Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
AKUNTANSI KEPERILAKUAN
FAKTOR KEPERILAKUAN ORGANISASI TERHADAP KEGUNAAN
SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH
KABUPATEN SIDOARJO
.
DOSEN PENGAMPU:
UTS Dr. Tantri Bararoh, SE.,M.Ak
Oleh :
Keuangan Daerah.
2.3.5 Hubungan antara Faktor Organisaional, Konflik Afektif dan Kriteria Hasil
dalam meningkatkan kegunaan Sistem akuntansi Keuangan Daerah.
Apabila dalam Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah memperhatikan faktor
organisasional seperti dukungan atasan, kejelasan tujuan dan pelatihan diharapkan akan dapat
memaksimalkan konflik kognetif dan konflik afektif sehingga diharapkan dapat
menghasilkan hasil yang diharapkan yaitu pengelolaan keuangan yang transparan, ekonomis,
efisien, efektif dan akuntabel. Hipotesis yang akan diuji adalah :
H6 : Faktor Oganisasi seperti pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan dapat
meningkatkan konflik kognetif yang pada gilirannya akan meningkatkan
Kegunaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
H7 : Faktor organisasional seperti pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan
dapat menurunkan konflik afektif yang pada gilirannya akan meningkatkan
kegunaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
H2a KONFLIK
KOGNETIF
H4
PELATIHAN
H1a
KEGUNAAN :
H3a
SISTEM
H3b H1b AKUNTANSI
KEJELASAN KEUANGAN
TUJUAN H2c H1c
DAERAH
AKUNTABILITA
S DAN
DUKUNGAN TRANSPARANSI
ATASAN H3c H5
KONFLIK
AFEKTIF
Gambar 2.1
BAB III
METODE PENELITIAN
3. Desain Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan Structural Equation Model ( SEM). Penelitian ini akan mengukur bagian yaitu
(1) pengaruh factor organisasional dalam implementasi (pelatihan, kejelasan tujuan,
dukungan atasan melalui variabel Intervening konflik kognetif dan afektif terhadap kegunaan
sistem akuntansi keuangan daerah, dan (2) pengaruh langsung antara faktor organisasional
(pelatihan, kejelasan tujuan, dukungan atasan) terhadap kegunaan Sistem Akuntansi
keuangan daerah. Teknik analisis jalur ini menggunakan program Analisis Of Moment
Structure (AMOS 16.0).
3.1 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang bersumber dari jawaban responden
atas pertanyaan yang berhubungan dengan faktor keperilakuan terhadap Kegunaan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah Kabupaten Sidoarjo. Data Penelitian ini dikumpulkan
dengan cara mengirim kuesioner ke responden secara langsung.
3.2 Populasi dan Sampel.
Populasi dari Penelitian ini Pengelola SKPD Kabupaten Sidoarjo . Data Responden
Pengelola Keuangan SKPD di Kabupaten Sidoarjo sebagaimana dalam lampiran.
1. Devinisi Operasional dan Teknik Pengukuran
a. Variabel Faktor Keperilakuan Organisasi Terhadap Kegunaan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah.Variabel faktor organisasi ada tiga aspek,
meliputi dukungan atasan, kejelasan, dan pelatihan. Dukungan atasan artinya
sebagai keterlibatan manajer dalam kemajuan proyek dan menyediakan
sumber daya yang diperlukan. Kejelasan tujuan didefinisikan sebagai
kejelasan dari sasaran dan tujuan digunakan sistem akuntansi keuangan daerah
di semua level organisasi. Sedangkan pelatihan merupakan suatu usaha
pengarahan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman mengenai sistem
(Chenhall, 2004) Faktor organisasional terhadap kegunaan sistem akuntansi
keuangan daerah diukur dengan menggunakan 9 item instrument yang
dibangun oleh Shield dan Young (1989) dan Shield (1995) yang dimodifikasi.
