Você está na página 1de 13

“Pengaruh Suhu dan Waktu Pembakaran Terhadap Kualitas Asap Cair dari Tempurung

Kelapa Untuk Pengawetan Ikan Lele”

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumatera barat adalah daerah penghasil kelapa yang cukup banyak . Menurut Badan
pusat statistik Provinsi Sumatera Barat ,produksi buah kelapa di berbagai kabupaten yang ada
di sumatera barat pada tahun 2007 – 2015 mencapai 85000 ton tiap tahunnya
Tempurung kelapa sering dianggap sebagai limbah padat dari pengolahan buah kelapa
yang biasanya dimanfaatkan sebagai arang. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, tempurung kelapa kini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan asap cair yang nilai gunanya lebih tinggi dibanding arang.
Asap cair (Liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari
uap hasil pembakaran secara langsung secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-
bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, dan senyawa karbon
lainnya.Senyawa utama penyusun asap cair adalah fenol dan asam- asam organik( S.P Abrina
Anggraini, 2017). Asap cair adalah suatu komponen organik dengan kandungan beberapa
senyawa penting yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain perkebunan,
pengawetan makanan, dan pengobatan. Sebagai bahan pengawet pada makanan asap cair
dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga memperpanjang umur simpan.
(Jurnal hutan tropis volume 3 no.3 , 2015)

Ikan lele dan ikan nila pada umumnya adalah ikan yang hidup di air tawar dan
merupakan ikan yang bernilai ekonomis serta disukai oleh masyarakat. Pada umumnya
penyimpanan ikan tanpa perlakuan tertentu akan mengalami penurunan mutu berupa
pembusukan akibat adanya aktivitas enzim--enzim tertentu, aktivitas bakteri atau
mikroorganisme dan proses oksidasi lemak oleh udara .Enzim-enzim yang berperan dalam
penurunan mutu ikan diantaranya adalah enzim katepsin dan kolagenase. Enzim katepsin
menyebabkan pelunakan tekstur dan disintegrasi otot pada ikan sedangkan enzim kolagenase
mampu memecah ikatan polipeptida (triple helical) yang akhirnya mendegradasi jaringan ikat
atau kolagen pada ikan Aktivitas mikroorganisme akan sangat aktif pada saat ikan mulai mati
yang mengakibatkan bakteri--bakteri pembusuk merusak jaringan tubuh yang terpusat pada
kulit, insang dan isi perut serta jumlahnya meningkat seiring bertambahnya lama
penyimpanan Organisme pembusuk pada ikan diantaranya adalah bakteri Bacillus
licheniformis, Bacillus cereus, Bacillus alvei, Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella oxytoca,
Enterobacter aerogeneses, dan Escherichia coli ,kecepatan reaksi oksidasi pada ikan sangat
tergantung pada tipe lemak dan kondisi selama penyimpanan. Proses oksidasi dapat
berlangsung apabila terjadi kontakantara oksigen dengan asam lemak tidak jenuh dalam
lemak yang terkandung pada ikan tersebut. Senyawa yang terbentuk selama proses oksidasi
menyebabkan tipe flavor dan bau tengik pada ikan tersebut.sehingga penggunaan asap cair
dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut (Rais Salim, Nazarni Rahmi ,2018)
Menurut Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Suhu yang terbaik untuk
pirolisis pembuatan asap cair adalah pada suhu 300°C dan 350o C karena Kandungan fenol
meningkat tajam pada suhu tersebut , hal ini dikarenakan lignin yang merupakan senyawa
pembentuk fenol pada asap cair telah terurai lebih optimal.Dengan demikian kami mencoba
untuk melakukan penelitian dengan variasi suhu 250, 300, 400, 500 (OC) dan variasi waktu
pembakaran serta memanfaatkan arang dari hasil samping pembakaran asap cair untuk
pemurnian asap cair.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian diatas timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti :
1. Bagaimana Pengaruh suhu dan waktu pembakaran terhadap Kualitas asap cair yang
dihasilkan
2. Bagaimana memanfaatkan arang aktif tempurung sebagai pemurnian asap cair.
3. Bagaimana mutu ikan lele setelah diawetkan

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengaruh suhu dan waktu pembakaran terhadap Kualitas asap cair
yang dihasilkan
2. Untuk mengetahui cara memanfaatkan arang aktif tempurung sebagai pemurnian asap
cair.
3. Untuk mengetahui mutu ikan lele dan ikan nila setelah diawetkan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dari segi ekonomi, penelitian ini dapat menambah nilai jual dari tempurung kelapa
2. Dari segi akademis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh
suhu dan waktu pembakaran terhadap kualitas asap cair dari tempurung kelapa dan
cara memurnikan asap cair dengan arang aktif
3. Dari segi lingkungan, penelitian ini dapat dijadikan sumber atau landasan dalam
menangani masalah limbah tempurung kelapa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tempurung Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk famili Palmae dari genus Cocos. Dikenal dua
varietas yang nyata perbedaannya yaitu varietas genjah dan varietas dalam. Tanaman kelapa
merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh
bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini
sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar,
batang, daun, dan buahnya dapat digunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari

Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik
dijadikan arang aktif. Bentuk, ukuran dan kualitas tempurung kelapa merupakan hal yang
harus diperhatikan dalam pembuatan arang aktif. Kualitas tempurung kelapa dan proses
pembakaran sangat menentukan rendemen karbon aktif yang dihasilkan1. Secara fisologis,
bagian tempurung merupakan bagian yang paling keras dibandingkan dengan bagian kelapa
lainnya. Struktur yang keras disebabkan oleh silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada
tempurung kelapa tersebut. Berat dan tebal tempurung kelapa sangat ditentukan oleh jenis
tanaman kelapa. Berat tempurung kelapa ini sekitar (1 5 – 19) % dari berat keseluruhan buah
kelapa, sedangkan tebalnya sekitar (3 – 5) mm.Tempurung kelapa dapat diamati pada gambar
2.1

Gambar 2.1 Tempurung kelapa


Sumber: Cak bentra(2016)

Tempurung kelapa memiliki komposisi kimia yang dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 2.1 Komposisi Tempurung Kelapa
No Komposisi Persentase(%)
1 Lignin(C6H10O5) 29,4
2 Pentosan (C12H22O11) 27,7
3 Selulosa (C6H10O5) 26,6
4 Air (H2O) 8
5 Abu (Na2CO3) 0,6
6 Nitrogen (N) 0,1
Sumber : Eka pratiwi, 2017
Dengan demikian, tempurung kelapa merupakan limbah perkebunan yang memiliki
potensi yang besar dan dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai arang aktif ,Untuk
mengetahui karakteristik arang tempurung kelapa yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan karbon aktif, maka perlu dilakukan analisa proksimat. Karakteristik umum arang
yang digunakan sebagai bahan baku karbon aktif dari tempurung kelapa, dapat dilihat pada
tabel 2.2
Tabel 2.2 Komposisi Arang Untuk Pembuatan Karbon Aktif.
Kadar Air 3-10 %
Kadar Abu 1-2 %
Zat Terbang 15-20%
Karbon Tetap 70-80%
Sumber: Eka Pratiwi(2017)

