Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
-LOGI / -LOGY
Greek: -logia, from legein, to speak; a combining form meaning: (a) specified kind of
speaking, as in eulogy; (b) science, doctrine, theory of, as in geology, theology.
TIPE / TYPE
Latin: typus; Greek: typos, a blow, mark of a blow, figure, outline, character of a disease, from
typyein, to beat, to strike.
Discourse on types
Reader‟s Dictionary:
• person, thing, event, etc., considered as an example of its class or group.
• class or group considered to have common characteristics.
TIPE vs MODEL
• Dalam tipe, obyek-obyek yang digolongkan dalam satu tipe tidak selalu sama tetapi memiliki
karakter yang kurang lebih mirip.
• Dalam model, obyek-obyek yang termasuk sebagai satu model semuanya sama persis sesuai
dengan kondisi yang awal.
TIPE vs MODEL
• Dalam tipe, obyek-obyek yang digolongkan dalam satu tipe tidak selalu sama tetapi memiliki
karakter yang kurang lebih mirip.
• Dalam model, obyek-obyek yang termasuk sebagai satu model semuanya sama persis sesuai
dengan kondisi yang awal.
OBYEK DESAIN – ANALISIS ARSITEKTUR
Ujud sekarang: produk sejarah – superimposisi lapisan jaman – cerminan berbagai kekuatan
sepanjang proses pembentukannya
I. De Quincy, Durant,
Tipologi preseden tektonik dan bentuk(style/ langgam)
Bangunan dengan fungsi tertentu punya langgam tertentu
Pandangan Budi Sukada (1989), bahwa di dalam studi tipologi dikenal tiga tahapan yaitu :
1. tipologi digunakan untuk menentukan bentuk dasar pada setiap objek
2. tipologi digunakan untuk menentukan sifat dasar berdasarkan bentuk dasar yang ada
3. digunakan untuk menjelaskan proses komposisi bentuk dasar
Pengklasifikasian tipe menurut Robinson harus mempertimbangkan dua hal yaitu „how
architecture is made‟ dan „how architecture received by the audience‟. Oleh karena itu
terdapat dua pendekatan klasifikasi tipologi yang dapat dilakukan, yaitu dengan
mempertimbangkan
Physical properties‟ (karakteristik fisik),
taksonomi dari material, penyusunan ruang, style, pembagian geometrik, berbagai elemen, dan
sistem konstruksi
Enviroment that surrounding the objects (lingkungan), menyangkut
how enviroments are made,
how enviroments are used
how enviroment are understood
Misalnya „rules and processes‟ (aturan dan proses) yang menyangkut permasalahan „plan of
configuration‟ (konfigurasi komposisi)
Tipologi bentuk (geometri, langgam, komposisi, dsb),
Tipologi fungsi?
Desain Arsitektur
Bert Bieslefeld (ed) 2013
Form Context Firmitas
Spirit Utilitas
Meaning
Venustas
Construction
Function
Capon-Vitruvius
Intention
Intention
Form Context Firmnitas
Spirit Utilitas
Meaning
Venusitas
Construction
motivation
motivation
Function
TYPO-MORPHOLOGY
Culture?
Local Historical Prototype?
Zeitgeist ?
Politik?
Ekonomi?
Conservation ?
Primordial Image ?
Site-Location?
Nature
etc
Mark Galenter (1992) sumber-sumber penciptaan bentuk (form) dalam desain arsitektur
•An Architectural form is determined by the prevailing social and economic condition.
Bentuk arsitektural dapat diciptakan dengan mempertimbangkan aspek sosial (untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat banyak) dan ekonomi (efektif-efisien-fungsional).
•An Architectural form is derives from timeless principles of form that transcend particular
designers, culture, dan climate.
