Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1
perlu disalurkan melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang sekali lagi
berarti segala sesuatunya tergantung pada individu bukan pada organisasi,
yang berarti juga paham neoliberal ini tidak percaya organisasi sebagai alat
pemecahan persoalan individu.
Proses mendunianya paham ini dimulai dengan cepat setelah pada tahun
80an dua pemimpin negara maju menjadi pengikut paham ini yaitu Margaret
Thatcher di Inggris dengan Thatcherism dan Ronald Reagan di Amerika
serikat dengan Reaganomicsnya. Lewat tangan kedua presiden inilah
kebebasan individu dan kompetisi yang bebas diimplementasikan dan
disebarluaskan dalam sebuah sistem ekonomi. Persoalan kemiskinan
individu tidak lagi menjadi persoalan bagi negara karena hal tersebut
menjadi sebuah yang lumrah dalam sebuah kompetisi yaitu pasti ada yang
tidak mampu bertarung dalam kompetisi tersebut dan yang tidak mampu itu
lah yang menjadi miskin. Implementasi awal neoliberalisme dalam sistem
ekonomi membuahkan hasil meningkatnyanya angka kemiskinan baik di
Inggris maupun Amerika tapi sistem ini mampu meningkatkan pendapatan
yang sangat signifikan bagi para pemegang modal, misalnya di Amerika
selama dekade 1980an, 10% teratas meningkat pendapatannya 16%; 5%
teratas meningkat pendapatannya 23%; dan 1% teratas meningkat
pendapatannya sebesar 50%. Hal ini berkebalikan dengan 80% terbawah
yang kehilangan pendapatan; terutama 10% terbawah kehilangan
pendapatan15%.
Yang menjadi prinsip untuk mewujudkan sistem ekonomi neoliberal ini, yaitu
mengoreksi sistem ekonomi sebelumnya adalah:
1. Aturan Pasar.
Menghapus segala peraturan pemerintah yang membatasi perusahaan-
perusahaan dalam berinvestasi maupun berusaha. Dan juga adanya
keterbukaan sebesar-besarnya atas perdagangan internasional dan
investasi. Tidak ada lagi kontrol harga, sepenuhnya kebebasan total dari
gerak modal, barang, jasa dan konsumen.
2. Memotong pengeluaran negara pada sektor yang tidak
produktif/pelayanan sosial
Anggaran pada sektor pelayanan sosial dianggap dapat mengakibatkan
pasar terdistorsi sehingga memang harus dikurangi atau bahkan
dihilangkan, seperti subsidi untuk BBM, pendidikan, kesehatan anggaran
untuk pengangguran dll.
3. Deregulasi.
2
Mengurangi atau bahkan menghilangkan paraturan-peraturan dari
pemerintah yang bisa memberatkan pengusaha, liberalisasi seluruh
kegiatan ekonomi termasuk penghapusan segala jenis proteksi;
4. Privatisasi
Menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta.
Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah,
rumah sakit, bahkan juga air minum. Alasan privatisasi ini adalah agar
menghindarkan distorsi pasar oleh BUMN-BUMN tersebut, dan BUMN
dianggap bisa menghalangi perkembangan modal privat.
Dengan kekayaan alam Indonesia yang sangat banyak dan ditambah lagi
dengan jumlah penduduknya yang cukup besar maka Indonesia adalah
negara yang memang menjadi incaran dari para kaum modal. Penggulingan
Soekarno dan naiknya soeharto adalah bagian penting dari proses
penguasaan Indonesia oleh kaum modal, karena penggulingan soekarno
juga berarti menyingkirkan seting orang dan organisasi yang menolak sistem
ekonomi yang memberikan kesempatan kaum modal untuk mengekspoitasi
alam dan manusia sebebas-bebasnya.
3
Krisis ekonomi di asean umunya dan Indonesia khusunya pada tahun 1997
adalah anugerah pada kaum modal internasional karena membuka
kesempatan seluas-luasnya pada IMF dan bank dunia untuk menata
ekonomi di asean dan Indonesia kedalam tata ekonomi dengan sistem
neoliberal melalui program SAP seperti yang mereka lakukan di amerika latin
pada era-80an. Dengan ditanda-tanganinya LOI oleh soeharto dengan
presiden bank dunia maka mulai babak baru penguasaan ekonomi Indonesia
sepennuh-penuhnya oleh kaum modal Internasional, dan hal itu dapat kita
lihat dan rasakan hingga hari ini.
4
biaya pesangon bila mem-PHK buruh, biaya pensiun, bonus dll. Tetapi
biaya-biaya tersebut dapat dipangkas habis bila hubungan industrialnya
adalah berdasarkan sistem kerja kontrak ataupun sistem kerja outsourching.
