
rata dengan mixer sampai mengental, kemudian ditambahkan campuran
tepung dan coklat bubuk dan diaduk hingga merata. Proses selanjutnya,
margarin dan coklat batang yang telah dicairkan dimasukkan ke dalam
adonan dan diaduk hingga merata. Pasta coklat dan bubuk vanilla
kemudian ditambahkan ke dalam adonan sebagai penambah cita rasa.
Adonan yang sudah jadi dituangkan ke dalam loyang kemudian dikukus

20
selama 25 menit dengan api kecil. Secara skematis metode pembuatan ini
dapat dilihat pada Gambar 4.

Margarin dan coklat batang Telur, gula pasir, dan valet

Dicairkan dengan cara Diaduk rata dengan mixer


dikukus hingga kental dan kaku

Adonan ditambahkan
Margarin cair dan coklat tepung tempe atau tepung
batang cair kecambah komak dan
coklat bubuk

Diaduk hingga merata

Adonan ditambahkan
margarin cair dan coklat
batang cair

Diaduk hingga merata

Adonan ditambahkan pasta


coklat dan vanilla bubuk
lalu diaduk hingga merata

Adonan dimasukkan ke
dalam loyang yang telah
diolesi margarin secukupnya

Adonan dikukus selama 25


menit dengan api yang sedang

Brownies kukus tempe atau


brownies kukus kecambah kacang komak

Gambar 4. Metode pembuatan brownies kukus tempe dan kecambah


komak (Modifikasi resep brownies kukus Mr. Brown Co)

21
Formulasi brownies kukus dari tepung tempe dan tepung kecambah
kacang komak mengadopsi resep brownies kukus pasaran merk Mr.Brown
Co. Formulasi awal dilakukan dengan mengganti semua tepung terigu
dengan tepung tempe atau tepung kecambah kacang komak. Formulasi
brownies kukus untuk 1 loyang besar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi awal brownies kukus kacang komak


Bahan Formulasi
Telur ayam 5 buah
Gula pasir 200 gram
Tepung tempe/ tepung kecambah kacang komak 100 gram
Coklat bubuk 40 gram
Coklat batang 85 gram
Margarin 125 gram
Valet 1 sdt
Pasta coklat 3 tetes
Vanila bubuk 1 sdm

Percobaan tahap berikutnya adalah dengan melakukan modifikasi


resep dalam tiga formula seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi lanjutan brownies kukus kacang komak


Bahan F1T/F1K F2T/F2K F3T/F3K
Telur ayam 5 buah 5 buah 5 buah
Gula pasir 200 gram 200 gram 200 gram
Tepung tempe/ tepung 125 gram 150 gram 175 gram
kecambah kacang komak
Coklat bubuk 40 gram 40 gram 40 gram
Coklat batang 65 gram 55 gram 45 gram
Valet 1 sdt 1 sdt 1 sdt
Margarin 100 gram 85 gram 70 gram
Pasta coklat 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Vanila bubuk 1 sdm 1 sdm 1 sdm

Terdapat tiga faktor peubah dalam tahap formulasi ini, yaitu


tepung, coklat batang, dan margarin. Pengkodean terhadap formulasi
brownies tempe kacang komak berturut-turut formulasi 1 (F1T); formulasi
2 (F2T), dan formulasi 3 (F3T). Sementara pengkodean untuk brownies
kecambah kacang komak yakni : formulasi 1 (F1K), formulasi 2 (F2K),
dan formulasi 3 (F3K).

22
3. Analisis
a. Analisis Organoleptik
Uji organoleptik ini bertujuan mengetahui produk brownies
kukus dari tempe dan kecambah kacang komak yang dihasilkan disukai
atau tidak. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui seberapa besar
perbedaan brownies kukus ini jika dibandingkan dengan produk
brownies kukus pasaran. Uji yang digunakan adalah uji rating hedonik
yang dilanjutkan dengan uji beda dari kontrol.
Uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap tiga formulasi produk
yang dibuat. Skala yang digunakan adalah skala 1 (sangat tidak suka)
sampai 7 (sangat suka) dengan nilai 4 sebagai rasa antara (netral).
Parameter yang diuji didapat dari hasil survei melalui kuesioner
terhadap 30 orang panelis yang masing-masing akan mengurut tiga dari
tujuh parameter paling penting pada brownies kukus coklat. Ke tujuh
parameter yang disurvei adalah rasa coklat, tingkat kemanisan, tingkat
kepahitan, aroma, tekstur, warna, dan aftertaste. Urutan pertama
mendapat bobot 3 poin, urutan kedua 2 poin, dan urutan terakhir 1 poin.
Nilai bobot ini digunakan untuk menentukan nilai akhir formula yaitu
hasil kali dari nilai hasil uji parameter formula dengan nilai bobotnya.
Adapun panelis yang dipakai dalam uji rating hedonik ini
merupakan panelis tidak terlatih sejumlah 30 orang. Rekruitmen panelis
dilakukan secara acak. Hasil yang diperoleh akan diolah dan dianalisis
dengan Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji menyatakan
terdapat signifikansi perbedaan pada taraf 0.05, maka akan dilanjutkan
dengan uji Duncan.
Uji beda dari kontrol merupakan salah satu uji pembedaan
keseluruhan (overall) yaitu jenis uji dengan penilaian terhadap
keseluruhan karakter yang melekat pada produk pangan tersebut. Uji ini
dilakukan untuk menentukan adanya perbedaan antara sampel dengan
kontrol serta mengetahui derajat perbedaan tersebut. Sampel yang

23
dibandingkan adalah satu dari tiga formula yang paling disukai dari
masing-masing bahan: tempe kacang komak dan kecambah kacang
komak. Dua sampel terbaik ini akan dibandingkan dengan kontrol,
yakni brownies kukus yang dijual di pasaran.
Uji pembedaan dilakukan dua arah antara satu sampel dengan
kontrol. Untuk memastikan kemampuan panelis dan menjadikan acuan
pada saat pengolahan data, uji ini menggunakan sampel ”blind control”
sebagai salah satu sampel uji. Jumlah panelis yang akan melakukan
pengujian adalah 30 orang dengan kategori panelis tak terlatih. Hasil
yang diperoleh akan diolah, ditabulasikan, dan dianalisis dengan
Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji menyatakan terdapat
signifikansi perbedaan, maka akan dilanjutkan dengan uji Dunnett.
Semua data uji organoleptik dianalisa dengan statistik menggunakan
SPSS versi 11,5.

b. Analisis Tekstur
Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat texture analyzer
TAXT Stable Micro Systems yang langsung dihubungkan dengan
program pengukuran tekstur pada komputer (ditunjukkan pada Gambar
5). Pada program pengukuran tekstur ini, alat diatur dengan mode
measure force in compression, option Hold until time, Pre-test Speed
1.00 mm/s, Test Speed 1.00 mm/s, Post-test speed 10.00 mm/s, strain
25%, dan chart time 60 s.

Gambar 5. Texture analyzer TAXT Stable Micro Systems


Sampel diletakkan pada probe silinder dengan diameter 35 cm
dan diletakkan diatas permukaan yang rata. Hasil pengukuran berupa
kurva yang menyatakan elastisitas dan dinyatakan dalam persen (%).

24
Pengukuran elastisitas ini dilakukan dengan membandingkan peak
force minimum yakni 60 s setelah probe menyentuh sampel dengan
ketinggian peak force maksimum pada saat awal probe menyentuh
sampel, dikalikan 100 %.

c. Pengukuran aw
Pengukuran aw dilakukan dengan aw meter Shibaura WA 360.
Visualisasi alat ini dapat dilihat pada Gambar 6. Sebelum penggunaan,
alat ini dikalibrasi dengan NaCl jenuh hingga menunjukkan nilai aw
0,7547; 0,7529; dan 0,7509 pada suhu 20oC, 25oC, dan 29oC. Setelah
itu sampel dimasukkan ke dalam tempat ukur, tekan tombol start dan
tunggu beberapa menit hingga aw meter menunjukkan tanda selesai
(completed).

Gambar 6. aw meter Shibaura WA 360

d. Analisis Proksimat
1) Kadar air, metode oven (AOAC, 1995)
Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama
15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Sebanyak 3-4 gram contoh dimasukan ke dalam cawan yang telah
ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-
105oC selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut
dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang.
Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat konstan.

25
Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat
awal dengan berat akhir.
(berat awal contoh − berat akhir contoh)
Kadar air = X 100%
berat awal contoh

2) Kadar Protein, metode mikro Kjehldal (AOAC, 1995)


Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan
ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 + 0,1 gram K2SO4, 40
+ 10 ml H2O, dan 2,0 + 0,1 ml H2SO4. kemudian contoh dididihkan
sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke
dalam alat destilasi. Labu kjehldahl dicuci dengan air kemudian air
cuciannnya dimasukan kedalam alat destilasi. Dan ditambahkan 8-
10 ml larutan NaOH – Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakan erlenmeyer yang berisi 5 ml
larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil
merah 0,2 % dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer diencerkan
sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0,02 % sampai warna
berubah menjadi abu.

(ml HCl contoh − ml HCL blanko) X N HCl X 14.007


%N = X 100%
mg Contoh

% Pr otein = % N X 6,25

3) Kadar Abu, metode tanur (AOAC,1995)


Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur.
Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian
didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang
kemudian dibakar di dalam cawan porselin sampai tidak berasap
dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna putih dan

26
berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
berat abu
Kadar abu = X 100%
berat contoh

4) Kadar Lemak, Metode Sokhlet (AOAC, 1995)


Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah
metode ekstraksi sokhlet. Labu lemak yang akan digunakan
dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dalam bentuk potongan
kecil dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang
berisi contoh tersebut di masukan ke dalam alat ekstraksi sokhlet.
Alat kondensor diletakan di atasnya dan labu lemak diletakan di
bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam
sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna
jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut
ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga
mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.
Selanjutnya labu beserta lemak ditimbang. Berat lemak dapat
diperoleh dengan persamaan berikut :
berat lemak ( g )
% lemak = X 100%
berat contoh ( g )

5) Kadar Karbohidrat metode by difference (AOAC,1995)


Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by
different dengan persamaan :
Kadar karbohidrat =100% - (% air+%abu+%protein+% lemak)

27
6) Kadar Serat Kasar (Apriyantono, et al., 1989)
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dihaluskan.
Sampel yang telah halus diekstrak lemaknya menggunakan pelarut
Petroleum Eter (PE). Sampel bebas lemak dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 600 ml. Sebanyak 0.5 gram asbes yang telah dipijarkan
bersama 2 tetes antibuih (anti foaming agent) ditambahkan ke
dalam erlenmeyer. Kemudian sebanyak 200 ml H2SO4 yang
mendidih ditambahkan juga ke dalamnya. Erlenmeyer diletakkan
pada pendingin balik dan dididihkan selama 30 menit sambil
sesekali digoyang. Setelah selesai, suspensi disaring dengan
menggunakan kertas saring. Residu yang tertinggal dicuci dengan
air mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji
dengan kertas lakmus).
Residu yang dihasilkan dipindahkan dari kertas saring ke
erlenmeyer dengan spatula. Residu dicuci kembali dengan NaOH
mendidih sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer.
Sampel dididihkan kembali dengan pendingin balik selama 30
menit dan sesekali digoyangkan. Sampel disaring kembali dengan
kertas saring yang diketahui bobotnya sambil dicuci dengan K2SO4
10%. Residu ini dicuci di kertas saring dengan air mendidih
kemudian dengan alkohol 90%. Kertas saring dikeringkan dalam
oven 1100C sampai berat konstan (1-2 jam). Setelah itu sampel
didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator, lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar serat kasar (gram/100 gram sampel) = (W2-W1) / W x 100
W2 = berat residu dan kertas saring yang dikeringkan (g)
W1 = berat kertas saring (g)
W = berat sampel yang dianalisis (g)

Alasan digunakannya analisis serat kasar atau insoluble


dietary fibre (IDF) adalah karakternya yang diketahui memiliki
efek hipokolesterolemik (Ramakrishna et al., 2007). Selain itu,

28
kandungan IDF dalam kacang komak lebih dominan sekitar 89.5
hingga 95.6% (Chau et al.,(1998) di dalam Chau et al.,(1999))
dibandingkan kandungan soluble dietary fibre (SDF)-nya. Dengan
jumlah yang lebih dominan, IDF tentu memiliki peranan yang lebih
dominan pula (Chau et al., 1999).

29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. FORMULASI
Formulasi awal produk brownies ini mengadopsi resep brownies kukus
yang ada di pasaran (Mr.Brown Co) dengan beberapa modifikasi. Pada tahap
percobaan pertama (F0) dilakukan pembuatan brownies dengan melakukan
substitusi total tepung terigu oleh tepung tempe dan tepung kecambah kacang
komak. Sementara modifikasi komposisi bahan-bahan lain dapat dilihat lebih
lengkap pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan formulasi F0 kecambah (K) F0 tempe (T) dan


Mr.Brown Co (MB)
Bahan F0 (K) Bahan F0 (T) Bahan (MB)
Telur ayam 5 buah Telur ayam 5 buah Telur ayam 5 buah
Gula pasir 200 Gula pasir 200 Gula pasir 200 gram
gram gram
Tepung 125 Tepung 125 Tepung 100 gram
kecambah gram Tempe komak gram terigu
komak
Coklat bubuk 40 gram Coklat bubuk 40 gram Coklat bubuk 40 gram
Dark cooking 65 gram Dark cooking 65 gram Dark cooking 85 gram
chocolate chocolate chocolate
Valet 1 sdt Valet 1 sdt Valet 1 sdt
Margarin 100 Margarin 100 Margarin 125 gram
gram gram
Pasta coklat 3 tetes Pasta coklat 3 tetes Pasta coklat 3 tetes
Vanila bubuk 1 sdm Vanila bubuk 1 sdm Vanila bubuk 1 sdm

Substitusi total tepung terigu pada produk brownies ini juga dilakukan
oleh Sulistiyo (2006) dengan tepung ubi jalar. Adapun komposisi bahan
lainnya hampir mirip dengan resep Mr.Brown Co, yakni margarin, telur, gula
pasir, Dark cooking chocolate, coklat bubuk, baking powder, GMS, garam,
dan pasta moka. Berdasarkan penelitian Sulistiyo (2006), karakter tekstur
menjadi parameter syarat untuk membandingkan brownies yang dihasilkan
dari tepung substituen dengan brownies dari bahan tepung terigu.
Pada penelitian ini, karakter tekstur yang ditunjukkan brownies tepung
terigu dan brownies dari tepung kecambah dan tepung tempe kacang komak

30
memang memperlihatkan perbedaan. Brownies terigu memiliki tekstur yang
lebih baik, lebih mengembang, lebih lembut, dan lebih tidak lengket. Hal ini
disebabkan karakter tepung terigu yang merupakan pengikat air dan
pembentuk struktur adonan yang sangat baik (Tokoyama et al., 1989).
Menurut Koswara (2006), protein yang terkandung dalam tepung terigu
(gluten) adalah faktor yang paling berperan dalam membentuk matriks
adonan, mempertahankan udara (aerasi) dalam adonan, dan mengikat bahan-
bahan lain selama proses pengadukan dan pengukusan.
Meskipun begitu, secara tekstur, brownies yang dihasilkan dari tepung
kecambah maupun tepung tempe kacang komak masih memenuhi harapan,
teksturnya cukup lembut, tidak lengket dan pengembangannya tidak
berlebihan. Tekstur seperti ini sesuai dengan karakter brownies yang lembut
namun agak bantat (Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo (2006)). Visualisasi
produk dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Brownies kukus F0 kecambah kacang komak

Gambar 8. Brownies kukus F0 tempe kacang komak

Dalam pembentukan tekstur, kacang komak diketahui memiliki


kandungan protein yang berperan penting. Berdasarkan penelitian Subagio
(2008), isolat protein kacang komak yang ditambahkan pada formulasi cake
dengan konsentrasi tertentu terbukti dapat meningkatkan kualitasnya dari segi

31
pengembangan, kelembutan tekstur, dan daya tahan. Pengembangan volume
dan kelembutan tekstur dipengaruhi oleh karakter isolat protein komak yang
mampu menurunkan tegangan permukaan gas maupun cairan (dalam sistem
koloidal) selama proses pengadukan sehingga gas dapat terdistribusi secara
merata dan menghasilkan pori-pori cake yang kecil dan tekstur yang lembut.
Pengembangan volume dan pelembutan tekstur pada brownies juga
cukup dibantu oleh telur, valet, dan sumber-sumber lemak (margarin, dark
cooking chocolate, dan coklat bubuk). Telur, menurut Penfield dan Campbell
(1990), memiliki kandungan lesitin sebagai pengemulsi, pelembut,
pengembang, dan pengikat tekstur. Valet sebagai emulsifier berfungsi
mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar tetap stabil
dengan adanya gugus hidrofilik dan lipofilik yang mengikat air dan lemak
menjadi satu kesatuan yang lebih kokoh (Fennema, 1985). Sedangkan lemak
berfungsi melembutkan tekstur, memacu pengembangan, membantu aerasi
dan emulsifikasi adonan (Beranbaum, 2003).
Setelah didapat formulasi brownies dengan tekstur yang cukup baik,
percobaan tahap berikutnya adalah melakukan modifikasi lanjutan terhadap
formulasi awal menjadi tiga formula (F1, F2 dan F3). Pada tiap formulasi
dilakukan perubahan jumlah bahan dengan menambahkan tepung tempe atau
tepung kecambah kacang komak secara bertahap serta mengurangi jumlah
coklat batang dan mentega secara bertahap juga (berturut-turut dari F1, F2,
dan F3). Formulasi lanjutan ini dapat dilihat pada Tabel 7 untuk brownies
tempe dan Tabel 8 untuk brownies kecambah.

