Você está na página 1de 17

GAGAL NAFAS

A. Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan
parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah.
(Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
(Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985)
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1. Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi
tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan
pertumbahan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan
pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan
dewasa. Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus
½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan
tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada
bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’
untuk mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli
relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi,

1
jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic
recoil’.
2. Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak
kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor
predisposisi gagal nafas.
3. Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau
organ lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar
daripada dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat
mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen
tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat
pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi
otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar
glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam
organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.

2. Sebab gagal nafas


Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab Bayi / Anak
Jalan nafas bagian atas :
Faring Makroglosis
Hipertropi tonsil

Laring Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi

Trakea Benda asing

2
Jalan nafas bagian bawah

Bronkus/bronkiolus
Bronkiolitis
Status asmatikus

Alveoli
Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar

Kompresi pulmonal
Pneumonia
Trauma dada

Susunan saraf
Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children, Intensive Care
aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)

C. Patofisiologi dan Pathway


Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu
obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang
anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen
saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya
udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi
dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan
hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga

3
menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea
akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi
pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan
akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja
lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan
permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan
bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru.
Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan
oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.

4
Pathway
Etiologi (bronkiolitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
Kegagalan pernafasan ventilasi
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Hipoventilasi alveoli
Gangguan difusi dan retensi CO2

Hipoksia jaringan

Otak kardiovaskuler
paru-paru

Sel otak mati mekanisme kompensasi (peningkatan


Heart rate dan tekanan darah)
kerja pernafasan meningkat sekret, edema, wheezing PCO2

Tekanan intrakranialkelemahan otot jantung ( TD dan CO, bradikardi) kelelahan


, diaporosis, sianosis Gangguan pertukaran gas Depresi

Pusat pernafasan
Kejang, pusing, gelisah, penurunan curah jantung intoleransi aktivitas
hipoventilasi (tachipnea)
gagal jantung

Bradipnea

Kardio Respirasi Arrest

Gangguan
proses keluarga resti terjadi kematian

5
D. Manifestasi klinik
Umum : kelelahan, berkeringat

Respirasi : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,

cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,

sianosis.

Kardiovaskuler : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,

pulsus Paroksus 12 mmHg, henti jantung.

Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,

kesadaran Menurun, kejang, koma.

E. Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan
laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah
pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi
dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik).

F. Pengkajian keperawatan.
a. Riwayat keluarga
 Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
 Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena
infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.
b. Kaji keadaan dada
 Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
 Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
 Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
 Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal

6
 Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli)
 Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c. Observasi pernafasan :
 Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
 Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
 Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi
interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan
darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik dengan ekspirasi)
 Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba – tiba, kelelahan dalam usaha
pernafasan.
 Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran
mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum
yang purulen.
 Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk
(hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan
aktivitas dan suhu.
 Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah
memanjang, terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
 Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat, durasi,
keterkaitan dengan aktivitas.
 Nyeri dada

7
Terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen,
dalam/dangkal.

 Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan
section untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau, viskositas.
 Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d. Kaji tanda terjadinya hipoxia
o Hypotensi/hypertensi
o Dyspnea
o Bradikardi
o Sianosis : perifer / sentral
o Somnolen
o Stupor
o Coma

H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran
darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan
kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher
gunakan ‘sniffing’ posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o Beri bantuan oksigen
o Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o Kaji warna kulit

8
o Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis
dada dan penggunaan otot bantu pernafasan
o Monitor BGA

2. Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.


Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran
udara (jika mungkin)
o Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau
aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o Siapkan peralatan emergensi
o Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3. Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat
menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o Beri informasi tentang kondisi anak
o Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang
kondisi dan prognosis anak.
o Susun suport sistem keluarga.
4. Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
Kriteria hasil : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi :
o Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang

9
o Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.

LAMPIRAN

BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK


Langkah – langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I : Bantuan hidup dasar (BHD), terdiri atas :
A (Airway) : menguasai jalan nafas
B (Breathing): membuat nafas buatan
C (Circulation) : membuat aliran darah buatan

Tahap II : Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :


D (Drug) : pengobatan dengan cairan dan obat
E (EKG) : melakukan pemantauan dengan alat
elektrokardiografi
F (Fibrilasi) : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk
fibrilasi ventrikel)

Tahap III : Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :


G (Gauging) : menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan
atau tidak
H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi lanjutan dengan
orientasi Otak
I (Intensive care) : mengelola korban secara intensif

PENGKAJIAN

10
1. Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher
anak.
Hindari memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih
lanjut, jika anda akan membalikkan anak gulingkan kepala dan torso
sebagai satu unit, dukung kepala dan leher untuk mencegah pergerakan
yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2. Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung
kakinya dan lihat adanya respon / pergerakan.
3. Segera cari bantuan.
4. Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR segera dengan
membuka jalan nafas anak.
5. Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat
darurat) untuk minta bantuan.
Jika anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti
untuk menelpon 118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat
darurat secepatnya.