Dengan sistem outsourching maupun sistem kerja kontrak maka pemodal
dapat terhindar dari pekerja yang kritis, karena bila ada pekerja yang mulai
kritis terhadap sistem kerja yang ada maka pengusaha dapat dengan
gampang meminta mereka digantikan oleh orang lain bila menggunakan
sistem kerja outsourching tenaga kerja (lewat jasa tenaga kerja) atau tidak
memperpanjang kontrak bagi buruh kritis yang dikontrak. Lewat fleksibilitas
tenaga kerja ini juga pengusaha mampu mengatasi serikat buruh -yang
selama ini menjadi penghalang bagi mereka dalam mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya. Serikat buruh menjadi mandul atau terancam bubar
akibat anggotanya tidak lagi ada yang menjadi pekerja tetap diperusahaan
tersebut, tidak adanya serikat buruh dipabrik adalah surga bagi pengusaha.
Penyingkiran serikat buruh ini merupapakan implementasi dari paham
individu dari sistem neoliberalisme ini. Buruh akan berhadapan secara
individu dengan perusahaan tanpa ada lagi campur tangan negara dan
serikat buruhnya.
5
antara buruh dan pengusaha. Bila buruh yang bekerja tidak akan bisa
menjadi sejahtera lalu apagunanya invesatasi tersebut masuk?
Dibawah pimpinan elit yang berkuasa selama ini Indonesia berjalan dengan
pasti menuju jurang neoliberalisme. Semua agenda kaum modal
diimplementasikan dengan cukup baik dan sigap oleh pemerintahan selama
ini, termasuk juga kebijakan yang di negara aslanya sendiripun hal tersebut
masih enggan dilaksanakan oleh mereka (liberalisasi pertanian). Agenda-
Agenda Neoliberal seperti:
- Privatisasi BUMN telah dilakukan dan mayoritas BUMN yang
sebenarnya secara ekonomi sangat menguntungakan (misalnya
indosat) telah dikuasai oleh modal asing,
- Pencabutan Subsidi secara pasti dilakukan oleh seluruh pemerintahan
yang berkuasa pasca reformasi, dan akibatnya adalah melonjaknya
angka kemiskinan di Indonesia. Program-program lipstik yang dibuat
untuk mengantisipasi dampak pencabutan subsidi tersebut terbukti
GAGAL mengatasi dampaknya.
- Liberalisasi pasar dilakukan dengan bangga oleh pemerintahan yang
ada, kesulitan petani dalam berproduksi dan memasarkan hasil
pertaniannya tidak pernah menjadi perhatian, impor beras menjadi
kebijakan membanggakan mereka. Lemahnya infrastrutur industri tekstil
Indonesia juga tidak menjadi perhatian pemerintah dalam membuka
Indonesia menjadi pasar tekstil. Dll
- Penguasaan sumber daya alam Indonesia oleh asing, pemerintahan
nasional tidak punya kemauan untuk mengambil keuntungan yang lebih
6
besar dari hasil tambang yang Indonesia miliki, pemerintahan kita lebih
konsen untuk membuat investor tersebut nyaman mengeruk hasil bumi
Indonesia tanpa ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Saat ini hampir tiap bulan pasti ada pembukaan tambang batu-bara baru
untuk wilayah kalimantan dan semuanya itu untuk kesejahteraan kaum
modal semata, dan rente bagi penguasa yang ada.
- Utang luar negeri yang telah menjadi alat untuk melemahkan, ternyata
tidak berani dikemplang oleh pemerintahan selama ini, bahkan untuk
meminta pengurangan utang pun mereka tidak berani, akhirnya dana
rakyatlah yang dikuras untuk membayar utang tersebut, rencana
penghapusan utang luar negeri bukan berarti pemerinthan SBY-JK dan
mungkin pemerintahan yang akan datang akan berhenti berutang,
karena bisikan kaum ekonom neoliberal akan selalu merayu untuk
Indonesia selalu hidaup dalam jeratan utang.
- Regulasi investasi, yaitu membuat peraturan yang membuat investor
nyaman berinvestasi seperti intensif pajak, membangun iklim investasi
yang kondusif yang berarti keamanan yang terjamin, serikat buruh yang
“ramah” serta sistem tenaga kerja yang fleksibel.
Dari hal-hal tersebut tidak ada bukti lain yang membuat kita ragu bahwa
pemerintahan yang telah berkuasa selama ini adalah pemerintahan yang
semata-mata tunduk pada kepentingan kaum modal serta menjalan
agenda neoliberal di Indonesia.
7
saat ini TPT kita tidak mampu bersaing dalam eksport kenagara-negara maju
bahkan didalam negeripun tidak mampu bersaing harga dan mutu dengan
hasil TPT dari china, hal ini terjadi akibat industri TPT yang dibangun adalah
industri dengan teknologi yang terbelakang dan bahan bakunya sangat
tergantung dari bahan baku import. Dari contoh kasus TPT tersebut dapat
kita lihat bahwa Indonesia tidak memiliki industri nasional yang kuat dan
maju, industri yang ada masih semata-mata bagian dari skenario modal
dunia pertama, bukan industri yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan nasional Indonesia.