Tabel 7. Formulasi lanjutan brownies tempe kacang komak


Bahan F1T/F1K F2T/F2K F3T/F3K
Telur ayam 5 buah 5 buah 5 buah
Gula pasir 200 gram 200 gram 200 gram
Tepung tempe kacang komak 125 gram 150 gram 175 gram
Coklat bubuk 40 gram 40 gram 40 gram
Coklat batang 65 gram 55 gram 45 gram
Valet 1 sdt 1 sdt 1 sdt
Margarin 100 gram 85 gram 70 gram
Pasta coklat 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Vanila bubuk 1 sdm 1 sdm 1 sdm

32
Tabel 8. Formulasi lanjutan brownies kecambah kacang komak
Bahan F1T/F1K F2T/F2K F3T/F3K
Telur ayam 5 buah 5 buah 5 buah
Gula pasir 200 gram 200 gram 200 gram
Tepung kecambah kacang komak 125 gram 150 gram 175 gram
Coklat bubuk 40 gram 40 gram 40 gram
Coklat batang 65 gram 55 gram 45 gram
Valet 1 sdt 1 sdt 1 sdt
Margarin 100 gram 85 gram 70 gram
Pasta coklat 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Vanila bubuk 1 sdm 1 sdm 1 sdm

Tujuan formulasi ini adalah mendapatkan produk yang memiliki


kandungan tempe atau kecambah kacang komak yang paling tinggi yang
berarti lebih kaya akan kandungan protein dan serat serta memiliki kandungan
lemak yang paling rendah (low calories product) sehingga sesuai dengan
karakter produk hipokolesterolemik.
Terdapat tiga faktor peubah dalam tahap formulasi ini, yaitu tepung,
coklat batang, dan margarin. Tepung tempe dan tepung kecambah komak
memiliki karakter yang berbeda. Menurut penelitian Harnani (2009) dan Anita
(2009), tepung kecambah memiliki kandungan pati lebih tinggi sehingga
memiliki nilai water holding capacity (WHC) yang lebih tinggi (Subagio,
2008). Visualisasi brownies F1T, F2T, dan F3T ditunjukkan oleh Gambar 9
sedangkan visualisasi F1K, F2K, dan F3K dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9. Formulasi F1T, F2T, dan F3T (dari kiri ke kanan)

Gambar 10. Formulasi F1K, F2K, dan F3K (dari kiri ke kanan)

33
Produk brownies tempe kacang komak dari formula 1 (F1T) dengan
kandungan tepung tempe kacang komak yang paling rendah dan kandungan
margarin dan coklat batang paling tinggi memperlihatkan karakter tekstur
yang lebih lembut dan kompak, warna coklat yang lebih gelap, dan flavor
langu yang lebih lemah. Karakter yang berbeda didapat dari produk F3T
dengan karakter tekstur yang lebih padat dan rapuh, warna coklat yang lebih
muda, dan flavor langu lebih kuat. Sementara produk F2T memiliki karakter
pertengahan diantara produk F1T dan F3T.
Penambahan tepung tempe kacang komak pada F2T dan F3T
menyebabkan struktur adonan kekurangan cairan sehingga kurang bisa
mengikat dan mendistribusikan keseluruhan komponen adonan dan
menghasilkan produk yang lebih padat tapi rapuh. Selain itu, adanya
pengurangan sumber lemak (margarin dan coklat batang) mengurangi tingkat
pengembangan volume dan kelembutan tekstur sehingga struktur yang
terbentuk pada F2T dan F3T masih agak kasar dan kurang kompak.
Pengurangan coklat batang memiliki pengaruh lain yakni berkurangnya warna
cokelat serta aroma dan rasa coklat.
Fenomena dan karakter formulasi diatas juga diperlihatkan oleh
produk brownies dengan formulasi F1, F2, dan F3 dari tepung kecambah
kacang komak. Akan tetapi, jika dibandingkan antara produk brownies tempe
dan kecambah kacang komak, maka produk brownies kecambah kacang
komak memiliki flavor langu yang sedikit lebih tengik. Flavor ini muncul
karena kandungan lemak kecambah mengalami penguraian oleh enzim
lipolitik pada saat perkecambahan, yang kemudian teroksidasi pada saat
kontak langsung dengan udara dan mengalami peningkatan suhu pada proses
pengeringan kecambah (500C selama 24 jam). Enzim lipolitik dalam
kecambah mengurai trigliserida menjadi asam lemak sederhana, ester, dan
sterol (Osman, 2007). Lemak dalam bentuk lebih sederhana akan lebih mudah
teroksidasi sehingga menyebabkan bau agak tengik (Ketaren, 1996).

34
B. ANALISIS ORGANOLEPTIK
Karakter istimewa produk pangan adalah mutu subyektif yang lebih
menonjol dibandingkan mutu obyektifnya. Jika mutu obyektif dapat diukur
dengan instrumen fisik, maka mutu subyektif hanya mampu diukur oleh
instrumen manusia. Uji mutu subyektif inilah yang dikenal dengan uji
organoleptik atau pengujian karakter produk pangan dengan organ indera
(sensorik) manusia. Sifat mutu sensori pangan adalah sifat produk atau
komoditas yang hanya dapat dikenali dan diukur oleh proses penginderaan,
yakni penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan
lidah dan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari, dan pendengaran dengan
telinga (Soekarto, 1990).
Mutu sensori yang terdapat pada brownies kukus coklat diantaranya
rasa, tingkat kemanisan, tingkat kepahitan, aroma, tekstur, warna, dan after
taste (Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo (2006)). Dalam penelitian ini, mutu
sensori yang diuji hanya dibatasi tiga saja. Penentuan ketiga mutu sensori yang
digunakan sebagai parameter dilakukan dengan melakukan survei terhadap 30
orang panelis yang terdiri atas 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.
Ketujuh mutu sensori ini dinilai berdasar ranking, ranking pertama diberi nilai
7 poin, ranking kedua 6 poin, dan seterusnya. Nilai rataan hasil survei dapat
dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Nilai hasil survei mutu sensori terpenting pada brownies

35
Berdasarkan hasil survei dari tujuh mutu sensori didapat nilai rataan
yakni: rasa (6.5), tekstur (5.23), aroma (4.07), tingkat kemanisan (3.97), after
taste (2.73), warna (2.57), dan tingkat kepahitan (2.27). Dengan begitu, tiga
mutu sensori yang akan menjadi parameter pada uji berikutnya (urutan 1, 2,
dan 3) adalah rasa, tekstur, dan aroma. Ketiga mutu sensori ini dibuat ranking
serta dilakukan pembobotan berdasarkan rankingnya. Mutu sensori yang
menempati ranking pertama mendapat bobot 3 poin, ranking kedua 2 poin, dan
ranking ketiga 1 poin. Maka, sesuai urutannya, mutu sensori rasa memperoleh
bobot tertinggi (3 poin), lalu tekstur (2 poin), dan rasa (1 poin). Uji hedonik
akan menggunakan ketiga mutu sensori ini berdasarkan bobotnya dalam
menentukan formulasi terbaik dari masing-masing bahan.
Uji organoleptik dibagi dalam dua tahap yang keduanya merupakan
uji afektif atau uji kesukaan. Tahap pertama adalah uji hedonik. Sampel yang
diuji adalah tiga formulasi dari masing-masing bahan, tepung tempe kacang
komak (F1T, F2T, dan F3T) dan tepung kecambah kacang komak (F1K, F2K,
dan F3K). Tahap kedua adalah uji beda dari kontrol yang membandingkan
formula terbaik dari brownies kukus tepung tempe dan tepung kecambah
kacang komak dengan brownies kukus yang ada di pasaran.
Jumlah panelis yang digunakan dalam uji afektif ini adalah 30 orang
panelis tak terlatih. Menurut Resureccion (1998), minimal diperlukan 25 orang
panelis tak terlatih untuk uji afektif di laboratorium. Hal ini bertujuan
meminimalisasi standar deviasi.

1. Uji Rating Hedonik


Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji afektif
kuantitatif yang mengukur tingkat penerimaan dan tingkat respon pribadi
panelis tentang kesukaan atau ketidaksukaan serta mengemukakan tingkat
kesukaan dan ketidaksukaan itu. Uji ini merupakan instrumen paling
umum dipakai dalam uji afektif (kesukaan). Tingkat kesukaan, yang juga
disebut skala hedonik, dalam penelitian ini dibuat dalam tujuh skala, yakni
: sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, dan
sangat tidak suka (Rahayu, 1998).

36
Mutu sensori yang digunakan dalam uji hedonik ini terdiri dari
aroma, tekstur, rasa, dan overall. Rasa, tekstur, dan aroma adalah ketiga
mutu sensori yang dipilih berdasarkan survei ranking parameter mutu
terpenting pada produk sejenis brownies kukus coklat. Nilai parameter
mutu secara overall digunakan sebagai pembanding terhadap hasil
penilaian ketiga mutu sensori yang dilakukan dengan pembobotan.

a. Pengujian rating hedonik rasa


Mutu sensori yang pertama diuji adalah rasa. Rasa merupakan
parameter mutu sensori yang kerap digunakan dalam jenis uji afektif,
termasuk uji rating hedonik. Pada produk brownies kukus ini, rasa
menjadi parameter paling utama dan memiliki nilai bobot tertinggi
dalam menentukan nilai kuantitatifnya.
Sebanyak 10 dari 30 responden mengatakan brownies tempe
maupun kecambah memiliki flavor yang unik, sebagian lain
menilainya aneh atau asing di lidah. Untuk sampel brownies kukus
tempe kacang komak, kita dapat amati nilai parameter rasanya sebagai
berikut: F1T (4,70), F2T (4,40), dan F3T (3,83). Sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 12, Formula F1T cenderung lebih disukai
dibandingkan F2T; dan F3T paling tidak disukai.

Gambar 12. Nilai mutu sensori rasa dari brownies tempe komak

37
Komentar yang diperoleh dari responden terhadap F3T adalah
rasanya aneh, pedas, dan rasa komaknya sangat dominan sehingga
menutupi rasa coklatnya. Responden menyarankan cita rasa ini
sebaiknya dikurangi. Sementara, cita rasa F2T dan F1T umumnya
tidak ada keluhan, bahkan cita rasa F1T cenderung disukai oleh
responden. Cita rasa F1T lebih disukai karena kandungan tepung
tempe komaknya paling sedikit dan coklat batangnya paling banyak.
Berdasar profil cita rasa brownies tempe komak ini, dapat dinilai
bahwa cita rasa khas komak diharapkan tidak mendominasi cita rasa
brownies atau melebihi rasa coklatnya, meskipun ada seorang
responden yang menyarankan untuk menambah cita rasa komaknya
karena merupakan ciri khas.

Gambar 13. Nilai mutu sensori rasa dari brownies kecambah komak

Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13, nilai hedonik mutu


sensori rasa yang diperoleh dari brownies kecambah kacang komak
menunjukkan nilai sama pada semua formulasi, yakni 4,10. Meskipun
formulasinya berbeda, ternyata nilai cita rasa terhadap ketiga formulasi
ini tidak menunjukkan perbedaan. Nilai-nilainya sangat bervariasi
dimana masing-masing formulasi memiliki rentang nilai yang cukup
besar; antara 2 dan 7. Dari testimoni yang diperoleh responden pun
dapat dilihat bahwa untuk satu produk testimoninya beragam.
Misalnya untuk F1K, seorang menyatakan sangat suka, tiga orang
menyatakan suka, dan ada seorang yang menyatakan tidak suka. Hal

38
ini sesuai dengan kesimpulan hasil analisis statistika menggunakan
program SPSS, bahwa cita rasa ketiga produk ini tidak berbeda nyata.

b. Pengujian rating hedonik tekstur

Gambar 14. Nilai mutu sensori tekstur dari brownies tempe komak

Gambar 15. Nilai mutu sensori tekstur dari brownies kecambah komak

Nilai tekstur brownies kukus tempe kacang komak


sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 14 adalah FIT (4,13), F2T
(3,80), F3T (3,40). Dan nilai tekstur brownies kukus kecambah
kacang komak yang ditunjukkan pada Gambar 15 adalah FIK (5,33),
F2K (4,97), dan F3K (4,63). Secara umum sebagian besar responden
menilai tekstur ketiga formulasi masih kasar, rapuh, dan terdapat
butiran-butiran kecil tempe maupun kecambah yang berasal dari
tepung yang belum tergiling sempurna. Sementara tekstur yang
diharapkan adalah tekstur yang halus, lembut, dan kompak.
Lebih rinci lagi, dapat kita lihat bahwa terdapat tren penurunan
nilai mutu tekstur dari formulasi F1 ke formulasi F3 baik pada

39
brownies kecambah kacang komak maupun brownies tempe kacang
komak. Tren penurunan ini terjadi seiring penambahan tepung dan
pengurangan margarin dan coklat batang pada formulasi. Dengan
semakin bertambahnya tepung, maka jumlah air yang tersedia untuk
melarutkan dan mendistribusikan adonan semakin berkurang Hal ini
menyebabkan tekstur menjadi kurang kompak. Sedangkan
pengurangan margarin dan coklat batang menyebabkan struktur
brownies yang terbentuk lebih padat tetapi rapuh. Margarin dan coklat
batang merupakan sumber lemak yang berperan dalam melembutkan
tekstur, memacu pengembangan, membantu aerasi dan emulsifikasi
adonan.

c. Pengujian rating hedonik aroma


Hasil uji hedonik pada aroma brownies kukus komak
menunjukkan perbedaan nyata pada taraf kepercayaan 0,05 terhadap
keenam sampel yang diuji. Untuk brownies tempe kacang komak, hasil
uji lanjutan dengan uji Duncan menghasilkan nilai sebagai berikut :
F1T (5,73), F2T (5,40), dan F3T (4,30). Sementara hasil pada
brownies kecambah kacang komak diperoleh nilai: F1K (4,70), F2K
(4,07), dan F3T (3,53).
Brownies kecambah dan brownies tempe memiliki aroma langu
yang khas. Aroma ini muncul diduga akibat adanya oksidasi
komponen lemak yang terurai pada saat perkecambahan (Osman,
2007). Aroma semakin kuat seiring penambahan jumlah tepung.
Semakin meningkat aroma langunya, tingkat kesukaannya semakin
menurun. Tren penurunan kesukaan aroma ini dapat dilihat pada
Gambar 16 dan Gambar 17. Baik brownies kecambah maupun
brownies tempe, sama-sama mengalami tren penurunan nilai mutu.

40
Gambar 16. Nilai mutu sensori aroma dari brownies kecambah komak

Gambar 17. Nilai mutu sensori aroma dari brownies tempe komak

Meskipun sebagian besar keluhan responden ditujukan secara


umum, akan tetapi beberapa komentar ditujukan spesifik kepada
brownies kecambah. Aroma langu yang muncul terlalu tajam.
Berdasarkan penilaian hedonik pun dapat kita lihat bahwa aroma
brownies kecambah lebih tidak disukai. Ketiga formulasinya dinilai
memiliki aroma yang aneh dan menyengat. Aroma ini semakin
dominan pada formulasi yang paling banyak komposisi tepung
kecambahnya sehingga tingkat kesukaannya pun semakin rendah.
Sementara pada brownies tempe, aroma yang muncul tidak
terlalu kuat, sehinga preferensi konsumen terhadapnya masih cukup
baik, terutama pada formulasi dengan komposisi tepung paling sedikit
(F1T). Berdasarkan profil aroma ini, dapat disimpulkan bahwa aroma
kacang komak pada brownies kurang disukai, khususnya produk

41
berbasis tepung kecambah, sehingga perlu upaya untuk mengurangi
dominasi aromanya.
Berdasarkan data diatas dilakukan pembobotan parameter
untuk memperoleh formulasi terbaik dari masing-masing bahan.
Masing-masing formulasi dinilai keseluruhan mutu sensorinya
berdasarkan bobot. Penilaian mutu brownies kecambah kacang komak
dapat dilihat pada Tabel 9 dan brownies tempe pada Tabel 10.

Tabel 9. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies kecambah


Sampel F1K F2K F3K
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Mutu awal bobot awal bobot awal bobot
Rasa 4.10 12.3 4.10 12.3 4.10 12.3
Tekstur 5.33 10.66 4.97 9.94 4.63 9.26
Aroma 4.17 4.17 4.07 4.07 3.53 3.53
Total 27.13 26.31 25.09
nilai

Tabel 10. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies tempe


Sampel F1T F2T F3T
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Mutu awal bobot awal bobot awal bobot
Rasa 4.70 14.1 4.40 13.2 3.83 11.49
Tekstur 4.13 8.26 3.80 7.6 3.40 6.80
Aroma 5.73 5.73 5.40 5.40 4.30 4.30
Total 28.09 26.20 22.59
nilai

Untuk formulasi brownies kukus tempe kacang komak, hasil


terbaik didapat pada F1T dengan nilai total 28,09; lalu F2T (26,20),
dan F3T (22,59). Sementara hasil terbaik pada formulasi brownies
kukus kecambah kacang komak diperoleh oleh F1K dengan nilai
27,13. Nilai F2K dan F3K berturut-turut adalah 26,31 dan 25,09.
Dengan demikian, formulasi terpilih adalah F1T dan F1K.
Sebagai pembanding hasil diatas digunakan parameter overall
(penilaian menyeluruh). Nilai tertinggi diantara keenam formula ini
diperoleh oleh sampel F1K (4,47), dan F1T (4,77) yang berada pada

42
kisaran netral-agak suka. Hasil ini sesuai dengan hasil nilai
pembobotan.