•Bentuk-bentuk arsitektural dapat dilahirkan melalui konsep-konsep masa lalu. Konsep ini digunakan karena
dianggap mempunyai keunikan/kekhasan, untuk tujuan khusus, pertimbangan budaya (misalnya: lokalitas),
dan kontektualitas iklim, dsb. Hal ini dapat menyangkut aspek kesejarahan (pro-history), type, dsb.
Pemahaman ini yang menunjukkan adanya kemungkinan penggunaan unsur-unsur desain candi dalam
bangunan pada masa pra-kolonial (Islam), kolonial, dan pasca kolonial di Indonesia.
KULIAH 03
03
manusia vs alam
homo faber – man the maker
euclidean & non-euclidean
plato & aristoteles
immanuel kant & john locke
Konteks Dalam Arsitektur
MANUSIA VS ALAM
mengapa,
Saat kita menciptakan sesuatu, kita membedakannya dengan yang „alam‟. Kita mendesain fasad
arsitektural agar seimbang, sempurna, atau membuat sebuah alat yang cantik dan sesuai
fungsinya, atau sebuah perabot agar tampil indah, seimbang, dan harmonis dengan ruangan
tempat ia akan diletakkan.
Apakah hal ini telah berlaku sejak awal kita diciptakan? Apakah kita selalu mencari bentuk
kesempurnaan sebagai bagian dari cara kita mencipta?
JOSEPH RYKWERT
ON ADAM’S HOUSE IN PARADISE: THE IDEA OF
THE PRIMITIVE HUT IN ARCHITECTURAL
HISTORY, 1981
EUCLIDEAN
NON-EUCLIDEAN
IMMANUEL KANT & JOHN LOCKE
Secara historis dapat dijelaskan bahwa pencarian secara terus-menerus terhadap order, terbagi ke
dalam dua pandangan besar – idealis dan empiris.
dalam memandang hubungan pikiran dengan dunia ciptaan manusia ataupun dunia natural:
John Locke
bahwa pikiran kita adalah sebuah tabula rasa yang dapat diisi beragam impresi dan informasi
kultural.
Immanuel Kant
menentang pandangan tersebut dan mendukung posisi Aristoteles, bahwa bagaimana kita dapat
menata/ memberi order pada dunia ciptaan di sekeliling kita bila kita tidak memiliki dorongan
alam untuk melakukannya. Pandangan Kant, berlawanan dengan pandangan yang
menganalogikan pikiran kita sebagai sebuah piring kosong, melainkan memandang pikiran
kita sebagai sebuah mesin pencari yang bekerja tanpa henti, yang dilengkapi dengan hasrat
alami untuk mengarungi perkembangan pengetahuan secara sadar.
PLATO & ARISTOTELES
IMMANUEL KANT & JOHN LOCKE
teori Darwin
cenderung mendukung pandangan Kant (dan Aristoteles) daripada pandangan Locke.
Pandangan kant seakan mendemonstrasikan bahwa pencarian order dan refinement dalam
arsitektur secara terus-menerus, merupakan bagian dari sebuah mekanisme yang terus ber-
evolusi untuk memastikan kelangsungan kita dalam menghadapi dunia yang tidak dapat diprediksi.
Dari titik ini, dorongan terhadap hasrat manusia terhadap arsitektur kemudian dapat dijelaskan
sebagai sebuah sifat dasar manusia dalam mencari order yang kemudian kita terapkan pada
ciptaan kita: budaya dan dunia fisik spasial (ARSITEKTUR).
KONTEKS DALAM ARSITEKTUR
TIPOLOGI SEBAGAI BAGIAN DARI TEORI ARSITEKTUR
Dalam proses pencarian order secara terus-menerus, teori dalam arsitektur kemudian muncul dan
keberadaannya memiliki satu tujuan utama: untuk menjaga konsistensi peningkatan kualitas
lingkungan binaan melalui perkembangan variasi ide dan prinsip-prinsip arsitektur.