Pandangan ABM:
Benarkah upah buruh yang tinggi akan menyebabkan investasi tidak
masuk ke Indonesia? Jelas, sekali lagi ini adalah propaganda “tukang obat”
yang berusaha membohongi kita. Berikut bukti yang menunjukkan bahwa
propaganda ini adalah bohong semata:
Laporan lembaga PBB, UNCTAD tahun 1997 menyebutkan bahwa
kemunculan perdagangan investasi spekulatif telah melemahkan
komitmen investasi jangka panjang pada sektor-sektor produktif
(investasi sektor riil). Tahun 2003 saja, uang yang ditanamkan pada
investasi spekulatif ini dalam SEHARI saja mencapai 1,2 triltun dolar AS.
Bandingkan misalnya dengan jumlah investasi yang ditanamkan pada
sektor riil (produktif) di seluruh dunia yang pada tahun 2003 tidak
mencapai 1 triltyun dolar AS dalam SETAHUN. Inilah kemudian sering
juga disebut ekonomi kapitalisme neoliberal sering disebut ekonomi judi.
Jadi investasi tidak masuk disebabkan karena para investor lebih
tertarik “berjudi” dalam perdagangan spekulatif dalam bentuk
perdagangan saham dan mata uang dibandingkan menanamkan
modalnya bagi investasi riil seperti permbangunan suatu industri,
bagun pabrik atau investasi riil lainya. Jadi pemerintahan Indonesia
selama ini hanya memfasilitasi rik spekulan/penjudi.
Keengganan penguasa modal di dunia pertama untuk
mengglobalkan investasinya. Hingga saat ini investasi masihlah
berpusat di negara-negara dunia pertama. Laporan lembaga PBB,
UNCTAD, World Investment Report 2003, menunjukkan bahwa lebih
71% investasi berada di negara-negara maju, 91% modal yang berasal
8
dari negeri-negeri maju ditanamkan diantara sesama negeri-negeri
maju. Artinya hanya kurang dari 9% modal dari negeri-negeri maju yang
bergerak ke negara-negara diluar mereka.
Upah buruh Indonesia tergolong rendah dan tidak ada
korelasi/hubungan nyata antara upah rendah dengan masuknya
investasi ke suatu negara. Hongkong dan Brunei yang menduduki
peringkat 10 besar dalam urutan negara tujuan investasi dunia, justru
upah buruhnya tergolong tinggi. Sementara upah buruh Indonesia
masihlah tergolong rendah tetapi investasi tetaplah tidak masuk.
Menurut Heri Rumwatin, Ketua Apindo Kabupaten Tangerang, dalam
salah satu wawancara di bulan Agustus 2005, mengakui bahwa upah
buruh masihlah rendah hanya 6-7% dari biaya produksi, justru yang
memeberatkan dunia usia adalah “biaya-biaya siluman” yang jumlahnya
mencapai 10% dari biaya produksi. Perusahaan Sony yang
memindahkan produksinya dari Indonesia ke Vietnam, juga menyatakan
bahwa kepindahannya bukan disebabkan upah buruh melainkan karena
biaya ekonomi yang tinggi diluar upah buruh (dikutip dari pernyataan
ekonom UGM, Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz dalam satu diskusi di Medan,
5 September 2006). Komponen Upah buruh Indonesia hanya 6-7% dari
biaya produksi sedangkan bila kita bandingkan kenegara yang saat ini
dsebutkan sebagai “saingan’ indonesia dalam menggaet investor yaitu
malaysia(17%), china(30%) dan vietnam(20%) maka cukup jelas bagi
kita bahwa larinya dan tidak masuknya investasi keIndonesia bukan
karena kita kaum buruh, tetapi karena kegagalan dari pemerintah.
Upah buruh Indonesia bukanlah persoalan utama yang dikeluhkan
oleh pengusaha/investor. Persoalan yang paling dikeluhkan terutama
pada adanya biaya: ketidakstabilan makro ekonomi; ketidakpastian
kebijakan; korupsi pemerintah lokal dan pusat; pajak; biaya tinggi; tidak
adanya kepastian hukum.
Dengan kondisi yang murah hingga saat ini dan fakta bahwa tidak ada
hubungan antara tidak masuknya investasi dengan tingkat upah maka
menjadi keputusan kita saat ini untuk memperjuangkan UPAH YANG
LAYAK yaitu upah yang menjadikan kita kaum buruh sebagai manusia yang
sesungguhnya bukan skedar sebagi alat kerja/mesin bagi pengusaha.