2. Uji Beda dari Kontrol


Uji beda dari kontrol merupakan salah satu uji pembedaan
keseluruhan (overall) untuk menentukan adanya perbedaan antara sampel
dengan kontrol serta mengetahui derajat perbedaan tersebut. Uji
pembedaan dilakukan dua arah antara satu sampel dengan kontrol. Untuk
memastikan kemampuan panelis dan menjadikan acuan pada saat
pengolahan data, uji ini menggunakan sampel ”blind control” sebagai
salahsatu sampel uji.
Uji ini menggunakan dua sampel terbaik (F1K, dan F1T) untuk
kemudian dibandingkan dengan kontrol yang menggunakan brownies
kukus yang ada di pasaran dengan merek Mr.Brown Co. Hasil uji Anova
pada taraf kepercayaan 0,05 menunjukkan perbedaan yang nyata pada
perlakuan formulasi. Lanjutan analisis dengan uji Dunnet memperlihatkan
bahwa sampel F1T dan F1K berbeda nyata dengan kontrol, masing-masing
dengan nilai perbedaan rata-rata 1,77 dan 2,67 pada taraf kepercayaan
0,05.
Perbedaan yang cukup signifikan secara overall antara brownies
kukus tempe dan kecambah kacang komak dengan brownies kukus
pasaran dapat disebabkan beberapa faktor, yakni karakter tepung, kadar
tepung, kadar coklat batang, dan kadar margarin. Berdasarkan karakter
tepung, brownies kukus pasaran yang menggunakan terigu memiliki
karakter adonan lebih lembut dan kompak serta tidak memiliki bau langu.
Selain itu, kadar tepungnya yang lebih sedikit, memungkinkan adonan
tersebar lebih merata. Sedangkan kadar coklat dan margarin (sumber
lemak) yang lebih banyak membuat rasanya lebih gurih dan teksturnya
lebih lembut dari brownies tempe dan kecambah kacang komak. Kadar
coklat yang lebih tinggi pada produk brownies kukus pasar juga
mempengaruhi karakter produk sehingga memiliki warna, rasa, dan aroma
yang lebih mendekati karakter coklat.

43
Pada brownies tempe (F1T), 15 orang responden menilai teksturnya
lebih kasar dan kurang legit dan kurang lembut; berbeda dengan kontrol
(MB) yang teksturnya halus dan lembut. Sementara flavor (rasa dan
aroma) langu brownies ini hanya dikeluhkan oleh tiga orang responden
yang menyatakan rasanya agak pahit dan flavor langunya masih terasa
sekali. Berdasarkan testimoni ini dapat dilihat bahwa faktor yang membuat
brownies tempe komak berbeda dengan brownies pasaran adalah rasa dan
lebih utama lagi adalah teksturnya.
Berbeda dengan brownies tempe, brownies kecambah (F1K) tidak
terlalu banyak dikeluhkan teksturnya. Sebanyak 5 dari 30 responden
mengatakan teksturnya masih kasar. Umumnya responden menilai tekstur
F1K ini lebih baik dibandingkan F1T dan tidak terlalu berbeda dengan
brownies pasaran (MB). Begitu pula dengan aroma, hanya 4 orang
responden menyatakan ketidaksukaannya terhadap aroma. Sementara
faktor yang membuat F1K memiliki tingkat perbedaan lebih besar
terhadap MB, dibandingkan F1T adalah rasanya. F1K dinilai memiliki
rasa yang aneh, sedikit pedas, atau pahit. Rasa yang kurang disukai
responden inilah yang menyebabkan brownies kecambah memiliki tingkat
perbedaan lebih besar.
Meskipun mutu sensori brownies dari tempe dan kecambah kacang
komak ini cukup berbeda dengan brownies pasar, akan tetapi mutu
hedoniknya masih dapat diterima cukup baik secara overall dengan nilai
F1K (4,47), dan F1T (4,77) yang berada pada kisaran netral-agak suka.

3. Uji Instrumental
a. Pengukuran tekstur
Parameter tekstur, dalam hal ini springiness atau elastisitas yang
berhubungan dengan tingkat kelembutan, selain diukur secara
subjektif melalui uji organoleptik juga dilakukan secara objektif
dengan instrumen texture analyzer TAXT Stable Micro Systems.
Sampel yang dianalisis adalah sampel terbaik (F1T dan F1K) dan
dibandingkan dengan sampel MB. Hasil pengukuran elastisitas pada

44
brownies kukus formula F1T, F1K, dan MB dapat dilihat pada
Gambar 18.

Gambar 18. Perbandingan rataan elastisitas brownies kukus F1T, F1K,


dan MB

Data di atas menunjukkan bahwa produk brownies pasaran


yang diwakili MB lebih lembut dan elastis dari brownies kecambah
kacang komak (F1K) dan brownies tempe kacang komak (F1T). Hal
ini dipengaruhi oleh sumber lemak (margarin dan dark cooking
chocolate) yang lebih banyak pada MB dibandingkan F1T dan F1K
serta lebih banyaknya kadar tepung pada F1T dan F1K dibandingkan
MB. Penggunaan tepung tempe dan tepung kecambah kacang komak
dengan kandungan pati yang lebih rendah dari tepung terigu, serta
pengaruh minimnya margarine menyebabkan tekstur brownies tempe
dan kecambah kacang komak kurang elastis dan kurang lembut
dibandingkan formulasi MB.
Sementara itu, elastisitas brownies kecambah kacang komak
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan brownies tempe
kacang komak. Hal ini berkorelasi positif dengan kandungan pati
tepung kecambah kacang komak yang lebih tinggi dibandingkan
tepung tempe kacang komak. Sebagaimana dikutip dari Chau et al.
(1998), kandungan pati yang tinggi berbanding lurus dengan tingginya
nilai WHC. Tingginya nilai WHC memungkinkan adonan untuk
menyerap lebih banyak air untuk melarutkan dan mendistribusikan
bahan-bahan dalam adonan secara merata sehingga dapat membentuk
struktur adonan yang lebih baik (Berenbaum, 2003).

45
b. Pengukuran nilai aw
Parameter mutu yang juga sangat berpengaruh bagi karakter
organoleptik adalah aw. Nilai aw menjadi parameter mutu yang sangat
penting untuk memperkirakan masa simpan suatu produk pangan.
Semakin besar aw yang dimiliki suatu produk pangan, semakin cepat
produk itu ditumbuhi mikroba karena aktivitas air menunjukan
banyaknya air bebas yang dapat digunakan mikroba untuk tumbuh
(Karel, 1973).
Pada pengukuran aktivitas air, nilai aw yang diperoleh berada
pada selang 0.814-0.865. Menurut Karel (1973), makanan semi basah
memiliki aw antara 0.70-0.90. Dengan demikian, brownies kukus ini
termasuk kedalam pangan semi basah yang cukup potensial untuk
ditumbuhi mikroorganisme.
Besaran nilai aw (seperti yang tertera pada Tabel 11) sangat
dipengaruhi oleh karakter serta kadar protein dan pati. Protein (gluten)
dan pati terigu menyerap lebih banyak air sehingga kadar aw pada MB
tertinggi diantara sampel yang lain. Sementara itu, kadar aw F1T
sedikit lebih tinggi dari F1K. Kandungan pati pada tepung kecambah
kacang komak memang lebih tinggi dibandingkan tepung tempe
kacang komak. Akan tetapi ini tidak selamanya berkorelasi positif
dengan kadar aw. Kadar aw dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya karakter pati, karakter fraksi protein dan kadar
persentasenya pada tepung (Subagio, 2008).

Tabel 11. Hasil pengukuran nilai aw pada sampel brownies kukus


Sampel Nilai aw Suhu (OC)
F1T 0,816 29,9
F1K 0,814 29,9
MB 0,865 29,9

Tingginya nilai aw pada produk brownies tempe dan kecambah


kacang komak dapat terjadi akibat pengaruh tingginya nilai WHC
protein komak, yakni 321 % (Subagio (2006) di dalam Subagio
(2008)) serta tingginya kadar pati, yakni senilai 61,4 g/ 100 g (Duke,

46
1983). Kedua faktor ini menyebabkan produk mampu menyerap air
lebih banyak. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan produk MB,
kedua produk ini memiliki nilai aw yang lebih rendah. Hal ini berarti
bahwa brownies kecambah dan brownies tempe komak dapat bertahan
lebih lama dari brownies MB pada kondisi penyimpanan yang sama.

C. ANALISIS NILAI GIZI (PROKSIMAT)


Analisis ini dilakukan terhadap formula terpilih yaitu brownies
tempe kacang komak (F1T) dan brownies kecambah kacang komak (F1K).
Sebagai pembanding, dilakukan pula analisis terhadap brownies yang ada di
pasaran (Mr.Brown Co). Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil analisis proksimat brownies kukus F1T, F1K, dan MB
Parameter (% bb) Brownies F1T Brownies F1K Brownies MB
Kadar Air (%bb) 30,26 30,00 26,88
Kadar protein (%bb) 10,43 9,37 5,94
Kadar Lemak (%bb) 14,27 13,14 19,59
Kadar Abu (%bb) 1,09 1,34 0,92
Kadar karbohidrat (%bb) 43,95 46,15 46,67
Kadar serat kasar (%bb) 19,56 24,21 19,64
Nilai Energi (kkal) 345,95 340,34 386,75

1. Kadar Air

Gambar 19. Perbandingan kadar air brownies kukus F1T, F1K, dan MB

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air


dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan tersebut.
Pada pembentukan adonan, air berfungsi sebagai pemersatu dan
pendistribusi bahan-bahan yang lain (Berenbaum, 2003). Kadar air yang

47
terukur dari brownies tempe kacang komak, kecambah kacang komak, dan
Mr.Brown Co diperlihatkan oleh Gambar 19.
Pada bentuk tepungnya, kadar air tepung kecambah kacang komak
(12,88 %bk) lebih tinggi dibandingkan tepung tempe kacang komak (9,43
%bk). Akan tetapi pada produk yang dihasilkan, nilai kadar brownies
tempe kacang komak justru sedikit lebih tinggi yakni FIT (30,26% bb) dan
F1K (30% bb). Hal ini sangat mungkin terjadi akibat adanya
ketidakseragaman pada proses pembuatan brownies seperti waktu
pengukusan yang tidak persis sama. Semakin lama proses pengukusan, air
yang ditangkap produk akan semakin banyak sehingga kadar airnya pun
meningkat.
Sementara kadar air MB paling rendah diantara yang lain. Jika
dilihat dari nilai aw, produk ini memiliki nilai tertinggi. Nilai aw dan kadar
air berkorelasi erat namun tidak selalu berkorelasi positif. Kadar air lebih
menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam produk, sementara
nilai aw menunjukkan derajat aktivitas air atau jumlah air bebas yang
terdapat pada produk yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk
pertumbuhannya (Karel, 1973).
Menurut Karel (1973), materi pengikat air dan lama penyimpanan
sangat menentukan kadar air suatu produk. Produk MB mengalami masa
penyimpanan lebih lama dibandingkan kedua produk lain, sehingga kadar
airnya menjadi lebih rendah. Seiring lamanya masa simpan, kadar air
mengalami penurunan (Winarno, 1992).

2. Kadar Protein
Kacang komak memiliki kadar protein yang tinggi dan susunan
asam amino yang sangat baik (Martuyuwono, 1984). Protein kacang
komak memiliki nilai fungsional tinggi karena teridentifikasi mampu
menurunkan kadar kolesterol darah (Nugroho, 2007) dan trigliserida darah
(Chau et al., 1998). Proses pengolahan kacang komak menjadi produk
brownies tempe dan kecambah tentu berpengaruh terhadap kadar
proteinnya.

48
Kadar protein brownies tempe kacang komak terukur adalah 10,43
%bb, sedikit lebih tinggi dibandingkan brownies kecambah kacang komak
(9,37 %bb). Sementara kadar protein produk brownies MB hanya 5,94
%bb. Grafik perbandingannya dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Perbandingan kadar protein brownies kukus F1T, F1K, dan MB

Jika dibandingkan dengan tepungnya, tepung tempe komak


memiliki kadar protein sebesar 30,62 %bk sedangkan tepung kecambah
komak 25,16 %bk (Harnani (2009) dan Anita (2009)). Protein tempe
kacang komak baik dalam bentuk tepung maupun produk browniesnya
memiliki kadar lebih tinggi dari kecambah. Sedangkan produk MB yang
berbahan baku tepung terigu hanya mengandung 5,94 %bb, karena
memang kadar protein terigu hanya 12,56% (Suwandy, 1998). Adapun
penurunan kadar protein setelah menjadi brownies dipengaruhi oleh
penambahan bahan-bahan lain dengan komposisi gizi yang sangat
beragam.
Perbandingan kadar protein tepung tempe dan tepung kecambah
komak dengan tepung komaknya memperlihatkan peningkatan cukup
signifikan. Kadar protein tepung komak sebesar 21,81 %bk, sementara
tepung tempenya 30,62 %bk (Harnani, 2009). Germinasi juga memiliki
dampak yang serupa. Hasil penelitian Anita (2009) memperlihatkan kadar
protein tepung komak sebesar 21,81 %bk dan tepung tempe komak
sebesar 25,16 %bk. Berdasarkan data ini dapat kita lihat bahwa proses
fermentasi dan germinasi sama-sama meningkatkan kadar protein kacang
komak dan proses fermentasi lebih signifikan peningkatannya

49
dibandingkan germinasi, artinya lebih efektif dalam meningkatkan
kandungan protein.

3. Kadar Lemak
Kandungan lemak kacang komak memang rendah, yakni 1,2% bb
(Duke, 1983). Akan tetapi setelah melalui pengolahan menjadi brownies
kukus, kandungannya meningkat. Perbandingan kadar lemak ketiga
produk dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Perbandingan kadar lemak brownies kukus F1T, F1K,dan MB

Pengolahan kacang menjadi bentuk tempe maupun kecambah dapat


meningkatkan kandungan lemak sebagaimana ditunjukkan oleh hasil riset
Harnani (2009) dan Anita (2009). Tepung komak yang semula
mengandung 0,64% bk meningkat menjadi 0,97 %bk pada bentuk tepung
tempenya dan mengandung 1,07 %bk lemak pada bentuk tepung
kecambahnya. Selain itu, pada pembuatan brownies diketahui bahwa
beberapa bahan penyusunnya adalah sumber lemak, seperti margarin, dark
cooking chocolate, bubuk coklat, dan lainnya. Komposisi bahan inilah
yang meningkatkan kadar lemak brownies tempe hingga 14,27 %bb, dan
brownies kecambah 13,14 %bb. Adapun kadar lemak MB cukup tinggi
yakni sebesar 19,59 %bb.

4. Kadar Abu
Kacang komak memiliki kandungan mineral yang cukup baik
seperti zat besi, kalium, natrium, dan fosfor. Total mineral yang
terkandung di dalamnya sekitar 3,8 %bk (Duke, 1983). Proses fermentasi

50
meningkatkan kandungan beberapa mineral dengan menekan kandungan
antinutrisi seperti asam fitat (Shurtleff dan Aoyagi, 1979) maupun melalui
mekanisme lain seperti pembebasan dari ikatan kimia kompleks sehingga
menjadi zat mineral terlarut (Astuti et. al., 2000). Sementara proses
germinasi menekan sejumlah antinutrisi seperti tannin, dan asam fitat
(Osman, 2007) .
Akan tetapi selama proses pengolahan terjadi penurunan kadar abu.
Hal ini dibuktikan melalui hasil riset Harnani (2009) yang menunjukkan
kadar abu tepung komak (4,05 %bk) menurun setelah fermentasi menjadi
0,98 % bk. Riset Anita (2009) juga menunjukkan kecenderungan yang
sama yaitu kadar abu kacang komak yang semula 4,32 %bk menurun
setelah germinasi menjadi 4,19 %bk.

Gambar 22. Perbandingan kadar abu brownies kukus F1T, F1K, dan MB

Gambar 22 menunjukkan kadar abu brownies tempe kacang komak


sebesar 1,09 %bb, brownies kecambah kacang komak sebesar 1,34 %bb,
dan brownies MB sebesar 0,92 %bb. Kadar abu brownies kecambah
kacang komak lebih tinggi dari brownies tempe kacang komak selaras
dengan lebih tingginya kadar abu tepung kecambah dibandingkan tepung
tempe kacang komak. Data ini dapat menjadi indikasi bahwa proses
germinasi lebih efektif dalam meningkatkan kandungan mineral kacang
komak dibandingkan proses fermentasi.

51
5. Kadar Karbohidrat
Kandungan karbohidrat pada kacang komak sangat dominan, yakni
61,4% bk (Duke, 1983). Pengolahannya menjadi tempe menurunkan
sejumlah kandungannya. Hal ini ditunjukkan oleh data hasil riset Harnani
(2009) yaitu kadar karbohidrat tepung komak 73,33% bk dan kadar
karbohidrat tepung tempenya 67,43 %bk. Proses germinasi ternyata
berdampak serupa, tepung komak yang diidentifikasi Anita (2009)
mengandung 58,85 % bk karbohidrat sementara tepung kecambahnya
56,70 %bk. Gula-gula kompleks seperti pati, stakiosa dan rafinosa dipecah
menjadi gula-gula sederhana selama proses fermentasi (Hermana et
al.,2001) sedangkan pada proses germinasi karbohidrat banyak digunakan
sebagai sumber energi pada saat awal perkecambahan biji (Osman, 2007).

Gambar 23. Perbandingan kadar karbohidrat brownies F1T, F1K, dan MB

Brownies kecambah kacang komak (46,15 %bk) lebih banyak


kandungan karbohidratnya dari brownies tempe kacang komak (43,95
%bk), sebagaimana ditunjukkan Gambar 23. Sementara kandungan
karbohidrat pada tepungnya lebih sedikit dari tepung tempe. Dengan jenis
dan jumlah bahan baku brownies yang sama, seharusnya brownies tempe
kacang komak mengandung karbohidrat lebih. Ada beberapa faktor yang
mungkin menyebabkan galat pada data yang dihasilkan, diantaranya faktor
metode yang digunakan (metode by difference) atau perbedaan kondisi
pada saat analisis proksimat. Metode by difference memiliki tingkat

52
ketepatan yang sangat rendah dan hasilnya sangat bervariasi (Belton,
2000).

