Você está na página 1de 15

ANAMNESA SUBJEKTIF, PEMERIKSAAN

OBJEKTIF DAN PENANGANAN PASIEN DENGAN


KELENJAR BARTHOLIN

MAKALAH

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
 HERLIANA
 MARYAM ULFA HARAHAP
 NURMULYANI
 TRISNA MAVITA HALOHO
 IRMA ELISA
 ELFIANA HULU HULU
 DEDEK TIO
 NOVA SUKMA HATI
 NOVA SUKMA HATI
 NUR AINI
 FRANSISKA MARIA MANALU
 ANENDY SELWI
 DESI KUSUMAWATI
 NURSIDA SYAHFITRI
 ULY TAMBUNAN

KELAS : B (EKSTENSI)
DOSEN : dr. RIZAL ARITONANG, Sp.Og

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah dan
inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Ginekologi yang
berjudul Kasus Pasien Kista Bartolin. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat sangat
membangun, penulis mengharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, Kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu penyusunan tulisan ini. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Medan, 18 Desember 2018

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 2


2.1. Pengertian ............................................................................. 2
2.2. Fisiologi ................................................................................ 3
2.3. Patofisiologi ......................................................................... 4
2.4. Etiologi ................................................................................. 4
2.5. Epidemiologi ........................................................................ 5
2.6. Tanda Dan Gejala ................................................................. 6
2.7. Contoh Kasus ....................................................................... 6
2.7.1. Anamnese Subjektif dan Pemeriksaan Objektif......... 7
2.7.2. Penanganan ................................................................ 7
2.8. Penatalaksanaan ................................................................... 8
2.9. Pengobatan ........................................................................... 9
2.10. Prognosis ............................................................................ 10

BAB III KESIMPULAN .......................................................................... 11


3.1. Kesimpulan ........................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi kebanyakan wanita, kehamilan adalah keadaan normal dan sehat. Tapi,
kehamilan juga bisa membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi tertentu. Lebih
lanjut lagi, kehamilan dapat membuat infeksi yang lebih parah bahkan infeksi
ringan dapat menyebabkan penyakit yang serius. Kehamilan mempengaruhi setiap
sistem fisiologis dalam tubuh. Perubahan fungsi kekebalan dan keseimbangan
hormon dapat membuat ibu hamil lebih rentan terhadap infeksi dan komplikasi
serius.
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya
adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna
dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada
glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar
bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina.
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita.
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang
terletak di bagian dalam vagina agak keluar.
Sekarang ini penyakit yang disebut dengan Bartolinitis atau infeksi kelenjar
Bartolini ini tidak asing lagi bagi kita, sudah banyak ibu-ibu hamil yang
mengalaminya.

1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen Ginekologi (dr. RIZAL ARITONANG, Sp.OG), bagi Kami untuk belajar,
serta memahami, mengenai Anamnesa Subjektif, Pemeriksaan Objektif Dan
Penanganan Pasien Dengan Kista Bartolin.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Kista kelenjar Bartholin umumnya dapat hilang dengan sendirinya. Ukurannya


kecil dan tidak terasa nyeri. Meski tidak membutuhkan pengobatan, tetapi ada
saatnya gangguan ini dapat menyebabkan kondisi berbahaya karena bisa terinfeksi
yang menyebabkan rasa sakit dan penderita sulit untuk berjalan.

Kista adalah kantung yang berisi cairan yang terbentuk dibawah kulit atau
disuatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar bartholini dapat terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbat karena berbagai
alasan seperti infeksi, peradangan. Cairan yang dihasilkan kelenjar ini kemudian
terakumulasi menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk satu kista
(Setyadeg, 2010).

Bartholin adalah kelenjar yang terletak pada kedua sisi bibir vagina pada alat
kelamin perempuan. Kelenjar Bartholin mengeluarkan cairan yang berperan
sebagai pelumas saat berhubungan seksual. Kelenjar ini kecil sehingga tidak
mudah terdeteksi oleh tangan maupun mata.

Kista Bartholin terbentuk ketika terjadi penyumbatan pada saluran kelenjar


Bartholin. Kista bisa berukuran kecil dan tidak menimbulkan rasa sakit, namun
bisa juga sebaliknya.

Kelenjar Bartholin adalah sepasang organ kecil di bawah lipatan bibir vagina,
disebut labia, pada area kemaluan wanita. Kelenjar ini berperan mengeluarkan
cairan untuk melembapkan bagian luar vagina. Cairan ini keluar dari saluran
Bartholin yang berada pada mulut vagina.

Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa

2
berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang
memerah.

Ada kalanya saluran Bartholin tersumbat sehingga terjadi penumpukan cairan


pada kelenjar. Kondisi ini dinamakan kista kelenjar bartolin. Sementara abses
kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar atau saluran ini terinfeksi. Umumnya
dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, pembengkakan, adanya lendir yang
kental, atau efek penyakit menular seksual. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
bakteri E. coli dan juga bakteri lainnya yang memicu penyakit menular seksual,
seperti klamidia dan gonore. Setelah berhubungan seksual, ukuran kista dapat
membesar karena kelenjar memproduksi lebih banyak cairan selama proses
hubungan intim terjadi.