3.2 Asap Cair


3.2.1. Pengertian Asap Cair
Asap cair merupakan sistem komplek, terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium
gas sebagai pendispersi. Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang
melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat
molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, depolimerisasi, dan
kondensasi (Girrard, 1992). Asap cair diperoleh secara destilasi kering bahan baku, misalnya
tempurung kelapa, sabut kelapa, atau kayu pada suhu 400 °C selama 90 menit lalu diikuti
dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair terdiri dari :
1. Fenol
Fenol (C6H6OH) memiliki berat molekul (BM) sekitar 94,11 dengan titik didih
181,2oC. Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan, disamping itu fenol memberikan cita rasa dan warna yang khas
pada produk olahan.
2. Formaldehid
Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan
aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai
formalin, atau padatan yang dikenal sebagai
paraformaldehyde atau trioxane. Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi
oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari
pembakaran bahan yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran
hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.
Komposisi asap cair menurut Maga (1988) dalam Harun Al Rasyid (2010) adalah air
11 – 92 %, fenol 0,2 – 2,9 %, asam 2,8 – 4,5 %, karbonil 2,6 – 4,6 %, ter 1 – 17%. Sedangkan
menurut Bratzlerr et al. (1969) menyatakan bahwa komponen utama kondensat asap kayu
adalah karbonil 24,6%, asam karboksilat 39,9% dan fenol 15,7%.
3.2.2 Kualitas Asap Cair
Kualitas dari asap Cair dibedakan atas penggunaannya. Ada 3 jenis kualitas asap cair
yang dinamakan grade asap cair, yaitu sebagai berikut :
a) Asap cair grade 3 yaitu warna coklat gelap, rasa asam kuat, aroma asap kuat,
digunakan untuk penggumpal karet pengganti asam semut, penyamakan kulit,
pengganti antiseptik untuk kain, menghilangkan jamur dan mengurangi bakteri
pathogen. Tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan, karena masih banyak
mengandung tar yang karsinogenik.
b) Asap cair grade 2 yaitu warna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap
lemah, digunakan untuk makanan dengan taste asap (daging asap, bakso, mie,tahu,
ikan kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, ikan asap/bandeng asap). Asap cair
digunakan untuk pengawet makanan sebagai pengganti formalin, rasa asam sedang,
aroma asap lemah.
c) Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu,
bumbu-bumbu barbaque, berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral,
merupakan asap cair yang paling bagus kualitasnya dan tidak mengandung senyawa
yang berbahaya lagi untuk diaplikasikan untuk produk makanan.
3.3 Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi
penguraian komponen komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah
penguraian yang tidak teratur dari bahan bahan organik yang disebabkan oleh adanya
pemanasan tanpa berhubungan dengan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung
pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi
suhu yang cukup tinggi, maka aka terjadi reaksi penguraian dari senyawa senyawa kompleks
yang meyusun kayu kertas dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, gas dan
cair.(Jamilatun dkk, 2015).
Menurut Tahir (1992) dalam Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 pada
proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :
a) Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas
CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2
dan hidrokarbon tingkat rendah lain.
b) Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi utama dari produk yang tertampung
adalah metanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu
fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.
c) Residu (karbon) : kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama.
Kandungan selulosa,hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung
dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu
bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis terjadi
dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya
Menurut Kamaruddin et al.(1999) dalam pirolisis terdapat dua tingkatan proses, yaitu
pirolisis primer dan pirolisissekunder. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada
bahan baku dan berlangsung pada suhu kurang dari 600 oC, hasil penguraian yang utama
adalah karbon (arang). Pirolisis sekunder yaitu pirolisis yang terjadi atas partikel dan gas/uap
hasil pirolisis primer dan berlangsung diatas suhu 600 oC.hasil pirolisis pada suhu ini adalah
karbonmonoksida (CO), hydrogen (H2), dan hidrokarbon.Reaktor Pirolisis adalah alat
pengurai senyawa-senyawa organik yang dilakukan dengan proses pemanasan
tanpaberhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu 300-600 °C.
Reaktor pirolisis dilapisi oleh isolator seperti bata dan tanah untuk menghindari panas
keluar berlebihan, serta memakai bahan bakar minyak atau gas sumber panasnya.Proses
pirolisis menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padat, gas dan cairan (Buckingham, 2010).
3.4 Arang aktif
Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang
digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang
bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik
fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap
daya adsorpsi. (Ajayi dan Olawale, 2009) dalam Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1, 1 – 112
Proses yang melibatkan oksidasi selektif dari bahan baku dengan udara, juga digunakan baik
untuk pembuatan arang aktif sebagai pemucat maupun sebagai penyerap uap. Bahan baku
dikarbonisasi pada temperatur 400-500°C untuk mengeleminasi zat-zat yang mudah
menguap. Kemudian dioksidasi dengan gas pada 800-1000o C untuk mengembangkan pori
dan luas permukaan. (Ami Cobb ,2012) dalam Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1, 1 –
112
Adapun pembuatan arang aktif melalui dua cara:
1. Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat pada.
Selanjutnya pada tersebut dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotongpotong.
Aktifasi dilakukan pada temperature 100°C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air
selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300°C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat
dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia. Pada aktifasi
kimia ini arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi sebelum dipanaskan. Pada
proses aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu
ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900o C selama 1- 2 jam.
2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak
untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000°C yang disertai
pengaliran uap. Pada aktifasi fisika ini yaitu proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap
air atau CO2 yang dialirkan pada arang hasil karbonisasi, menurut Ami Cobb ,2012, dalam
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1, 1 – 112 proses ini biasanya berlangsung pada
temperatur 800 – 1100o C.
Menurut SII, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Persyaratan Arang Aktif
Jenis Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan 950 0 C Maksimum 15%
Air maksimum 10 %
Abu Maksimum 2,5 %
Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata
Daya serap terhadap larutan Minimum 20%
Sumber : Menurut SII No.0258 -79
3.5 Pengawetan
Pengawetan makanan adalah proses perlakuan terhadap makanan baik dengan cara
alami maupun dengan proses buatan yaitu dengan pemberian bahan kimia kepada bahan
makanan sehingga makanan tersebut dapat bertahan lama dalam proses penyimpananya.
Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :
1. Cara alami Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasa, pendinginan, pengasapan
dan pengeringan. Cara pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan.
Beberapa teknik pengasapan dapat dilakukan 29 pada temperatur di atas 70 0C kemudian
bahan diasap langsung di atas sumber asap.
2. Cara biologis Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi).
Peragian (Fermentasi) Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat
yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses
peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan.
3. Cara kimiawi Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat,
nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses
pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan
ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan
dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat
berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.
3.6 Ikan Lele
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
1. Karbonator
2. Kondensor
3. Kompor
3.2 Bahan
1. Tempurung Kelapa
2. Aquadest
3. GCMS
4. ZnCl2
5. CaCl2