6. Informasi Nilai Gizi dan Serat Kasar


Informasi nilai gizi dapat menunjukkan jumlah nilai gizi per sajian
yang kita dapatkan jika kita mengonsumsi brownies kukus tepung tempe
formula F1T, tepung kecambah formula F1K, dan brownies kukus pasaran
(MB) sebanyak takaran saji (60 g). Energi total yang didapat dari F1T
adalah sebesar 207,57 kkal yang berasal dari lemak sebesar 77,04 kkal;
energi total dari F1K sebesar 202,24 kkal dengan energi dari lemak
sebesar 70,92 kkal; dan energi total dari MB sebesar 232,05 kkal dengan
105,75 kkal berasal dari lemak. Terlihat jelas dari data diatas bahwa
kandungan kalori pada brownies MB paling tinggi dengan energi dari
lemak sebagai penyumbang kalori terbesar. Data ini sesuai dengan
komposisi bahan pada produk MB yang mengandung lemak lebih tinggi
dengan sumber dari margarin, coklat batang, dan coklat bubuk.
Pada F1T, jumlah kandungan lemak sebesar 8,56 gram telah cukup
memenuhi 13,17 % AKG dari kebutuhan 30 gram lemak perhari;
kandungan protein sebesar 6,26 gram telah memenuhi 12,52 % AKG dari
kebutuhan 50 gram perhari; kandungan karbohidratnya sebanyak 26,37
gram memenuhi 8,79 % AKG dari kebutuhan 300 gram perhari. Sebagai
nilai tambah dari kandungan non gizi, kandungan serat kasar sebanyak
11,74 gram telah cukup memenuhi 39,13% dari kebutuhannya sebanyak
30 gram perhari.
Sementara pada formula F1K, kandungan lemak sebesar 7,88 gram
telah cukup memenuhi 12,12 % AKG; kandungan protein sebanyak 5,62
gram memenuhi 11,24 %; kandungan karbohidrat sebanyak 27,69 gram
memenuhi 9,23 % AKG; serat kasarnya sebanyak 14,53 gram cukup
memenuhi 48,43 % kebutuhan serat perhari. Sebagai perbandingan dengan
brownies pasaran, kandungan lemak dengan jumlah 11,75 gram cukup
memenuhi 18,08 % AKG; protein sebanyak 3,56 gram telah mencukupi
7,12 % AKG; sebanyak 28 gram karbohidrat telah cukup memenuhi 9,33

53
% AKG; dan serat sebanyak 11,78 gram sudah memenuhi 39,26 %
kebutuhan serat perhari. Informasi ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Informasi nilai gizi dan kadar serat kasar F1T, F1K, dan MB

INFORMASI NILAI GIZI


Takaran Saji : 60 gram
Jumlah per sajian (∑ saji) Jumlah per sajian Jumlah persajian
Brownies F1T Brownies F1K MB
Energi Total (ET) 207,57 kkal (ET) 204,24 kkal (ET) 232,05 kkal
Energi dari lemak (EL) 77,04 kkal (EL) 70,92 kkal (EL) 105,75 kkal
∑saji AKG ∑saji AKG ∑saji AKG
(gram) (%) (gram) (%) (gram) (%)
Lemak 8,56 13,17 7,88 12,12 11,75 18,08
Protein 6,26 12,52 5,62 11,24 3,56 7,12
Karbohidrat 26,37 8,79 27,69 9,23 28,00 9,33
Serat kasar 11,74 39,13 14,53 48,43 11,78 39,26
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Kebutuhan energi anda
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah

Dua substansi yang menjadi fokus pada produk brownies ini adalah
kandungan protein dan serat kasarnya atau insoluble dietary fibre (IDF).
Kedua zat ini yaitu fraksi protein dan fraksi nonprotein terbukti memiliki
pengaruh hipokolesterolemik secara in vivo (Nugroho, 2007). Brownies
tempe kacang komak telah mampu memenuhi 12,52 % AKG protein dan
39,13 % kebutuhan serat perhari. Sementara brownies kecambah kacang
komak dapat memenuhi AKG protein sebesar 11,24 % dan 48,43 %
kebutuhan serat perhari.
Selain keunggulan nilai nutrisi dan nonnutrisi (serat kasar)
sebagaimana diperlihatkan pada tabel diatas, kedua produk ini memiliki
kelebihan lain yakni kandungannya yang bebas gluten. Gluten merupakan
jenis protein yang biasa ditemukan pada tepung terigu dan berperan
sebagai pembentuk struktur dan tekstur adonan (Syarief, 1989). Sisi lain
dari gluten ternyata memiliki sifat alergenik pada sebagian orang,
khususnya penderita celiac disease, yakni penyakit kerusakan pada usus
halus (Anonim, 2009). Kacang komak berdasarkan literasi dari (Anonim,
2009) tidak termasuk ke dalam sumber-sumber gluten. Adapun sumber-

54
sumber gluten itu antara lain gandum, gandum hitam (rye), barley, bulgur,
durum, einkorn, emmer, farina, faro, graham, kamut, matzo, orzo, panko,
seitan, spelt, triticale, udon, dan semua produk turunannya.
Menggunakan bahan baku selain gandum dalam pembuatan produk
sejenis cake juga bermanfaat dalam mengurangi konsumsi produk berbasis
gandum. Ini juga berarti meningkatkan diversifikasi pangan dan
mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum yang
meningkat terus tiap tahunnya. Pada tahun 2003, Indonesia tercatat
mengimpor 3.576.665 ton gandum (Sagiman, 2004), kemudian Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gandum meningkat hingga 4.519.000
ton pada 2005, 4.640.000 ton pada 2006, dan 4.770.000 ton pada 2007.
Produk brownies komak yang yang menggunakan tepung tempe dan
kecambah komak selain berkhasiat juga diharapkan dapat turut membantu
program diversifikasi pangan nasional sekaligus turut mengatasi
ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor seperti gandum.

55
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Produk yang dihasilkan dari formulasi awal memperlihatkan karakter
tekstur yang diharapkan. Selain itu flavor langu yang muncul pun khas dan
tidak terlalu dominan. Tahap berikutnya dilakukan formulasi lanjutan yang
menghasilkan F1T, F2T, dan F3T untuk formulasi brownies tempe; dan F1K,
F2K, dan F3K untuk brownies kecambah. Formulasi bahan ini menggunakan
tiga peubah, yakni: tepung (tempe atau kecambah), margarin, dan coklat
batang. Komposisi bahan-bahan peubah untuk F1, F2, dan F3 berturut-turut
adalah: tepung (125, 150, dan 175 gram), mentega (100, 85, dan 70 gram),
dan coklat batang (65, 55, dan 45 gram). Komposisi bahan lainnya masih
sama dengan formulasi awal.
Hasil analisis organoleptik dengan uji rating hedonik dengan
parameter utama over all menyeleksi dua dari enam sampel terbaik dari
masing-masing bahan (tempe dan kecambah) yakni sampel F1K dengan nilai
4,47, dan F1T dengan nilai 4,77 yang berada pada kisaran netral-agak suka.
Tahap kedua yang menggunakan uji beda dari kontrol menguji dua sampel
terbaik (F1K, dan F1T) dibandingkan dengan kontrol MB. Hasil uji Anova
pada taraf kepercayaan 0,05 menunjukkan perbedaan yang nyata pada ketiga
sampel. Lanjutan analisis dengan uji Dunnet memperlihatkan bahwa sampel
F1T dan F1K berbeda nyata dengan kontrol masing-masing dengan nilai
perbedaan rata-rata 1,77 dan 2,67 pada taraf kepercayaan 0,05. Faktor utama
tingkat perbedaan F1T dan MB adalah tekstur. Sementara tingkat perbedaan
antara F1K dan MB lebih disebabkan oleh faktor rasa.
Perbandingan elastisitas tekstur menunjukkan bahwa produk pasaran
yang diwakili MB memang lebih lembut dan lebih elastis dari brownies
tempe (F1T) dan brownies kecambah (F1K). Sementara berdasarkan nilai aw
kedua produk (brownies tempe dan brownies kecambah) dapat digolongkan
pada pangan semi basah. Jika dibandingkan dengan produk MB, kedua
produk ini memiliki nilai aw lebih rendah yakni MB (0,865), F1T (0,814), dan
F1K (0,816).

56
Analisis proksimat terhadap tiga sampel (F1T, F1K, dan MB)
menunjukkan bahwa kadar protein pada produk brownies tempe dan brownies
kecambah (10, 43%, 9,37%) lebih tinggi dibandingkan brownies terigu
(5,94%); sementara kadar lemaknya (14,27%, 13,14%) lebih rendah
dibandingkan dengan brownies terigu (19,59%). Kadar serat kasar (IDF)
ketiganya cukup tinggi (F1T 19,56%, F1K 24,21%, dan MB 15,64%).
Karakter proksimat ini sesuai dengan tujuan pengembangan produk, yakni
menciptakan produk pangan fungsional kaya akan fraksi protein dan IDF
sehingga memiliki efek hipokolesterolemik yang baik.
Brownies kecambah dan brownies tempe kacang komak dengan
kandungan kaya protein dan serat kasar, serta karakter free-gluten yang aman
bagi para penderita celiac disease dapat menjadi alternatif pangan fungsional
hipokolesterolemik yang potensial. Selain itu produk ini juga diharapkan
dapat membantu program diversifikasi pangan nasional sekaligus mengatasi
ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor seperti gandum.

B. SARAN
Berdasarkan testimoni pada uji organoleptik terdapat beberapa saran
yang perlu diperhatikan. Secara umum perlu ada upaya untuk mengurangi
rasa dan aroma langu khas komak yang kurang diminati oleh responden,
terutama pada produk brownies kecambah. Hal ini mungkin dapat dilakukan
dengan menambah pencita rasa vanilla atau pencita rasa lain, sehingga flavor
komak yang muncul tidak terlalu dominan. Selain itu, perlu juga adanya
perbaikan karakter tekstur supaya lebih halus dan lembut sehingga mendekati
tekstur brownies yang ada di pasaran. Untuk tekstur yang lebih halus, hal
yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan menggunakan saringan 100
mesh atau lebih besar dari 100 mesh sehingga partikel tepung yang didapat
lebih kecil. Perbaikan tekstur terutama diperlukan pada brownies tempe.
Kemudian dari segi nilai gizi dan karakter fungsional, perlu ada usaha
optimasi maupun modifikasi formulasi agar diperoleh produk brownies yang
lebih kaya fraksi protein dan seratnya, serta lebih sedikit kadar lemaknya.

57
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Sri. 2009. Pengaruh Germinasi Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan Aktivitas
Antioksidan Kacang Komak. Skripsi. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2009. Celiac Disease. http//www.CDHNF.org/
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemistry. AOAC Int, Washington D.C
Arjmandi, B.H., M.J. getlinger, N.V. Goyal, L.Alekel, C.M. Hasler, S. Juma, M.L.
Drum, B.W. Hollis, S.C. Kukreja. 1998. Role of Soy Protein with Normal
or Reduced Isoflavon Content in Revensing Bone Loss Induced by
Ovarian Hormone Deficiency in Rats. In: Lee, C.H., J. Z. Xu, S.Y.V.
Yeung, Y. Huang, Z. Y. Chen. 20004. Relative Antioxidant Activity of
Soybean Isoflavones and Their Glycosides. Food Chemistry 90, 735-741.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Bogor
Astuti, M., Andreanyta M., Fabien S.D., dan Mark L.W. 2000. Tempe, A
Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal Clin
Nutr. 9(4): 322–325
Belton, Peter. Extraction of Organic Analytes from Food. 2005. RSC, Norwich.
Berenbaum, R.L. 2003. The Bread Bible.W.W Norton & Company, New York
Buckle, A. E., Cooper, A. W., Lyne, A. R., and Ewart, J. M. (1981).
Formaldehyde fumigation in animal housing and hatcheries. Society of
Applied Bacteriology Technical Series 16, 213–222.
Cabrejas, M.A.M., M.F. Diaz, Y. Aguilera, V. Benitez, E. Molla, dan R.M.
Esteban. 2008. Influence of Germination on the Soluble
Carbohydrates and Dietary Fiber Fractions in non-Conventional
Polong-polongans. J. Food Chem 107:1045-1052.
Campbell, A.M. dan M.P. Penfield. 1990. Experimental Food Science. Academic
Chang, K.C., dan Harold, R.L. 1988. Changes in Selected Biochemical
Components in vitro Protein Digestibility and Amino Acid in Two Bean
Cultivars During Germination. Di dalam: Osman. 2007. Effect of Different
Processing Methods, on Nutrient Composition, Antinutritional Factors,
and in vitro Protein Digestibility of Dolichos Lablab Bean (Lablab
purpureus (L) Sweet). Pakistan J. Nutrition 6, (4):299-303.
Chau, C.F., Cheung, P.T.K., Wong, Y.S. 1998. Hypocholesterolemic Effect of
Protein Concentrates from Three Chinese Indigenous Polong-polongan
Seeds. J. Agric. Food Chem. 46: 3698-3701.
Chen et al. (1984) Acta Genet Sin, 11 (3), 159-170

58
Duke, J.A. 1983. Handbook of Polong-polongans of World Economic Importance.
Plenum Press, New York.
Fellows, P.J.1992. Food Processing Technology Principles and Practices. Ellis
Horwood, New York.
Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. Cleveland.
Ginsberg, H.N., dan I.J. Goldberg. 1998. Disorder of Intermediary Metabolism.
Di dalam Fauci A. S., E. Braunwald., K.J. Isselbacher, J.D Wilson, J.B.
Martin, D.L. Kasper, S.L. Hauser dan D.L. Longo (eds). McGraw Hill
Health Professions Division, New York
Girindra, A. 1988. Biokimia I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Di dalam
Sihombing, A. B. H., Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Sumber Serat
Pangan dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Darah
Tikus Percobaan. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
Fateta, IPB, Bogor
Groff, J.L., S.S. Gropper dan S. M. Hunt. 1995. Advanced Nutrition and Human
Metabolism. West Publishing Company, USA
Guilon, F. dan M.M.J. Champ. 2002. Carbohydrate Fraction of Polong-polongans:
Uses in Human Nutrition and Potential for Health. Di dalam: Cabrejas,
M.A.M., M.F. Diaz, Y. Aguilera, V. Benitez, E. Molla, and R.M. Esteban.
2008. Influence of Germination on the Soluble Carbohydrates and Dietary
Fibre Fractions in Non-Conventional Polong-polongans. J. Food Chem
107:1045-1052.
Gurr, M. I. 1992. Role of Fats in Food Nutrition 2nd Edition. Elsevier Applied Sci.,
London
Han, J.Y. & Khan, K. 1990. Physicochemical Studies of Pin-Milled and Air
Classified Dry Edible Bean Fractions. Cereal Chem. 67(4):384-390.
Handajani, S.2001.Indigenous Mucuna Tempe As Functional Food. Asia Pacific J
Clinic Nutrition. 10(3): 222–225.
Hariyadi, P. Budijanto, S., Kitu, N.E. 2000. Utilization of coconut fatty acid
destilate for the production of mono- and diacylglycerols by lipase-
catalyzed reaction. Paper presented at Institute of Food Technologist
Annual Meeting . Dallas , USA .
Harnani, Sri. 2009. Pengaruh Fermentasi Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan
Aktivitas Antioksidan Kacang Komak. Skripsi. Skripsi. Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hidayat, Nur. 2008. Fermentasi Tempe. Makalah. Disampaikan pada Kuliah
Mikrobiologi Industri. Jurusan Ilmu Pangan. Universitas Negeri Jember

Herman, S. 1991. Pengaruh Gizi terhadap Penyakit Kardiovaskuler. Cermin


Dunia Kedokteran. 73 : 12-16
Kahlon, T.S., Shao, Q. 2004. of In vitro binding bile acids by soybean (glycine
max), black eye bean (vigna unguiculata), garbanzo (cicer arietinum) and
lima bean (phaseolus lunatus). Food Chemistry. 86, 435-440
Kay, E.K. 1979. Food Polong-polongans. Tropical Products Institute, London.

59
Kahl`s, P. 1999. Why LDL is Important To Your Health.
http://www.zoneperfect.com/kahl_intro.html
Ketaren, S., 1996, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit UI
Press, Jakarta.
Koswara, Sutrisno. 2006. Lebih Akrab dengan Kue basah.
http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL
Lin, Pei Yin, dan Hsi-Mei Lai. 2006. Bioactive Compounds in Polong polongans
and Their Germinated Products. J. Agric. Food Chem. 54, 3807-3814
Maesen, Van der dan S. Somaatmadja. 1993. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara
I : Kacang-Kacangan. PT Gramedia Pustaka Utama, hlm 50-54, Jakarta
Marinetti, G. V. 1990. Dissorder of Lipid Metabolism. Plenum Press, New York
Martoyuwono, T. 1984. The Utilization of Lablab Bean for Human Food. Thesis.
University of New South Wales, Kensington
Matz, Samuel. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd ed. Van Nostran
Reinhold, New York
Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Tesis. Program
Pascasarjana Ilmu Pangan IPB. Bogor
Muharram, Sofyan. 1992. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung
Singkong (Manihot esculanta crante) dengan Modifikasi Pengukusan,
Penyangraian, dan Penambahan GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan
Roti Tawar. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Murphy dan E. Colucci. 1999. A Tropical Forage Solution to Poor Quality
Ruminant Diets. A Review of Lablab purpureus. http//www.cipav.org/
Nakai, S. dan H.W.Modler. 1996. Food Proteins:Properties and Characterization.
Wiley-VCH, New York
Nout M. J. R. dan J. L. Kiers. 2005. A Review Tempe Fermentation, Innovation,
and Fuctionality: update into the third millenium. Journal of Applied
Microbiology 98, 789-805.
Nugroho, Purwono. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan Nonprotein Kacang
Komak (Lablam puspureus (L.) sweet) terhadap Profil dan Peroksida Lipid
Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tinggi Kolesterol. Skripsi. Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Nurhaida. 1999. Kajian Pengaruh Pengukusan dan Lama Penyimpanan Tempe
terhadap Mutu Keripik Tempe. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Osman, M.A. 2007. Effect of Different Processing Methods, on Nutrient
Composition, Antinutritional Factors, and in vitro Protein Digestibility of
Dolichos Lablab Bean (Lablab purpureus (L) Sweet).Pakistan J. Nutrition
6 (4):299-303.