Penentuan upah selama ini dicoba secara sistematis untuk dapat memecah-
belah kaum buruh, mulai membeda-bedakan buruh kerah putih dengan
9
buruh kerah biru, penentuan upah pada tingakat propinsi dan kota serta
pembedaan upah berdasarkan sektor kerjanya. Usaha tersebut selama ini
hampir saja membuat perjuangan kita kaum buruh terjebak pada permainan
yang diinginkan oleh kaum modal dan antek mereka dipemerintahan.
Dengan membiarkan penentuan upah pada tingkat kota/kabupaten dan
propinsi sebenarnya kita membiarkan pemerintahan nasional lepas tangan
dari tugas pokoknya dalam perlindungan rakyatnya. Kita kaum buruh dipaksa
terpecah perjuangan nya semata-mata memperjuangkan upah
dikota/kabupaten kita saja, seakan-akan persoalan upah murah
dikota/kabupaten lain bukanlah menjadi persoalan bagi kita. Sejarah telah
mengajarkan kita termasuk sejarah perjuangan kita dalam menolak revisi UU
13/2003 kemaren bahwa hanya persatuan kaum buruh secara nasional lah
kita mampu mempertahankan hak kita dan menuntuk hak lainnya.
Penentuan upah berdasarkan sektor/UMSP jelas-jelas adalah usaha nyata
untuk mengkotak-kotakkan kaum buruh kedalam sektornya, bahwa kita
sadar betul bahwa persoalan kebutuhan hidup kaum buruh semuanya adalah
sama tidak terbeda-bedakan semata-mata hanya karena perbedaan sektor
kerja nya. Maka untuk mencapai Upah Layak tersebut secara bersama-
sama maka ABM memutuskan untuk menuntut pemerintah dalam penentuan
upah harus dilakukan secara nasional bukan berdasarkan kota/kabupaten
apalagi sektoral. UPAH LAYAK NASIONAL yang menjadi tuntutan
perjuangan kita saat ini.
Melihat hal tersebut maka ABM berkesimpulan bahwa pembangunan industri
dengan mengandalkan dana dari investor asing selama ini bukanlah demi
kepentingan nasional dan rakyat Indonesia tetapi investasi tersebut hanyalah
semata-mata difasilitasi oleh pemerintahan nasional selama ini demi
kepentingan kaum modal internasional dalam mengeruk kekayaan alam
Indonesia serta mendapatkan tenaga kerja Indonesia yang murah. Yang
tersisa dari proses investasi modal selama ini adalah kerusakan alam, buruh
yang tetap miskin karena tereksploitasi oleh kaum modal selama ini, dan
tidak ada kesejahteraan yang didapat. TUNTUTAN UPAH LAYAK
NASIONAL tidak akan diwujudkan oleh pemerintahan yang pengabdiannya
kepada kaum modal internasional.
10
pemerintahan sebelumnya karena skenario pembangunan tersebut sudah
sangat dipercaya sebagai mantera yang jitu untuk mensukseskan
pemerintahannya. Kita seakan-akan dibutakan terhadap alternatif lain yang
mampu kita lakukan untuk menjalankan ekonomi nasional demi
kesejahteraan rakyat Indonesia.
Lalu kalau tidak dengan cara mendatangkan investor apakah kita sanggup
menjalankan pembangunan? Pertanyaan seperti ini telah kita jawab dengan
tegas dalam konfrensi ABM tanggal 24-27 Juli 2006 di TMII jakarta, KITA
MAMPU! Kita telah merumuskan dalam platform perjuangan ABM kedepan
yaitu:
Penghapusan hutang Luar Negeri
Nasionalisasi terhadap sumber daya alam (Pertambangan, air,listrik,
telekomunikasi) dan aset-aset vital lainnya
Membangun industri nasional yang kuat
Pemberantasan korupsi.
11
Sikap ABM: Tentang Upah Layak Nasional
12
Dengan begitu, kita menjual sesuatu yang memberi tambahan kekayaan
pada majikan kita. Jika benar pengusaha membeli “kerja” kita, tentunya ia
akan membayar sebesar nilai yang kita hasilkan dalam proses produksi. Jika
kita mau ambil kesejajaran dengan agak menyederhanakan persoalan, kita
bisa membandingkan proses pembentukan harga ini dengan harga benda-
benda aji yang konon dapat memberi kekayaan pada pemiliknya. Sebuah
keris yang disebut bertuah dapat dihargai jutaan, bahkan puluhan dan
ratusan juta rupiah. Itu karena si pembeli berkeyakinan bahwa besi aji itu
dapat memberinya kekayaan. Namun, buruh (yang sudah pasti akan
memberi kekayaan pada pengusaha) tidaklah dibayar puluhan juta rupiah –
melainkan pada tingkat upah minimum. Kesimpulannya, sama sekali tidak
benar bahwa pengusaha membeli “kerja” buruhnya. Kita akan kembali pada
tema ini di belakang.