A = AIRWAY (JALAN NAFAS)


1. Tempatkan anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada
permukaan yang keras dan rata.
2. Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan
penolong pada dahi dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain
dibawah tulang rahang bawah dekat pertengahan dagu.
Hati – hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang atau
memberikan tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit
kepala kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar
memudahkan pemberian O2. Posisi ini penting untuk mengalirkan udara
masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.

11
3. Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan
bantuan pernafasan.
4. Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah
memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya
kedalam mulut, kemudian lepaskan tekanan balon untuk memindahkan
meterial.
a.Jika penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan
lain ke dalam mulut.
b. Gerakkan / pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang
tenggorokan. Tindakan ini akan membantu membuang benda asing.

B = BREATING (PERNAFASAN)
5. Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada
untuk mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga
penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas
anak selama 3 – 5 detik.
6. Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan bantuan
nafas pada anak.
a. Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak
dengan mulut anda.
b. Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik lamanya, berhenti sebentar
untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau
mengembangkan dada.
7. Jika penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi
kepala dan coba lagi.
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada,
ikuti untuk perawatan anak tersedak.
8. Jika anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau
dengan spuit balon.

12
C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9. Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika
anak belum bernafas periksa nadi anak.
10. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan
bagian dalam dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini
sebelum kasus menjadi lebih gawat.
11. Jika terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas
bantuan sampai anak mulai bernafas.
Pada banyi, anak 1 – 8 tahun, kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3
detik atau 20 kali per menit.
Bantuan pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai
bernafas kembali.
Jika sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12. Lakukan RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13. Berikan posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung.
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang
benar. Gunakan tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan
putting anak dan letakkan 2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada
tulang rusuk.
14. Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak
½ - 1 inci ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan
beri anak 1 kali bantuan nafas.
15. Tekan dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16. Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah
anak mulai bernafas atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan
bantuan/menghindari bahaya, usahakan untuk tidak menghentikan RJP
lebih dari 5 detik.

13
17. RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a. Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b. Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c. Anda memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d. Anda kelelahan.

18. Posisi pemulihan (Recovery Position).


Jika anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan
anak dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan
dengan tungkai sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada
permukaan yang kuat dan rata.
Catat gambaran yang terlihat dan segera telepon 118.

14
BAB 1V
PEMBAHASAN

Penyebab gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama + 5-


10 menit yang disebabkan oleh panas tinggi yang tidak tertangani secara tepat
sehingga menyebabkan spasme otot pernafasan yang menyebabkan kebutuhan
oksigen tidak dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
penyebab dari gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan
jalan nafas bagian bawah serta gangguan susunan saraf.
Proses terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam
kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 –
60 %. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga dapat
mengakibatkan lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian
besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan neurotransmiter sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang
lama (>10 menit) dapat menyebabkan spasme otot pernafasan sehingga
menimbulkan apnue dan gagal nafas.
Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan
pertukaran gas, dimana proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat
menyebabkan kegagalan ventilasi sehingga menyebbakan gangguan difusi dan
retensi CO2 yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan
gangguan ventilasi alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga pertukaran gas
(oksigen) dalam tubuh terganggu.

15
Masalah keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh,
peningkatan suhu tubuh ini yang menyebabkan terjadinya kejang pada anak A.
menurut teori proses terjadinya kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu
tubuh adalah sebagai berikut kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak yang menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 38°C sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 40
°C atau lebih. Pada An A saat sebelum kejang suhu tubuh 39,4°C. berdasarkan hal
tersebut prioritas penatalaksanaan berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh
untuk mencegah terjadinya kejang ulang.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d
krisis situasi yang disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan
yang dialami oleh keluarga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang
kondisi yang dialami oleh pasien sehingga Intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan adalah memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami oleh
klien, menjelaskan tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga
didiharapkan dengan menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan
secara cepat, tepat dan komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman
penanganan. Penyebab dari gagal nafas juga harus dikelola secara tepat
sehingga gagal nafas dapat dicegah.
Masalah keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A
adalah gangguan pertukaran gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan
proses keluarga. Peningkatan suhu tubuh pada anak A merupakan penyebab
terjadinya kejang yang menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal
tersebut tindakan keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya kejang berulang yang dapat
menyebabkan kejang.
B. Saran
Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A
(mempertahankan jalan nafas) harus diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu
dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi terlentang dengan
meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah
jatuhnya lidah kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian
belakang yang akan menutupi jalan nafas..
Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus
diperhatikan cara memberikan VTP secara tepat, yaitu tekanan positif
diberikan sesuai dengan irama pernafasan penderita, yaitu saat terjadinya
inspirasi.

17

Você também pode gostar