60
Ramakhrishna, Vadde, J.R.Pochana, R.R. Pillutla.2007. Hypocholestrolemic
effect of diet supplemented with Indian bean (Dolichos lablab L. var
lignosus) seeds. Emerald Nutrition and Food Science. 37(6):452-456.
Ramakhrishna, Vadde, P.Jhansi Rani, P.Ramakrishna.2006. Antinutritional
Factors During Germination in Indian bean (Dolichos lablab L.) seeds.
World Journal of Dairy & Food Sciences 1 (1): 06-11, 2006
Resureccion, A.V.A., J.H. Beckley, H.R. Moskowitz. 1998. Sensory and
Consumer Research in Food Product Design and Development. IFT Press.
Iowa
Sapuan dan Sutrisno. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Yayasan Tempe
Indonesia, Jakarta.
Sagiman, S. 2004. Prospek Sagu (Metroxylon sp) dalam Penganekaragaman
Pangan. Di dalam: Hariyadi, P., dkk. 2004. Penganekaragaman Pangan:
Konsep, Realitas, dan Aplikasi. PT. ISM Bogasari Flour Mill, Jakarta.
Sathe, S.K., S.S. Desphande, N.R. Reddy, D.E. Goll and on the proximate
composition and nutrient quality of winged bean (Psophcarpus
tetragolobolus) seeds. J. Food. Science, 52-56.
Shurtleff, W. W. dan A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh: A Super Soy Food
from Indonesia. New York: Harper and Row.

Sihombing, A.B.H. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Sumber Serat


Pangan dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Darah
Tikus Percobaan. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor
Spark, Arlene. 2007. Nutrition in Public Health.CRC Press, New York
Steinkraus, K. H. 2002. Fermentations in World Food Processing. Comprehensive
Reviews in Food Science and Food Safety 1, 23-29.
Subarna. 1996. Formulasi Produk-produk Serealia dan Umbi-umbian untuk
Produk Ekstrusi , Bakery, dan Penggorengan. Makalah. Disampaikan pada
Pelatihan Produk-produk Olahan, Ekstrusi, Bakery, dan Frying. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Kantor Menteri Urusan Pangan,
Jakarta
Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
Batatas L.) di PT. Fits Mandiri Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suwandy, J. 1998. Sifat Fisik Tepung Campuran dan Sifat Organoleptik Roti
Tawar dari Beberapa Formula Hasil Simulasi Tepung Jagung, Kedelai dan
Terigu. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung.
Suwarno, M. 2003. Potensi Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet) sebagai
Bahan baku Isolat Protein. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Syarif, Rizal, dkk.1996. Wacana Tempe Indonesia. PAU-IPB, Bogor

61
Toma, M. M., & Pokrotnieks. J. (2006). Probiotics as Functional Food :
Microbiological and Medical Aspects. Acta Universitatis Latviensis, vol.
710, Biology. Pp. 117-129
Toyokawa, H., G.L. Rubenthaler, J.R. Powers, dan E.G. Schanus. 1989. Japanese
Noodle Qualities.II. Starch Components. AACC Inc.,66(5): 387-391
Utomo, JS., Astanto Kasno, dan Tri Wardani. 1991. Nilai Gizi dan Prospek
Pengembangan Kacang Komak di Lahan Kering Beriklim Kering.
Makalah Balittan Malang No. 91/SM-46. Di dalam Risalah Hasil
Penelitian Tanaman Pangan tahun 1991. hlm 339-345
Wijaya, Hanny. 2002. Pangan Fungsional dan Kontribusinya bagi Kesehatan.
.Makalah. Disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan
Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga
melalui pemilihan dan pengolahan pangan yang tepat’.
http://kharisma.de/files/home/makalah_hanny.pdf
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., S.S. Endang, dan A.B. Ahza. 1980. Mempelajari Proses
Perkecambahan Biji-bijian terhadap Sifat Fisik dan Kimia Rendemen
Tepung. Bul. FTDC-IPN, Mei 1980, Bogor.
Wirakartakusumah, M. Aman, K. Abdullah, dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik
Pangan. IPB Press, Bogor.
Yeong B. Y., A. A. Basry, dan A. Puruhita (Eds.). 1999. Wacana Tempe
Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.

62
PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN FUNGSIONAL BROWNIES KUKUS DARI TEPUNG
KECAMBAH DAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) sweet)

Product Development of Steamed Brownies as Functional Food from Germinated Flour and Tempeh flour of
Hyacinth bean (Lablab purpureus (L.) sweet)

Eka Febrial, Arif Hartoyo


Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan - FATETA IPB

ABSTRACT

Protein fraction as well as non-protein fraction of hyacinth bean (Lablab purpureus (L.) sweet) had been
proven to have positive effect in decreasing cholesterol in blood plasma. The next processing of hyacinth bean by
fermentation and germination had also been known to have increasing effect of its quality such as protein
digestivity, food fibre content, and effectivity of mineral reservation. These increases would have significant
influence in leveraging functional characteristic of hypocholesterolemic of hyacinth bean. The development product
of this fermented and germinated hyacinth bean to be steamed brownies was aimed to elevate consumer preference.
This research was aimed to develop hyacinth bean into a food product which had better consumer
preference, as well as increasing nutritional content and food fibre content. This development covered fermentation
and germination process, flouring of each germinated (sprout) and fermented (tempeh) product. Each sprout and
tempeh brownies had three formulations to be analysed: F1K, F2K, and F3K for sprout brownies; and F1T, F2T,
and F3T for tempeh brownies. Hedonic rating test was used to analyze organoleptic quality of these products over
some parameters: texture, aroma, and taste.Analysis result for tempeh hyacinth brownies showed by taste,by
texture, and by aroma; F1T had the best consumer preference. While for sprout hyacinth brownies, by taste the
result showed equal quality for each formulation; by texture and by aroma, F1K had the best performance among
two others.
Based on this hedonic analysis, for three formulations of each kind brownies would be chosen one the best
using weighting method. F1T was chosen as the best formulation for tempeh hyacinth brownies and F1K for sprout
hyacinth brownies. These two products were compared with market brownies (MB) using “different from control”
test. Analysis result showed that F1T and F1K were significantly different from control (MB) with average different
value 1,77 for F1T and 2,67 for F1K.
Proxymate analysis toward the three samples (F1T, F1K, and MB): F1T (water content 30,26 %, protein
10,43 %, fat 14,27 %, mineral1,09 %, carbohydrate 43,95 %, and crude fiber 19,56 %); F1K (water content 30,00
%, protein 9,37 %, fat13,14 %, mineral1,34 %, carbohydrate 46,15 %, and crude fiber 24,21 %). While analysis
result for MB are: water content 26,88 %, protein 5,94 %, fat 19,59 %, mineral 0,92 %, carbohydrate 46,67 %, and
crude fiber19,64 %. Based on this proximate result, we could conclude that fat content of sprout hyacinth brownies
as well as tempeh hyacinth brownies was much lower than market brownies while their protein content was much
higher.

Keywords: hyacinth bean, tempeh, sprout, brownies

PENDAHULUAN berhubungan erat dengan konsumsi lemak dalam


Prevalensi terhadap penyakit-penyakit jumlah tinggi dalam diet harian.
degeneratif semakin meningkat seiring meningkatnya Kacang komak (Lablab purpureus (L)
tren pangan siap saji dengan kadar lemak dan sweet) selain memiliki kandungan lemak yang
kolesterol tinggi tetapi miskin akan serat. Salah satu rendah, juga mengandung kadar protein dan serat
penyakit degeneratif yang muncul di masyarakat yang cukup tinggi. Fraksi protein dan nonprotein
adalah penyakit kardiovaskular (Spark, 2007). kacang komak terbukti dapat menurunkan kadar
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesterol darah (Nugroho, 2007) dan kandungan
penyakit kardiovaskular. Salah satu diantara trigliserida darah (Chau et al., 1998).
penyebabnya adalah peningkatan kadar kolesterol Fraksi protein dari kacang komak terbukti
khususnya kolesterol Low Density Lipid (LDL) yang secara in vitro dapat menurunkan kadar kolesterol
biasa disebut sebagai hiperkolesterolemia (Marinetti, dan LDL karena hidrofobisitasnya yang tinggi
1990). Peningkatan kadar kolesterol dalam tubuh mampu untuk berikatan kuat dengan sterol seperti
asam empedu. Ikatan peptida dan asam empedu ini

1
dibuang melalui feses tanpa direabsorbsi ke dalam usus Penelitian ini terdiri atas dua tahapan yaitu
halus sehingga kadar kolesterol menurun (Nakai dan pembuatan dan formulasi brownies kukus dan
Modler (2000)). Selain itu, fraksi protein kacang analisis. Analisis ini meliputi analisis organoleptik,
komak juga mampu menurunkan absorbsi usus fisik, dan proksimat.
terhadap kolesterol atau asam empedu dan mengubah
metabolisme kolesterol dan lipoprotein dalam hati HASIL DAN PEMBAHASAN
(Kahlon dan Shao (2004)). A. FORMULASI
Fraksi non protein kacang komak dapat Formulasi awal produk brownies ini
menurunkan kadar kolesterol dan LDL karena fraksi mengadopsi resep brownies kukus yang ada di
ini mengandung serat yang dapat menurunkan kadar pasaran (Mr.Brown Co) dengan beberapa
kolesterol. Jenis serat dominan terdapat pada kacang modifikasi. Pada tahap percobaan pertama (F0)
komak dan memiliki efek hipokolesterolemik dilakukan pembuatan brownies dengan melakukan
(menurunkan kolesterol darah) sebagaimana telah substitusi total tepung terigu oleh tepung tempe dan
diidentifikasi oleh Ramakrishna et al., (2007) adalah tepung kecambah kacang komak. Sementara
serat tak larut atau insoluble dietary fibre (IDF). modifikasi komposisi bahan-bahan lain dapat
Proses fermentasi dan geminasi kacang dilihat lebih lengkap pada Tabel 7.
polong-polongan menjadi tempe diketahui dapat
meningkatkan substansi yang terdapat didalamnya Tabel 1. Perbandingan formulasi F0 kecambah (K)
protein, mineral, vitamin, dan isoflavon. (Astuti et al., F0 tempe (T) dan Mr.Brown Co (MB)
2000). Produk hasil fermentasi dan geminasi, diduga
mampu meningkatkan potensi kacang komak untuk Bahan F0(K) Bahan F0(T) Bahan (MB)
menurunkan kadar kolesterol dan kadar LDL dalam Telur 5 bh Telur 5 bh Telur 5 bh
darah serta mengurangi resiko penyakit-penyakit ayam ayam ayam
degeneratif, terutama penyakit kardiovaskular. Akan Gula 200 gr Gula pasir 200 Gula 200 gr
tetapi, produk-produk tempe maupun germinasi pasir gr pasir
(kecambah) kacang komak masih belum populer Tepung 125 gr Tepung 125 Tepung 100 gr
sehingga kurang memiliki nilai jual. kcambah Tempe gr terigu
Kondisi ini menuntut adanya upaya komak komak
pengembangan produk dari tempe maupun kecambah Coklat 40 gr Coklat 40 gr Coklat 40 gr
komak yang bertujuan memberikan nilai tambah dan bubuk bubuk bubuk
meningkatkan nilai jual, seperti pengembangannya Dark 65 gr Dark 65 gr Dark 85 gr
menjadi produk brownies kukus. Brownies kukus cooking cooking cooking
merupakan panganan jenis cake yang sangat diminati chocolate chocolate chocolate
masyarakat karena warnanya yang menarik, teksturnya Valet 1 sdt Valet 1 sdt Valet 1 sdt
yang lembut dan lembab, serta citarasanya yang khas Margarin 100 gr Margarin 100 Mrgarin 125 gr
(Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo (2006)). gr
Pasta 3 tetes Pasta 3 tts Pasta 3 tts
BAHAN DAN METODE coklat coklat coklat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan Vanila 1 sdm Vanila 1 sdm Vanila 1 sdm
brownies ini adalah tepung tempe dan tepung bubuk bubuk bubuk
kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L)
sweet), air, gula pasir, garam, telur, baking powder,
Sulistiyo (2006) menyebutkan bahwa
valet, dark cooking chocolate, cokelat bubuk,
karakter tekstur menjadi parameter syarat untuk
margarin, dan pencita rasa. Bahan yang digunakan
membandingkan brownies yang dihasilkan dari
untuk analisis proksimat adalah buffer phosphate,
tepung substituen dengan brownies dari bahan
K2SO4, HCl, aseton, H2SO4 pekat, NaOH 60%,
tepung terigu. Pada penelitian ini, karakter tekstur
Na2S2O3, asam borat, metal merah, H3BO3, dan alkohol
yang ditunjukkan brownies tepung terigu dan
36%.
brownies dari tepung kecambah dan tepung tempe
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
kacang komak memang memperlihatkan perbedaan.
antara lain: timbangan digital, mixer, loyang, mangkok,
Brownies terigu memiliki tekstur yang lebih baik,
dan alat pengukus, alat-alat gelas, erlenmeyer,
lebih mengembang, lebih lembut, dan lebih tidak
timbangan analitik, desikator, labu didih, oven vakum,
lengket dibandingkan dengan brownies kacang
tanur, cawan, gegep, sudip, pipet Mohr, pipet tetes,
komak. Hal tersebut disebabkan perbedaan protein
botol aquades, penangas, buret, shaker jar, crusible,
yang terkandung dalam tiap jenis tepung. Protein
soxhlet, dan labu Kjeldahl. Instrumen lainnya seperti
pada terigu (gluten), misalnya, adalah faktor yang
aw meter dan texture analyzer TAXT Stable Micro
paling berperan dalam membentuk matriks adonan,
Systems,.
mempertahankan udara (aerasi) dalam adonan, dan

2
mengikat bahan-bahan lain selama proses pengadukan margarin dan coklat batang paling tinggi
dan pengukusan (Koswara, 2006). memperlihatkan karakter tekstur yang lebih lembut
Meskipun begitu, secara tekstur, brownies dan kompak, warna coklat yang lebih gelap, dan
yang dihasilkan dari tepung kecambah maupun tepung flavor langu yang lebih lemah. Karakter yang
tempe kacang komak masih memenuhi harapan, berbeda didapat dari produk F3T dengan karakter
teksturnya cukup lembut, tidak lengket dan tekstur yang lebih padat dan rapuh, warna coklat
pengembangannya tidak berlebihan. Tekstur seperti ini yang lebih muda, dan flavor langu lebih kuat.
sesuai dengan karakter brownies yang lembut namun Sementara produk F2T memiliki karakter
agak bantat (Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo pertengahan diantara produk F1T dan F3T.
(2006)). Visualisasi produk dapat dilihat pada Gambar Penambahan tepung tempe kacang komak
1 dan Gambar 2. pada F2T dan F3T menyebabkan struktur adonan
kekurangan cairan sehingga kurang bisa mengikat
dan mendistribusikan keseluruhan komponen
adonan dan menghasilkan produk yang lebih padat
tapi rapuh. Selain itu, adanya pengurangan sumber
lemak (margarin dan coklat batang) mengurangi
Gambar 1. Brownies kukus F0 kecambah komak tingkat pengembangan volume dan kelembutan
tekstur sehingga struktur yang terbentuk pada F2T
dan F3T masih agak kasar dan kurang kompak.
Pengurangan coklat batang memiliki pengaruh lain
yakni berkurangnya warna cokelat serta aroma dan
rasa coklat.
Fenomena dan karakter formulasi diatas
Gambar 2. Brownies kukus F0 tempe komak juga diperlihatkan oleh produk brownies dengan
formulasi F1, F2, dan F3 dari tepung kecambah
Selanjutnya dilakukan formulasi lanjutan kacang komak. Akan tetapi, jika dibandingkan
dengan memodifikasi formulasi awal (kecambah antara produk brownies tempe dan kecambah
kacang komak dan tepung tempe) menjadi tiga formula kacang komak, maka produk brownies kecambah
(F1, F2 dan F3). Terdapat tiga faktor peubah dalam kacang komak memiliki flavor langu yang sedikit
tahap formulasi ini, yaitu tepung, dark cooking lebih tengik.
chocolate (coklat batang), dan margarin.
Visualisasi brownies F1T, F2T, dan F3T B. ANALISIS ORGANOLEPTIK
ditunjukkan oleh Gambar 9 sedangkan visualisasi F1K, Mutu sensori yang terdapat pada brownies
F2K, dan F3K dapat dilihat pada Gambar 10. kukus coklat diantaranya rasa, tingkat kemanisan,
tingkat kepahitan, aroma, tekstur, warna, dan after
taste (Sunaryo (1985) di dalam Sulistiyo (2006)).
Dalam penelitian ini, mutu sensori yang diuji hanya
dibatasi tiga saja.

