Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
1. Apa itu obat antibiotik golongan makrolida?
2. Bagaimana metode analisis pada obat antibiotik golongan makrolida?
B. Tujuan
1. Mengetahui obat antibiotik golongan makrolida
2. Mengetahui metode analisis pada obat antibiotik golongan makrolida
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan
Obat antibiotika golongan Makrolida
Antibiotika yang umum digunakan adalah yang terdiri atas cincin
lakton 14, 15, atau 16 atom yang yan dihubungkan dengan gula, melalui
ikatan glikosidik. Antibiotika makrolida yang digunakan secara klinis
dikelompokkan menjadi 3 grup berdasarkan pada jumlah cincin dalam inti
lakton, yakni makrolida bercincin 14, 15 dan 16.
Eritromisin A, B, C, D, E dan F, oleandomisin, roksitromisin,
diritromisin, klaritromisin, dan fluritromisin adalah kelompok makrolida
bercincin 14, sementara itu azitromisin merupakan kelompok makrolida
bercincin 15. Makrolida bercincin 16 meliputi: josamisin, rosaramisin,
rokitamisin, kitasamisin, mirosamisin, spiramisin, dan tilosin. Pembahasan
metode analisis pada bab ini akan dimulai dari makrolida bercincin 14, yakni
eritromisin, roksitromisin dan azitromisin.
1. Metode analisis untuk obat antibiotik golongan makrolida
A. Analisis Eritromisin
Eritromisin merupakan campuran antibiotika makrolida yang
dihasilkan oleh Streptomyces erythreus selama fermentasi. Dalam proses ini,
beberapa senyawa terkait juga terbentuk sebagaimana dinyatakan dalam
beberapa farmakope, yakni eritromisin B (EB), eritromisin C (EC),
eritromisin F (EF), eritromisin E (EE), N-demetileritromisin A (NdMeEA),
anhidroeritromisin A (AEA), eritromisin A N-oksida (EANO),
pseudoeritromisin A enol eter (PsEAEN), dan eritromisin A enol eter
(EAEN). Beberapa pengotor juga muncul sebagai produk degradasi.Dalam
medium asam, terbentuk EAEN dan AEA, sementara PsEAEN terbentuk
2
dalam medium alkali.Struktur kimia eritromisin dan struktur terkait diberikan
oleh gambar 6.1.
R1 R2 R3 R4 R5
Eritromisin A (EA) OH H H CH3 CH3
Eritromisin B (EB) H H H CH3 CH3
Eritromisin C (EC) OH H H H CH3
Eritromisin E (EE) OH -O- -O- CH3 CH3
Eritromisin F (EF) OH H H CH3 CH3
N-demetileritromisin A OH H H CH3 H
(NdMeEA)
3
Sruktur kimia eritromisin A dan senyawa-senyawa yang berhubungan.
4
sediaan farmasi. Dalam kedua teknik ini, methanol digunakan sebagai
pelarut dan kalium dihidrogen fosfat (pH 8) digunakan untuk
menghidrolisis eritromisin stearate menjadi eritromisin basa.
Prinsipnya menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu. digunakan untuk analisis eritromisin yang
tercampur dengan tritoprim Spektrofotometri juga digunakan untuk
analisis eritromisin yang tercampur dengan tritoprim (Hassib dkk.,
2011).
2. Spektrofluorometri
Antibiotika makrolida (eritromisin, ester eritromisin,
azitromisin, dihidrat, klaritromisin, dan rokditromisin) dapat dianalisis
dengan spektrofluorometri sederhana berdasarkan pada oksidasi
antibiotika dengan serium (VI) dengan adanya asam sulfat, dan
memantau fluoresensi serium (III) yang terbentuk pada panjang
gelombang eksitasi 255 nm dan panjang gelombang emisi 348 nm
(Khashaba, 2002). Prinsip spektrofluorometri adalah suatu metode
pengukuran berdasarkan sinar yang berfluoresensi
5
Tabel 6.1
Kondisi KLT analisis antibiotik makrolida
Senyawa Matriks sampel Fase diam Sistem eluen
EA, EB, Larutan Silika gel Metilen Klorida -
psEAHK, AE metanol- benzen-
Formamid
EA, EB, EC, Larutan Kieselgel C Metilen Klorida- n-
AE, ESM keiselguhr heksan- etanol
Eritromisin Larutan Silika gel H Metanol
Eritromisin Kapsul Silika gel G Metanol- natrium-
asetat dalam air
6
5. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Telah dilakukan uji banding antar laboratorium untuk melakukan
analisis eritromisin dan senyawa terkait.Gambar 6.2
7
manusia, yang selanjutnya digunakan untuk studi klinik. (Gu
dkk.,2006).
C. Analisis roksitromisin
Gambar 6.4
8
Torano dan Guchelaar (1998). Sebagai standar internal adalah
salah satu antibiotika makrolida dapat digunakan.
