Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH
KELOMPOK 1
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DHYANA PURA
TAHUN 2018
Evaluasi Program Imunisasi di Indonesia
Ringkasan
Latar Belakang
Masalah lain yang harus dihadapi adalah munculnya kembali PD3I yang
sebelumnya telah berhasil ditekan (Reemerging Diseases), maupun penyakit
menular baru (New Emerging Diseases) yaitu penyakit-penyakit yang tadinya
tidak dikenal (memang belum ada, atau sudah ada tetapi penyebarannya
sangat terbatas; atau sudah ada tetapi tidak menimbulkan gangguan kesehatan
yang serius pada manusia).
Meskipun ada komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dalam mendukung
Imunisasi dalam bentuk penyediaan vaksin dan alat suntik ke seluruh
kabupaten/kota, dalam beberapa kasus, masih terjadi masalah dalam
ketersediaan biaya operasional yang seharusnya disediakan oleh pemerintah
daerah. Keterbatasan anggaran dan tenaga di daerah menyebabkan terhambat
penyediaan penyediaan sumber daya dan biaya pemeliharaan peralatan cold
chain.
Pelaku yang terlibat dalam penyusunan Program dan fungsi regulasi. Ada
beragam organisasi yang dapat digambarkan sebagai sektor kesehatan
dan sistem antar sektor. Penyusunan Program sektor kesehatan dan
peraturan diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan dan Dinas
Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Kelompok intersektoral
dipimpin oleh Bappenas di tingkat pusat dan Bappeda di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
Pelaku pada fungsi keuangan. Sumber pembiayaan untuk Imunisasi dapat
berasal dari pemerintah dan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembiayaan yang
bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap tingkat administrasi
yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN (dekon) dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi, tingkat kabupaten/kota
bersumber dari APBN (tugas perbantuan) dan APBD kabupaten/kota
berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus),
Pendanaan ini dialokasikan dengan mengunakan formula khusus antara
lain berdasarkan jumlah penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat
miskin dan lainnya, sedangkan untuk pengganggaran di Tingkat
Puskesmas menggunakan dana BOK (Biaya Operasional Kesehatan).
Jaringan kerja pelaku ini telah diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan nomor
12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi. Namun dalam peraturan ini
belum mengatur dengan jelas fungsi dan tanggung jawab sektor swasta dan
pengendalian kampaye hitam dari kelompok-kelompok antivaksin.
Faktor Situasional
Sektor kesehatan Indonesia pada dasarnya adalah sistem berbasis pasar. Secara
historis layanan kesehatan didominasi oleh sistem keuangan out of pocket
(biaya sendiri). Sistem jaminan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah baru
diperkenalkan pada 1998, setelah krisis ekonomi.
Pada tahun 2008, program jaminan kesehatan nasional yang terakhir
(Jamkesmas) dibuat, bertujuan untuk menyediakan akses kepada pelayanan
kesehatan untuk orang miskin dan agak miskin, dengan membebaskan mereka
dari biaya- biaya yang dikeluarkan saat menggunakan pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan peran pemeintah daerah , pemerintah telah
mangalokasikan DAK (Dana alokasi khusus) dan BOK (Biaya operasional
Kesehatan). Dana ini dikelola oleh pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan status kesehatan masyarakat di daerahnya masing-masing.
Faktor Struktural.
Peran pemerintah daerah dan lintas sektor belum maksimal dalam mendukung
kesuksesan program imunisasi, sebagai contoh pelaksanaan kegiatan kampanye
MR, beberapa kepala daerah yang penduduknya mayoritas muslim ikut
menyatakan penundaan terhadap kampanye MR, orangtua dan level pemimpin
agama juga menolak imunisasi MR. Penolakan ini disebabkan oleh adanya
kampanye hitam yang menyatakan bahwa vaksin MR haram. Untuk mengatasi
permasalah ini pemerintah telah bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia,
sebagai organisasi ulama tertinggi di Indonesia, melalui Fatwa MUI no 33 tahun
2018 yang menyatakan imunisasi MR diperbolehkan karena kondisi darurat.
Meski waktu telah berubah, pengaruh emosi, agama, politik atau budaya masih
mengakar kuat dalam masyarakat yang menolak vaksin. Penolakan kelompok
tertentu terhadap vaksin relatif konsisten. Karena itu negara harus tegar
mengatur dan memberi pemahaman yang benar. Pendekatan kultural, dialog
dengan tokoh agama hingga level paling bawah dan kekuatan regulasi
pemerintah, adalah kunci keberhasilan program imunisasi pada masa depan.