Skor dari item dari 1 = Sangat Tidak Sesuai hingga 5 = Sangat Sesuai.
b. Konflik Kognitif dan Afektif
Konflik merupakan kesenjangan antara ide individu dan lawannya. Hal ini
seringkali dihubungkan dengan situasi dimana sumber daya yang tersedia terbatas
sehingga individu organisasi berusaha saling menghalangi tercapainya tujuan dari
yang lain (Robbins, 1989) . Menurut Swhweig dkk berpendapat bahwa konflik
disatu pihak dapat meningkatkan kualitas keputusan, namun dilain pihak dapat
menurunkan kemampuan individu untuk kerjasama. Konflik yang mempunyai
efek menguntungkan disebut konflik kognetif sedangkan yang menimbulkan
penyimpangan disebut konflek afektif (Amason dan Schweiger, 1994) . Konflik
kognitif dan afektif diukur dengan menggunakan 6 item yang dikembangkan oleh
Jehn (1994) dan digunakan oleh Jehn (1994) dan Amason (1996). Skala 1 =
Sangat Tidak Sesuai hingga 5 = Sangat Sesuai.
c. Kegunaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah. Adapun Kegunaan sistem
akuntansi keuangan daerah ini diharapkan dapat memenuhi tuntutan dari
masyarakat tentang transparansi dan akuntabilitas dari lembaga sector public.
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dapat berguna untuk mengelola dana
secara transparan, ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel. Pengukuran
kegunaan sistem akuntansi keuangan daerah berdasarkan item yang
dikembangkan dengan memodifikasi instrument yang digunakan oleh chenhall
(2004) dan disesuaikan dengan kegunaan sistem keuangan daerah.
3.3 Analiasa Data
1. Untuk pengumpulan data menggunakan kuesioner .
Kuesioner tersebut didistribusikan langsung oleh peneliti kepada responden. Jumlah
Kuesioner yang dikirim kepada responden sebanyak 147 kuesioner.
2. Pre-Test
Dalam penelitian ini juga penulis melakukan uji pendahuluan atau pre-test terhadap
ukuran-ukuran variabel. Pengujian pendahuluan lebih difokuskan pada validitas isi
yaitu validitas tampang. Hal ini hubungan dengan penggunaan aplikasi PLS yang
memungkinkan peneliti melakukan pengujian model pengukuran pengukuran dan
model structural secara bersamaan dan dalam satu waktu yang sama.
3. Uji Kualitas Data dan Uji realibilitas data
Uji kualitas data uji ralibilitas data dilakukan dengan melihat nilai Cronbrach Alpha
(α) dari variable yang diteliti. Pengujian validitas Corelasi Product Moment dengan
menggunakan Program SPSS 12,0. Uji Asumsi Model Asumsi-asumsi untuk
terpenuhinya pada pengujian model analisis path atau analisis jalur adalah sebagai
berikut :
a. Ukuran sampel
Sampel minimum yang diharapkan dapat kembali minimal 100 eksemplar,
sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan untuk analisis data
menggunakan Structural Equation Model (SEM) Hair et al., (1998).
Jumlah tersebut telah mencukupi sebagai ukuran sampel untuk
kepentingan analisis.
b. Uji normalitas data
Assesment of normality merupakan output untuk menguji apakah data kita
normal secara multivariate sebagai syarat asumsi yang harus dipenuhi
dengan Maximum Likelihood. Jika data normal secara multivariate. Solusi
yang harus dilakukan adalah melakukan transformasi data dengan bentuk
fungsi lainya seperti logaritma atau akar kuadrat untuk mendapatkan data
distribusi normal. Berbagai macam statistic non parametric
mengemukakan aturan yang harus dilakukan bahwa analisis data tidak
dapat dilanjutkan apabila data tidak berdistribusi normal. Namun sekarang
terdapat perspektif baru di dalam estimasi untuk variabel metric.
Pendekatan non parametric dikenal dengan resempling (Hair et.al, 1998).