13
permintaan dan penawaran. Padahal, dalam pengalaman praktek sehari-
hari serikat buruh, bukan hukum pasar ini yang berlaku dalam perundingan.
Melainkan di mana serikat buruhnya kuat, upah dan jaminan sosial lainnya
pasti diberikan secara penuh – tidak jarang bahkan masih dilebihkan.
Namun, di mana serikat lemah, hampir bisa dipastikan bahwa kesejahteraan
juga tidak terjamin. Selain dari persoalan kekuatan serikat, yang artinya
seberapa kuat posisi tawar buruh, upah yang tinggi biasanya ditemui di
perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan keuntungan luar biasa
besar. Pada kasus seperti ini, pengusaha membagi sedikit keuntungan yang
diperolehnya pada buruh. Dengan kata lain, tinggi-rendahnya upah tidak
tergantung pada pasokan dan permintaan ketenagakerjaan, melainkan pada
seberapa mampu buruh menekan pengusaha agar membagi keuntungan
mereka pada buruh.
14
pertanyaan sederhana: apakah seorang buruh bangunan yang
menggunakan peralatan sekedarnya memang kurang terampil dibandingkan
seorang operator robot pembuat mobil? Seorang buruh bangunan harus
mengerahkan segenap ketrampilannya untuk membuat bangunannya kokoh
dan dapat bertahan lama, sementara seorang operator robot cukup
menekan beberapa tombol untuk menggerakkan robotnya. Siapapun yang
pernah mencoba memasang sendiri ubin keramik (tanpa memanggil tukang)
pasti tahu betapa sulitnya pekerjaan itu, dan betapa pekerjaan yang
kelihataannya sederhana itu ternyata membutuhkan ketrampilan yang amat
tinggi. Terlebih jika tidak memiliki peralatan yang memadai. Semakin tinggi
teknologi, justru tingkat ketrampilan yang dibutuhkan untuk
mengoperasikannya semakin rendah.
Dan melalui anggapan bahwa dalam penentuan upah berlaku hukum pasar,
kelas pengusaha kemudian melancarkan tuduhan bahwa serikat buruh
merupakan sebuah kekuatan yang “mendistorsi pasar” – dengan kata lain,
serikat buruh adalah sebuah kekuatan monopoli, yang harus dihapuskan,
sehingga sistem persaingan pasar dapat berjalan dengan lancar. Kenyataan
yang kita temui, setelah serikat dibubarkan (biasanya pasca relokasi atau
PHK massal), pengusaha melakukan tawar-menawar dengan intimidasi:
“kalau kamu tidak mau menerima tingkat upah yang kami tawarkan, masih
banyak orang lain yang kini menganggur ingin juga bekerja di sini.” Dengan
kata lain, “hukum pasar” pada prakteknya adalah alat intimidasi agar buruh
mau menerima tingkat upah yang murah. Hukum Pasar bukanlah sebuah
hukum alam, atau hukum yang berlaku secara objektif, melainkan sebuah
akal-akalan karangan pengusaha agar dapat menekan tingkat upah buruh.
Hakikat Upah
15
akan mengerjakan proses produksi ini. Pada usaha skala mikro (kecil sekali,
misalnya pedagang gorengan atau tukang baso) si pemodal sekaligus
merangkap sebagai buruh karena ia masih sanggup mengerjakan semua
pekerjaan sendiri. Namun, dalam skala yang lebih besar (misalnya warung
tenda atau warteg) sudah tidak ada lagi pekerjaan yang sanggup
diselesaikan sendiri semuanya. Mulai dari skala kecil sampai skala lintas-
negara (trans-nasional) pengusaha sudah harus menyertakan buruh. Dan
dalam tiap usaha yang menyertakan buruh, kita menemui usaha untuk
menekan upah buruh. Pengusaha kecil, misalnya, menggunakan tenaga
keluarganya sendiri sebagai buruh supaya tidak usah memberikan bayaran.
Seringkali anggota keluarganya dianggap “menumpang makan” padanya
sehingga ia tidak merasa perlu mengeluarkan upah secara khusus.
Karena sistem produksi kapitalis modern berkembang dari sistem gilda ini,
banyak fitur dari sistem ini yang diadopsi oleh kapitalisme. Kebetulan, sistem
pengupahan dalam gilda, yang hanya sekedar untuk makan-minum (baca:
bertahan hidup) cocok dengan hukum dasar kapitalisme yakni pertukaran
dengan sistem pasar. Kerja manusia kemudian dianggap sebagai sebuah
komoditi yang diperjualbelikan di pasar tenaga kerja.
16
membayar seorang buruh untuk kerja yang dilakukannya di pabrik,
melainkan untuk menjaganya agar tetap dapat hadir di pabrik. Karena
seorang buruh akan terus hadir selama ia sehat, maka ia akan diupah sesuai
jumlah biaya yang dibutuhkannya agar tetap sehat. Itulah mengapa
pengusaha hanya mau mengupah berdasarkan kebutuhan.