Gambar 3. Formulasi F1T, F2T, dan F3T

Gambar 5. Nilai hasil survei mutu sensori


terpenting pada brownies

Penentuan ketiga mutu sensori yang


digunakan sebagai parameter dilakukan dengan
Gambar 4. Formulasi F1K, F2K, dan F3K
melakukan survei terhadap 30 orang panelis yang
terdiri atas 15 orang laki-laki dan 15 orang
Produk brownies tempe kacang komak dari perempuan. Ketujuh mutu sensori ini dinilai
formula 1 (F1T) dengan kandungan tepung tempe berdasar ranking, ranking pertama diberi nilai 7
kacang komak yang paling rendah dan kandungan

3
poin, ranking kedua 6 poin, dan seterusnya. Nilai brownies kukus tempe kacang komak didapat
rataan hasil survei dapat dilihat pada Gambar 11. sebagai berikut: F1T (4,70), F2T (4,40), dan F3T
Berdasarkan hasil survei dari tujuh mutu
sensori didapat nilai rataan yakni: rasa (6.5), tekstur
(5.23), aroma (4.07), tingkat kemanisan (3.97), after
taste (2.73), warna (2.57), dan tingkat kepahitan (2.27).
Dengan begitu, tiga mutu sensori yang akan menjadi
parameter pada uji berikutnya (urutan 1, 2, dan 3)
adalah rasa, tekstur, dan aroma. Ketiga mutu sensori ini
dibuat ranking serta dilakukan pembobotan
berdasarkan rankingnya. Mutu sensori yang menempati
ranking pertama mendapat bobot 3 poin, ranking kedua
2 poin, dan ranking ketiga 1 poin. Maka, sesuai (3,83).
urutannya, mutu sensori rasa memperoleh bobot
tertinggi (3 poin), lalu tekstur (2 poin), dan rasa (1 Gambar 7. Nilai mutu sensori rasa dari brownies
poin). Uji hedonik akan menggunakan ketiga mutu kecambah komak
sensori ini berdasarkan bobotnya dalam menentukan
formulasi terbaik dari masing-masing bahan. Melihat tampilan grafik nilai mutu rasa pada
Uji organoleptik dibagi dalam dua tahap. Gambar 6, terlihat adanya tren penurunan nilai dari
Tahap pertama yakni uji hedonik terhadap tiga formula FIT ke formula F3T. Cita rasa F1T lebih
formulasi dari masing-masing bahan, tepung tempe disukai karena kandungan tepung tempe komaknya
kacang komak (F1T, F2T, dan F3T) dan tepung paling sedikit dan coklat batangnya paling banyak.
kecambah kacang komak (F1K, F2K, dan F3K). Tahap Berdasar profil cita rasa brownies tempe komak ini,
kedua adalah uji beda dari kontrol yang dapat dinilai bahwa cita rasa khas komak
membandingkan formula terbaik dari brownies kukus diharapkan tidak mendominasi cita rasa brownies
tepung tempe dan tepung kecambah kacang komak atau melebihi rasa coklatnya.
dengan brownies kukus yang ada di pasaran. Jumlah Sementara tren ini tidak ditunjukkan pada
panelis yang digunakan dalam uji afektif ini adalah 30 formulasi kecambah kacang komak. Meskipun
orang panelis tak terlatih. Menurut Resureccion (1998), formulasinya berbeda, ternyata nilai cita rasa
minimal diperlukan 25 orang panelis tak terlatih untuk terhadap ketiga formulasi ini tidak menunjukkan
uji afektif di laboratorium. Hal ini bertujuan perbedaan. Nilai-nilainya sangat bervariasi dimana
meminimalisasi standar deviasi. masing-masing formulasi memiliki rentang nilai
yang cukup besar; antara 2 dan 7. Dari testimoni
1. Uji Rating Hedonik yang diperoleh responden pun dapat dilihat bahwa
Mutu sensori yang digunakan dalam uji untuk satu produk testimoninya beragam. Misalnya
hedonik ini terdiri dari aroma, tekstur, rasa, dan untuk F1K, seorang menyatakan sangat suka, tiga
overall. Tingkat kesukaan, yang juga disebut skala orang menyatakan suka, dan ada seorang yang
hedonik, dalam penelitian ini dibuat dalam tujuh skala, menyatakan tidak suka. Hal ini sesuai dengan
yakni : sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak kesimpulan hasil analisis statistika menggunakan
suka, tidak suka, dan sangat tidak suka. program SPSS, bahwa cita rasa ketiga produk ini
tidak berbeda nyata.
a.Pengujian rating hedonik rasa
a. Pengujian rating hedonik tekstur

Gambar 6. Nilai mutu sensori rasa dari brownies


tempe komak
Nilai hedonik mutu sensori rasa yang Gambar 8. Nilai mutu sensori tekstur brownies
diperoleh dari brownies kukus kecambah kacang tempe kacang komak
komak menunjukkan nilai sama pada semua formulasi,
yakni 4,10. Sementara nilai parameter rasa dari sampel

4
Pada uji hedonik dengan parameter tekstur, Brownies kecambah dan brownies tempe
keenam sampel menunjukkan perbedaan nyata pada memiliki aroma langu yang khas. Aroma ini
taraf kepercayaan 0,05 dengan nilai F hitung (10,323), muncul diduga akibat adanya oksidasi komponen
lebih besar dari nilai F tabel. Setelah dilakukan uji lemak yang terurai pada saat perkecambahan
Duncan, nilai tekstur brownies kukus tempe kacang (Osman, 2007). Aroma semakin kuat seiring
komak diperoleh FIT (4,13), F2T (3,80), F3T (3,40) penambahan jumlah tepung. Semakin meningkat
dan brownies kukus kecambah kacang komak FIK aroma langunya, tingkat kesukaannya semakin
(5,33), F2K (4,97), dan F3K (4,63). Grafiknya menurun. Tren penurunan kesukaan aroma ini dapat
ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9 dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10. Nilai mutu sensori aroma dari


Gambar 9. Nilai mutu sensori tekstur dari brownies brownies kecambah komak
kecambah kacang komak

Secara umum sebagian besar responden


menilai tekstur ketiga formulasi masih kasar, rapuh,
dan terdapat butiran-butiran kecil tempe maupun
kecambah yang berasal dari tepung yang belum
tergiling sempurna. Sementara tekstur yang diharapkan
adalah tekstur yang halus, lembut, dan kompak.
Lebih rinci lagi, dapat kita lihat bahwa
terdapat tren penurunan nilai mutu tekstur dari
formulasi F1 ke formulasi F3 baik pada brownies Gambar 11. Nilai mutu sensori aroma dari
kecambah kacang komak maupun brownies tempe brownies tempe komak
kacang komak. Tren penurunan ini terjadi seiring
penambahan tepung dan pengurangan margarin dan Meskipun sebagian besar keluhan responden
coklat batang pada formulasi. Dengan semakin ditujukan secara umum, akan tetapi beberapa
bertambahnya tepung, maka jumlah air yang tersedia komentar ditujukan spesifik kepada brownies
untuk melarutkan dan mendistribusikan adonan kecambah. Aroma langu yang muncul terlalu tajam.
semakin berkurang Hal ini menyebabkan tekstur Berdasarkan penilaian hedonik pun dapat kita lihat
menjadi kurang kompak. Sedangkan pengurangan bahwa aroma brownies kecambah lebih tidak
margarin dan coklat batang menyebabkan struktur disukai. Ketiga formulasinya dinilai memiliki
brownies yang terbentuk lebih padat tetapi rapuh. aroma yang aneh dan menyengat. Aroma ini
Margarin dan coklat batang merupakan sumber lemak semakin dominan pada formulasi yang paling
yang berperan dalam melembutkan tekstur dan banyak komposisi tepung kecambahnya sehingga
memacu pengembangan tingkat kesukaannya pun semakin rendah.
Sementara pada brownies tempe, aroma yang
a. Pengujian rating hedonik aroma muncul tidak terlalu kuat, sehinga preferensi
konsumen terhadapnya masih cukup baik, terutama
Hasil uji hedonik pada aroma brownies kukus pada formulasi dengan komposisi tepung paling
komak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf sedikit (F1T). Berdasarkan profil aroma ini, dapat
kepercayaan 0,05 terhadap keenam sampel yang diuji. disimpulkan bahwa aroma kacang komak pada
Untuk brownies tempe kacang komak, hasil uji brownies kurang disukai, khususnya produk
lanjutan dengan uji Duncan menghasilkan nilai sebagai berbasis tepung kecambah, sehingga perlu upaya
berikut : F1T (5,73), F2T (5,40), dan F3T (4,30). untuk mengurangi dominasi aromanya.
Sementara hasil pada brownies kecambah kacang Berdasarkan data diatas dilakukan
komak diperoleh nilai: F1K (4,70), F2K (4,07), dan pembobotan parameter untuk memperoleh
F3T (3,53). formulasi terbaik dari masing-masing bahan.
Masing-masing formulasi dinilai keseluruhan mutu

5
sensorinya berdasarkan bobot. Penilaian mutu (rasa dan aroma) langu brownies ini hanya
brownies kecambah kacang komak dapat dilihat pada dikeluhkan oleh tiga orang responden yang
Tabel 2 dan brownies tempe pada Tabel 3. menyatakan rasanya agak pahit dan flavor langunya
masih terasa sekali. Berdasarkan testimoni ini dapat
Tabel 2. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies dilihat bahwa faktor yang membuat brownies tempe
kecambah komak berbeda dengan brownies pasaran adalah
Sampel F1K F2K F3K rasa dan lebih utama lagi adalah teksturnya.
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Berbeda dengan brownies tempe, brownies
Mutu awal bobot awal bobot awal bobot kecambah (F1K) tidak terlalu banyak dikeluhkan
Rasa 4.10 12.3 4.10 12.3 4.10 12.3 teksturnya. Sebanyak 5 dari 30 responden
mengatakan teksturnya masih kasar. Umumnya
Tekstur 5.33 10.66 4.97 9.94 4.63 9.26 responden menilai tekstur F1K ini lebih baik
Aroma 4.17 4.17 4.07 4.07 3.53 3.53 dibandingkan F1T dan tidak terlalu berbeda dengan
Total 27.13 26.31 25.09 brownies pasaran (MB). Begitu pula dengan aroma,
nilai hanya 4 orang responden menyatakan
ketidaksukaannya terhadap aroma. Sementara
Tabel 3. Nilai pembobotan mutu sensori pada brownies faktor yang membuat F1K memiliki tingkat
tempe perbedaan lebih besar terhadap MB, dibandingkan
Sampel F1T F2T F3T F1T adalah rasanya. F1K dinilai memiliki rasa yang
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai aneh, sedikit pedas, atau pahit. Rasa yang kurang
Mutu awal bobot awal bobot awal bobot disukai responden inilah yang menyebabkan
Rasa 4.70 14.1 4.40 13.2 3.83 11.49 brownies kecambah memiliki tingkat perbedaan
Tekstur 4.13 8.26 3.80 7.6 3.40 6.80 lebih besar.
Aroma 5.73 5.73 5.40 5.40 4.30 4.30 Meskipun mutu sensori brownies dari
Total 28.09 26.20 22.59 tempe dan kecambah kacang komak ini cukup
nilai berbeda dengan brownies pasar, akan tetapi mutu
hedoniknya masih dapat diterima cukup baik secara
overall dengan nilai F1K (4,47), dan F1T (4,77)
Untuk formulasi brownies kukus kecambah
yang berada pada kisaran netral-agak suka.
kacang komak diperoleh oleh F1K dengan nilai 27,13.
Nilai F2K dan F3K berturut-turut adalah 26,31 dan
25,09. Sementara hasil terbaik pada formulasi brownies 3. Uji Instrumental
kukus tempe kacang komak, hasil terbaik didapat pada a. Pengukuran tekstur
Parameter tekstur, dalam hal ini
F1T dengan nilai total 28,09; lalu F2T (26,20), dan
springiness atau elastisitas yang berhubungan
F3T (22,59). Dengan demikian, formulasi terpilih
adalah F1K dan F1T. dengan tingkat kelembutan, selain diukur secara
Sebagai pembanding hasil diatas digunakan subjektif melalui uji organoleptik juga dilakukan
secara objektif dengan instrumen texture analyzer
parameter overall (penilaian menyeluruh). Nilai
TAXT Stable Micro Systems. Sampel yang
tertinggi diantara keenam formula ini diperoleh oleh
dianalisis adalah sampel terbaik (F1T dan F1K) dan
sampel F1K (4,47), dan F1T (4,77) yang berada pada
kisaran netral-agak suka. Hasil ini sesuai dengan hasil dibandingkan dengan sampel MB.
Hasil pengukuran elastisitas pada brownies kukus
nilai pembobotan.
formula F1T, F1K, dan MB dapat dilihat pada
Gambar 12.
2. Uji Beda dari Kontrol
Uji ini menggunakan dua sampel terbaik
(F1K, dan F1T) untuk kemudian dibandingkan dengan
kontrol yang menggunakan brownies kukus yang ada
di pasaran dengan merek Mr.Brown Co. Hasil uji
Anova pada taraf kepercayaan 0,05 menunjukkan
perbedaan yang nyata pada perlakuan formulasi.
Lanjutan analisis dengan uji Dunnet memperlihatkan
bahwa sampel F1T dan F1K berbeda nyata dengan
kontrol, masing-masing dengan nilai perbedaan rata-
Gambar 12. Perbandingan rataan elastisitas
rata 1,77 dan 2,67 pada taraf kepercayaan 0,05.
brownies kukus F1T, F1K, dan MB
Pada brownies tempe (F1T), 15 orang
responden menilai teksturnya lebih kasar dan kurang
Data di atas menunjukkan bahwa produk brownies
legit dan kurang lembut; berbeda dengan kontrol (MB)
pasaran yang diwakili MB lebih lembut dan elastis
yang teksturnya halus dan lembut. Sementara flavor
dari brownies kecambah kacang komak (F1K) dan

6
brownies tempe kacang komak (F1T). Hal ini C. ANALISIS NILAI GIZI
dipengaruhi oleh sumber lemak (margarin dan dark (PROKSIMAT)
cooking chocolate) yang lebih banyak pada MB Analisis ini dilakukan terhadap formula
dibandingkan F1T dan F1K serta lebih banyaknya terpilih yaitu brownies tempe kacang komak (F1T)
kadar tepung pada F1T dan F1K dibandingkan MB. dan brownies kecambah kacang komak (F1K).
Penggunaan tepung tempe dan tepung kecambah Sebagai pembanding, dilakukan pula analisis
kacang komak dengan kandungan pati yang lebih terhadap brownies yang ada di pasaran (Mr.Brown
rendah dari tepung terigu, serta pengaruh minimnya Co). Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 11.
margarine menyebabkan tekstur brownies tempe dan Tabel 11. Hasil analisis proksimat brownies kukus
kecambah kacang komak kurang elastis dan kurang F1T, F1K, dan MB
lembut dibandingkan formulasi MB.
Sementara itu, elastisitas brownies kecambah 1. Kadar Air
kacang komak menunjukkan nilai yang lebih tinggi Kadar air yang terukur dari brownies
dibandingkan brownies tempe kacang komak. Hal ini tempe kacang komak, kecambah kacang komak,
berkorelasi positif dengan kandungan pati tepung dan Mr.Brown Co diperlihatkan oleh Gambar 13.
kecambah kacang komak yang lebih tinggi
dibandingkan tepung tempe kacang komak.
Sebagaimana dikutip dari Chau et al. (1998),
kandungan pati yang tinggi berbanding lurus dengan
tingginya nilai WHC. Tingginya nilai WHC
memungkinkan adonan untuk menyerap lebih banyak
air untuk melarutkan dan dan mendistribusikan bahan-
bahan dalam adonan secara merata sehingga dapat
membentuk struktur adonan yang lebih baik
(Berenbaum, 2003).
Gambar 13. Perbandingan kadar air brownies
b. Pengukuran nilai aw kukus F1T, F1K, dan MB
Nilai aw menjadi parameter mutu yang sangat
penting untuk memperkirakan masa simpan suatu Pada bentuk tepungnya, kadar air tepung
produk pangan. kecambah kacang komak (12,88 %bk) lebih tinggi
Pada pengukuran aktivitas air, nilai aw yang diperoleh dibandingkan tepung tempe kacang komak (9,43
berada pada selang 0.814-0.865. Makanan semi basah %bk). Akan tetapi pada produk yang dihasilkan,
memiliki aw antara 0.70-0.90. Dengan demikian, nilai kadar brownies tempe kacang komak justru
brownies kukus ini termasuk kedalam pangan semi sedikit lebih tinggi yakni FIT (30,26% bb) dan F1K
basah yang cukup potensial untuk ditumbuhi (30% bb). Hal ini sangat mungkin terjadi akibat
mikroorganisme. adanya ketidakseragaman pada proses pembuatan
brownies seperti waktu pengukusan yang tidak
Tabel 4. Hasil pengukuran nilai aw pada sampel persis sama. Semakin lama proses pengukusan, air
brownies kukus yang ditangkap produk akan semakin banyak
Sampel Nilai aw Suhu (OC) sehingga kadar airnya pun meningkat.
F1T 0,816 29,9 Sementara kadar air Mr.Brown Co paling
F1K 0,814 29,9 rendah diantara yang lain, namun nilai aw, produk
MB 0,865 29,9 ini memiliki tertinggi diantara produk lainnya. Nilai
aw dan kadar air berkorelasi erat namun tidak selalu
Tingginya nilai aw pada produk brownies berkorelasi positif. Kadar air lebih menunjukkan
tempe dan kecambah kacang komak dapat terjadi jumlah air yang terkandung di dalam produk,
akibat pengaruh tingginya nilai WHC protein komak, sementara nilai aw menunjukkan derajat aktivitas air
yakni 321 % (Subagio (2006) di dalam Subagio atau jumlah air bebas yang terdapat pada produk
(2008)) serta tingginya kadar pati, yakni senilai 61,4 g/ yang dapat dimanfaatkan mikroba untuk
100 g (Duke, 1983). Kedua faktor ini menyebabkan pertumbuhannya .
produk mampu menyerap air lebih banyak. Akan Materi pengikat air dan lama penyimpanan
tetapi, jika dibandingkan dengan produk MB, kedua sangat menentukan kadar air suatu produk. Produk
produk ini memiliki nilai aw yang lebih rendah. Hal ini Mr Brown Co mengalami masa penyimpanan lebih
berarti bahwa brownies kecambah dan brownies tempe lama dibandingkan kedua produk lain, sehingga
komak dapat bertahan lebih lama dari brownies MB kadar airnya menjadi lebih rendah. Seiring lamanya
pada kondisi penyimpanan yang sama. masa simpan, kadar air mengalami penurunan
(Winarno, 1992).

7
2. Kadar Protein Pengolahan kacang menjadi bentuk tempe
Kadar protein brownies tempe kacang komak maupun kecambah dapat meningkatkan kandungan
terukur adalah 10,43 %bb, sedikit lebih tinggi lemak sebagaimana ditunjukkan oleh hasil riset
dibandingkan brownies kecambah kacang komak (9,37 Harnani (2009) dan Anita (2009). Tepung komak
%bb). Sementara kadar protein produk brownies Mr. yang semula mengandung 0,64% bk meningkat
Brown Co hanya 5,94 %bb. Grafik perbandingannya menjadi 0,97 %bk pada bentuk tepung tempenya
dapat dilihat pada Gambar 14. dan mengandung 1,07 %bk lemak pada bentuk
tepung kecambahnya. Selain itu, pada pembuatan
brownies diketahui bahwa beberapa bahan
penyusunnya adalah sumber lemak, seperti
margarin, dark cooking chocolate, bubuk coklat,
dan lainnya. Komposisi bahan inilah yang
meningkatkan kadar lemak brownies tempe hingga
14,27 %bb, dan brownies kecambah 13,14 %bb.
Adapun kadar lemak Mr. Brown Co cukup tinggi
yakni sebesar 19,59 %bb.