Resempling dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan komputasi
untuk mengukur nilai parameter dari sampling. Metode yang digunakan
untuk resampling yaitu dengan bootstrap. Apabila data yang diperoleh
dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal, maka peneliti
menggunakan fasilitas bootstrap.
c. Evaluasi Outlier
Mahalanobis distance untuk mengukur apakah data ada yang outlier yaitu
mendeteksi apakah sekor observasi ada yang jauh berbeda dengan skor
centroid .Pengujian terhadap multivariate outlier dievalusi denggan Chi
Square. Mahalanobis d-squared digunakan untuk mengukur jarak skor
hasil observasi terhadap nilai centroidnya. Arbuckle (1997) mencatat
bahwa walaupun nilai p diharapkan lebih kecil , tetapi apabila nilai kecil
menunjukkan observasi yang jauh dari nilai centroidnya dan dianggap
outlier serta harus dibuang (didrop) dari analisis. Hasil pengolahan data
dengan menggunakan AMOS 16.0.
d. Evaluasi Multicollinearity atau Singularity
Evaluasi Multicollinearity atau Singularity dilakukan dengan melihat
determinan matrik kovarian. Pengujian data menggunakan AMOS 16.
KASUS
Paradigma Critical Menurut Neuman (2003) pendekatan critical lebih bertujuan untuk
memperjuangkan ide peneliti agar membawa perubahan substansial pada masyarakat. Penelitian
bukan lagi menghasilkan karya tulis ilmiah yang netral/tidak memihak dan bersifat apolitis,
namun lebih bersifat alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat
ke arah yang diyakini lebih baik. Karena itu, dalam pendekatan ini pemahaman yang mendalam
tentang suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan perlu dilengkapi dengan analisis dan pendapat
yang berdasarkan keadaan pribadi peneliti, asalkan didukung argumentasi yang memadai. Secara
ringkas, pendekatan critical didefinisikan sebagai proses pencarian jawaban yang melampaui
penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, dalam rangka menolong
masyarakat untuk mengubah kondisi mereka dan membangun dunianya agar lebih baik (Neuman,
2003:81).
Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi Triono mengaku
menerima duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan pemeriksaan di Kemendikbud.
Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK. Tomi saat bersaksi untuk terdakwa mantan
Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan mengaku bersalah dengan penerimaan duit dalam
kegiatan wasrik sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan
Rp 48 juta. Menurutnya ada 10 auditor BPKP yang ikut dalam joint audit. Mereka bertugas
untuk 6 program, di antaranya penyusunan SOP wasrik dan penyusunan monitoring dan evaluasi
sertifikasi guru. Adanya aliran duit ke auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan
saksi Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11 Juli
2013. Sofyan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan memerintahkan pencairan
anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia juga
memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para
peserta pada program kegiatan joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas
tahun anggaran 2009. Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini
mencapai Rp 36,484 miliar.
Pihak yang terlibat
Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut diatas dengan
perannya masing-masing:
1. Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya selaku Auditor Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP)
2. Mohammad Sofyan selaku Irjen Kemendikbud
3. Tini Suhartini selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud
Pelanggaran Yang Dilakukan
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan
profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini
memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan
dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Kasus suap yang
menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran terhadap prinsip etika
profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor bersangkutan berdasarkan
Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai berikut:
1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor
BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan professional
dengan menerima sesuatu yang bukan haknya serta lebih mengedepankan
kepentingan pribadi diatas kepentingan public.
2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP
seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen dan
profesionalisme. Selain itu, alam kasus ini yang dirugikan adalah Masyarakat karena
uang negara adalah uang rakyat, dan auditor BPKP adalah pegawai negeri yang
secara tidak langsung mengemban amanah dari rakyat. dengan kata lain, auditor
BPKP dalam kasus ini juga telah mengabaikan prinsip kepentingan publik.
3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
auditor BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor yang
berintegritas.