Konsekuensinya, „tujuan‟ tersebut merupakan basis untuk teori; cita-cita dan sasaran merupakan hal yang
tersirat di dalamnya. Sehingga penolakan total terhadap teori dalam arsitektur dan hanya
memandangnya sebagai referensi historis, pada gilirannya akan menimbulkan sikap anarkis
terhadap proses desain –dan mendorong desain arsitektur lebih dekat ke arah seni.
Jadi, tidak menggunakan teori ke dalam desain adalah langkah „memelesetkan‟ desain ke dalam sebuah
„kreasi random‟ dan berharap pada terjadinya serendipity (ketidaksengajaan yang positif) dalam
desain. Bukan berarti bahwa serendipity merupakan hal yang buruk, tetapi manusia tidak boleh
bersandar pada harapan tersebut. Melalui pandangan ini, berkembangnya teori/pemikiran secara
terus-menerus menjadi kebutuhan dalam proses penciptaan suatu desain dan menunjang keberhasilan
desain, atau minimal mampu memberi alasan yang baik, logis, dan kontekstual terhadap keputusan-
keputusan desain yang diambil.
KONTEKS DALAM ARSITEKTUR
Terkait dengan hasrat manusia dalam berarsitektur, Michael Speaks dalam essay-nya After Theory,
berpendapat bahwa manusia tidak akan pernah berhenti untuk berfilsafat: selalu berada dalam proses
„menjadi‟. Teori arsitektur, sebagaimana sebuah kerangka intelektual, bersifat dinamis, dan selalu dapat
dipertanyakan kembali. Dan kembali pada arti fundamentalnya, teori harus tetap hadir dalam desain
arsitektural sebagai basis bagi proses pengambilan keputusan. Ketidakhadiran teori desain dan
berhentinya pencarian order dalam desain ditakutkan dapat mendorong arsitektur ke dalam „cyclical
paths‟, sebuah jalur siklus. Kita bukanlah makhluk yang ingin tersesat dan mengulang masa lalu
sehingga hasrat berarsitektur kita menjadi sangat relevan.
ARSITEKTUR YANG TERSESAT
Sisi buruk dari kapabilitas arsitektur yang dapat tersesat adalah kecenderungan sebagian objek
arsitektur yang kemudian seakan-akan menjadi bagian dari Disneyland – dalam
pemahamannya sebagai sebuah parodi dari dunia nyata dan imajinasi.
Perjalanan ke Disneyworld, misalnya, merupakan sebuah pengalaman mimpi di siang bolong. Apa yang kita
alami adalah sebuah kebebasan total, dengan ketiadaan tujuan, ketiadaan alasan, dan ketiadaan
resiko. Yang kita temukan dalam Disneyland bukanlah Indonesia, Amerika, Cina, Jerman, Inggris, atau
negara manapun yang menjadi bagian dari masa lalu kita. Yang kita temukan di sana adalah sebuah
permainan imaji yang super bebas, di mana kita bebas menentukan yang mana yang ada dan tidak.
Disneyland adalah perlambang dari dunia masa kini, dimana keduanya memberikan hal yang sama:
sebuah pengalaman yang “kosong” dan kebebasan tak berbatas.
Perjalanan ke Disneyworld, misalnya, merupakan sebuah pengalaman mimpi di siang bolong. Apa yang kita
alami adalah sebuah kebebasan total, dengan ketiadaan tujuan, ketiadaan alasan, dan ketiadaan
resiko. Yang kita temukan dalam Disneyland bukanlah Indonesia, Amerika, Cina, Jerman, Inggris, atau
negara manapun yang menjadi bagian dari masa lalu kita. Yang kita temukan di sana adalah sebuah
permainan imaji yang super bebas, di mana kita bebas menentukan yang mana yang ada dan tidak.
Disneyland adalah perlambang dari dunia masa kini, dimana keduanya memberikan hal yang sama:
sebuah pengalaman yang “kosong” dan kebebasan tak berbatas.