Kista Bartholin yang tidak terinfeksi dapat berbentuk benjolan yang tidak
terasa nyeri, tapi akan menyebabkan daerah kewanitaan terlihat membengkak atau
berwarna kemerahan, serta membuat Anda tidak nyaman saat berhubungan
seksual, duduk, maupun berjalan.

Beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Kista bartholini


merupakan tumor kisti jinak. Ditimbulkan akibat duktus kelenjar bartholini yang
mengalami sumbatan, biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering
menginfeksi kelenjar bartholini adalah bakteri bakteri Gonococcus.

Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan
kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan
mengalami kista bartolini. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20
sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita
yang lebih tua atau lebih muda.

2.2 Fisiologi

Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk


membasahi mengeluarkan lendir untuk menberikan pelumas vagina saat
melakukan hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan

3
kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba
pada palpasi.

2.3 Patofisiologi

Kelenjar bartholini menghasilkan cairan membasahi vagina mulai masa


pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina mulai masa pubertas, yang
selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan juga pada kondisi
normal. Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan oleh bakteri
Gonococcus. Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu
duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Sumbatan dapat
disebabkan oleh mucus yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan
congenital. Jika terjadi infeksi pada kista bartholini maka kista ini berubah
menjadi abses yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan terasa nyeri.

2.4 Etiologi

Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis


kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi
nanah dan keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat
terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista.
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat
disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk orgasme yang menyebabkan
penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonoreserta. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartolini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan
pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kalenjar
(Setyadeng, 2010).

Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang


terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan

4
sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat
diproduksinya cairan pelumas vagina.

Cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar Bartholin mengalir melewati saluran


langsung menuju vagina. Saluran yang tersumbat akan menampung kelebihan
cairan kemudian berkembang menjadi kista. Kista Bartholin dapat makin
membesar setelah berhubungan seksual karena penambahan cairan yang
diproduksi kelenjar Bartholin saat terjadi hubungan seksual.

Penyumbatan kelenjar Bartholin disebabkan oleh beberapa faktor, seperti


infeksi bakteri, iritasi jangka panjang, atau peradangan. Infeksi kista Bartholin
dapat disebabkan oleh bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS), yaitu
bakteri Neisseria gonorrhoeae yang menyebabkan penyakit gonore atau kencing
nanah, dan bakteri Chlamydia trachomatis yang menyebabkan penyakit
Chlamydia. Bakteri lainnya adalah Escherichia coli atau E. coli yang sering
menjadi penyebab diare dan keracunan makanan.

2.5 Epidemiologi

Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan


usia reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pade umur 20-30
tahun, yang merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang
banyak ditemukan di daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang dari
2% perempuan dapa mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode
kehidupannya.

Pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi involusio kelenjar bartholini


secara berlahan-lahan oleh karana itu kejadian usia 40 tahun keatas jarang
ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada perempuan
yang lebih tua atau lebih muda.

5
2.6 Tanda dan Gejala

Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak,


merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila
penderita berjalan dan sukar duduk.

Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang


dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu
koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi
berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan
atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan
pada daerah vulva.

Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini
dengan gajala klinik berupa:

a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.


b. Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem
yang ditularkan melaui hubungan seksual.
c. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
d. Biasanya ada secret di vagina.
e. Dapat terjadi rupture spontan.

2.7 Contoh Kasus

Seorang perempuan usia 30 tahun detang ke klinik bidan dengan keluhan rasa
panas dan nyeri kencing, leukorea yang disertai rasa gatal, sehingga menjadi
iritasi. Ia merasa terganggu saat coitus. Hasil pemeriksaan tampak introitus vagina
berwarna merah, bengkak dan tertutup secret. Jika diagnosanya adalah kista
bartholin jabarkan bagaimana anamnesa subjektif, pemeriksaan objektif dan
penanganan pada pasien tersebut.

6
2..7.1 Anamnesa Subjektif dan Pemeriksaan Objektif

Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fsik sangat mendukung suatu


diagnosis. Pada anamnese dinyatakan tentang gejala seperti Panas, Gatal, Sudah
berapa lama gejala berlangsung, Kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti
pasangan seks, Keluhan saat berhubungan, Riwayat penyakit menulat seksual
sebelumnya, Riwayat penyakit kelamin pada keluarga.

Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan


dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau
jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur
jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan
untuk mengetahui ada tau tidaknya infeksi menular.

2.7.2 Penanganan

Kista Bartholin ditangani dengan cara yang berbeda-beda. Kista kecil yang
tidak terinfeksi dapat dirawat di rumah dan tidak memerlukan prosedur serta obat-
obatan spesifik.