4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka. Seharusnya auditor
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya
sebagai seorang profesional. tidak diperkenankan auditor menerima sejumlah uang
untuk menutup-nutupi suatu kecurangan apalagi ikut 'merancang' agar kecurangan
tersebut tidak terbaca oleh mata hukum.
5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan
yang telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat
mendiskreditkan profesi.
7. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain pelanggaran atas kode etik profesi yang dijelaskan di atas, auditor tersebut juga
melakukan penyimpangan secara hukum dengan telah melanggar Pasal 12 huruf a
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Berikut merupakan dampak yang ditimbulkan dari kasus yang dilakukan auditor, bagi:
1. Masyarakat
2. Pemerintah
3. Lingkungan
Solusi untuk mengatasinya
Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dalam kasus tersebut, meliputi:
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik
perusahaan atau milik negara.
2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai
dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling
menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan
kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan
dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada
masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan
tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat
yang terbaik.
7. Perlu penayangan wajah para Auditor maupun para Koruptor yang bermasalah di
televisi dan media elektronik serta cetak lainnya agar bisa dijadikan sebagai bahan
pelajaran untuk professional lainnya
8. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat terkhususnya para auditor
di pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi Hamzah, 2009, Pengaruh Ekspektasi Kinerja, Ekspektasi Usaha, Faktor Sosial sesuaian
Tugas dan Kondiisi yang Memfasilitasi Pemakai Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem
Informasi ( Studi Empiris pada Pemerintahan Kabupaten di Pulau Madura), Simposium
Nasional Teknologi Informasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Chenhall, R.H (2004), The Role of Cognitif and Affective Conflict in Early Implementation of
Activity-Based Cost Management. Behavioral Reaserch in Accounting 16:19
Cohen, Sandra. February, 2007. Assessing It As A Key Success Factor for ccrual
Accounting Implementation In Greek Municipalities. Journal of financial Accountability
& Management.
De Bruijin, Hans, 2002, Performance Measurmenr in The Public Sector: Strategies to Cope With
The Risk of Performance Measuremen, The Intrnational Journal Of Public Sector
Management, Vol. 15. No.7 Hal. 578 – 594.
Donnelly, Mike, John F. Dalrymple, & Ivan P.Hollingsworth.1994. The Use and Development
of Information Systems and Technology in Scottish Local Goverment. International
Journal of Public Sector Management,Vol. 7 No. 3. Hal 4-15.
Doyle J, W. Ge & Mc Vay. 2006. Determinants of Weaknesses in Internal Control Over
Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics
Dunkk, A dan H. Perera, 1997, The incidence of budgetary slack: A field study
exploration, Accounting Auditing and Accountability, Journal, 10(5): 649-664.
Hartono, (2004), Metodologi Penelitian Salah Kaprah dan pengalaman , BPFE UGM,
Yogyakarta
Hendriksen, M.C. dan B.M.F. Van. 2005, Accounting Theory, Ed.New Jersey; Person Education,
Inc.
Heri Hidayat, 2008, Analisi Implikasi Ketidaksesuaian Rancangan Sistem Informasi Keuangan
Daerah (SIKPD) Way Kanan Dengan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Dan
Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Way Kanan, Thesis S2 Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Imam Ghozali (2006), Aplikasi Analisis Multivariat Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Imam Ghozali (2007), Model Persamaan Struktur Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS
Versi 16.0 Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Karunia Sari Nur, Pangesti, 2008, Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan SKPD: Study
Kasus Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 di Pemerintah Daerah Kabupaten Batang,
Thesis S2 Universitas Gajah Mada, Yogyakarta .
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Republik Indonesia . Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Shields, M. D., and S. M. Young (1989), Behavioral Model for Implementing Cost Management
System, Journal of Cost Management (Winter), 17:25
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Republik Indonesia . Undang-undang RI. No. 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Shields, M. D., and S. M. Young (1989), Behavioral Model for Implementing Cost Management
System, Journal of Cost Management (Winter), 17:25