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Proses Pirolisis
1. Menyiapkan bahan baku (tempurung kelapa).
2. Proses pembersihan tempurung kelapa dari serabutnya dan kemudian di jemur
sampai kering.
3. Bahan baku tersebut dicacah (dengan ukuran 5cm – 10 cm).
4. Ditimbangdengan berat 25 kg.
5. Sampel dimasukkan ke dalam alat pirolisis yang digunakan dan ditutup rapat.
6. 6.Tahap proses pirolisis dibakar pada suhu( 300 , 350, 400, 450, 500°C )dan selama(6,
7, 8 jam)
7. Produk yang keluar dari alat pirolisis berupa asap cair grade 3. Dan arang aktif

3.3.2 Pengujian asap cair


Analisa asap cair dengan menggunakan GC-MS antara lain: Senyawa fenol, senyawa
karbonil dan senyawa asam.
3.3.3. Pembuatan arang aktif dan pemurnian asap cair
1. Arang hasil pembakaran rendam pada bahan kimia CaCl2 atau Zn Cl2 kadar 25 %
selama 12 sampai 18 jam untuk menjadi arang aktif.
2. Selanjutnya lakukan pencucian dengan air suling/air bersih hingga kotoran atau bahan
ikutan dapat dipisahkan
3. Hamparkan pada rak dengan suhu kamar untuk ditiriskan dan keringkan dalam oven
pada suhu 110 -5000C selama 3 jam
4. Arang aktif selanjutnya ditumbuk sehingga mencapai ukuran sebesar gula pasir atau
dibuat ukuran berupa potongan dengan ukuran kira kira 1x1 cm2
5. Arang aktif dianalisis kualitasnya, kemudian diujicobakan untuk penjernihan asap
cair

3.3.4 Cara Analisis Arang aktif


1. Pengujian sifat fisika
a) Penetapan kadar air
Prosedur penetapan kadar air mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995
tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Contoh uji arang sebanyak 1 g dikeringkan
dalam oven pada suhu (103±2)oC sampai beratnya konstan. Kemudian dimasukkan ke dalam
desikator sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya dalam persen (%). Kadar air
arang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) = BeratContohAwal(g) - BeratKeringTanur(g) x 100%
BeratKeringTanur
2. Pengujian sifat kimia
a. Penetapan kadar zat menguap
Prosedur penetapan Kadar Zat Menguap mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan porselin yang
berisi contoh dari penentuan kadar air, ditutup dan diikat dengan kawat nichrome. Cawan
dimasukkankedalam tanur listrik pada 950oC selama 6 menit. Sebelumnya dilakukan terlebih
dahulupemanasan pendahuluan pada bagian datar selama 2 menit dan pada pangkal tanur
selama 3menit. Setelah penguapan selesai cawan dimasukkan kedalam desikator sampai 13
beratnyakonstan dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat menguap arang dapat dihitung dengan
rumussebagai berikut:
Kadar Zat Menguap (%) = SelisihBeratContoh (g) x 100%
BeratKeringTanur (g )

b. Penetapan kadar abu


Prosedur penetapan Kadar Abu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–
3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan yang sudah berisi contoh
yangkadar air dan kadar zat menguapnya sudah ditetapkan, digunakan untuk mengukur kadar
abu.Caranya cawan tersebut diletakkan dalam tanur, perlahan-lahan dipanaskan mulai dari
suhu kamar sampai 600oC selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai
beratnya konstan, kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu arang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar Abu (%) = BeratAbu (g) x 100%
BeratKeringTanur (g)
c. Penetapan kadar karbon terikat
Prosedur penetapan Kadar Karbon Terikat mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06–3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Karbon terikat adalah
fraksi karbon yang terikat di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Pengukuran
kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar Karbon Terikat (%) = 100% - ( Kadar Zat Menguap + Kadar Abu)%
3.3.5 Pengawetan
ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair ditempatkan di bak
penampungan, kemudian pemberian asap cair pada ikan dengan cara pencelupan. Dan diberi
es batu dan garam, pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan pengulangan pengantian es
batu dan garam yang sudah mencair dan kemudian mengamati bau, warna,dan tekstur ikan.
3.4 Blok Diagram

Persiapan bahan baku


( pembersihan, pengeringan, pengecilan ukuran,
penimbangan)

proses pirolisis

(T 250, 250, 300, 350, 400, 450, 500°C )dan


selama (6, 7, 8 jam)

Arang Asap cair grade


3

Pembuatan arang aktif Uji GCMS

Arang aktif Asap Cair grade 3

Pemurnian

Asap cair grade 1

Ikan lele Pengawetan Ikan lele awet

PGambar 3.1 Blok Diagram penelitian

Você também pode gostar