4. Kadar Abu
Pada Gambar 16 dapat dilihat kadar abu
Gambar 14. Perbandingan kadar protein brownies brownies tempe kacang komak sebesar 1,09 %bb,
kukus F1T, F1K, dan MB brownies kecambah kacang komak sebesar 1,34
%bb, dan brownies Mr. Brown Co sebesar 0,92
Jika dibandingkan dengan tepungnya, tepung %bb. Kadar abu brownies kecambah kacang komak
tempe komak memiliki kadar protein sebesar 30,62 lebih tinggi dari brownies tempe kacang komak
%bk sedangkan tepung kecambah komak 25,16 %bk selaras dengan lebih tingginya kadar abu tepung
(Harnani (2009) dan Anita (2009)). Protein tempe kecambah dibandingkan tepung tempe kacang
kacang komak baik dalam bentuk tepung maupun komak. Data ini dapat menjadi indikasi bahwa
produk browniesnya memiliki kadar lebih tinggi dari proses germinasi lebih efektif dalam meningkatkan
kecambah. Sedangkan produk Mr. Brown Co yang kandungan mineral kacang komak dibandingkan
berbahan baku tepung terigu hanya mengandung 5,94 proses fermentasi.
%bb, karena memang kadar protein terigu hanya
12,56% (Suwandy, 1998). Adapun penurunan kadar
protein setelah menjadi brownies dipengaruhi oleh
penambahan bahan-bahan lain dengan komposisi gizi
yang sangat beragam.

3. Kadar Lemak
Kandungan lemak kacang komak memang
rendah, yakni 1,2% bb (Duke, 1983). Akan tetapi
setelah melalui pengolahan menjadi brownies kukus,
kandungannya meningkat. Perbandingan kadar lemak
ketiga produk dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 16. Perbandingan kadar abu brownies
kukus F1T, F1K, dan MB

5. Kadar Karbohidrat
Brownies kecambah kacang komak (46,15
%bk) lebih banyak kandungan karbohidratnya dari
brownies tempe kacang komak (43,95 %bk),
sebagaimana ditunjukkan Gambar 17. Hal tersebut
senada dengan pernyataan Duke (1983) yang
menyatakan kandungan karbohidrat pada kacang
komak sangat dominan, yakni 61,4% bk , yang
Gambar 15. Perbandingan kadar lemak brownies pengolahannya menjadi tempe menurunkan
kukus F1T, F1K, dan MB sejumlah kandungannya.

8
Sementara pada formula F1K, kandungan
lemak sebesar 7,88 gram telah cukup memenuhi
12,12 % AKG; kandungan protein sebanyak 5,62
gram memenuhi 11,24 %; kandungan karbohidrat
sebanyak 27,69 gram memenuhi 9,23 % AKG;
serat kasarnya sebanyak 14,53 gram cukup
memenuhi 48,43 % kebutuhan serat perhari.
Sebagai perbandingan dengan brownies pasaran,
kandungan lemak dengan jumlah 11,75 gram cukup
Gambar 17. Perbandingan kadar karbohidrat brownies memenuhi 18,08 % AKG; protein sebanyak 3,56
F1T, F1K, dan MB gram telah mencukupi 7,12 % AKG; sebanyak 28
gram karbohidrat telah cukup memenuhi 9,33 %
6. Informasi Nilai Gizi AKG; dan serat sebanyak 11,78 gram sudah
Informasi nilai gizi dapat menunjukkan memenuhi 39,26 % kebutuhan serat perhari.
jumlah nilai gizi per sajian yang kita dapatkan jika kita Informasi nilai gizi ini dapat dilihat pada Tabel 5.
mengkonsumsi brownies kukus tepung tempe formula Dua substansi yang menjadi fokus pada
F1T, tepung kecambah formula F1K, dan brownies produk brownies ini adalah kandungan protein dan
kukus pasaran (MB) sebanyak takaran saji (60 g). serat kasarnya atau insoluble dietary fibre (IDF).
Energi total yang didapat dari F1T adalah sebesar Kedua zat ini yaitu fraksi protein dan fraksi
207,57 kkal yang berasal dari lemak sebesar 77,04 nonprotein terbukti memiliki pengaruh
kkal; energi total dari F1K sebesar 202,24 kkal dengan hipokolesterolemik secara in vivo (Nugroho, 2007).
energi dari lemak sebesar 70,92 kkal; dan energi total Brownies tempe kacang komak telah mampu
dari MB sebesar 232,05 kkal dengan 105,75 kkal memenuhi 12,52 % AKG protein dan 39,13 %
berasal dari lemak. kebutuhan serat perhari. Sementara brownies
Pada F1T, jumlah kandungan lemak sebesar kecambah kacang komak dapat memenuhi AKG
8,56 gram telah cukup memenuhi 13,17 % AKG dari protein sebesar 11,24 % dan 48,43 % kebutuhan
kebutuhan 30 gram lemak perhari; kandungan protein serat perhari.
sebesar 6,26 gram telah memenuhi 12,52 % AKG dari Brownies kecambah dan brownies tempe
kebutuhan 50 gram perhari; kandungan karbohidratnya kacang komak, selain memiliki keunggulan
sebanyak 26,37 gram memenuhi 8,79 % AKG dari fungsional yang dapat membantu menurunkan
kebutuhan 300 gram perhari. Sebagai nilai tambah dari kolesterol darah (efek hipokolesterolemik), zat
kandungan non gizi, kandungan serat kasar sebanyak nutrisi dan antioksidan yang bermanfaat bagi
11,74 gram telah cukup memenuhi 39,13% dari kesehatan, serta free-gluten yang aman bagi para
kebutuhannya sebanyak 30 gram perhari. penderita alergi, juga diharapkan dapat membantu
program diversifikasi pangan nasional sekaligus
Tabel 5. Informasi nilai gizi brownies kukus F1T, F1K, turut mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap
dan MB bahan pangan impor seperti gandum.

KESIMPULAN
INFORMASI NILAI GIZI Produk yang dihasilkan dari formulasi
Takaran Saji : 60 gram awal memperlihatkan karakter tekstur yang
Jumlah per sajian (∑ saji) Jumlah per Jumlah diharapkan. Selain itu flavor langu yang muncul
Brownies F1T sajian persajian pun khas dan tidak terlalu dominan. Tahap
Energi Total (ET) Brownies F1K MB berikutnya dilakukan formulasi lanjutan yang
207,57 kkal (ET) 204,24 (ET) 232,05 menghasilkan F1T, F2T, dan F3T untuk formulasi
Energi dari lemak (EL) kkal kkal brownies tempe; dan F1K, F2K, dan F3K untuk
77,04 kkal (EL) 70,92 (EL) 105,75 brownies kecambah. Formulasi bahan ini
kkal kkal menggunakan tiga peubah, yakni: tepung (tempe
∑saji AKG ∑saji AKG ∑saji AKG atau kecambah), margarin, dan coklat batang.
(gr) (%) (gr) (%) (gr) (%) Komposisi bahan-bahan peubah untuk F1, F2, dan
Lemak 8,56 13,17 7,88 12,12 11,75 18,08 F3 berturut-turut adalah: tepung (125, 150, dan 175
Protein 6,26 12,52 5,62 11,24 3,56 7,12 gram), mentega (100, 85, dan 70 gram), dan coklat
Karbohi 26,37 8,79 27,69 9,23 28,00 9,33 batang (65, 55, dan 45 gram). Komposisi bahan
drat lainnya masih sama dengan formulasi awal.
Serat 11,74 39,13 14,53 48,43 11,78 39,26 Hasil analisis organoleptik dengan uji
kasar rating hedonik dengan parameter utama over all
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal. Kebutuhan menyeleksi dua dari enam sampel terbaik dari
energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah masing-masing bahan (tempe dan kecambah) yakni

9
sampel F1K dengan nilai 4,47, dan F1T dengan nilai sehingga mendekati tekstur brownies yang ada di
4,77 yang berada pada kisaran netral-agak suka. Tahap pasaran. Untuk tekstur yang lebih halus, hal yang
kedua yang menggunakan uji beda dari kontrol mungkin bisa dilakukan adalah dengan
menguji dua sampel terbaik (F1K, dan F1T) menggunakan saringan 100 mesh atau lebih besar
dibandingkan dengan kontrol MB. Hasil uji Anova dari 100 mesh sehingga partikel tepung yang
pada taraf kepercayaan 0,05 menunjukkan perbedaan didapat lebih kecil. Perbaikan tekstur terutama
yang nyata pada ketiga sampel. Lanjutan analisis diperlukan pada brownies tempe. Kemudian dari
dengan uji Dunnet memperlihatkan bahwa sampel F1T segi nilai gizi dan karakter fungsional, perlu ada
dan F1K berbeda nyata dengan kontrol masing-masing usaha optimasi maupun modifikasi formulasi agar
dengan nilai perbedaan rata-rata 1,77 dan 2,67 pada diperoleh produk brownies yang lebih kaya fraksi
taraf kepercayaan 0,05. Faktor utama tingkat perbedaan protein dan seratnya, serta lebih sedikit kadar
F1T dan MB adalah tekstur. Sementara tingkat lemaknya.
perbedaan antara F1K dan MB lebih disebabkan oleh
faktor rasa.
Perbandingan elastisitas tekstur DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan bahwa produk pasaran yang diwakili MB
memang lebih lembut dan lebih elastis dari brownies
tempe (F1T) dan brownies kecambah (F1K). Anita, Sri. 2009. Pengaruh Germinasi Terhadap
Sementara berdasarkan nilai aw kedua produk Sifat Fisiko-Kimia dan Aktivitas
(brownies tempe dan brownies kecambah) dapat Antioksidan Kacang Komak. Skripsi.
digolongkan pada pangan semi basah. Jika Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi
dibandingkan dengan produk MB, kedua produk ini Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
memiliki nilai aw lebih rendah yakni MB (0,865), F1T Institut Pertanian Bogor.
(0,814), dan F1K (0,816). Astuti, M., Andreanyta M., Fabien S.D., dan Mark
Analisis proksimat terhadap tiga sampel L.W. 2000. Tempe, A Nutritious and
(F1T, F1K, dan MB) menunjukkan bahwa kadar Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific
protein pada produk brownies tempe dan brownies Journal Clin Nutr. 9(4): 322–325
kecambah (10, 43%, 9,37%) lebih tinggi dibandingkan Berenbaum, R.L. 2003. The Bread Bible.W.W
brownies terigu (5,94%); sementara kadar lemaknya Norton & Company, New York
(14,27%, 13,14%) lebih rendah dibandingkan dengan Chau, C.F., Cheung, P.T.K., Wong, Y.S. 1998.
brownies terigu (19,59%). Kadar serat kasar (IDF) Hypocholesterolemic Effect of Protein
ketiganya cukup tinggi (F1T 19,56%, F1K 24,21%, Concentrates from Three Chinese
dan MB 15,64%). Karakter proksimat ini sesuai Indigenous Polong-polongan Seeds. J.
dengan tujuan pengembangan produk, yakni Agric. Food Chem. 46: 3698-3701.
menciptakan produk pangan fungsional kaya akan Duke, J.A. 1983. Handbook of Polong-polongans
fraksi protein dan IDF sehingga memiliki efek of World Economic Importance. Plenum
hipokolesterolemik yang baik. Press, New York
Brownies kecambah dan brownies tempe Harnani, Sri. 2009. Pengaruh Fermentasi Terhadap
kacang komak dengan kandungan kaya protein dan Sifat Fisiko-Kimia dan Aktivitas
serat kasar, serta karakter free-gluten yang aman bagi Antioksidan Kacang Komak. Skripsi.
para penderita celiac disease dapat menjadi alternatif Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi
pangan fungsional hipokolesterolemik yang potensial. Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Selain itu produk ini juga diharapkan dapat membantu Institut Pertanian Bogor.
program diversifikasi pangan nasional sekaligus Kahlon, T.S., Shao, Q. 2004. of In vitro binding
mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bile acids by soybean (glycine max), black
pangan impor seperti gandum. eye bean (vigna unguiculata), garbanzo
(cicer arietinum) and lima bean (phaseolus
SARAN lunatus). Food Chemistry. 86, 435-440
Berdasarkan testimoni pada uji organoleptik
terdapat beberapa saran yang perlu diperhatikan. Koswara, Sutrisno. 2006. Lebih Akrab dengan Kue
Secara umum perlu ada upaya untuk mengurangi rasa basah.
dan aroma langu khas komak yang kurang diminati http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL
oleh responden, terutama pada produk brownies Marinetti, G. V. 1990. Dissorder of Lipid
kecambah. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan Metabolism. Plenum Press, New York
menambah pencita rasa vanilla atau pencita rasa lain, Nakai, S. dan H.W. Modler. 2000. Food
sehingga flavor komak yang muncul tidak terlalu Proteins:Properties and Characterization.
dominan. Selain itu, perlu juga adanya perbaikan Wiley-VCH, New York
karakter tekstur supaya lebih halus dan lembut

10
Nugroho, Purwono. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan
Nonprotein Kacang Komak (Lablam
puspureus (L.) sweet) terhadap Profil dan
Peroksida Lipid Tikus Percobaan yang Diberi
Ransum Tinggi Kolesterol. Skripsi. Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Osman, M.A. 2007. Effect of Different Processing
Methods, on Nutrient Composition,
Antinutritional Factors, and in vitro Protein
Digestibility of Dolichos Lablab Bean (Lablab
purpureus (L) Sweet).Pakistan J. Nutrition 6
(4):299-303.
Ramakhrishna, Vadde, J.R.Pochana, R.R.
Pillutla.2007. Hypocholestrolemic effect of
diet supplemented with Indian bean (Dolichos
lablab L. var lignosus) seeds. Emerald
Nutrition and Food Science. 37(6):452-456.
Resureccion, A.V.A., J.H. Beckley, H.R. Moskowitz.
1998. Sensory and Consumer Research in
Food Product Design and Development. IFT
Press. Iowa
Spark, Arlene. 2007. Nutrition in Public Health.CRC
Press, New York
Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus
Tepung Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) di PT.
Fits Mandiri Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

11
Lampiran 1. Form Kuesioner Karakter Terpenting Brownies Kukus

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

1.Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk brownies coklat?


a. Ya b.Tidak
2.Apakah Anda menyukai brownies coklat?
a.Ya b.Tidak
3.Seberapa sering Anda mengkonsumsi brownies coklat?
a. > 1 bulan sekali
b. 1 bulan sekali
c. 1 - 2 minggu sekali
d. 1 minggu > 1 x
e. lainnya………..
4.Karakter apa yang paling penting dari brownies coklat? (diurutkan dari yang paling penting)
a. Rasa coklat (…..)
b. Tekstur lembut (…..)
c. Warna (…..)
d. Tingkat kemanisan (…..)
e. Tingkat kepahitan (…..)
f. Aroma (…..)
g. After taste (…..)
h. Lainnya ………………. (…..)

Terima Kasih

62
Lampiran 2. Form Uji Rating Hedonik
Nama :
Tanggal : 7 November 2008
Sampel : Brownies Kacang Komak
Instruksi :
1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan
2. Pada tabel respon berikan penilaian anda berdasarkan tingkat kesukaan dengan check list (√)
3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antarsampel
5. Setelah selesai berikan komentar Anda pada kolom yang tersedia
A. Aroma
Kode sampel
Respon Kolom Komentar :
558 519 534 942 911 994
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
B.Tekstur
Kode sampel
Respon
558 519 534 942 911 994
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
C.Rasa
Kode sampel
Respon
558 519 534 942 911 994
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
D.Over all (Keseluruhan)
Kode sampel
Respon
558 519 534 942 911 994
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

63
Lampiran 3. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Aroma

Panelis Formula Formula Formula Formula Formula Formula


F1T F2T F3T F1K F2K F3K
1. 6 6 3 4 4 3
2. 6 6 6 6 6 5
3. 6 6 3 2 2 2
4. 6 6 6 6 2 2
5. 6 6 6 6 6 6
6. 6 6 6 6 6 5
7. 7 6 5 4 6 4
8. 4 3 2 4 6 5
9. 3 4 2 4 4 3
10. 6 5 3 2 2 1
11. 7 3 3 5 4 4
12. 6 6 7 5 5 5
13. 5 5 6 3 3 2
14. 7 6 4 3 2 2
15. 6 4 3 1 3 2
16. 5 4 3 2 2 1
17. 7 5 5 6 5 3
18. 7 7 6 3 4 4
19. 5 6 5 4 5 6
20. 6 5 6 6 6 5
21. 6 6 6 6 6 4
22. 5 4 3 6 5 4
23. 7 6 4 3 5 4
24. 4 5 2 3 3 4
25. 7 6 4 3 3 4
26. 6 5 4 3 3 2
27. 6 6 4 4 5 4
28. 5 6 3 6 4 3
29. 7 7 6 3 2 2
30. 2 6 3 6 3 5

64
Lampiran 4. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Tekstur

Panelis Formula Formula Formula Formula Formula Formula


F1T F2T F3T F1K F2K F3K
1. 3 4 3 4 6 5
2. 3 4 2 6 5 2
3. 3 2 2 7 5 4
4. 6 5 3 6 5 2
5. 3 2 3 6 6 6
6. 5 3 5 5 6 3
7. 3 5 2 6 6 5
8. 3 2 2 5 5 5
9. 5 4 3 5 4 4
10. 3 3 2 6 6 7
11. 6 3 3 4 3 5
12. 3 5 5 5 4 6
13. 3 3 2 4 5 4
14. 6 5 4 7 6 6
15. 3 2 2 6 5 4
16. 6 4 4 6 4 4
17. 6 5 5 6 6 5
18. 3 3 4 6 6 6
19. 5 5 4 5 5 6
20. 5 6 6 2 5 6
21. 6 5 5 6 6 4
22. 5 4 4 6 5 5
23. 4 5 3 7 5 3
24. 4 3 4 2 3 5
25. 3 3 3 6 6 5
26. 2 2 2 6 5 5
27. 2 2 1 6 6 5
28. 6 6 6 6 3 3
29. 6 4 5 2 2 4
30. 3 5 3 6 5 5