Kita lihat bahwa buruh memberi pengusaha barang senilai Rp 600 ribu per
hari lewat kerjanya. Sementara buruh hanya dapat membeli barang senilai
Rp 27 ribu per hari setelah diupah. Ada selisih sebesar Rp 573 ribu. Selisih
17
inilah yang disebut “nilai lebih” atau surplus value. Dari sinilah datangnya
profit – dan konsentrasi kekayaan di tangan segelintir pengusaha.
Maka, sistem kerja upahan adalah satu tiang pokok ketidakadilan dalam
sistem kapitalis. Berapapun besar upah yang kita terima, tetap saja tidak ada
apa-apanya dibandingkan besarnya nilai-lebih yang kita serahkan pada
pengusaha dalam produksi. Buruh hanya dibayar cukup untuk dia hidup,
tetap datang ke pabrik esok hari, dan tetap produktif.
Perjuangan Untuk Upah
18
Hakikat Perjuangan untuk Upah
Dengan demikian, jika kita perhatikan hakikatnya, perjuangan untuk
peningkatan upah bukanlah perjuangan sejati untuk menghapuskan
ketidakadilan dalam sistem kapitalis. Perjuangan itu adalah untuk merebut
kembali sebagian dari kekayaan yang telah diperas dan dihisap kapitalis dari
kerja buruh. Sekalipun perjuangan peningkatan upah dilakukan secara
radikal, perjuangan itu tetaplah berwatak reformis–karena hanya
meringankan kesengsaraan, bukan menghapuskan ketidakadilan.
Perjuangan untuk upah ini juga penting karena pengusaha akan terus-
menerus berupaya untuk menekan tingkat upah buruh. Penekanan ini
penting karena jika buruh upahnya layak, ia akan memiliki uang dan
kesempatan cukup untuk belajar. Kalau buruh pandai, ia akan kritis. Dan
hampir tidak ada pengusaha yang senang buruhnya kritis.
19
1. Dengan membedakan antara buruh “kerah putih” dan
“kerah biru”: Pengusaha mengangkat status beberapa
orang buruh dan melibatkannya dalam manajemen.
Dengan demikian, buruh yang diangkat statusnya tadi
akan bekerja sebagai kaki-tangan pengusaha dan ikut
menindas rekan-rekannya sesama buruh.
2. Dengan pembagian kerja berdasarkan
geografis/wilayah: Istilah yang kini populer adalah
“relokasi pabrik”. Gejala ini baru kita rasakan di Indonesia,
tapi sesungguhnya hal ini telah lama dilakukan pengusaha
di Eropa dan Amerika – yakni ketika mereka memindahkan
pabrik ke negara-negara berkembang di Asia dan Afrika.
Dengan memindah pabrik, atau dengan mengancam akan
memindah pabrik, pengusaha akan terjamin mendapat
upah murah. Buruh yang takut di-PHK akan lebih mudah
ditekan untuk menerima tingkat upah yang rendah.
3. Dengan pembagian kerja berdasarkan sektor: Cara ini
mirip dengan cara pertama, yang pada hakikatnya adalah
memecah-belah solidaritas antar buruh. Jika buruh dari
berbagai sektor mengadakan perjuangan bersama, besar
kemungkinan tuntutan mereka diterima. Namun, jika
masing-masing sektor sudah berjuang sendiri, pengusaha
bisa memilih sektor mana yang akan mereka anak-
emaskan – sambil meningkatkan tekanan pada sektor
lainnya.
4. Dengan menerapkan “kuota produksi”: Sesuai sistem
ini, buruh dipaksa untuk memenuhi satu jumlah produksi
tertentu. Kata pengusaha, jika mereka bisa melebihi kuota,
akan ada bonus yang lumayan. Demi bonus itu, buruh rela
lembur dan bekerja melebih kemampuan fisiknya. Padahal
kuota itu sendiri sudah sangat tinggi, dan seringkali buruh
sebenarnya tidak mampu memenuhinya. Karena bekerja
memforsir diri, tingkat kesehatan buruh menjadi buruk.
Sehingga, seharusnya pengusaha menambah upah untuk
menjaga buruhnya tetap sehat. Namun, pengusaha tidak
mau tahu. Dan, seringkali, dengan alasan tidak memenuhi
kuota, upah buruhnya malah dipotong. Di samping itu, tiap
20
buruh dipaksa untuk menjadi individualistis. Buruh jadi
melihat peningkatan upah sebagai hasil upaya
perorangan, mereka tidak peduli juga melihat rekannya
gagal mendapatkan peningkatan upah. Bahkan, seringkali
antar buruh terjadi persaingan untuk memenuhi kuota. Ini
merupakan pemecah-belah yang ampuh terhadap
solidaritas buruh.