ARSITEKTUR YANG TERSESAT
INDONESIA?
arsitektur kita (Indonesia) saat ini, sebagian besar justru dapat kita kategorikan dalam golongan arsitektur
yang tersesat itu. Mencomot kulitnya dan membanggakan karya yang menyerupai hasil karya arsitek
pemikir bertaraf internasional telah jamak kita jumpai di majalah-majalah arsitektur kita. Arsitektur
yang muncul sebagai produk dagangan developer juga tidak luput dari isu ini.
ARSITEKTUR YANG TERSESAT
Ekspresi
(smithies, 1984)
dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek:
Fungsi, fungsi dapat melahirkan bentuk yang ekspresif misalnya kita membuat sebuah lumbung
padi dengan menitikberatkan pada pemenuhan fungsi, maka akan muncul bentuk lumbung
pada yang dapat menghindari terjadinya pembusukan padi, menghindari gangguan tikus dan
sebagainya.
Struktur, penonjolan struktur sebagai elemen estetis pada sebuah bangunan dapat
melahirkan bentuk yang ekspresif pula.
Budaya, misalnya pada bangunan tradisional. Ekspresi yang dimunculkan merupakan hasil
tampilan budaya
A connection with the past is a prerequisite for the appearance of a new and self confident tradition‟
(Gideon, 1956). Hubungan dengan masa lalu adalah keharusan bagi munculnya tradisi yang
baru dan penuh kepercayaan diri (keoptimisan).
KULIAH 04
04
hubungan bentuk dan struktur
unity of form and structure
engineer’s aesthetic
monumentalizing technology
dramatizing technology
architecture and industrial production
Form and Structure
... those parts of a building that take up the loads on the building and carry them down to
foundations; partitions, on the other hand, serve to separate spaces
TYPO-MORPHOLOGY
Aztec pyramid
parthenon
parthenon
ANTROPOMETRI
BASIC ACTIVITY
ACTIVITY UNIT
COUCH EXAMINATION
DENTAL EXAMINATION
AND TREATMENT
FLOW OF ACTIVITIES
ACTIVITY SPACE / ROOM
Broadbent
• Structural Articulation
• Physical Function
• Psychological Function
• Social Function
• Cutural/Existential Function
Function
• Referential function
• Aesthetic function
• Allusory Function metafora
• Territorial Function
• Expressive Function penekanan
PROGRAM
Bernard Tschumi, The Manhattan Transcripts 1976-1981
Memahami arsitektur harus lebih dari sekedar apa itu arsitektur tapi juga
apa yang terjadi dalam arsitektur.
Bernard Tschumi melakukan dekonstruksi program dengan beberapa pendekatan, yakni:
•Crossprogramming
Menggunakan konfigurasi spatial tertentu untuk program yang sama sekali berbeda; misalnya
bangunan rumah ibadah digunakan untuk klub malam. Menempatkan suatu konfigurasi spatial
pada lokasi yang tidak berkaitan; misalnya museum diletakkan dalam bangunan parkir.
•Transprogramming
Mengkombinasikan dua program yang sifat dan konfigurasi spatialnyaberbeda;misalnya
planetarium dikombinasikan dengan roller-coaster, perpustakaan dengan trek balap mobil.
•Disprogramming
•Mengkombinasikan dua program sedemikian rupa sehingga konfigurasi ruang program pertama
mengkontaminasi dan mengganggu program dan konfigurasi ruang kedua; misalnya supermarket
dikombinasikan dengan perkantoran.