65
Lampiran 5. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Kategori Rasa

Panelis Formula Formula Formula Formula Formula Formula


F1T F2T F3T F1K F2K F3K
1. 4 5 4 6 6 4
2. 6 5 3 5 4 5
3. 6 2 2 7 2 2
4. 6 6 5 6 2 2
5. 3 2 4 6 6 6
6. 5 3 5 3 3 3
7. 4 5 3 6 6 5
8. 3 3 2 4 6 5
9. 3 3 2 4 3 3
10. 3 5 6 2 2 1
11. 5 4 3 5 4 4
12. 3 5 6 2 4 6
13. 6 5 3 3 5 3
14. 6 5 3 2 3 2
15. 2 3 5 6 3 5
16. 3 3 3 2 2 2
17. 6 6 5 2 5 5
18. 5 4 2 4 6 5
19. 5 5 4 4 5 6
20. 5 6 6 2 6 6
21. 6 6 5 4 4 6
22. 5 3 5 6 5 4
23. 5 4 2 7 5 5
24. 6 5 3 3 2 4
25. 7 6 3 2 2 3
26. 4 3 2 6 5 4
27. 3 3 3 2 5 3
28. 5 5 5 3 6 7
29. 6 6 7 3 3 2
30. 5 6 4 6 3 5

66
Lampiran 6. Data Rekapitulasi Hasil Uji Hedonik Overall

Panelis Formula Formula Formula Formula Formula Formula


F1T F2T F3T F1K F2K F3K
1. 3 4 3 4 6 5
2. 3 4 2 6 5 2
3. 3 2 2 7 5 4
4. 6 5 3 6 5 2
5. 3 2 3 6 6 6
6. 5 3 5 5 6 3
7. 3 5 2 6 6 5
8. 3 2 2 5 5 5
9. 5 4 3 5 4 4
10. 3 3 2 6 6 7
11. 6 3 3 4 3 5
12. 3 5 5 5 4 6
13. 3 3 2 4 5 4
14. 6 5 4 7 6 6
15. 3 2 2 6 5 4
16. 6 4 4 6 4 4
17. 6 5 5 6 6 5
18. 3 3 4 6 6 6
19. 5 5 4 5 5 6
20. 5 6 6 2 5 6
21. 6 5 5 6 6 4
22. 5 4 4 6 5 5
23. 4 5 3 7 5 3
24. 4 3 4 2 3 5
25. 3 3 3 6 6 5
26. 2 2 2 6 5 5
27. 2 2 1 6 6 5
28. 6 6 6 6 3 3
29. 6 4 5 2 2 4
30. 3 5 3 6 5 5

67
Lampiran 7. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Aroma

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3946.267a 35 112.750 84.388 .000
SAMPEL 107.933 5 21.587 16.157 .000
PANELIS 139.133 29 4.798 3.591 .000
Error 193.733 145 1.336
Total 4140.000 180
a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .942)

Post Hoc Tests

SAMPEL

Homogeneous Subsets

SKOR
a,b
Duncan
Subset
SAMPEL N 1 2 3
F3K 30 3.53
F2K 30 4.07 4.07
F1K 30 4.17
F3T 30 4.30
F2T 30 5.40
F1T 30 5.73
Sig. .076 .466 .266
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.336.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

68
Lampiran 8. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Tekstur

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3592.578a 35 102.645 66.025 .000
PANELIS 62.644 29 2.160 1.389 .107
SAMPEL 80.244 5 16.049 10.323 .000
Error 225.422 145 1.555
Total 3818.000 180
a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .927)

Post Hoc Tests

SAMPEL

Homogeneous Subsets

SKOR
a,b
Duncan
Subset
SAMPEL N 1 2 3 4 5
F3T 30 3.40
F2T 30 3.80 3.80
F1T 30 4.13 4.13
F3K 30 4.63 4.63
F2K 30 4.97 4.97
F1K 30 5.33
Sig. .216 .302 .123 .302 .257
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.555.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

69
Lampiran 9. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Rasa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3281.128a 35 93.747 45.330 .000
PANELIS 83.894 29 2.893 1.399 .102
SAMPEL 13.628 5 2.726 1.318 .260
Error 299.872 145 2.068
Total 3581.000 180
a. R Squared = .916 (Adjusted R Squared = .896)

Post Hoc Tests

SAMPEL

Homogeneous Subsets

SKOR
a,b
Duncan
Subset
SAMPEL N 1 2
F3T 30 3.83
F2K 30 4.10 4.10
F1K 30 4.10 4.10
F3K 30 4.10 4.10
F2T 30 4.40 4.40
F1T 30 4.70
Sig. .180 .155
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 2.068.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

70
Lampiran 10. Hasil Uji Hedonik Formula Brownies Kategori Overall

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3436.911a 35 98.197 59.554 .000
PANELIS 71.244 29 2.457 1.490 .066
SAMPEL 20.244 5 4.049 2.456 .036
Error 239.089 145 1.649
Total 3676.000 180
a. R Squared = .935 (Adjusted R Squared = .919)

Post Hoc Tests

SAMPEL

Homogeneous Subsets

SKOR
a,b
Duncan
Subset
SAMPEL N 1 2
F3T 30 3.67
F3K 30 4.20 4.20
F2T 30 4.33 4.33
F2K 30 4.43
F1K 30 4.47
F1T 30 4.77
Sig. .058 .132
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.649.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

71
Lampiran 11. Komentar Hasil Uji Rating Hedonik

No Nama Komentar
1 Zaenuri Tekstur masih rapuh, tepung kurang halus, penampakan kurang menarik
2 Reza Pahlevi Sampel 742 (F1K) sangat suka, terlebih jika rasa pahit dikurangi
3 Junet Duta Sampel 898 (F1K) mirip brownies Amanda, tapi sayang tak ada coklatnya
4 Sherly Valentina 128(F1T) dan 137(F3T) rapuh dan masir, 111(F2T) terlalu keras, 651(F1K) enak
5 Fina Rasa browniesnya agak unik, kacang komaknya terasa sekali
6 Willine Teksturnya rapuh, kurang suka. Tapi aromanya cenderung suka
7 Chandra SRK Sampel 614 (F2K) punya rasa dan aroma kacang yang unik & teksturnya lembut
8 Feri Setyawan Rasanya agak aneh, aroma kurang enak, kurang terasa manis dan coklatnya
9 Dian Thursina Tekstur umumnya masir, buat yang lembut dan rasa komaknya dikurangi dong
10 Edy Gunawan Tekstur 379(F1T) kering dan kasar, tekstur 341(F3T):masih ada butiran keras.
Kurangi rasa pedasnya, dan jangan sampai ada butiran keras
11 Amelia Kacangnya harus dibuat tepung yang halus. Beberapa sampel teksturnya tidak
lembut: 223 (F1T), 205 (F2T), 284 (F3T)
12 Tomi Seperti ada flavor yang sangat kuat yang menutupi flavor coklat
13 Alvira Pasha -
14 Indri Lestari Sampel 881 (F1K) baunya terlalu menyengat dan sangat tidak suka
15 Yuyun Kh Rasanya aneh, tapi sampel 199 (F1T) lumayan enak walau agak kemanisan
16 Sadikin Produknya secara umum sudah bisa diterima, tinggal mengurangi bau apeknya
17 Risma Tekstur kurang lembut dan masir, tapi aromanya sudah OK
18 Novia Tekstur kurang halus, rasanya agak unik
19 Sri Sugiharti Sampel 820(F1K), tekstur agak lembek dan rasanya agak pahit
20 Ary Ikhsan Kalau bisa kacang komaknya dihaluskan dulu
21 Mike Siregar Produknya enak, kacang komaknya kurang berasa, jadi kurang khas rasanya
22 Cany Imania Teksturnya masih masir, tapi overall enak
23 Anggun Widya Tepungnya masih kasar,perlu diayak dulu. Aftertaste masih komak banget
24 Sucen Rasanya agak aneh dan unik, beberapa sampel teksturnya rapuh
25 Tetuko Dito 478(F1T): tekstur kurang lembut dan halus. 444(F2T): idem tapi lebih keras
465(F3T): rasanya aneh. 900 (F1K): rasanya enak
971(F2K): rasanya agak aneh, tekstur agak lengket. 464(F3K): flavornya aneh
26 Wahyu Rasa kacangnya aneh dan asing di lidah
27 Arif M Ukuran sampel terlalu besar, teksturnya padat
29 Wita Murdiati Rasanya unik
30 Hesti W 173(F3T): kurang lembut dan rasanya aneh. Sebenernya enak tapi kurang familiar

72
Lampiran 12. Komentar Hasil Uji Beda dari Kontrol

No Nama Komentar
1 Stella 330 (F1T): tekstur masih kasar dan aromanya langu sekali
558 (F1K): tekstur tidak terlalu kasar, tapi aromanya lebih langu dari 330
2 Veronica 317(F1T):tekstur lebih keras dari kontrol. 547(F1K): rasa sangat berbeda (kurang
enak), tekstur kurang halus
3 Sissy 584(F1K): rasa pahit cukup kuat, warna coklat lebih muda
346(F1T):tekstur agak keras, warna coklat lebih muda
793(kontrol):mirip brownies pasaran
4 Shofia 308(F1T):lebih cerah dan agak kering, 700(kontrol):sama dengan kontrol
580(F1K): rasanya aneh
5 Harist Gustiar -
6 Retno WN -
7 Ary -
8 Tuko 561(F1K) aromanya kurang enak, tekstur kering. 318(F1T) tekstur kering & keras
9 Arum Teksturnya sangat berbeda
10 Amelia Sampel 536 (F1K) terasa sekali komaknya
11 Qia Sampel 377(F1T) dan 520(F1K) rasanya agak aneh, tekstur kontrol lebih lembut
12 Sri Sugiharti Yang paling enak yang 718 (kontrol)
13 Shohib 356(F1T)tekstur kasar dan rasa belum dapet, 572 tekstur hampir, tapi rasanya jauh
dari harapan
14 Afid Ihsan Tekstur 520 (F1K) paling legit dari ketiga sampel, 377 (F1T) paling tidak legit
15 Harry 555(F1K) rasanya pahit, 304(F1T) agak beda tapi enak,780(kontrol):mirip kontrol
16 Anggoman
Gadis Ada yang enak, ada yang ga enak
17 Mellisa Putri Aroma, rasa, dan tekstur kontrol lebih enak dari ketiga sampel yang diujikan
18 Astrida Perbedaan sudah terlihat jelas dari penampakan (warna)
19 Hardianzah Rasa pedas di sampel 587 (F1K) sangat terasa, tekstur 363(F1T) kurang kompak
20 Sadikin 366(F1T) tekstur agak berbeda dari kontrol, 583(F1K) tekstur, rasa, dan aroma
berbeda dari kontrol, 789(kontrol) sama dengan kontrol
21 Tri Utami 566(F1T):rasa agak pahit, aromanya aneh, tekstur agak kasar. 358(F1K): Aroma lebih
baik dari 566, rasa agak pahit, tekstur kurang lembut
22 Tomi 777(F1T) seperti kontrol, yang lain aroma, tekstur dan rasanya cukup berbeda
23 Retno S 399(F1T):tekstur dan rasa agak kasar, 514(F1K):rasa sedikit pedas,tekstur kasar
24 Gita Kinanti 349(F1T):aroma kurang terasa, rasa mirip dengan kontrol,warna kurang menarik
509 (F1K): rasanya aneh, tapi aroma dan tekstur oke
25 Yuyun Kh 392(F1T):tekstur lebih kasar dan aroma tajam, 517(F1K):tekstur lebih kasar
26 Waisak 769(kontrol) paling enak
27 Wahyu Suranto 568(F1K) beda banget dan ga enak, 321(F1T) enak tapi tekstur kurang halus
29 Edy Gunawan 311 (F1T) rasa sedikit pahit, 508 (F1K) tekstur kasar rasanya pahit
30 Junet Duta -

73
Lampiran 13. Form Uji Beda dari Kontrol

Nama : Tanggal : 11
November 2008
Sampel : Brownies
Instruksi :
1. Lakukan pengujian pembedaan secara dua arah antara masing-masing sampel uji (berkode)
dengan sampel kontrol (R)
2. Pengujian meliputi semua karakteristik sensori (aroma, tekstur, dan rasa)
3. Tuliskan kode sampel pada tabel yang tersedia secara berurutan dari kiri ke kanan
4. Berikan penilaian Anda terhadap tingkatan perbedaan dengan memberikan tanda check list
(V) pada kolom yang tersedia
5. Tuliskan komentar Anda mengenai perbedaan yang Anda rasakan

Respon Kode sampel

Sama
Sedikit berbeda
Berbeda cukup
signifikan
Berbeda signifikan
Berbeda sangat
signifikan

Komentar:
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………

74
Lampiran 14. Hasil Uji Beda dari Kontrol

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: OVERALL


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 489.089a 32 15.284 16.144 .000
PANELIS 26.622 29 .918 .970 .524
SAMPEL 110.422 2 55.211 58.317 .000
Error 54.911 58 .947
Total 544.000 90
a. R Squared = .899 (Adjusted R Squared = .843)

Post Hoc Tests

SAMPEL

Homogeneous Subsets

Multiple Comparisons

Dependent Variable: OVERALL


a
Dunnett t (>control)
95%
Mean Confidence
Difference Interval
(I) SAMPEL (J) SAMPEL (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound
2 "kontrol" 1.77* .251 .000 1.28
3 "kontrol" 2.67* .251 .000 2.18
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups
against it.

75
Lampiran 15. Hasil Analisis Proksimat Brownies Kukus Formula F1T, F1K, dan MB

Formula Komponen Duplo Rata-rata


1 2 (%bb)
F1T Kadar air 30,2994 30,2163 30,26
(% bb)
Kadar protein 10,3306 10,5259 10,43
(% bb)
Kadar lemak 14,5789 13,9668 14,27
(% bb)
Kadar abu 1,1023 1,0805 1,09
(% bb)
Kadar 43,6888 44,2105 43,95
karbohidrat
(% bb)
Kadar Serat 19,1090 20,0197 19,56
Kasar (% bb)
F1K Kadar air 30,0985 29,9090 30,00
(% bb)
Kadar protein 9,2646 9,4779 9,37
(% bb)
Kadar lemak 12,1624 14,1178 13,14
(% bb)
Kadar abu 1,4301 1,2465 1,34
(% bb)
Kadar 47,0444 45,2488 46,15
karbohidrat
(% bb)
Kadar Serat 24,3109 24,1023 24,21
Kasar (% bb)
MB Kadar air 26,9990 26,7264 26,88
(% bb)
Kadar protein 5,9463 5,9266 5,94
(% bb)
Kadar lemak 19,7947 19,3853 19,59
(% bb)
Kadar abu 0,9311 0,9170 0,92
(% bb)
Kadar 46,3379 47,0447 46,67
karbohidrat
(% bb)
Kadar Serat 19,4879 19,8014 19,64
Kasar (% bb)

76
Lampiran 16. Hasil Analisis Tekstur Brownies Kukus Formula F1T, F1K, dan MB

Formula Ulangan Lama Jarak Gaya Gaya Elastisitas Elastisitas


Penekanan tertekan maksimum Minimum (%) Rata-rata
(s) (mm) (gf) (gf) (%)
F1T 1 3,815 3,818 1894,5 794,8 41,95 42,03
2 3,605 3,602 2296,2 964,9 42,02
3 3,525 3,515 2075,8 881,2 42,11
F1K 1 3,430 3,422 992,0 425,5 42,89 42,57
2 3,555 3,553 694,9 296,9 42,72
3 3,635 3,630 741,1 312,1 42,11
MB 1 4,610 4,605 242,2 131,5 54,29 54,74
2 4,345 4,343 321,3 174,2 54,21
3 4,275 4,273 324,5 180,8 55,71

77
Lampiran 17. Hasil Analisis Uji Proksimat

1. Kadar Air
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Bobot sampel (gr) 5.0496 gr 5.0517 gr 5.0667 gr 5.0530 gr 5.0113 gr 5.0583 gr
W1
Bobot sampel kering 3.5196 gr 3.5259 gr 3.5419 gr 3.5417 gr 3.6583 gr 3.7064 gr
W2
Kehilangan Bobot 1.5300 gr 1.5258 1.5248 gr 1.5113 1.3530 1.3519
(W1-W2) W3
Kadar Air (bk) 30.2994 % 30.2163 % 30.0985 29.9090 26.9990 26.7264
Hasil Rata-Rata 30.26 30.00 26.88

2. Kadar Abu
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Bobot sampel (gr) 5.0170 gr 5.0255 gr 5.0626 gr 5.0220 gr 5.0906 gr 5.0490 gr
A
Bobot Abu (gr) 0.0553 gr 0.0543 gr 0.0724 gr 0.0626 gr 0.0474 gr 0.0463 gr
B
Kadar Abu 1.1023% 1.0805% 1.4301 % 1.2465 % 0.9311 % 0.9170 %
Hasil Rata-Rata 1.09 % 1.34 % 0.92 %

3. Kadar Protein
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Kadar Protein (bk) 10.3306% 10.5259% 9.2646 % 9.4779 % 5.9463% 5.9266%
Hasil Rata-Rata 10.43 % 9. 37 % 5.94 %

4. Kadar Lemak
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Kadar Lemak (bk) 14.5789 % 13.9668 % 12.1624 % 14.1178 % 19.7947 % 19.3853 %
Hasil Rata-Rata 14.27 % 13.14 % 19.59 %

5. Kadar Karbohidrat
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Kadar Karbohidrat 43.6888 % 44.2105 % 47.0444% 45.2448 % 46.3379 % 47.0447 %
Hasil Rata-Rata 43.95 % 46.15 % 46.67 %
78
6. Kadar Serat Kasar
Sampel F1T F1K MB
Ulangan Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II
Bobot kertas saring (gr) 0.5413 gr 0.5560 gr 0.5471 gr 0.5423 gr 0.5483 gr 0.5475 gr
W1
Bobot sampel 1.0550 gr 1.0170 gr 1.0448 gr 1.0360 gr 1.0740 gr 1.0525 gr
W2
Bobot kertas saring + 0.7447 gr 0.7596 gr 0.8011 gr 0.7920 gr 0.7576 gr 0.7556 gr
sampel W3
Kadar Serat Kasar 19.1090 % 20.0197 % 24.3109 % 24.1023% 19.4879 % 19.8014%
Hasil Rata-Rata 19.56 % 24.21 % 19.64 %

79

Você também pode gostar