Pemerintah Indonesia, pada saat ini, juga menerapkan satu taktik untuk
memecah-belah persatuan buruh, yakni dengan menerapkan Otonomi
Daerah. Melalui otonomi, tiap penguasa daerah merasa berhak menetapkan
tingkat upah bagi daerahnya sendiri. Dan, celakanya, masing-masing
penguasa daerah seperti berlomba-lomba menekan tingkat upah ini agar
“meningkatkan daya saing” daerahnya dalam menarik minat modal asing.
21
Karena itu, bukan hanya pengusaha saja yang harus didesak untuk
meningkatkan upah. Tapi, kaum pengusaha seringkali berlindung di balik
ketiak pemerintah agar memperoleh kesempatan menekan tingkat upah
serendah mungkin. Oleh karena itu, tekanan terhadap pemerintah juga harus
dilakukan dengan keras – setidaknya agar pemerintah tidak memihak
pengusaha.
22
juga menjaga kesehatan fisik dan lingkungannya – antara lain dengan
mandi, berpakaian yang layak dan sehat, dan berolahraga. Komponen pokok
terakhir adalah biaya yang dibutuhkan untuk menghadirkan buruh tersebut
secara fisik di pabrik – dengan kata lain, biaya transportasi.
23
pengusaha secara nasional, dan menunjukkan bahwa gerakan buruh
merupakan gerakan yang rasional dan bukan semata-mata mendasarkan
diri pada emosi dan kemaruk ingin upah yang tinggi. Kita tunjukkan bahwa
yang kita tuntut adalah memang apa yang layak kita dapatkan di bawah
sistem penindasan kapitalis.
24
Dengan demikian, dalam momentum perjuangan menuntut pemberlakukan
standarisasi upah layak nasional, maka tugas ABM adalah secara
sistematis, berkelanjutan dan penuh kesabaran menjelaskan kepada kawan-
kawan buruh, soal apa itu neoliberalisme(penjajahan bentuk baru), dan
bagaimana secara programatik bisa di lawan oleh kaum buruh
Memang bukan pekerjaan yang mudah – dan kita juga harus menyampaikan
kepada kaum buruh, bahwa perjuangan ini memang tidak mudah – karena
secara umum kesadaran kita kaum buruh Indonesia masih dalam kesadaran
menuntut upah yang lebih baik, namun belum melihat neoliberalisme (
penjajahan bentuk baru ) sebagai akar persoalannya, yang dalam bentuk
praktis perjuangan kaum buruh sehari – hari ditunjukan dengan perjuangan
sendiri – sendiri, dengan sasaran tuntutan paling sering adalah pemilik
pabrik di tempat kerja masing – masing, jikapun ada gerakan bersama,
itupun dalam momentum – momentum tertentu.
Oleh karena itu, dalam momentum penetapan upah minimum ke depan ada
beberapa target yang menjadi tugas ABM :
25
kerakyatan di luar serikat buruh yang juga sedang berjuangan
melawan neoliberalisme.
2. Kampanye tentang neoliberalisme ( penjajahan bentuk baru )
sebagai akar persoalan kemiskinan kaum buruh dan rakyat miskin
akan semakin meluas denagn alat ukurnya adalah dengan
munculnya tuntutan – tuntutan anti neoliberalisme ( penolakan
pembayaran utang, nasionalisasi industri vital dan pembangunan
indusrti nasional yang mandiri )
3. Dalam hal tuntutan mendesak, yaitu standarisasi upah layak
nasional 2 , maka tugas Aliansi Buruh Menggugat untuk
memperjuangkannya, terutama dikalangan buruh agar bisa di
terima sebagai tuntutan bersama, jika belum bisa maka kita bisa
melakukan kompromi dalam hal besarnya nominal namun dengan
tetap mengkampanyekan apa yang menjadi dasar – dasar
argumentasi kita dan apa yang solusi dari kita ( tentang
neoliberalisme/penjajahan bentuk baru sebagai akar masalah upah
murah dan pemiskinan, serta penolakan pembayaran utang,
nasionalisasi industri vital dan pembangunan industri nasional yang
mandiri sebagai jalan keluar/solusi terhadap pembangunan
nasional yang kerakyatan )
4. Sekalipun belum disepakati dalam konferensi nasional, namun
sudah saatnya wacana pemerintahan alternatif (kekuasan politik
pada kaum buruh dan rakyat miskin 3 ) mulai di diskusikan. Ini
menjadi penting dan mendesak, karena sudah terbukti berkali–kali,
pergantian kekuasaan di Indonesia tidak pernah mengabdi pada
kaum buruh dan rakyat miskin. Sekalipun terjadi pergantian
Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Anggota DPR/MPR, Pergantian
Bupati/walikota namun karena lingkaran kekuasaan hanya itu – itu
