Você está na página 1de 19

BAGIAN ILMU RADIOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BRONKIEKTASIS

OLEH :

PEMBIMBING

dr. Raden Selma, Sp.Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkiektasis merupakan pelebaran dan distorsi bronkus ukuran


sedang (diameter jalan nafas >2 mm) yang bersifat permanen dan
irreversibel. Dilatasi bronkus sering berhubungan dengan pneumonia akut
dan dengan beberapa tipe atelektasis, tetapi pada pneumonia atau
atelektasis, dilatasi akan sembuh sendiri (90% dalam 3 bulan).
Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui
berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang
mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang
mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas,
atau mungkin muncul di satu atau dua tempat. Secara khusus,
bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran
sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering
membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis
terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada
aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan
oleh adanya respon imunologis terhadap jamur Aspergillus).1
Di negara barat angka kematian dan kesakitan terus meningkat,
kondisi ini tetap menjadi salah satu alasan untuk menjadi perhatian
mengenai angka kesakitan di negara berkembang. Berbagai macam faktor
telah diidentifikasi sebagai predisposisi terjadinya bronkiektasis fibrosis
non kistik (non-CF). Infeksi berulang, defisiensi imun, kemasukan benda
asing, asma, tuberculosis dan diskinesia primer bulu getar adalah
beberapa hal yang menjadi faktor resiko. Bronkiektasis post infeksi pada
penderita normal akan sering menyertai dan di negara berkembang
beberapa pasien dengan kelainan tersebut memiliki penyakit sistemik
yang mendasari.1,2,

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan
berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-
pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran
sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.3

B. Klasifikasi
Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:
1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan
bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.
2. Bronkiektasis Kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis
yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan
bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang – kadang
berbentuk kisata (cystic bronkiektasis).
3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung
dan kantung. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk
bronkus menyerupai varises pembuluh vena.

Anatomi Bronkus
Dari gambar 1 dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan
dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus
yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus
terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak

3
diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara
ke tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus
atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm.
Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus
alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh
septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel
saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu
dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.

Gambar 1. Anatomi Bronkus.

Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih


pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini
disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke
arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam
bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus
pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di
sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah
inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang

4
(bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus
superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar
ter ialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior
berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis.
Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier
yang menuju ke segmen pulmo.4
Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi
bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah
caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus
thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior
arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di
sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior
dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral
batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis
superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat
lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh
vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus,
n. Recurrens, dan truncus sympathicus.4

C. Etiologi
Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
1. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan
memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital
biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai
penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Kertagener
Syndrome, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome, dll.3

5
2. Kelainan didapat
Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi
bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat
dan kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut:
a. Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita
pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia
merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita
semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.3
Kehadiran Staphylococcus aureus dikaitkan dengan fibrosis
kistik atau aspergillosis bronkopulmonalis alergi. Aspergillus
fumigatus merupakan organisme komensal. Aspergillosis
bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi
pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien
dengan aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh
reaksi imun pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan
interleukin-4 dan interleukin-5 dan pada tahap kemudian terjadi
invasi jamur secara langsung pada saluran napas. Sebuah laporan
baru-baru ini menunjukkan peningkatan dan penurunan fungsi paru
dengan penggunaan kortikosteroid setelah terapi itrakonazol
menunjukkan organisme Aspergillus juga mungkin menginfeksi.
Tidak mengherankan bahwa bronkiektasis dapat digambarkan pada
pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS),
menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan
merusak respons host. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4
yang rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik, pneumocystic, dan
infeksi mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada
anak). 1

6
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari
luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli
diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu
nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.

Gambar 2. Perbedaan gambaran paru-paru normal dengan


paru-paru pengidap bronkiektasis.

D. Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS,
bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan
pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan
golongan sosioekonomi yang rendah. Bronkiektasis umumnya terjadi pada
penderita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 – 80
tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena
gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan
yang bukan perokok.4,5

7
E. Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu
keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam
diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan
elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah
akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine
inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh
system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari
dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada
pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia
yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-
ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal melapisi jalan
nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada
lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan
kemudian batukkan keluar atau tertelan.5

Gambar 3. Gambaran bronkus pada bronkiektasis

8
F. Diagnosis
1. Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan
produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung
bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan
gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.1,3
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat
menjadi akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut.
Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat
ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum
dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi
infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak
sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk
membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang
kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai
bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan
sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya
bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada
pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak
dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Dispnea dan
mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50
% pasien dan mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer
atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan permukaan pleura
viseral. 1
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan
fisik dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki
(44 %) adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger
atau jari tabuh adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat
ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang

9
mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada
Tabel 1.
Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis
Variabel PPOK Bronkiektasis
Penyebab Merokok Infeksi/genetik/imun
defek
Infeksi Sekunder Primer
Predominan organisme Streptococcus Heamophilus influenzae,
dalam sputum pneumoniae, Pseudomonas
Heamophilus influenzae aeroginosa
Obstruksi saluran napas + +
dan hiperresponsif
Rontgen thoraks Hiperlusens, hiperinflasi, Dilatasi dan penebalan
dilatasi saluran napas saluran napas, mukous
plug
Sputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis

3. Pemeriksaan penunjang
a) Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran
udara, dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC
normal atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC
menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana
saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya
pneumonitis pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru
dan mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas
dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau
peningkatan yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis
beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki

10
terlihat penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah
pemberian histamin atau methacholine.

b) Pemeriksaan radiologis
 Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis
dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:4,5
a. Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai
ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah
satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk
gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of
grapes’ (gambar 5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan
kelainan yang terjadi pada bronkus.
b. Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih
dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.
Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada
daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat
lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus

Gambar 4. Gambaran honeycomb appearance.

c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan


tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini

11
sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan
sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini
khas untuk bronkiektasis (gambar 6B).

(A) (B)
Gambar 5. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring
shadow, (B). Gambaran tubular shadow.

 Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis
yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler
(kistik) dan varikosis.1

12
Gambar 6. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun
elegan dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang
disertai dilatasi bronkus lobus bawah

 CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan
penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis,
mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan
jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-
Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan
spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan
memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.
Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,
terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan.3,4
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan
gambar yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan
dengan ketebalan 1,0-1,55 mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai
konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar
atau untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis.3,4

Gambar 8. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran


napas pada kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang,
dilatasi saluran napas menunjukan
13 ringlike appearance.
G. Penatalaksanaan
a. Pengelolaan Umum
Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis,
meliputi:
1. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering,
mencegah atau menghentikan merokok, mencegah atau
menghindari debu, asap dan sebagainya.3
2. Memperbaiki drainase sekret bronkus
Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara
yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi
secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh
sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara
maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama
10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari
dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah
usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk
keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural
harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya
adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya
gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai
tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila dengan
mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum
diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan
tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien
(tabotage).3

b. Pengelolaan khusus
1. Kemoterapi
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara
kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk

14
pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau 3).
Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat antibiotik tertentu.
Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya
berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik.
Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila
terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10
hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, samapai
kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi
warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid
(putih jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang
berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila
berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan
gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi
keadaan ini hanya bersifat sementara.3
2. Drainase sekret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan
perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk 1).
Menentukan darimana asal sekret, 2). Mengidentifikasi lokali
stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan obstruksi
bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya
pada pengobatan atelektasis paru).
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang
mungkin menganggu atau membahayakan pasien.
a) Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang
diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan
obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru
dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus
dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes

15
bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator
tersebut.3
b) Pengobatan hipoksia
Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada
waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen.
Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik,
pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah
(cukup 1 liter/menit).3
c) Pengobatan hemoptisis
Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin
merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan
operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan
sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan
darah yang hilang.3
Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml
darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis.
Setelah jalan napas telah dilindungi dengan pasien berbaring di
sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi
endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan
membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami
perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia, aortography dan
kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi
ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi
yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan
untuk direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.3,1
d) Pengobatan demam
Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat
demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain
perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu
ditambahkan abat antipiretik lainnya.

16
e) Pembedahan
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi
tidak menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor
termasuk menghilangkan tumor obstruktif atau residu dari benda
asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan
diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat
kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki
perdarahan abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari
paru rusak yang dicurigai menyembunyikan organisme seperti M.
MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah
menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut
selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat
sampai enam tahun. Mereka telah mencatat perbaikan dalam
gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan mortalitas perioperatif
kurang dari 3 %. 1
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang
terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan
konservatif yang adekuat, dan pasien bronkiektasis yang terbatas
tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis masif.
Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan
PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi
korpulmonum kronik dekompensata.3

H. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya
serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan
pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat
memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak
diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun.
Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah

17
jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. 3

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Barker, Alan F, M.D., Bronkietasis, N Engl J Med, Vol. 346, No. 18 May
2, 2002
2. Rademacher, Jessica, et al. Bronchiectasis—Diagnosis and Treatment.
Diakses pada tanggal 12 Januari 2012 dari http://www.ncbi.nlm.nih.
gov /pmc/articles/PMC3244167/
3. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi Kelima. Editor Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2009.
4. Emmons EE. Bronchiectasis. Diakses pada tanggal 12 Januari 2012
dari http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview#showall.
5. Hassan I. Bronchiectasis Imaging.Diakses pada tanggal 12 Januari
2012 dari http://emedicine.medscape.com/article/354167-overview#
showall.

19

Você também pode gostar