Sou Fujimoto, The Primitive Future 2011
Tentang bagaimana arsitektur dapat menemukan masa depan yang baru hanya ketika
arsitektur terlebih dahulu kembali kepada yang primitif
Nest Cave
Sou Fujimoto, The Primitive Future 2011
Tentang bagaimana arsitektur dapat menemukan masa depan yang baru hanya ketika
arsitektur terlebih dahulu kembali kepada yang primitif
Nest Cave
Sou Fujimoto, The Primitive Future 2011
Tentang bagaimana arsitektur dapat menemukan masa depan yang baru hanya ketika
arsitektur terlebih dahulu kembali kepada yang primitif
Nest – Sarang
Menyiratkan sebuah ruang yang telah dipersiapkan secara khusus untuk tempat tinggal
manusia, dibangun dan ditujukan untuk manusia.
Cave – Gua
Sudah ada sejak sebelum manusia, tetapi diadaptasikan dan digunakan oleh manusia.
Gua adalah kebalikan sarang, ruang yang terbentuk secara alami. Bila sarang dirancang
untuk kenyamanan manusia, dengan program atau fungsi yang sudah ditentukan, maka
gua diawali dari kekosongan, lalu diisi dan digunakan oleh manusia. Keduanya digunakan
oleh manusia, namun dengan runutan yang terbalik satu dengan yang lainnya.
Sou Fujimoto, The Primitive Future 2011
Dalam konteks Primitive Future, Sou Fujimoto menjelaskan bahwa kekosongan pada gua
membuat penggunanya menentukan sendiri tindakan apa yang akan dikenakan terhadap
ruangan.
Kemungkinannya menjadi tak terbatas karena kekosongan memicu kreativitas dan manusia
mencari fungsi-fungsi baru yang mungkin diadakan dan pada titik ini arsitektur bisa
berkembang.
Gua yang digunakan untuk tempat tinggal memerlukan tindakan kreatif atas nama
manusia.
Gua mengubah perilaku penghuninya dengan tidak menawarkan cara yang jelas untuk
menggunakan tempat tersebut.
Meskipun sampai tingkat tertentu ambiguitas ini melekat pada semua ruang, gua benar-
benar tidak terdefinisi.
•Penolakan terhadap antroposentrisme dalam desain, yaitu rujukan pada proporsi fisik tubuh
manusia sebagai ukuran ideal bagi segalanya.
•Penolakan terhadap center sebagai bagian paling penting dan memiliki hirarki lebih tinggi
dibanding bagian lain.
•Penolakan terhadap kekakuan oposisi dialektis dan kategori hirarkis tradisional seperti “form
follows function”, “ornament added to structure”, digantikan oleh “existing between”, “almost
this or almost that, but not quite either”.
•Pemahaman arsitektur secara tekstual dalam kaitan dengan otherness, trace dan absence.
Eisenman dalam proyek “Romeo and Juliet” untuk Venice Biennale 1986 mencoba memperlakukan
lahan sebagai “palimpsest” dan “quarry” yang memiliki jejak-jejak memori dan potensi untuk digali
lebih lanjut, sementara dalam proyek “House X”, ia mencoba menghindari adanya pusat di dalam
rumah.
Derrida :
Dissemination (penyebaran tanda-tanda) dan double coding (teks dapat memiliki arti ganda).
Radikalitas pemikiran Derrida merupakan upaya pembebasan terhadap logika. Pemikiran ini
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa teks tidak dapat berdiri sendiri melainkan rangkaian dari
teks-teks yang lain.
•Strategi permainan yang tidak terencana untuk tujuan mengusik stabilitas teks dan mencairkan
pengertian tunggal yang terbentuk di dalam teks
•Membayangi setiap teks dengan kemungkinan-kemungkinan lain yang tak terduga sekaligus
memunculkan kecemasan karena seolah-olah kita telah kehilangan makna.
•Setiap konstruksi tak bisa mengelak dari karakter metaforis dan intertekstual bahasa/ teks. Bahwa
kebenaran yang disusun tak dapat tunggal dan begitu rentan.
Derrida :
Bukan untuk membangun sesuatu yang nyeleneh dan sia-sia, tapi membebaskan seni bangunan
dari segala keterselesaian yang membelenggu.