Detektor fluorosens diatur pada panjang gelombang eksitasi
255 nm dan panjang gelombang eksitasi 255 nm dan panang
gelombang emisi 315 nm. Metode ini dapat digunakan
berdasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen
sulfonamid diantara fase diam dan fase gerak
3. LC-MS/MS
LC-MS/MS telah digunakan untuk analisis roksitromisin
dalam plasma manusia. Roksitromisin dan standar internal
klaritromisin diekstraksi dari sampel plasma dengan ekstraksi
cair-cair menggunakan metil t-butil eter sebagai pelarut
organik.
Pemisahan dilakukan secara KCKT isokratik
menggunakan fase gerak asetonitril-amonium asetat 50 mM
(80:20 v/v) dengan kecepatan alir 0,6 mL/menit. Untuk analisis
kuantitatif, digunakan mode pemantauan reaksi berlipat pada
transisi ion m/z 837,4 → 158,1 ( untuk roksitromisin) dan
748,4 → 158,1 untuk standar internal.
D. Analisis klaritromisin
Klaritromisin (Gambar 6.6) dilaporkan lebih aktif dibandingkan
eritromisin terhadap spesies streptococci dan stapilococci serta spesies yang
lain. Antibiotika ini digunakan pada kondisi-kondisi infeksi seperti infeksi
saluran pencernaan, klit dan jaringan halus. Berbagai metode analisis seperti
spektrofotometri dan kromatografi telah digunakan untuk analisis
klaritromisin, sebagaimana akan diuraikan di bawah ini.
9
Struktur kimia klaritromisin.
1. Spektrofotometri
Dua metode spektrofotometri yang sederhana dan peka telah
dijelaskan untuk analisis klaritromisin dalam obat ruah dan dalam sediaan
farmasetik (Shah dkk.,2008). Metode melibatkan pembentukkan kompleks
asosiasi-ion obat dengan bromotimol biru (BTB) dan kresol merah (KM)
yang berwarna kuning yang dapat diekstraksi dalam kloroform. Kompleks
yang berinteraksi menunjukkan serapan maksimal di 410 nm (BTB) dan
425 nm (KM). hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran 0,1 – 20 µg/ml
untuk obat BTB dan 2,0 – 20 µg/ml (obat KM). rasio komposisi obat-
kompleks asosiasi ion adalah 1:1.
2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
KCKT fluoresens digunakan untuk analisis klaritromisin dalam serum.
Metode melibatkan ekstraksi cair-cair obat ditambah amantadine (standar
internal) diikuti dengan derivatisasi sebelum kolom dengan 9-
fluorenylmethyl chloroformate (FMOC-Cl). Detector fluoresens
dioperasikan pada panjang gelombang eksitasi dan emisi 265 nm dan 315
nm.
KCKT yang cepat dan selektif dengan detektor UV dikembangkan
untuk determinasi klaritromisin dalam sampel plasma (Amini and
ahmadiani, 2005). Ekstraksi cair-cair klaritromisin dan standar internal
norverapamil dari sampel plasma dilakukan dengan n-heksana-1-butanol
10
(98:2 v/v) dalam kondisi alkali dan diikuti dengan ekstraksi balik ke dalam
asam asetat encer.
3. Kromatografi cair-spektroskopi massa
Metode LC-MS digunakan untuk analisis klaritromisin dalam sampel
plasma. Dengan prinsip membuat suatu molekul netral menjadi bermuatan
sehingga bisa dideteksi untuk analisis Klaritromisin
E. Analisis azitromisin
Azitromisin merupakan antibiotika makrolida dengan cincin azalakton
beranggota 15 (Gambar 6.7). Sebagaiman eritromsin antibiotika ini akan
berikatan dengan reseptor yang sama dengan eritromisin. Antibiotika ini efektif
terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif.
1. Spektrofotometri
Azitromisin dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri berdasarkan
pada pembentukan suatu pasangan ion antara obat dengan kompleks
anorganik (Mo(V) – tiosinat) diikuti dengan ekstraksi menggunakan
11
dikloroetana. Kompleks asosiasi – ion menunjukan warna oranye dan
menunjukan serapan maksimal di 469 nm.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT pasangan ion telah sukses digunakan untuk analisis
azitromisin dalam sedian tetes mata. Detektor UV di operasikan pada panjang
gelombang 210 nm. Detector UV diatur pada panjang gelombag 215 nm.
Dengan sistem ini, ambroksol HCl dan azitromisin akan keluar masing-
masing pada waktu retensi disekitar 5,0 dan 11,5 menit (Shaikh dkk., 2008).
Kisaran dinamik linear adalah 30-180 µg/mL (untuk ambroksol HCl) dan 250
– 1500 µg/mL (azitromisin). Karena sensitifitasnya yang lebih baik
dibandingkan dengan detector UV, KCKT dengan detector fluoresens telah
digunakan untuk analisis azitromisin dalam plasma. Obat dan standar internal
klaritromisin diekstraksi dari serum dengan menggunakan n-heksana dan
dikenai derivatisasi sebelum kolom menggunakan agen penderivat 9-
fluorenilmetil klorformat (Bahrami dkk., 2005).
12