Sebaliknya, kista membutuhkan membutuhkan penanganan lebih lanjut


bila ukurannya besar, membuat penderita tidak nyaman, atau terjadi infeksi.
Penanganan kista Bartholin meliputi obat-obatan, pengeluaran abses, dan
pengangkatan kista.

 Duduk berendam di air hangat. Duduk berendam di dalam air hangat


setinggi panggul dapat menjadi pilihan pada kasus kista terinfeksi yang
berukuran kecil. Lakukan beberapa kali sehari selama empat hari hingga
kista pecah dan cairan keluar. Handuk hangat juga bisa digunakan untuk
mengompres area di mana kista terletak.
 Obat pereda nyeri. Paracetamol dan ibuprofen dapat dikonsumsi sebagai
pereda rasa sakit. Selalu perhatikan keterangan serta dosis penggunaan
saat mengonsumsi obat-obatan bebas. Hubungi dokter atau kunjungi
fasilitas kesehatan terdekat jika benjolan bertambah besar dan sakit.

7
 Obat antibiotik. Penggunaan antibiotik berfungsi menghilangkan infeksi
penyebab timbulnya abses pada kista yang terinfeksi, juga pada kasus di
mana penderita mengalami infeksi menular seksual.
 Prosedur pemasangan kateter. Dokter dapat memasang kateter untuk
mengeluarkan abses. Pada prosedur ini, sayatan kecil dibuat untuk
memasukkan kateter (selang) dengan ujungnya terdapat balon yang dapat
mengembang. Balon ini berfungsi untuk menjaga agar kateter tidak lepas
dan dapat bertahan selama 2-6 minggu.
 Marsupialisasi kista. Suatu prosedur yang mana cairan dikeluarkan dengan
cara mengiris kista, lalu menjahit ujung pada kulit sekitarnya agar kista
tetap terbuka untuk mencegah terbentuknya kista baru. Prosedur ini dapat
dikombinasikan dengan pemasangan kateter.
 Prosedur pengangkatan kelenjar Bartholin. Prosedur ini dilakukan saat
prosedur lain tidak berhasil. Operasi pengangkatan ini membutuhkan bius
umum sebelum dilakukan pengangkatan kelenjar Bartholin.

Sebaiknya hindari aktivitas seksual selama proses penyembuhan atau sesuai


dengan anjuran dokter. Gunakan pembalut selama kateter masih terpasang, karena
nanah akan terus mengalir seiring dengan hilangnya infeksi.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor seperti


gejala klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika
kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan
tindakan apa-apa. Pada kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu
untuk melihat ada tidaknya pembesaran.

Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadang-


kadang dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat
coitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan,
tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan

8
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa
resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan
sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit
yang terbuka pada sayatan.

Jika bentuk kista yang tidak membesar dan tidak mengganggu tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa tetapi jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan
sayatan. Pembedahan berupa ekstirpasi dapat dilakukan bila diperlukan yang
dianjurkan adalah marsupialisasi.

Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau


kelenjar kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja.
Tapi kalau kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul
(abses) terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi).

Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan


dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti
tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum
sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm,
tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian
dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama
post operatif.

2.9 Pengobatan

Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan: antibiotika


golongan cefadroxyl 500 mg, diminum 3×1 sesudah makan, selama sedikitnya 5-7
hari, dan asam mefenamat 500 mg (misalnya: ponstelax, molasic, dll), diminum
3×1 untuk meredakan rasa nyeri dan pembengkakan, hingga kelenjar tersebut
mengempis.

2.10 Prognosis

Untuk mencegah terjadinya kista Bartolini, dapat mengurangi


paparanterhadap penyakit menular seksual dan trauma vulva. Beberapakomplikasi

9
yang dapat terjadi adalah dispareunia dan inflamasi rekuren.Prognosis untuk
penyakit ini adalah rekuren yang terjadi dalam 5-10%dari pasien yang menjalani
marsupialisasi.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini (nama diambil dari


seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada bagian dasar labia
minor. Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang
terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Kira-kira sepertiga bagian bawah
vagina, dibalik bibir kemaluan, disebelah kiri dan kanan, terdapat suatu kelenjar
yang namanya kelenjar Bartolini (Bartholini`s glands). Kelenjar ini fungsinya
menghasilkan cairan untuk membasahi vagina terutama pada waktu bersanggama.

Apabila kelenjar ini terinfeksi (salah satu atau kedua duanya),salurannya


dapat tersumbat karena melengket akibatnya cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
tersebut akan menumpuk didalam rongganya. Sedikit sedikit menjadi
bukit,berlaku juga pada kelenjar ini. Kelenjar menjadi besar,dan teraba menonjol
sebagaikista.

11
DAFTAR PUSTAKA

Francin, P. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta:2005.

Almatsier, S. Perinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit: PT.Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta: 2006.

Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. Ilmu Gizi. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta :
2006.

Kartasapoerta, Drs. G. Ilmu Gizi. Penerbit : Rineka Cipta. Jakarta : 2003.

Supariasa. et.al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

12

Você também pode gostar