saja ( para Pemilik Modal Pro Neolib, Jenderal Pro Neolib, Elit Partai
Pro Neolib, Intelektual Pro Neolib ) maka kaum buruh dan rakyat
miskin selalu menjadi korban dan selalu disingkirkan
2
Untuk komponen dan besarannya bisa dilihat di bagian lain dari tulisan ini
3
Seperti yang diungkapkan oleh Presiden Republik Bolivarian Venezuela,
Hugo Chaves pada tahun 2005 “….bila kita hendak mengentaskan
kemiskinan, kita harus memberikan kekuasaan pada si miskin, pengetahuan,
tanah, kredit, teknologi dan organisasi. Itulah satu – satunya cara mengakhiri
kemiskinan. “
26
5. Secara organisasi, momentum upah ke depan harus digunakan
oleh Aliansi Buruh Menggugat untuk menguatkan konsolidasi
internal dan memperbesar jaringan. Konsolidasi Internal bermakna
pembangunan struktur ABM dari tingkat wilayah sampai tingkatan
pabrik ( sampai saat ini masih banyak serikat – serikat buruh yang
tergabung dalam ABM di satu wilayah, di satu kota, kawasan
industri maupun tinggkat pabrik yang belum menstrukturkan diri
dalam struktur bersaama ABM sehingga mempersulit koordinasi
dalam langgam kerja perjuangan ), disamping segera membangun
pusat – pusat perjuangan ABM ( dalam bentuk sekretariat bersama
) di setiap tingkatan ( Sekber Wilayah, Sekber Kota, Sekber
Kawasan, Sekber Pabrik ) di seluruh Indonesia. Dalam hal
memperluas jaringan, tugas kita adalah berusaha keras mendorong
kawan – kawan buruh yang saat ini masih belum berorganisasi
untuk membentuk organisasi atau bergabung dengan organisasi
buruh yang ada dan konsisten berjuang, dan kita juga harus
mendorong kawan – kawan yang telah berserikat untuk bersatu
dengan serikat–serikat buruh lain termasuk bersatu dengan ABM,
karena momentum perlawanan upah sangat memungkinkan
terjadinya persatuan yang sangat luas.
6. Karena Pemerintah, Pengusaha, Partai–Partai Politik Pro Neolib
(penjajahan bentuk baru) dan Intelektual pendukungnya pasti akan
berusaha menipu kita dengan alasan–alasan yang bisa membuat
kita menjadi lemah, menjadi tidak berani menuntut, menjadi tidak
berani berorganisasi, menjadi diam dan akhirnya kalah, dan itu di
lakukan dengan berbagai cara terutama dengan media – media
yang mereka miliki. Di koran, televisi, radio dan media – media lain,
setiap hari mereka menakut – nakuti kita, melemahkan iman
perjuangan kita, maka tidak ada jalan lain, kita juga harus tiap hari
berbicara kepada buruh – buruh lain, menjelaskan tiap hari kepada
kawan – kawan sekitar kita, dengan media kita sendiri, dengan
koran kita sendiri, dengan “ Suara ABM”. Artinya “ Suara ABM”
harus masuk ke setiap pabrik, harus masuk ke setiap kontrakan
buruh, harus menjadi bahan diskusi di setiap pertemuan –
pertemuan buruh. Setiap anggota ABM harus memikirkan dan
bertanggung jawab dalam penulisan isinya ( karena koran ini milik
kita, maka semua persoalan, pengalaman perjuangan buruh,
27
kemenangan perjuangan dan juga kekalahannya yang tidak pernah
di muat di koran pengusaha harus di masukan ke “ Suara ABM “
agar semua buruh di Indonesia bisa menyuarakan tuntutannya,
mengalang solidaritasnya, membangun kekuatannya ). Selain
semua kawan harus menulis, kawan – kawan juga harus
bertanggung jawab dalam hal mendistribusikan “Suara ABM” agar
semua kawan mendapatkannya, bahkan sekalipun hanya
mendapatkan kopiannya. “Suara ABM “ adalah tangan yang
menyatukan perjuangan buruh di Aceh dengan perjuangan buruh di
Papua, yang menyatukan perjuangan buruh di Nusa Tenggara
dengan perjungan buruh di Jakarta, antara perjuangan buruh di satu
pabrik dengan perjuangan buruh di pabrik lainnya. Apakah ini
berarti “ Suara ABM “ akan di bagikan gratis ? Jelas tidak, karena
ini adalah koran kita, ini adalah corong kita, ini adalah tangan kita,
maka kitalah yang harus membiayainya, kitalah yang harus
mendanai dengan duit dari keringat kita sendiri. Tidak boleh “ Suara
ABM “ tergantung pada donator di luar kita. Dan momentum
perlawanan terhadap upah murah, akan kita jadikan ajang untuk
menyebarluaskan “ Suara ABM “.
28